Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Daratan Indonesia mempunyai potensial lahan yang sangat besar dari total
pertanian adalah 70,2 juta ha, yang terdiri atas sawah, tegalan, pekarangan,
perkebunan, padang penggembalaan, kayu-kayuan, dan tambak/kolam.
Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, lahan di
Indonesia yang berpotensi atau sesuai untuk pertanian seluas 94 juta ha, yaitu 25,4
juta ha untuk lahan basah (sawah) dan 68,6 juta ha untuk lahan kering Dari total
luas lahan yang berpotensi tersebut 30,67 juta ha. Lahan potensial maupun lahan
tersedia untuk perluasan areal pertanian di Indonesia masih cukup luas, namun
dengan semakin derasnya kebutuhan akan lahan, baik untuk pertanian maupun
non pertanian, maka perlu kehati-hatian dalam penggunaannya. Kompetisi
penggunaan lahan pada masa yang akan datang sebagai kosekuensi dari upaya
mempertahakan ketahanan pangan nasional dan pengembangan bioenergi perlu
segera diatasi. Peningkatan produktivitas (intensifikasi), perluasan aeral baru
berbasis arahan peruntukan yang tepat, dan pengembangan inovasi teknologi
unggulan adalah beberapa hal yang dapat dianjurkan untuk mengatasinya.
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan
banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan
fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini
bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal
hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah
satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi
masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus
juga untuk mengatasi masalah pangan.
Agroforestry adalah sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki
aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan
dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama
atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan
yang optimal dalam arti berkesinambungan (Hariah et al, 2003).

1
Tujuan akhir program agroforestri adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat petani, terutama yang disekitaran hutan yaitu dengan memprioritaskan
partisipasi masyarakat dalam memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan
berkelanjuta memeliharanya. Program-program agroforestri diarahkan pada
pengkatan dan pelestarian produktif sumberdaya yang akhirnya akan meningkatan
taraf hidup mmasyarakat.
Untuk mempercepat laju pertumbuhan tanaman pertanian, maka perlu
diadakan pemupukan. Pupuk yang umum digunakan dalam pertanian adalah
pupuk organik atau pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan pupukk berasal
dari sisa-sisa tumbuhan/hewan/mikroorganisme yang telah membusuk atau mati.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukannya praktikum untuk
mengetahui pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan generatif dan
vegetatif tanaman pertanian.
I.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dalam praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian


pupuk kandang terhadap pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman pertanian.
Kegunaan dalam praktikum ini adalah dapat menunjukkan pengaruh
pemberian pupuk kandang terhadap pertumbuhan generaif dan vegetatif tanaman
pertanian.
1.3. Hipotesis

Hipotesis dalam praktikum ini yaitu pupuk kandang memiliki pengaruh


terhadap pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman pertanian.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroforestry

2.1.1. Pengertian Agroforestry

Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-gsuna lahan
tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Agroforestri,
sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan,
berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang
telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri berarti
menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingatbahwa petani atau
masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian
agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga
masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu,
sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis (Tjatdjo et al, 2015).
Penerapan agroforestri merupakan salah satu sistem pengolahan lahan yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna
lahan tersebut di atas, dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Sistem
agroforestri akan menekankan penggunaannya pada jenis-jenis pohon serba guna
dan menentukan asosiasi antara jenis-jenis vegetasi yang ditanam. Dalam konteks
agroforestri, pohon serbaguna semua pohon atau semak yang digunakan atau
dikelola untuk lebih dari satu kegunaan produk atau jasa; yangpenekanannya pada
aspek ekonomis dan ekologis (Amin et al, 2016).
2.1.2. Sistem Agroforestri

Pengolahan lahan dengan system agroforestry bertujuan untuk


mempertahankan jumlah dan keragaman produksi lahan, sehingga berpotensi
memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan bagi para pengguna lahan.
Pola pemanfaatan lahan dengan system agroforestry merupakan suatu model
usaha tani yang penting bagi para petani yang umumnya memiliki lahan pertanian
terbatas. Dengan pola seperti ini, akan meningkatkan intensitas panen yang

