PENDAHULUAN
Daratan Indonesia mempunyai potensial lahan yang sangat besar dari total
pertanian adalah 70,2 juta ha, yang terdiri atas sawah, tegalan, pekarangan,
perkebunan, padang penggembalaan, kayu-kayuan, dan tambak/kolam.
Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, lahan di
Indonesia yang berpotensi atau sesuai untuk pertanian seluas 94 juta ha, yaitu 25,4
juta ha untuk lahan basah (sawah) dan 68,6 juta ha untuk lahan kering Dari total
luas lahan yang berpotensi tersebut 30,67 juta ha. Lahan potensial maupun lahan
tersedia untuk perluasan areal pertanian di Indonesia masih cukup luas, namun
dengan semakin derasnya kebutuhan akan lahan, baik untuk pertanian maupun
non pertanian, maka perlu kehati-hatian dalam penggunaannya. Kompetisi
penggunaan lahan pada masa yang akan datang sebagai kosekuensi dari upaya
mempertahakan ketahanan pangan nasional dan pengembangan bioenergi perlu
segera diatasi. Peningkatan produktivitas (intensifikasi), perluasan aeral baru
berbasis arahan peruntukan yang tepat, dan pengembangan inovasi teknologi
unggulan adalah beberapa hal yang dapat dianjurkan untuk mengatasinya.
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan
banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan
fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini
bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal
hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah
satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi
masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus
juga untuk mengatasi masalah pangan.
Agroforestry adalah sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki
aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan
dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama
atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan
yang optimal dalam arti berkesinambungan (Hariah et al, 2003).
1
Tujuan akhir program agroforestri adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat petani, terutama yang disekitaran hutan yaitu dengan memprioritaskan
partisipasi masyarakat dalam memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan
berkelanjuta memeliharanya. Program-program agroforestri diarahkan pada
pengkatan dan pelestarian produktif sumberdaya yang akhirnya akan meningkatan
taraf hidup mmasyarakat.
Untuk mempercepat laju pertumbuhan tanaman pertanian, maka perlu
diadakan pemupukan. Pupuk yang umum digunakan dalam pertanian adalah
pupuk organik atau pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan pupukk berasal
dari sisa-sisa tumbuhan/hewan/mikroorganisme yang telah membusuk atau mati.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukannya praktikum untuk
mengetahui pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan generatif dan
vegetatif tanaman pertanian.
I.2 Tujuan dan Kegunaan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroforestry
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-gsuna lahan
tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Agroforestri,
sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan,
berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang
telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri berarti
menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingatbahwa petani atau
masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian
agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga
masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu,
sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis (Tjatdjo et al, 2015).
Penerapan agroforestri merupakan salah satu sistem pengolahan lahan yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna
lahan tersebut di atas, dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Sistem
agroforestri akan menekankan penggunaannya pada jenis-jenis pohon serba guna
dan menentukan asosiasi antara jenis-jenis vegetasi yang ditanam. Dalam konteks
agroforestri, pohon serbaguna semua pohon atau semak yang digunakan atau
dikelola untuk lebih dari satu kegunaan produk atau jasa; yangpenekanannya pada
aspek ekonomis dan ekologis (Amin et al, 2016).
2.1.2. Sistem Agroforestri
3
akhirnya mampu memberikan tambahan out put baik berupa fisik maupun nilai
financial (Senoaji, 2012).
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang berfungsi
produktif dan protektif (mempertahankan keanekaragaman hayati, ekosistem
sehat, konservasi air dan tanah, lubuk C daratan), sehingga seringkali dipakai
sebagai salah satu contoh sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan (Utama et
al., 2003 dalam Kholifah, 2016).
2.1.3. Pengaruh Agroforestri Terhadap Perubahan Iklim
4
perubahan kelompok vegetasi menjadi kelompok yang baru (adaptasi), seperti
teori perubahan vegetasi melalui perladangan berpindah-pindah yang teratur
(Malmsheimer, 2008 dalam Butarbutar, 2011).
