Anda di halaman 1dari 72

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk
yang terdiri dari campuran pepohonan, semak, dengan tanaman semusim yang sering
disertai dengan ternak dalam satu bidang lahan. Agroforestri atau disebut juga dengan
wanatani merupakan salah satu sistem pertanian tepat guna yang di dalamnya terkandung
berbagai macam pengelolaan dengan segala aspeknya, pengelolaan ini berupa bentuk
kegiatan bercocok tanam dengan mengkombinasikan suatu jenis tanaman
pertanian/ternak dengan kehutanan dalam satu unit lahan yang sama baik ditanam pada
waktu yang bersama-sama maupun secara bergiliran. Tujuannya untuk menghasilkan
sistem tata guna lahan yang optimal dan berkelanjutan, Proses mengkombinasikan ini
merupakan suatu cara untuk menciptakan suatu ekosistem yang saling berkaitan baik
secara ekologis maupun ekonomis. Sehingga pengelolaan sistem agroforestri menjadi
salah satu metode dalam tindakan pelestarian ekosistem tumbuhan yang kebanyakan
dikuasai oleh pepohonan.
Nair (1984) dalam Beetz (2002) menyatakan bahwa agroforestri adalah suatu
sistem pertanian yang mengkombinasikan antara tanaman kehutanan (pohon) dan
tanaman pertanian (musiman/hewan ternak) yang dikelola pada satu area lahan yang
sama sehingga dapat meningkatkan pendapatan, produksi, kualitas air, serta lingkungan
bagi manusia ataupun hewan. Pengklasifikasian agroforestri yang paling umum, tetapi
juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyusunnya.
Komponen penyusun utama agroforestri adalah komponen kehutanan, pertanian, dan
peternakan. Satu di antara pengklasifikasian agroforestri adalah agrisilvikultur, dimana
merupakan campuran antara tanaman pertanian dan pohon kehutanan. Berdasarkan
komponen penyusun tersebut, maka agroforestri berbasis langsat termasuk dalam pola
agrisilvikultur ini. Disebut agroforestri berbasis langsat karena, dalam agroforestri
tersebut yang menjadi tanaman utama atau tanaman unggulan adalah tanaman langsat.

1
Hasil penelitian Mataputung dkk (2019) menyatakan bahwa, dalam kawasan
agroforestri di Desa Tonsea Lama, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minasaha,
terdapat komposisi jenis dari beberapa jenis tanaman. Salah satunya adalah tanaman
langsat sebanyak 43 tanaman. Tanaman langsat merupakan tanaman dominan yang ada di
kawasan agroforestri tersebut. Di samping tanaman langsat pada kawasan agroforestri itu
juga ditemukan kelompok jenis pohon antara lain cempaka putih, sengon, kaliandra,
nantu dan lain-lain. Jenis tanaman perkebunan antara lain, kelapa, cengkeh, aren, pinang
dan vanili. Selain tanaman langsat pada jenis kelompok buah-buahan juga di temukan
durian, rambutan, jeruk, alpukad, nangka, matoa dan manggis. Jenis kelompok
hortikultura dan tanaman pangan antara lain cabe, papaya, pisang goroho, terong,
singkong, talas dan lain-lain.
Kelompok jenis-jenis tanaman yang ada pada kawasan agroforestri tersebut
dapat menghasilkan produksi yang dapat dikonsumsi oleh manusia seperti kelompok
jenis tanaman perkebunan, buah-buahan, hortikultura dan tanaman pangan serta pohon.
Selain fungsi produksi tersebut kawasan agroforestri juga mempunyai fungsi lingkungan
di antaranya adalah kemampuan menyerap karbon yang ada di udara dan menyimpan
karbon tersebut dalam biomassa tanaman. Menurut Hairiah dan Rahayu, (2007) dalam
Angreni Ali. et.al. (2018) menyatakan bahwa kemampuan agroforestri untuk menyimpan
karbon dipengaruhi oleh jumlah jenis vegetasi yang ditanam lebih dari satu, diameter
vegetasi, dan juga sistem pemanenan. Brown & Gaston (1996) dalam Alinus dkk (2017)
menyatakan bahwa penyerapan karbon dilakukan melalui proses fotosintesis dan
pelepasan karbon melalui respirasi dimana pohon-pohon menggunakan CO2 dalam proses
fotosintesis dan menghasilkan O2 dengan sebagian energi yang disimpan dalam bentuk
biomassa. Biomassa di definisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup dalam
pohon yang dinyatakan dalam satuan unit luas area. Biomassa digunakan untuk
memperkirakan karbon tersimpan karena sekitar 50% dari biomassa tanaman adalah
karbon.

2
Berdasarkan pemikiran di atas maka dapat dilakukan penelitian tentang
komposisi jenis dang simpanan karbon pada agroforestri berbasis langsat (Lansium
domesticum) di desa Tapadaa, Kecamatan Suwawa Tengah, Kabupaten Bone Bolango.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana komposisi jenis, dominansi dan keanekaragaman tumbuhan pada
agroforestri berbasis langsat (Lansium domesticum) ?
2. Bagaimana simpanan biomassa dan karbon tumbuhan pada agroforestri berbasisis
langsat (Lansium domesticum) ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui komposisi jenis, dominansi dan keanekaragaman tumbuhan pada
agroforestri berbasis langsat (Lansium domesticum).
2. Untuk mengetahui simpanan biomassa dan karbon pada agroforestri langsat
(Lansium domesticum).
1.4 Manfaat penelitian
1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan dan referensi terkait komposisi jenis
tumbuhan dan simpanan karbon pada agroforestri berbasis langsat (Lansium
domesticum).
2. Sebagai sumber informasi tentang komposisi jenis tumbuhan dan simpanan karbon
pada agroforestri berbasis langsat (Lansium domesticum).