3
akhirnya mampu memberikan tambahan out put baik berupa fisik maupun nilai
financial (Senoaji, 2012).
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang berfungsi
produktif dan protektif (mempertahankan keanekaragaman hayati, ekosistem
sehat, konservasi air dan tanah, lubuk C daratan), sehingga seringkali dipakai
sebagai salah satu contoh sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan (Utama et
al., 2003 dalam Kholifah, 2016).
2.1.3. Pengaruh Agroforestri Terhadap Perubahan Iklim

Dampak negatif perubahan iklim sudah melanda seluruh dunia, termasuk


Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh pencemaran gas buang terpapar diatmosfer
dan menyebabkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. Agroforestri sebagai
salah satu model pengeolaan hutan terbukti mampu berperan dalam mitigasi
perubahan iklim. Dalam hal ini, agroforestri berfungsi sebagai sumber penyerap
karbon diudara, penyimpanan cadangan karbon sekaligus sebagai sumber energi
dan bahan bakar alternatif untuk berbagai jenis tertentu. Potensi serapan karbon
agroforestri lebih tinggi dibandingkan dengan hutan monokultur (Widiyanto,
2011).
Agroforestri dapat memitigasi dan mengadaptasi perubahan iklim dengan
alasan-alasan sebagai berikut: a) Pencampuran jenis pohon penghasil kayu, buah
dan lain-lain merupakan salah satu model tanaman campuran, karena campuran
beberapa jenis lebih baik dari hanya satu jenis (dari segi pencegahan hama &
penyakit dan jumlah karbon yang diserap); b) Pencampuran jenis yang didasarkan
pada perbedaan sifat toleransi (dan), karena akan canopy understory
memanfaatkan seluruh cahaya untuk fotosintesa; c) Pencampuran tanaman dari
berbagai umur, yang dipanen adalah yang sudah siap panen (miskin riap atau tidak
melakukan penyerapan karbon yang tinggi lagi), sehingga memberi kesempatan
untuk tanaman dengan umur relatif lebih muda untuk mendapat cahaya lebih
banyak dan pada akhirnya akan menyerap karbon lebih banyak, sehingga fungsi
mitigasi dan adaptasi sekaligus dapat terjadi; d) Penggabungan nilai ekonomi,
sosial dan budaya sehingga perubahan vegetasi dapat berjalan seiring dengan
perubahan sosial dan budaya secara berangsur yang dapat disesuaikan dengan
perubahan iklim dan e) Dapat digunakan sebagai model untuk memfasilitasi

4
perubahan kelompok vegetasi menjadi kelompok yang baru (adaptasi), seperti
teori perubahan vegetasi melalui perladangan berpindah-pindah yang teratur
(Malmsheimer, 2008 dalam Butarbutar, 2011).
2.1.4. Pengaruh Agroforesri Terhadap Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah ditentukan oleh kondisi kimia, fisik dan biologinya yang
seimbang, karena bisa saja tanah itu subur secara fisik tetapi secara kimia dan
biologi tidak dan begitupun sebaliknyaAkan tetapi kesuburan tanah tidak dapat di
tentukan hanya dengan melihat kondisi kimianya saja, namun kondisi fisik dan
biologinya juga sangat menentukan kesuburan tanah karena ketiga-tiganya saling
berkaitan dalam penyediaan unsur hara. Kandungan unsur kimia yang ada dalam
tanah juga dipengaruhi oleh bentuk penggunaan lahannya seperti pada lahan
agroforestri, kebun campuran dan penggunaan areal lainnya (Andi et al., 2018).
Kualitas tanah dapat dipertahankan melalui pemanfaatan lahan yang
bijaksana. Agroforestry merupakan solusi bagi pemanfaatan lahan yang tetap
menjaga kesuburan tanah saat ini. Pemafaatan tanah melalui agroforestry ini
dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan pertanian dan/atau
peternakan pada suatu lahan secara bergiliran atau bergantian. Langkah ini dapat
memberikan keuntungan yang maksimal karena mampu menghasilkan
keuntungan dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial (Fahruni, 2017).
2.2. Tahapan Pengelolaan Lahan Agroforestri