2.1.4. Pengaruh Agroforesri Terhadap Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah ditentukan oleh kondisi kimia, fisik dan biologinya yang
seimbang, karena bisa saja tanah itu subur secara fisik tetapi secara kimia dan
biologi tidak dan begitupun sebaliknyaAkan tetapi kesuburan tanah tidak dapat di
tentukan hanya dengan melihat kondisi kimianya saja, namun kondisi fisik dan
biologinya juga sangat menentukan kesuburan tanah karena ketiga-tiganya saling
berkaitan dalam penyediaan unsur hara. Kandungan unsur kimia yang ada dalam
tanah juga dipengaruhi oleh bentuk penggunaan lahannya seperti pada lahan
agroforestri, kebun campuran dan penggunaan areal lainnya (Andi et al., 2018).
Kualitas tanah dapat dipertahankan melalui pemanfaatan lahan yang
bijaksana. Agroforestry merupakan solusi bagi pemanfaatan lahan yang tetap
menjaga kesuburan tanah saat ini. Pemafaatan tanah melalui agroforestry ini
dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan pertanian dan/atau
peternakan pada suatu lahan secara bergiliran atau bergantian. Langkah ini dapat
memberikan keuntungan yang maksimal karena mampu menghasilkan
keuntungan dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial (Fahruni, 2017).
2.2. Tahapan Pengelolaan Lahan Agroforestri
5
tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah
banyak (Widyawanto, 2016).
Sistem agroforestri telah dilaksanakan sejak dahulu kala oleh para petani
di berbagai daerah dengan aneka macam kondisi iklim dan jenis tanah serta
berbagai sistem pengelolaan. Pengelolaan sistem agroforestri meliputi pengolahan
tanah, pemupukan, penyiangan, pemangkasan, dan pemberantasan hama/penyakit,
seringkali berbeda-beda antar lokasi dan bahkan antar petani. Sistem pengelolaan
yang berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah
dan iklim), perbedaan ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar
belakang sosial-budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan dari sistem
agroforestri juga bermacam-macam, misalnya buahbuahan, kayu bangunan, kayu
bakar, getah, pakan, sayur-sayuran, umbiumbian, dan biji-bijian (Widianto et al.,
2003).
2.3. Teknik Pengukuran Tamanan
6
Hama adalah binatang-binatang yang kehadirannya merugikan tanaman
yang dibudidayakan. Setiap jenis hama secara alami dikendalikan oleh kompleks
musuh alami yang meliputi predator, paraasitoid, dan patogen hama (Henuhili dan
Tien, 2013).
Patogen Tanaman adalah semua organisme hidup yang mendapatkan
makanan dari tanaman sehingga tanaman sakit dan menimbulkan kerugian secara
ekonomi. Patogen yang dapat menyebabkan penyakit tanaman antara lain adalah
golongan jamur (cendawan), bakteri, molikut (bakteri tanpa dinding sel),
nematoda, protozoa, virus dan viroid (partikel yang menyerupai virus), serta
tumbuhan berbiji tingkat tinggi yang bersifat sebagai parasit (Hidayat dan
Purnama, 2011).
2.4.2. Perbedaan Hama dan Penyakit
7
seperti asap timbul berarti penyakit hawar daun bakteri dan jika tidak keluar
mareti seperti asap/susu berarti penyakit daun terbakar (Irwan, 2016).
2.4.3.2. Hama dan Penyakit Tanaman Semangka
2.5. Pupuk Organik
2.5.1. Pengertian Pupuk Organik
2.5.2. Cara Membuat Pupuk Organik
2.5.3. Sumber-sumber Pupuk Organik
2.5.4. Manfaat Pupuk Organik
2.5.5. pengaruh Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Pertanian
2.6. Biomassa dan Karbon
2.6.1. Pengetian Biomassa
Biomasa merupakan bahan organik yang diperoleh dari hasil proses
fotosintesis. Semakin rapat tajuk pohon penyusun suatu lahan maka biomassa
tumbuhan bawah akan semakin berkurang karena kurangnya cahaya matahari
yang mencapai lantai hutan, sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah
menjadi tertekan dan tidak dapat tumbuh (Azham, 2015).
Biomassa dapat didefenisikan massa dari pada bahagian vegetasi yang
masih hidup yaitu seperti tajuk pohon, tumbuhan bawah ataupun juga gulma dan
juga tanaman semusim. Keberadaan biomassa rerumputan pada bahagian akar
rerumputan dapat menghasilkan bahan organik yang terakumulasi menjadi humus
sehingga humus tersebut dapat mengikat agregat-agregat tanah sehingga dapat
memperbaiki sifat fisika maupun sifat kimia tanah (Nadapdap et al., 2013).