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestri
Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan tanaman hutan (perennial)
yang di kombinasikan dengan tanaman pertanian atau disebut juga sistem wanatani.
Sebenarnya banyak definisi mengenai agroforestri, yang satu sama lain tidak berbeda
secara substansi. Banyak definisi dari agroforestri yang sering di gunakan dalam
dunia pengetahuan. World Agroforestry Centre (ICRAF) mendefinisikan agroforestri
sebagai suatu sistem pengelolaan lahan yang berasaskan kelestarian, untuk
meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, melalui kombinasi produksi (termasuk
tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan dan /atau hewan secara bersamaan atau
berurutan pada unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang
sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat (King dan Chandler,1978; dalam
Rauf, 2004)
Lundgren dan Raintree (1982) dalam Rauf (2004) mendefinisikan
agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan
teknologi, dimana tanaman keras berkayu pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palem,
bambu, yang ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan atau hewan, dengan
suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal,
dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai
komponen.
Suryani dan Dariah (2012) mengemukakan bahwa, agroforestri terdiri atas
Agrisilvikultur, yaitu pengelolaan lahan yang mengkombinasikan komponen
kehutanan dengan pertanian, Silvopastura, yaitu pengelolaan lahan yang
mengkombinasikan komponen kehutanan dengan peternakan, dan Agrosilvopastura,
yaitu pengelolaan lahan yang mengkombinasikan komponen pertanian dengan
kehutanan dan peternakan. Selain tiga bentuk di atas, Nair (1987) dalam Suryani dan
Dariah (2012) menambahkan sistem lain yang dapat dikategorikan sebagai
agroforestri, yaitu: Silvofishery, yaitu pengelolaan lahan yang mengkombinasikan

4
komponen kehutanan dengan perikanan dan Apiculture, yaitu budidaya lebah atau
serangga yang dilakukan dalam komponen kehutanan.
Berdasarkan hasil penelitian Mayrowani dan Ashari (2011) menyatakan
bahwa, Agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri utamanya diharapkan dapat
membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk pengunaan lahan secara
berkelanjutan, guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan. Tingginya
laju pertumbuhan penduduk mengindikasikan meningkatnya pangan yang harus
tersedia. Peningkatan persediaan pangan pada setiap musim, sehingga petani dapat
memperoleh tambahan penghasilan untuk kebutuahan sehari-hari dan memperbaiki
kualitas hidup terutama di daerah pedesaan. Agroforestri merupakan salah satu
sarana yang efektif untuk meningkatkan pendapatan serta, tersedianya lapangan
pekerjaan bagi masyarakat dan meningkatkan kinerja usia produktif (usia muda) di
pedesaan sehingga kulitas hidup dapat meningkat.
Selain hal tersebut agroforestri mempunyai beberapa fungsi antara lain
adalah (Widiyanto, 2016) :
1. Fungsi sosial-ekonomi, merupakan cerminan usaha manusia dalam mencoba
untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang sosial dan ekonomi. Umumnya
berupa produk diantaranya hasil hutan, hasil tanaman pangan, peternakan dan
sebagainya.
2. Fungsi lingkungan, berupa komponen-komponen yang tidak terpisahkan dari
agroforenstry sebagai sebuah sistem yang berupa fungsi hidrologi, fungsi ekologi
dan fungsi konservasi. Umumnya berupa jasa, yang sebenarnya dapat juga
dikuantifikasi dengan menggunakan parameter-parameter yang ada. Dalam hal
ini, agroforestry berfungsi sebagai pencegah terjadinya erosi tanah melaui
penutupan lahan dan strata tajuk, penyimpan cadangan air tanah, pengikat karbon
sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, dan sebagai habitat dalam
konservasi atau perlindungan terhadap flora dan fauna tertentu.

5
2.2 Agroforesri Berbasis Langsat
Agroforestri berbasis langsat adalah agroforestri dimana tanaman langsat
merupakan tanaman utama dalam kawasan agroforestri . Berdasarkan luasnya
agroforesri dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu (Millang 2009) :
a. Agroforestri dengan luas kurang dari 0,5 ha disebut sebagai agroforestri sempit.
b. Agroforestri dengan luas 0,5 – 1,0 ha disebut sebagai agroforestri sedang.
c. Agroforestri dengan luas 1,0 – 1,5 ha disebut sebagai agroforestri luas.
d. Agroforestri dengan luas 1,5 ha disebut sebagai agroforestri sangat luas.
Hasil penelitian Basir dkk (2017) menuliskan bahwa, jenis dan pola
agroforestri yang di terapkan oleh petani di Desa Kokoleh I, Kabupaten Minahasa,
Provinsi Sulawesi Utara yakni sitem agrisilvikultur. Sistem agrisilvikultur
merupakan sistem agroforestri yang mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan
tanaman pertanian. Berdasarkan komposisi jenisnya tanaman langsat merupakan
salah satu tanaman dominan yang berada di wilayah tersebut yakni sebanyak 26
individu tanaman. Dengan nilai kerapatan relatif tanamannya adalah 7,65%. Jenis
tanaman yang lain pada agroforestri tersebut diantaranya adalah nantu, kelapa, pala,
pisang, talas dan lain-lain.
Idris dkk (2019) menyatakan bahwa, pola agroforestri di Desa Mirring,
Kecamatan Binuang, Kabupaten Poleweli Mandar, Sulawesi Barat, terdapat sistem
pola agroforestri Agrisilvikultur Alternate Rows, dimana pohon dan tanaman
pertanian di tanam secara berselang-seling. Tanaman kehutanan di tanam dalam
larikan yang diselang-seling dalam larikan tanaman pangan. Pada sistem ini
mengkombinasikan tanaman kehutanan seperti meranti, jati putih, lamtoro dengan
tanaman pertanian seperti tomat, kopi arabica, merica, cengkeh, langsat, durian,
rambutan, dan lain-lain. Selain hal tersebut tanaman langsat juga di temukan pada
pola agroforestri Agrisilvikultur Alley Cropping dimana penanaman tanaman
kehutanan di tanam menyerupai lorong. Jenis tanaman yang di temukan dalam pola
ini selain tanaman langsat adalah jati putih, coklat, durian dan lain-lain.