Agroforestry dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem


agroforestry sederhana dan sistem agroforestry kompleks. Sistem agroforestry
sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara
tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan dapat
ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak
dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan
sehingga membentuk lorong/pagar. Sistem agroforestry kompleks, adalah suatu
sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis
pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang
lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.
Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu,

5
tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah
banyak (Widyawanto, 2016).
Sistem agroforestri telah dilaksanakan sejak dahulu kala oleh para petani
di berbagai daerah dengan aneka macam kondisi iklim dan jenis tanah serta
berbagai sistem pengelolaan. Pengelolaan sistem agroforestri meliputi pengolahan
tanah, pemupukan, penyiangan, pemangkasan, dan pemberantasan hama/penyakit,
seringkali berbeda-beda antar lokasi dan bahkan antar petani. Sistem pengelolaan
yang berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah
dan iklim), perbedaan ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar
belakang sosial-budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan dari sistem
agroforestri juga bermacam-macam, misalnya buahbuahan, kayu bangunan, kayu
bakar, getah, pakan, sayur-sayuran, umbiumbian, dan biji-bijian (Widianto et al.,
2003).
2.3. Teknik Pengukuran Tamanan

2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Kesalahan dalam Pengukuran

Pengukuran adalah kegiatan yang paling penting dilakukan, karena


pengukuran dilakukan untuk mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan
ataupun suatu komunitas tertentu. Ada beberapa metode yang dapat digunakan
untuk melakukan pengukuran daun. Pengukuran luas daun dapat dilakukan
dengan (1) metode kertas millimeter, (2) gravimetric, (3) planimeter (4) metode
pengukuran panjang dan lebar dan (5) metode fotografi. Sejauh ini tidak
diketahui tingkat ketelitian metode-metode manual tersebut (Sitompul dan
Guritno, 1995).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesalah-kesalahan dalam
pengukuran, antara lain kesalahan dalam melihat puncak pohon, pohon yang
diukur tingginya dalam keadaan tidak tegak, jarak antara pengukuran dan pohon
tidak diatas ataupun karena jarak ukur tidak tepat (Marhamah, 2015)
2.3.2. Alat yang Digunakan dalam Pengukuran Tanaman

2.4. Hama dan Penyakit

2.4.1. Pengertian Hama dan Penyakit

6
Hama adalah binatang-binatang yang kehadirannya merugikan tanaman
yang dibudidayakan. Setiap jenis hama secara alami dikendalikan oleh kompleks
musuh alami yang meliputi predator, paraasitoid, dan patogen hama (Henuhili dan
Tien, 2013).
Patogen Tanaman adalah semua organisme hidup yang mendapatkan
makanan dari tanaman sehingga tanaman sakit dan menimbulkan kerugian secara
ekonomi. Patogen yang dapat menyebabkan penyakit tanaman antara lain adalah
golongan jamur (cendawan), bakteri, molikut (bakteri tanpa dinding sel),
nematoda, protozoa, virus dan viroid (partikel yang menyerupai virus), serta
tumbuhan berbiji tingkat tinggi yang bersifat sebagai parasit (Hidayat dan
Purnama, 2011).
2.4.2. Perbedaan Hama dan Penyakit