2.6.2. Pengertian Karbon
Pemanasan global saat ini menjadi isu lingkungan yang utama karena
mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan kehidupan mahluk hidup
yang menghuninya, yakni perubahan iklim dunia dan kenaikan permukaan laut.
8
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer merupakan salah satu
penyebab terbesar terjadinya pemanasan global (Sunu, 2001 dalam Senoaji dan
Hidayat, 2016).
Pemanasan global disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi
anara bumi dna atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruh antara lain oleh
peningkatan gas-gas asam arang atua yang lebiih dikenal dengan gas rumah kaca
(GRK). Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat pembakaran
batubara dan minyak bumi, dan diikuti dengan deforestrasi serta pengelolaan
lahan yang kurang tepat yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Akibatnya
kebutuhan akan bahan baku meningkat, sehingga mendorong eksploitasi
sumberdaya alam secara berlebihan. Dan kemudian sumberdaya alam yang
semula berfungsi sebagai rosot (sink) karbon berubah menjadi sumber (source)
emisi karbon (Hardjana, 2003).
2.7. Berat Volume Tanah
2.7.1. Pengertian Berat Volume Tanah
2.7.2. Cara Menentukan Berat Volume Tanah
2.7.3. Manfaat Pengukuran Berat Volume Tanah
2.7.4. Berat Basah dan Berat Kering Volume Tanah
9
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat yang Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul,
parang, alat tulis menulis, mistar, GPS, camera dan ember.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali rafiah, tali sheet,
benih dan poly bag.
3.3. Prosedur Kerja
10
11. Melakukan pengukuran biomassa dengan mencabut tanaman sebanyak 200
gram dan dibungkus menggunakan kertas sampel serta dilakukan pengovenan
selama 4 hari dengan suhu 80 °C.
12. Melakukan penimbangan kembali pada sampel tanaman yang telah
diovenkan.
3.4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
3.4.1. Total Modal
Keterangan :
TM = n1+ + n2n3
TM = Total Modal.
n (1,2,3) = Modal yang dikeluarkan.
3.4.2. Total Keuntungan
Keterangan :
TK= n1+n2+n3
Tk = Total Keuntungan.
n (1,2,3) = Keuntungan yang didapatkan
3.4.3. Keuntungan Bersih
11
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kec. Wua
4 Wundudopi Kel. Watubangga Kel. Lepo lepo Kel. Baruga
Wua
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, BMKG.
12
4.2 iklim
4.2.1 Musim dan Curah Hujan
Kecamatan baruga memiliki dua musim, yakni musim kemarau dan musim
hujan. Berdasrkan data yang ada dikecamatan baruga pada tahun 2018 terjadi
sebanyak 165 hari hujan dengan rata-rata curah hujan 3030. Terlihat pada tabel
Tabel 2. Banyak Hari Hujan dan Curah Hujan menurut Bulan di Kecamatan
Baruga, 2018
13
(1) (2) (3) (4)
1 Januari 23,4 35,0 28,1
2 Februari 24,0 34,2 27,8
3 Maret 23,4 33,8 27,4
4 April 23,8 33,2 27,5
5 Mei 23,6 32,8 26,8
6 Juni 23,2 30,8 26,0
7 Juli 21,0 31,2 26,1
8 Agustus 21,0 31,4 26,2
9 September 21,0 33,0 26,8
10 Oktober 23,4 35,0 28,3
11 November 23,8 34,0 28,7
12 Desember 24,0 34,8 28,4
14
8 Agustus 78,0 93,3 84,5
12 Desember
65,8 90,0 81,8
4.4. Topografi
15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL
Hasil dari praktikum ini dapat dilihat dari table 1 dan table 2 adalah sebagai
berikut :
4.1.1 Tanaman Jagung (Zea mays)
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Jumlah Daun (cm)
50.00 Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
40.00
Tinggi Tanaman (cm)
30.00
20.00
10.00
0.00
16
4.1.2 Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
menunjukkan pertumbuhan baik dari tinggi tanaman, lebar daun, panjang daunya
80
70
60
50
0
1
7
u
u
gg
gg
gg
gg
gg
gg
gg
in
in
in
in
in
in
in
M
Gamba
17
4.1.5 Biomassa Tanaman
%KA =
4.2 PEMBAHASAN
18