6
Sumarhani dan Kalima (2015) dalam hasil penelitiannya melaporkan bahwa
dalam agroforestri tembawang di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat terdapat
tanaman langsat dengan jumlah 2 individu dan dengan INP 4,44 pada lokasi
penelitian satu. Jenis tanaman yang terdapat di tempat tersebut selain tanaman
langsat adalah tanaman asam, belimbing hutan, cempedak, durian jelutung, karet,
manggis dan rambutan. Pada lokasi penelitian dua di temukan 8 individu tanaman
langsat dengan INP 20,89 dengan jenis tanaman yang lain adalah durian, rambutan,
karet, asam, petai, nyatoh, kluwek dan lain-lain.
Hasil penelitian dari Passal dkk (2019) menyatakan bahwa pada agroforestri
dusung di dusun Toisapu Kota Ambon pada jenis-jenis tanaman durian, pala, langsat,
duku, dan cengkeh terdapat jumlah total biomassa 50.783,77 kg/m2 yang apabila
dikalikan dengan 0,5% dari total jumlah biomassa tersebut maka jumlah kandungan
karbon yang tersimpan sebesar 25.391,88 kg/m2 atau 2.593,19 ton/ha.
2.2.1 Tingkat Tumbuhan
Berdasarkan tingkat pertumbuhan pohon menurut Agusti (2008). Terbagi
kedalam beberpa kelompok yaitu :
a. Seedling (semai) pemudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.
b. Sapling (sapihan, pancang) permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih sampai
pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Pole (tiang) pohon-pohon yang berdiameter 10-35 cm.
d. Pohon dewasa yang berdiameter batang minimal 35 cm.
Berdasarkan penelitian Kasmadi (2015) dapat di ketahui struktur vegetasi jenis
pohon secara vertical berdasarkan fase pertumbuhannya yakni tingkat semai,
pancang, tiang dan pohon. Hasil yang di peroleh untuk setiap fase pertumbuhan
pohon adalah jenis tumbuhan tingkat semai memiliki nilai dominansi tertinggi yaitu
jenis Caplong (Calophyllum sp.) Untuk tingkat Pancang (Sapling) yang memiliki
nilai dominansi tertinggi yaitu jenis Kenari (Canarium balsamiferium Wild). Untuk
tingkat Tiang (Pole) yang memiliki nilai dominansi tertinggi yaitu jenis Kayu Besi (

7
Intsia Bijuga). Untuk tingkat Pohon (Tree) yang memiliki nilai dominansi tertinggi
yaitu jenis Hiru (Vatica papuana Dyer).
Winara dan Suhaendah (2016) menuliskan bahwa, struktur vegetasi
agroforestri manglid dan teh di Desa Cukangkawung berdasarkan tingkat
pertumbuhan tersusun atas 10 jenis tumbuhan tingkat semai, 12 jenis pancang, 10
jenis tiang dan 4 jenis pohon. Untuk tingkat pertumbuhan semai, struktur vegetasi
agroforestri manglid sebagai tanaman kayu utama dengan teh pada tingkat
pertumbuhan semai didominasi oleh teh sebagai tanaman bawah. Untuk tingkat
pertumbuhan pancang berdasarkan komposisi jenis tingkat pertumbuhan pada pola
agroforestri manglid dengan teh menunjukan peningkatan jumlah jenis tanaman dari
pertumbuhan semai. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada tingkat pancang adalah
manglid. Untuk tingkat pertumbuhan tiang komposisi jenis tumbuhan penyusun
agroforestri manglid mengalami penurunan jumlah dan jenis dari tingkat pancang
menjadi 10 jenis. Berdasarkan struktur vegetasi, dominasi manglid mengalami
peningkatan cukup tinggi. Dan untuk tingkat pertumbuhan pohon komposisi jenis
tumbuhan pola agroforestri manglid dan teh mengalami penurunan jumlah jenis yang
cukup besar menjadi 4 jenis. Dominasi jenis manglid pada tingkat pohon meningkat
dibandingkan pada tingkat tiang.
2.2.2 Komposisi Jenis Tumbuhan
Komposisi jenis merupakan kumpulan dari beberapa vegetasi. Menurut Sari
dkk (2018) vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalam
suatu wilayah yang tersusun atas berbagai jenis dan kelimpahan relatifnya. Vegetasi
disuatu wilayah dapat dilukiskan dengan berbagai cara baik struktur kelimpahan,
kepadatan dan lain-lainnya. Komposisi jenis ini bersifat homogen dan juga
heterogen. Lahan yang memiliki komposisi jenis homogen artinya lahan tersebut
baik perkarangan yang didominansi kira-kira 90% jenis yang sama, sehingga terlihat
seragam. Keadaan seperti ini dalam suatu tegakan biasa disebut dengan tegakan
murni, sedangkan apabila tersusun atas jenis-jenis yang beragam disebut dengan

8
tegakan campuran, yang memiliki pohon dengan didominan yang berbeda dalam
jumlah lebih dari 10% (Mahendra, 2009).
Mahendra (2009) juga mengatakan bahwa komposisi jenis merupakan susunan
dari jumlah jenis yang terdapat dalam komonitas tumbuhan. Untuk mengetahui
komposisi jenis suatu tegakan pada suatu lahan agroforestri maka identifikasi jenis,
jumlah, serta susunanya menjadi hal wajib yang tak boleh dilupakan. Komposisi
jenis merupakan salah satu variable yang dapat digunakan untuk mengetahui proses
suksesi yang sedang berlangsung pada suatu komunitas yang telah terganggu.
Sehingga jika komposisinya sudah mendekati kondisi awal, dapat dikatakan bahwa
komunitas tersebut telah mendekati pulih. Komposisi jenis pada tumbuhan dalam
suatu kawasan tergantung oleh beberapa faktor antara lain perubahan tata guna lahan
dan faktor lingkungan seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari, topografi, batuan
induk, dan karakteristik tanah.
Hasil penelitian Alfatikha dkk (2020) menyatakan bahwa, komposisi jenis
tanaman yang ditemukan dalam lahan agroforestri terdiri dari 5 jenis sayur-sayuran,
8 jenis buah-buahan, 2 jenis umbi-umbian 3 jenis empon-empon, dan 3 jenis tanaman
industri, yang termasuk ke dalam 17 jenis famili.
Adhya dan Rusdeni (2017) menuliskan bahwa, komposisi jenis tanaman
agroforestry yang di tanam di Desa Longkewang Kecamatan Ciniru Kabupaten
Kuningan diantaranya tanaman pertanian : talas (Colocasia esculenta), singkong
(Manihot esculenta), metimun (Cucumis sativus), kacang tanah (Arachis hypogaea),
ubi jalar (Ipomoea batatas), jagung (Zea mays), kapulaga (Amomum compactum),
jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma longa), cabe (Capsicum annum),
lengkuas (Alpinia galanga), kacang bogor (Vigna subterranea), dan lada (Piper
nigrum); tanaman perkebunan : cengkeh (Syzygium aromaticicum), pisang (Musa
paradisiaca), kopi (Coffea), melinjo (Gnetum gnemon), durian (Durio zibethinus),
petai (Parkia speciosa) dan pala (Myristica fragrans); tanaman kehutanan : sengon
(Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia mahagoni),
tisuk (Hibiscus macropyllus), suren (Toona sureni) dan jabon (Anthocephalus