Hama adalah makhluk hidup yang mengurangi ketersediaan, kualitas atau


jumlah beberapa sumber daya manusia. Sumber daya manusia itu sendiri bisa
disebut berupa tumbuhan atau binatang yang dipelihara oleh manusia, untuk
kehidupan manusia. Sedangkan kesenangan manusia yang dimiliki misal
minatang peliharaan, tanaman hias, tanaman kebun atau di tempat – tempat
lainnya. Sumber daya yang mungkin juga digunakan untuk kesehatan, kenyaman
dan ketenangan yang dari waktu ke waktu dapat terancam oleh tanaman penyebab
elergi, makhluk hidup pembawa penyakit, gigitan serangga atau binatang
pengganggu lainnya (Sukri dan Hariyono, 2016).
2.4.3. Jenis Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman Pertanian

2.4.3.1. Hama dan Penyakit Tanaman Jagung

Salah satu penyakit yang dapat menyerang tanaman pertanian adalah


penyakit daun terbakar. Gejala dari penyakit daun terbakar atau Leaf Scald
biasanya terjadi pada ujung daun tua. Namun dapat pula terjadi pada sepanjang
pinggir dan bagian lain dari helaian daun. Bercak berbentuk bulat memanjang
seperti berlian kadang seperti bercak-beercak yang basah dengan panjang 1-5 cm,
lebar 0,5 cm. Bercak biasanya berkembang menutupi helaian daun. Untuk
mengidentifikasi penyakit daun terbakar bisa dilakukan dengan mencelupkan
potongan daun terinfeksi kedalam air jernih selama 5-10 menit. Jika keluar bahan

7
seperti asap timbul berarti penyakit hawar daun bakteri dan jika tidak keluar
mareti seperti asap/susu berarti penyakit daun terbakar (Irwan, 2016).
2.4.3.2. Hama dan Penyakit Tanaman Semangka
2.5. Pupuk Organik
2.5.1. Pengertian Pupuk Organik
2.5.2. Cara Membuat Pupuk Organik
2.5.3. Sumber-sumber Pupuk Organik
2.5.4. Manfaat Pupuk Organik
2.5.5. pengaruh Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Pertanian
2.6. Biomassa dan Karbon
2.6.1. Pengetian Biomassa
Biomasa merupakan bahan organik yang diperoleh dari hasil proses
fotosintesis. Semakin rapat tajuk pohon penyusun suatu lahan maka biomassa
tumbuhan bawah akan semakin berkurang karena kurangnya cahaya matahari
yang mencapai lantai hutan, sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah
menjadi tertekan dan tidak dapat tumbuh (Azham, 2015).
Biomassa dapat didefenisikan massa dari pada bahagian vegetasi yang
masih hidup yaitu seperti tajuk pohon, tumbuhan bawah ataupun juga gulma dan
juga tanaman semusim. Keberadaan biomassa rerumputan pada bahagian akar
rerumputan dapat menghasilkan bahan organik yang terakumulasi menjadi humus
sehingga humus tersebut dapat mengikat agregat-agregat tanah sehingga dapat
memperbaiki sifat fisika maupun sifat kimia tanah (Nadapdap et al., 2013).
2.6.2. Pengertian Karbon

Karbon di dalam tanah merupakan indikator kesuburan tanah. Karbon


merupakan komponen paling besar dalam bahan organik. Tingginya karbon dalam
tanah akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia
maupun biologi (Hanafi dan Bernardianto, 2015).
2.6.3. Biomassa dan Karbon Tanaman Pertanian
2.6.4. Pengaruh Biomassa dan Karbon Terhadap Kondisi Iklim

Pemanasan global saat ini menjadi isu lingkungan yang utama karena
mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan kehidupan mahluk hidup
yang menghuninya, yakni perubahan iklim dunia dan kenaikan permukaan laut.

8
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer merupakan salah satu
penyebab terbesar terjadinya pemanasan global (Sunu, 2001 dalam Senoaji dan
Hidayat, 2016).
Pemanasan global disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi
anara bumi dna atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruh antara lain oleh
peningkatan gas-gas asam arang atua yang lebiih dikenal dengan gas rumah kaca
(GRK). Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat pembakaran
batubara dan minyak bumi, dan diikuti dengan deforestrasi serta pengelolaan
lahan yang kurang tepat yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Akibatnya
kebutuhan akan bahan baku meningkat, sehingga mendorong eksploitasi
sumberdaya alam secara berlebihan. Dan kemudian sumberdaya alam yang
semula berfungsi sebagai rosot (sink) karbon berubah menjadi sumber (source)
emisi karbon (Hardjana, 2003).
2.7. Berat Volume Tanah
2.7.1. Pengertian Berat Volume Tanah
2.7.2. Cara Menentukan Berat Volume Tanah
2.7.3. Manfaat Pengukuran Berat Volume Tanah
2.7.4. Berat Basah dan Berat Kering Volume Tanah

9
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 01 September – 31 Desember


2019. Praktikum ini bertempat di lahan Agroforestry, Kelurahan Watubangga,
Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.2. Alat dan Bahan

Alat yang Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul,
parang, alat tulis menulis, mistar, GPS, camera dan ember.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali rafiah, tali sheet,
benih dan poly bag.
3.3. Prosedur Kerja

Prosedur dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Membagi lahan kedalam plot 12 m x 13 m kemudian memasang ajir pada
setiap sudut plot kemudian memasang tali rafia sekeliling plot sebagai pagar.
2. Membersihkan plot menggunakan parang dan pacul.
3. Mengemburkan tanah pada plot yang sudah dibersihkan.
4. Membuat bedeng pada plot yang sudah digemburkan dan dibersihkan
sebanyak 5 dengan ukuran 2m x 12 m bedeng kemudian dilakukan
pengemburan kembali pada bedeng.
5. Melakukan pengambilan titik koordinat pada plot dan pemasangan papan
nama plot.
6. Melakukan pemupukan menggunakan pupuk organik pada bedeng.
7. Melakukan penyemaian benih tanaman.
8. Memindahkan tanaman pada bedeng yang sudah dipupuk dan digemburkan.
9. Melakukan penyiraman dengan rutin dan pengendalian gulma dengan cara
mencabut gulma yang tumbuh.
10. Melakukan pengukuran pada tanamam sampai tanaman berbunga, ketika
tanaman berbunga maka yang dihitung jumlah bunganya.

10
11. Melakukan pengukuran biomassa dengan mencabut tanaman sebanyak 200
gram dan dibungkus menggunakan kertas sampel serta dilakukan pengovenan
selama 4 hari dengan suhu 80 °C.
12. Melakukan penimbangan kembali pada sampel tanaman yang telah
diovenkan.
3.4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
3.4.1. Total Modal
Keterangan :
TM = n1+ + n2n3
TM = Total Modal.
n (1,2,3) = Modal yang dikeluarkan.
3.4.2. Total Keuntungan
Keterangan :
TK= n1+n2+n3
Tk = Total Keuntungan.
n (1,2,3) = Keuntungan yang didapatkan
3.4.3. Keuntungan Bersih

KB = ( Tk – Tm) x 0,01 ha Keterangan :


KB = Keuntungan Bersih
Tk = Total Keuntungan.
Tm = Total Modal.
Luas Wilayah Plot = 0,01 ha.

11
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1. Letak dan Batas Wilayah

Secara astronomis, Kecamatan Baruga terletak antara 3°59’47” - 4°5’01”