9
chinensis). Besarnya kontribusi agroforestry dan non agroforestry terhadap
pendapatan masyarakat yaitu : untuk pendapatan agroforestry 39,65% atau rata-rata
sebesar (44.358.956) per tahun dan non agroforestry 60,34% atau rata-rata sebesar
(67.499.480) per tahun. Hal ini menunjukan bahwa sistem agroforestry memiliki
peranan yang sangat penting bagi pendapatan masyarakat.
2.3 Biomassa Dan Karbon
Peningkatan gas rumah kaca, salah satunya CO2 sekarang ini sudah mencapai
tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah dan
Rahayu 2007). Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses
fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan (Sutaryo, 2009). Berbagai
jenis tumbuhan kayu dan non kayu yang terdapat pada agroforestri dapat berpotensi
untuk mengurangi karbon.
Sundawati (2009) mengungkapkan bahwa sistem agroforestri memiliki potensi
yang cukup tinggi untuk di kembangkan dalam program rehabilitas lahan dalam
upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Karbon merupakan suatu unsur yang
diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan disimpan dalam bentuk
biomassa vegetasi. Tempat penyimpanan utama karbon adalah terdapat dalam
biomassanya batang, cabang, ranting, daun, bunga, buah dan akar. Variasi terjadi
karena adanya perbedaan ukuran diameter. Massa karbon pada umur 5 tahun lebih
tinggi karena memiliki pohon berdiameter lebih besar dari pada kelas umur 2,3 dan 4
tahun. Lodhiyal (2003) dalam Purwanto dkk (2012) menuliskan bahwa proses
melalui fotosintesis, CO2 diserap dan diubah menjadi karbon organik dalam bentuk
biomassa. menyatakan bahwa secara umum biomassa adalah total kandungan
material organik suatu organisme hidup pada tempat dan waktu tertentu. Biomassa
tumbuhan merupakan material kering dari suatu organisme hidup (tumbuhan) pada
waktu, tempat dan luasan tertentu sehingga satuan biomassa tumbuhan biasanya
dinyatakan dalam kg/m2 atau ton/ha yang komponen utamanya terdiri dari organ
batang, cabang/ranting dan daun.

10
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengestimasi jumlah C yang dapat
disimpan dalam sistem agroforestry. Albrecht dan Kandji (2003) misalnya
menyebutkan bahwa jumlah C yang dapat disimpan dalam sistem agroforestry di
daerah tropis adalah antara 12 – 228 ton/ha dengan nilai tengah sebanyak 95 ton/ha.
Penelitian yang dilakukan oleh Ginoga et al. (2004) di Kabupaten Ciamis
menunjukkan bahwa pola agroforestry dapat menyerap karbon antara 25-42 ton/ha.
Wardah et al. (2011) dalam penelitiannya di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi
Tengah menemukan bahwa sistem agroforestry komplek yang ada di zona
penyangga dapat menyimpan karbon antara 126 – 209 ton/ha . Sementara itu, pada
pola agroforestry tradisional di tempat yang sama hanya menyimpan karbon antara
42 – 83 ton/ha . Sebuah studi yang cukup komprehensif pada beberapa pola
penggunaan lahan di Indonesia menunjukkan bahwa pola agroforestry dapat
menyimpan karbon antara 17 – 114 ton/ha.

11
BAB III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu


Penelitian ini di lakukan pada bulan Desember tahun 2021. Penelitian di
laksanakan di Desa Tapadaa, Kec. Suwawa Tengah, Kab.Bone Bolango
3.2 Alat Dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Caliper, Tally sheet, Parang,
Digital kamera, Meteran, tali, patok, timbangan, emplop coklat dan alat tulis-menulis.
Dalam penelitian ini yang akan di jadikan objek penelitian adalah agroforestri
langsat yang berukuran kecil, sedang dan luas.
3.3 Rancangan Penelitian
Plot penelitian ini di bagi menjadi 3 tempat yaitu :
1. Agroforetsri langsat ukuran kecil sebanyak 2 plot.
2. Agroforestri langsat ukuran sedang sebanyak 2 plot.
3. Agroforestri langsat ukuran luas sebanyak 2 plot.
Jumlah seluruh plot penelitian adalah 6 plot dan setiap plot mempunyai ukuran
20 m × 100 m. Selanjutnya dari setiap plot di buat subplot dengan ukuran masing –
masing sebagai berikut :
1. Subplot ukuran 20 m × 20 m adalah untuk pengumpulan data tumbuhan tingkat
pohon
2. Subplot ukuran 10 m × 10 m adalah untuk pengumpulan data tunbuhan tingkat
tiang
3. Subplot ukuran 5 m × 5 m adalah untuk pengumpulan data tumbuhan tingkat
pancang
4. Subplot ukuran 1 m x 1 m adalah untuk pengumpulan data tumbuhan tingkat semai

12
Denah tata letak subplot dalam plot penelitian dapat di lihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Plot dan Subplot Penelitian

3.4 Prosedur Penelitian


Sebelum melakukan penelitian di lakukan persiapan di mana dengan
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan lokasi penelitian, kemudian
melakukan survei lokasi agar mendapatkan gambaran yang jelas mengenai lokasi
penelitian nanti. Pada penelitian ini, agroforestri langsat yang di jadikan penelitian
adalah agroforestri langsat kecil (< 0,5 ha), agroforestri langsat sedang (0,5 – 1,0 ha)
dan agroforestri langsat luas (1,1-1,5 ha)
3.5 Pengumpulan Data
3.5.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Dan Nilai Kuantitatifnya
Data yang dikumpulkan pada tingkat pohon, tiang dan pancang adalah jumlah
individu, diameter batang dan nama jenis. Untuk pengukuran diameter batang yang di
ukur adalah batang yang terletak setinggi 1,30 m dari permukaan tanah. Sedangkan
data yang di kumpulkan untuk tingkat semai adalah jumlah individu dan nama jenis.
3.5.2 Biomassa Tumbuhan Tingkat Semai
1. Membuat subplot menggunakan tali rafia dengan ukuran 1 cm x 1 cm dalam plot
yang berukuran 100 m x 20 m.
2. Ambil tumbuhan herba dan rumput-rumput, yang termasuk tanaman semusim
diestimasi dengan metode destruktif, yaitu memotong semua tumbuhan yang
terdapat di atas permukaan tanah dan masuk dalam petak contoh berukuran 1x1 m