Lintang Selatan, serta antara 122°26’37” - 122°32’57” Bujur Timur. Berdasarkan
posisi geografisnya, Kecamatan Baruga memiliki batas - batas yaitu: di sebelah
Utara berbatasan dengan Kecamatan Wua Wua dan Puuwatu, sebelah Selatan
berbatasan dengan kabupaten Konawe Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Kambu, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Konawe
Selatan.
Kecamatan Baruga memiliki luas Daerah daratan seluas 49,15 km2 atau 4.915
ha. Saat ini, Kecamatan Baruga terdiri dari 4 Kelurahan : - Kelurahan Baruga -
Kelurahan Lepo-lepo - Kelurahan Watubangga - Kelurahan Wundudopi
Kelurahan dengan luas terbesar di Kecamatan Baruga adalah Kelurahan Baruga,
kemudian disusul oleh Kelurahan Watubangga, Lepo lepo, dan Wundudopi.
Tabel 1. Batas Wilayah Kecamatan Baruga Menurut Kelurahan, 2018
Sebelah Sebelah
Kelurahan Sebelah Selatan Sebelah Barat
Utara Timur
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Baruga Kel. Kab. Konawe Kel. Lepo-lepo Kab. Konawe
Watubangga Selatan Selatan
Kel. Kel.
2 Lepo-lepo Kel. Baruga Kec. Kambu
Wundudopi Watubangga
3 Watubangga Kec. Puuwatu Kel. Baruga Kel. Kab. Konawe
Wundudopi Selatan

Kec. Wua
4 Wundudopi Kel. Watubangga Kel. Lepo lepo Kel. Baruga
Wua
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, BMKG.

12
4.2 iklim
4.2.1 Musim dan Curah Hujan
Kecamatan baruga memiliki dua musim, yakni musim kemarau dan musim
hujan. Berdasrkan data yang ada dikecamatan baruga pada tahun 2018 terjadi
sebanyak 165 hari hujan dengan rata-rata curah hujan 3030. Terlihat pada tabel
Tabel 2. Banyak Hari Hujan dan Curah Hujan menurut Bulan di Kecamatan
Baruga, 2018

Bulan Hari Hujan Curah Hujan


(Hari) (mm3)
(1) (2) (3)
1 Januari 11 163
2 Februari 14 269
3 Maret 20 261
4 April 16 172
5 Mei 23 840
6 Juni 22 447
7 Juli 13 298
8 Agustus 8 67
9 September 7 29
10 Oktober 4 66
11 November 14 240
12 Desember 13 178
Rata-Rata 165 3.030
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, BMKG.
4.2.2 Suhu udara
Suhu udara rata-rata kecamatan baruga adalah selama tahun 2018 adalah
27,3 C dengan suhu minimum 21 C dan suhu maksimum 35 C adalah dapat dilihat
pada tabel
Tabel 3. Suhu Udara Minumum, Maksimum dan Rata-rata menurut Bulan
di Kecamatan Baruga, 2018

Suhu Udara (oC)


Bulan
Minimal Maksimal Rata-rata

13
(1) (2) (3) (4)
1 Januari 23,4 35,0 28,1
2 Februari 24,0 34,2 27,8
3 Maret 23,4 33,8 27,4
4 April 23,8 33,2 27,5
5 Mei 23,6 32,8 26,8
6 Juni 23,2 30,8 26,0
7 Juli 21,0 31,2 26,1
8 Agustus 21,0 31,4 26,2
9 September 21,0 33,0 26,8
10 Oktober 23,4 35,0 28,3
11 November 23,8 34,0 28,7
12 Desember 24,0 34,8 28,4

Rata-Rata 21,0 35,0 27,3


Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, BMKG.
4.2.3 Tekanan Udara Dan Kecepatan Angin

Kelembaban udara rata-rata Kecamatan Baruga selama tahun 2018 adalah


85,3º C dengan suhu udara minimum adalah 65,8º C. Sedangkan rata-rata tekanan
udara selama tahun 2018 adalah 1.011,2 mb dan rata-rata kecepatan angin 2,4
knot, dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.
Tabel 4. Kelembaban Udara Minimum, Maksimum dan Rata-rata menurut
Bulan di Kecamatan Baruga, 2018

Bulan Minimal Maksimal Rata-rata

(1) (2) (3) (4)


1 Januari 73,7 92,3 82,1
2 Februari 74,7 90,2 84,1
3 Maret 72,9 90,2 85,2
4 April 81,0 92,4 86,6
5 Mei 81,9 96,4 89,5
6 Juni 83,7 97,4 91,2
7 Juli 82,9 94,1 88,6