13
yang terdapat pada subplot, lalu pisahkan daun dan batang kemudian di timbang
beratnya.
3. Ambil sampel 100 gram berat basah batang dan daun tumbuhan kemudian di beri
label dan dicatat.
4. Setiap sampel batang dan daun dengan berat 100 gram, kemudian dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan pengeringan mengunakan oven dengan suhu 80oC
selama 48 jam.
5. Timbang berat kering daun dan batang
3.6 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya di analisis dengan menggunakan
rumus- rumus sebagai berikut :
3.6.1 Komposisi Jenis Tumbuhan
Analisis komposisi jenis tumbuhan dilakukan dengan cara menghitung jumlah
jenis, jumlah individu dan jumlah individu/ha (N/ha) pada tumbuhan tingkat pohon,
tiang, pancang dan semai.
3.6.2 Dominansi
Untuk mendapatkan hasil dari dominansi harus mengunakan rumus indeks nilai
penting INP dengan rumus Soerianegara dan Indrawan (2002) sebagai berikut :
a. Untuk tumbuhan tingkat pohon, tiang dan pancang
INP = KR + DR + FR
b. Untuk tumbuhan tingkat semai
INP = KR + FR
Dimana :
Jumlah Individu Setiap Spesis
Kerapatan (K) = Luas Plot
Kerapatan dari suatu jenis
Kerapatan Relatif (KR)=) = x 100
Kerpatan seluruh jenis
Luas bidang dasar dari suatu jenis
Dominansi (D) Luas Plot
Dominansi dari satu jenis
Dominansi Relatif (DR) = Dominansi seluruh jenis
x 100

14
Jumlah subplot di temukan dari suatu jenis
Frekuensi (F) = Jumlah seluruh plot pengamata
Frekuensi dari suatu jenis
Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi dari seluruh jenis x 100

3.6.3 Keanekaragaman
Suatu komunitas tumbuhan yang menghuni suatu lahan dikatakan memiliki
keanekaragaman spesies yang tinggi bila komunitas tumbuhan tersebut disusun oleh
banyak spesies tumbuhan. Sebaliknya jika suatu komunitas tumbuhan dikatakan
memiliki keanekaragaman spesies rendah jika komunitas tumbuhan disusun oleh
sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan (Indriyanto,2008).
Untuk mengetahui nilai Indeks keanekaragaman jenis digunakan rumus perhitungan
jenis Shannon Weiner ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keragaman jenis pada
petak plot.
H ′ = -∑𝑠𝑖=1(𝑝𝑖) (ln 𝑝𝑖),
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shanon
s = jumlah semua individu suatu jenis
pi = ni / N
ni = jumlah individu spesies ke-i
N = jumlah total individu
ln = Logaritma natural
Menurut (Stilling 1996 dalam Prayogo 2018) kriteria nilai keragaman sebagai berikut :
Jika nilai H > 3, maka keragaman tinggi
Jika nilai 1 < H < 3, maka keragaman sedang
Jika nilai < 1, maka keragaman rendah
3.6.4 Biomasa Dan Karbon
a. Biomassa
Biomassa diukur berdasarkan data diameter yang diperoleh dari pengumpulan
data. Data diameter yang diperoleh kemudian dimasukan kedalam rumus allometrik.

15
Tabel 1. Rumus-rumus allometrik untuk menduga biomassa beberapa jenis tanaman
yang umum ditanam pada lahan agroforestri
Jenis Rumus Allometrik Sumber
Tanaman
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15 Hardjanah, (2010) dalam Nuranisa dkk
(2020)
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46 Hariah dan Rahayu (2007) dalam Suhartoyo
dkk (2018)
Kakao W = 0,281 D1,98 Yuliasmara et al. (2009) dalam Ariyanti dkk
(2018)
Pinang W = 0,11 x ρ x D2,62
Maulida dkk, (2018)
Durian Y = 0,11 ρ D2,62 Priyadarshini, (2009)

Pisang BK = 0,030 D2,13 Sunarno dkk, (2020)


Jati Y = 0,153 D2,382 IPCC, (2003) dalam Yuniati dan Kurniawan
(2011)
Nangka BK = 0,11 ρ D2,62 Idris dkk, (2013)
Kelapa Y = 0,11 ρ D2,62 Priyadarshini (2009)

Keterangan :
BK = Berat kering (kg/pohon)
D = dbh atau diameter pada 1.3m
Y/W = Biomassa Pohon (ton/ha)
ρ = Berat Jenis Kayu
Nantu = 0,56 (Reyes dkk, 1992)
Pinang = 1,165 (Simbolon dkk, 2013)
Durian = 0,61 (Khairil, 2019)
Nangka = 0,61 (Isrianto 1997 dalam Iswanto 2008)
Kelapa = 0,85 (Van dkk, 2002)

Biomassa yang didapat kemudian dikonfersi ke dalam karbon dengan dikalikan


0,47 (Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2011) dalam rumus sebagai berikut.
Karbon (C) = Biomassa total x 0,47
b. Perhitungan Biomassa dan karbon pada tumbuhan tingkat semai
Untuk menghitung biomassa tumbuhan tingkat semai digunakan rumus sebagai
berikut.