14
8 Agustus 78,0 93,3 84,5

9 September 79,4 94,9 85,9

10 Oktober 76,0 88,6 82,8

11 November 76,6 87,1 81,4

12 Desember
65,8 90,0 81,8

Rata-Rata / 65,8 97,4 85,3


Sumber : Stasiun
Average Meteorologi Maritim Kendari, BMKG.
Tabel 5. Tekanan Udara dan Kecepatan Angin menurut Bulan di Kecamatan
Baruga, 2018

Bulan Rata-rata Tekanan Udara Kecepatan Angin


(mb) (knot)
(1) (2) (3)
1 Januari 1 010,7 2,1
2 Februari 1 010,5 2,0
3 Maret 1 010,7 1,9
4 April 1 011,2 2,3
5 Mei 1 011,6 2,1
6 Juni 1 012,5 2,4
7 Juli 1 012,8 2,2
8 Agustus 1 012,7 2,2
9 September 1 012,7 2,9
10 Oktober 1 010,9 2,9
11 November 1 008,8 2,7
12 Desember 1 009,5 2,8
Rata-Rata 1 011,2 2,4
Sumber : Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, BMKG.
4.3. Tanah

4.4. Topografi

15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL

Hasil dari praktikum ini dapat dilihat dari table 1 dan table 2 adalah sebagai
berikut :
4.1.1 Tanaman Jagung (Zea mays)

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays) dapat dilihat


pada table 1. Dimana pertumbuhan setiap minggunya terus menunjukkan
pertumbuhan baik dari tinggi tanaman, lebar daun, panjang daunya dan jumlah
daun.
Table 1. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays)
Tinggi Panjang
No Minggu Tanaman Lebar Daun Daun Jumlah Daun
(cm) (cm) (cm) (cm)
1 Minggu 1 2.33 1.40 9.33 3.33
2 Minggu 2 17.67 1.80 13.50 4.00
3 Minggu 3 2.84 1.65 4.44 3.60
4 Minggu 4 10.83 2.15 8.44 5.60
5 Minggu 5 14.84 2.35 14.44 7.84
6 Minggu 6 49.23 2.86 16.44 8.77
7 Minggu 7 55.97 3.06 19.44 8.79

100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Jumlah Daun (cm)
50.00 Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
40.00
Tinggi Tanaman (cm)
30.00
20.00
10.00
0.00

Gambar 3. Laju Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays)

16
4.1.2 Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman mentimun (Cucumis sativus L.)

dapat dilihat pada table 1. Dimana pertumbuhan setiap minggunya terus

menunjukkan pertumbuhan baik dari tinggi tanaman, lebar daun, panjang daunya

dan jumlah daun.

Table 1. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)


Tinggi Panjang
No Minggu Tanaman Lebar Daun Daun Jumlah Daun
(cm) (cm) (cm) (cm)
1 Minggu 1 0 0 0 0
2 Minggu 2 0 0 0 0
3 Minggu 3 0 0 0 0
4 Minggu 4 0 0 0 0
5 Minggu 5 3.24 2.37 3.42 2.06
6 Minggu 6 7.24 3.23 3.32 4.09
7 Minggu 7 36.58 9.87 15.89 12.70

80

70

60

50

40 Jumlah Daun (cm)


30 Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
20 Tinggi Tanaman (cm)
10

0
1

7
u

u
gg

gg

gg
gg

gg

gg

gg
in

in

in
in

in

in

in
M

Gamba

r 4. Laju Pertumbuhan Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)

4.1.3 Nilai Ekonomi Tanaman Jagung (Zea mays)

4.1.4 Nilai Ekonomi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)

17
4.1.5 Biomassa Tanaman

Biomassa dari tanaman jagung adalah

%KA = berat basah – berat kering oven (bko)

%KA = 200 – 168

%KA =

4.2 PEMBAHASAN

Kegiatan praktikum pemanenan hasil hutan diawali oleh proses penentuan

pohon-pohon yang akan di

18

Anda mungkin juga menyukai