16
BK
BK Total = x BB Total (Brown, 1997 dalam Sahuri. 2019)
BB
Keterangan:
BK = Berat kering sampel
BB = Berat basah sampel
Perhitungan karbon tumbuhan tingkat semai
Karbon (C) = BKT x 0,46 (Hairiah dan Rahayu, 2007 dalam Sahuri. 2019)
Keterangan :
C = Jumlah stok karbon (ton/ha)
BK = Berat Kering (ton/ha)

17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Jenis Tumbuhan

Hasil penelitian pada agroforestri berbasis langsat mendapatkan jumlah jenis


dan jumlah individu yang ditampilkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Jumlah Jenis dan Individu Tumbuhan Tingkat Pohon, Tiang, Pancang Dan
Semai
No. Agroforestri Tingkat Jumlah Jumlah N/ha
Tumbuhan Jenis Individu
1. Agroforestri Langsat Pohon 3 16 40
Ukuran Kecil Tiang 5 34 340
Pancang 3 15 600
Semai 3 5 5.000
2. Agroforestri Langsat Pohon 4 28 70
Ukuran Sedang Tiang 7 45 450
Pancang 5 13 520
Semai 5 9 9.000
3. Agroforestri Langsat Pohon 3 54 135
Ukuran Luas Tiang 6 53 530
Pancang 3 16 640
Semai 4 10 10.000
Keterangan : N = Jumlah individu Sumber Data : Penelitian 2022
Hasil penelitian pada Tabel 2, menunjukan bahwa data jumlah jenis pada
masing-masing tingkat tumbuhan yang paling banyak terdapat pada agroforestri
langsat ukuran sedang dengan jumlah jenis tingkat pohon sebanyak 4, tingkat tiang
sebanyak 7, tingkat pancang sebanyak 5, dan tingkat semai sebanyak 5, terbanyak
kedua terdapat pada agroforestri langsat ukuran luas dengan jumlah jenis tingkat
pohon sebanyak 3, tingkat tiang sebanyak 6, tingkat pancang sebanyak 3 dan tingkat
semai sebanyak 4, terbanyak ketiga terdapat pada agroforestri langsat ukuran kecil
dengan jumlah jenis tingkat pohon sebanyak 3, tingkat tiang sebanyak 5, tingkat
pancang sebanyak 3 dan tingkat semai sebanyak 3. Banyaknya jumlah jenis pada
agroforestri langsat ukuran sedang di karenakan kerapatan jenis tumbuhan yang
tumbuh dan berkembang dengan baik di areah tersebut. Praktek pertanian agroforestri
menghasilkan banyak manfaat serta keuntungan apabila memanfaatkan lahan untuk

18
memperoleh produktifitas yang tinggi dan menjaga kesuburan tanah sehingga dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan semakin tinggi jumlah jenis tumbuhan
pada suatu tipe agroforestri menunjukkan adanya keanekaragaman jenis tumbuhan
pada kawasan tersebut. Indriyanto (2006), menyatakan bahwa semakin tinggi
keanekaragaman jenis tumbuhan pada lahan agroforestri di pengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah kesesuaian tumbuhan dengan kondisi lahan. Selain itu,
intervensi dari petani dalam manajemen lahan juga menjadi faktor penting yang
berpengaruh terhadap keragaman tumbuhan.
Komposisi jenis tumbuhan dari jumlah individu dari masing-masing tingkatan
yang paling tinggi terdapat pada agroforestri langsat ukuran luas dengan jumlah
individu tingkat pohon sebanyak 54 atau setara dengan 135/ha, jumlah individu
terbanyak kedua di tempati oleh agroforestri langsat ukuran sedang sebanyak 28 atau
setara dengan 70/ha dan jumlah individu terbanyak ketiga tingkat pohon di tempati
oleh agroforestri langsat ukuran kecil sebanyak 16 atau setara dengan 40/ha.
Tumbuhan tingkan tiang jumlah individu yang paling tinggi terdapat pada
agroforestri langsat ukuran luas dengan jumlah individu sebanyak 53 atau setara
dengan 530/ha, jumlah individu terbanyak kedua di tempati oleh agroforestri langsat
ukuran sedang dengan jumlah individu tingkat tiang sebanyak 45 atau setara dengan
450/ha, dan jumlah individu terbanyak ketiga di tempati oleh agroforestri langsat
ukuran kecil dengan jumlah tingkat tiang sebanyak 34 atau setara dengan 340/ha.
Banyaknya jumlah individu pada agroforestri langsat ukuran luas di karenakan
tingginya kerapatan jenis tertentu yang di budidayakan oleh masyarakat dengan tujuan
agar dapat memberikan manfaat serta keuntungan dari penjualan hasil panennya.
Tumbuhan tingkat pancang jumlah individu paling tinggi terdapat pada
agoforestri langsat ukuran luas dengan jumlah individu sebanyak 16 atau setara
dengan 640/ha, jumlah individu terbanyak kedua di tempati oleh agroforestri langsat
ukuran kecil dengan jumlah individu tingkat pancang sebanyak 15 atau setara dengan
600/ha, dan jumlah individu terbanyak ketiga di tempati oleh agroforestri langsat

19
ukuran sedang dengan jumlah individu tingkat pancang sebanyak 13 atau setara
dengan 520/ha.
Tumbuhan tingkat semai jumlah individu yang paling tinggi terdapat pada
agroforestri langsat ukuran luas dengan jumlah individu sebanyak 10 atau setara
dengan 10.000/ha, jumlah individu terbanyak kedua di tempati oleh agroforestri
langsat ukuran sedang dengan jumlah individu sebanyak 9 setara dengan 9.000/ha dan
jumlah individu terbanyak ketiga di tempati oleh agroforestri langsat ukuran kecil
dengan jumlah individu tingkat semai sebanyak 5 atau setara dengan 5.000/ha.
Hasil penelitian yang telah di lakukan dari komposisi jumlah jenis tumbuhan dan
jumlah individu menurut tingkatan pertumbuhan pada masing-masing lokasi
menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan
yang berbeda seperti ketinggian tempat, kelembaban udara, kelembaban tanah, Ph
serta cara beradaptasi tumbuhan terhadap tempat hidupnya. Faktor inilah yang sangat
berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan regenerasi tumbuhan pada lokasi
penelitian.

20
4.2 Dominansi (INP)
4.2.1 Tumbuhan Tingkat Pohon
Hasil analisis Indeks Nilai Penting (INP) untuk tumbuhan tingkat pohon pada
penelitian agroforestri berbasis langsat dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon
No. Jenis Tumbuhan KR DR FR INP

A. Agroforestri Langsat Ukuran Kecil

1. Langsat (L. domesticum) 81,25 13,68 76,92 171,84

2. Kelapa (C. nucifera) 12,5 80,30 15,39 108,18

3. Nantu (Palaquium sp) 6,25 6,02 7,70 19,98

B. Agroforestri Langsat Ukuran Sedang

1. Langsat (L. domesticum) 64,28 55,45 44,44 164,18

2. Kelapa (C. nucifera) 17,86 21,02 27,8 66,66

3. Nantu (Palaquium sp) 14,29 21,34 22,2 57,84

4. Durian (D. zhiberthinus) 3,57 2,19 5,56 11,32

C. Agroforestri Langsat Ukuran Luas

1. Langsat (L. domesticum) 87,04 84,63 58,82 230,50

2. Kelapa (C. nucifera) 5,56 4,52 17,65 27,72

3. Nantu (Palaquium sp) 7,40 10,85 23,53 41,78

Keterangan : KR = Kerapatan Relatif, DR = Dominansi Relatif, FR = Frekuensi


Relatif, INP = Indeks Nilai Penting

Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 3, menunjukan bahwa data Indeks
Nilai Penting (INP) tertinggi sampai yang terendah untuk tumbuhan tingkat pohon
pada agroforestri langsat ukuran kecil secara berurutan adalah L. domesticum (171,84),
C. nucifera (108,18) dan Palaquium sp (19,98). Nilai INP teringgi pada agroforestri

21
langsat ukuran kecil yaitu L. domesticum dengan nilai INP (171,84) dan C. nucifera
dengan nilai INP (108,18) Tingginya nilai INP 2 jenis tanaman ini di karenakan faktor
keberadaannya banyak di temukan pada masing-masing plot. Jenis tumbuhan L.
domesticum dan C. nucifera mendominansi dan memiliki nilai INP tertinggi, hal
disebabkan oleh adanya unsur kesengajaan masyarakat/petani dalam membudidayakan
jenis-jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. (Yunita 2013 dalam
Andewi dkk 2015) menjelaskan bahwa suatu jenis dikatakan dominan apabila jenis
tumbuhan bersangkutan terdapat dalam jumlah yang besar, tersebar merata, dan
memiliki diameter besar jika dibiarkan hidup terus-menerus. Sedangkan nilai INP
paling rendah dalam agroforestri langsat ukuran kecil adalah Palaquium sp dengan
nilai INP (19,98). Jenis tumbuhan tingkat pohon ini memiliki nilai INP terendah sebab
jenis tumbuhan Palaquium sp hanya dijadikan sebagai pagar pembatas lahan.
Nilai INP tertinggi sampai yang terendah untuk tumbuhan tingkat pohon pada
agroforestri langsat ukuran sedang secara berurutan adalah L. domesticum (164,14), C.
nucifera (66,66), Palaquium sp (57,84) dan D. zhiberthinus (11,32). Nilai INP paling
tinggi pada agroforestri pada agroroforestri langsat ukuran luas adalah L. domesticum
dengan nilai INP (164,14), jenis tumbuhan L. domesticum adalah tumbuhan yang
paling dominansi di masing-masing plot dan sub plot penelitian dan merupakan
tumbuhan yang hidup dan berkembang dengan cukup baik.
Nilai INP tertinggi sampai yang terendah untuk tumbuhan tingkat pohon pada
agroforestri langsat ukuran luas secara berurutan adalah L. domesticum (230,50), C.
nucifera (27,72), dan Palaquium sp (41,78). Nilai INP tertinggi pada agroforestri
langsat ukuran luas adalah L. domesticum (230,50), dan Palaquium sp (41,78).
Tumbuhan jenis L. domesticum dan Palaquium sp merupakan jenis tumbuhan yang
tumbuh secara merata pada lokasi penelitian hal ini disebabkan karena faktor dalam
membudidayakan jenis-jenis yang memiliki nilai jual tinggi. sehingga masyarakat
dengan sengaja membudidayakannya dalam jumlah yang besar selain itu juga
tumbuhan jenis ini bermanfaat sebagai pohon penaung.

22
4.2.2 Tumbuhan Tingkat Tiang
Hasil perhitungaan Indeks nilai penting (INP) tumbuhan tingkat tiang pada
penelitian agroforestri berbasis langsat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Indeks Nilai Penting (INP) Tingkat Tiang
No. Jenis Tumbuhan KR DR FR INP
A. Agroforestri Langsat Ukuran Kecil
1. Langsat (L. domestic) 70,59 66,01 50,00 186,59
2. Kakao (T. cacao) 17,64 20,01 30,00 67,66
3. Durian (D. zhiberthinus) 2,94 5,28 5,00 13,22
4. Nantu (Palaquium sp) 5,88 4,61 10,00 20,49
5. Pinang (A. catechu) 2,94 4,07 5,00 12,01
B. Agroforestri Langsat Ukuran Sedang
1. Langsat (L. domesticum) 75,56 73,30 50,00 198,86
2. Kakao (T. cacao) 13,33 13,42 25,00 51,76
3. Nantu (Palaquium sp) 2,22 3,34 5,00 10,57
4. Nangka (A. heterophyllus) 2,22 3,38 5,00 10,60
5. Durian (D. zhiberthinus) 2,22 0,97 5,00 8,19
6. Jati (T. grandis) 2,22 3,63 5,00 10,86
7. Pinang (A. catechu) 2,22 1,91 5,00 9,13
C. Agroforestri Langsat Ukuran Luas
1. Langsat (L. domesticum) 81,13 7,84 50,00 208,98
2. Jati (T. grandis) 3,77 4,82 11,11 19,71
3. Nantu (Palaquium sp) 5,66 5,33 16,67 27,66
4. Pinang (A. catechu) 3,77 3,51 5,46 12,84
5. Kakao (T. cacao) 3,77 5,42 11,11 20,31
6. Nangka (A. heterophyllus) 1,88 3,04 5,56 10,48
Keterangan : KR = Kerapatan Relatif, DR = Dominansi Relatif, FR = Frekuensi
Relatif, INP = Indeks Nilai Penting

Hasil penelitian pada Tabel 4, menunjukan bahwah jumlah Indeks Nilai


Penting (INP) yang mendominansi pada tingkat tiang pada agroforestri langsat ukuran
kecil didominansi oleh L. domesticum dengan nilai INP 186,59, T. cacao dengan nilai
INP 67,66 dan Palaquium sp dengan nilai INP 20,49. Tingginya nilai INP disebabkan
oleh keberadaanya jenis tubuhan L. domesticum yang merupakan jenis tanaman utama
yang berada di lokasi penelitian. Sedangkan pada agroforesri langsat ukuran kecil jenis
tumbuhan A. catechu memiliki nilai INP terendah dengan nilai 12,01. Rendahnya nilai

23
INP pada tumbuhan ini disebabkan A. catechu karena keberadaannya tidak diusahakan
dalam jumlah yang banyak.
Agroforestri langsat ukuran sedang pada tumbuhan tingkat tiang didominansi
oleh jenis tumbuhan L. domesticum dengan nilai INP 198,86, dan T. cacao dengan
nilai INP 51,78 . L. domesticum memiliki tingkat kerapatan jenis tumbuhan yang
paling tinggi pada agroforestri langsat ukuran sedang, karena tumbuhan ini sengaja di
tanaman di lahan agroforestri secara tumpang sari dengan tumbuhan T. cacao. Kedua
jenis tumbuhan tersebut sangat familiar untuk dijadikan sebagai tanaman penaung.
Sedangkan pada agroforestri langsat ukuran sedang jenis tumbuhan A. catechu dan D.
zhiberthinus memiliki nilai INP terendah dengan nilai INP 9,13 dan 8,19. Jumlah
tumbuhan ini memiliki nilai INP terendah di sebabkan oleh faktor kesengajaan
masyarakat yang tidak berfokus untuk mengembangkannya sehingga keberadaannya
sangat sedikit.
Agroforestri langsat ukuran luas pada tumbuhan tingkat tiang didominansi oleh
jenis tumbuhan L. domesticum dengan nilai INP 275,06, Palaquium sp dengan nilai
INP 27,66 dan T. cacao dengan nilai INP 20,31 . Tingginya nilai INP dari jenis
tumbuhan L. domesticum tidak berbeda jauh dengan tipe agroforestri yang lain
dikarena berhubungan dengan kegiatan masyarakat dalam melakukan budidaya
mengusahakan jenis yang dapat memberikan keuntungan dari segi pendapatan.
Sedangkan pada agroforestri langsat ukuran luas, jenis tumbuhan tingkat tiang yang
memiliki nilai INP terendah adalah A. heterophyllus dengan besaran nilai INP 10,46.
Rendahnya nilai INP pada jenis tumbuhan ini disebabkan karena jumlah
keberadaannya sedikit.
Tumbuhan dengan nilai INP tertinggi dari tipe agroforestri yang ada adalah
jenis L. domesticum jenis tumbuhan ini yang paling dominan dan persebaranya cukup
baik pada tingkat tiang. Indriyanto (2006) mengatakan bahwa Indeks Nilai Penting
(INP) diartikan sebagai indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan
suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Apabila INP suatu jenis vegetasi bernilai
tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.

24
4.2.3 Tumbuhan Tingkat Pancang
Hasil perhitungan besarnya Indeks nilai penting (INP) tumbuhan tingkat
pancang pada penelitian agroforestri berbasis langsat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks Nilai Penting (INP) Tingkat Pancang.
Jenis Tumbuhan KR DR FR INP
No.

A. Agroforestri Langsat Ukuran Kecil


73,33 79,71 70,00 223,04
1. Langsat (L. domesticum)
20,00 16,06 20,00 56,06
2. Kakao (T. cacao)
6,67 4,23 10,00 20,90
3. Pinang (A. catechu)

B. Agroforestri Langsat Ukuran Sedang


53,84 51,54 50,00 155,39
1. Langsat (L. domesticum)
7,70 7,06 8,34 23,08
2. Pinang (A. catechu)
7,69 10,17 8,33 26,19
3. Pisang (M. paradisiacal)
15,39 14,53 16,67 46,59
4. Jati (T. grandis)
15,38 16,68 16,67 48,73
5. Kakao (T. cacao)

C. Agroforestri Langsat Ukuran Luas


68,75 65,33 61,54 195,61
1. Langsat (L. domesticum)
18,75 19,33 23,08 61,16
2. Kakao (T. cacao)
12,5 15,34 15,38 43,23
3. Nangka (A. heterophyllus)
Keterangan : KR = Kerapatan Relatif, DR = Dominansi Relatif, FR = Frekuensi
Relatif, INP = Indeks Nilai Penting

Hasil penelitian pada Tabel 5, menunjukan bahwa data jumlah Indeks Nilai
Penting (INP) yang mendominansi pada tingkat pancang masing-masing tipe
agroforestri dapat diketahui. Pada tipe agroforestri langsat ukuran kecil yang paling
mendominansi adalah jenis tumbuhan L. domesticum dengan nilai INP 223,04 dan T.

25
cacao dengan nilai INP 56,06. Tingginya nilai INP pada jenis tumbuhan L.
domesticum disebabkan karena kerapatan jumlah jenis yang ada pada lokasi penelitian
sengajah di budidayakan dengan jumlah yang besar. Sedangkan untuk nilai INP yang
terendah pada agroforestri langsat ukuran kecil yaitu pada jenis tumbuhan A. catechu
dengan nilai INP 20,90. Karena jumlahnya yang sedikit serta keberadaanya hanya di
jadikan sebagai pelengkap struktur lahan.
Agroforestri langsat ukuran sedang tingkat pancang yang paling mendominansi
adalah jenis tumbuhan L. domesticum dengan nilai INP 155,39, T. cacao dengan nilai
INP 48,73. Tingginya kerapatan jenis tumbuhan yang mendominansi pada masing-
masing plot penelitian menandakan bahwa kedua jenis tumbuhan ini mampu
menyesuaikan/beradaptasi dengan keadaan lingkungan tempat tumbuhnya serta dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan nilai INP terendah pada agroforestri
langsat ukuran sedang yaitu pada jenis tumbuhan M. paradisiacal dengan nilai INP
26,19 dan A. catechu dengan nilai INP 23,08. Rendahnya nilai INP dari kedua jenis
tumbuhan ini dikarenakan keberadaanya yang hanya dijadikan sebagai penaung saja.
Agroforestri langsat ukuran luas tingkat pancang yang paling mendominansi
adalah jenis tumbuhan L. domesticum dengan nilai INP 195,61 dan T. cacao dengan
nilai INP 61,16. Tingginya nilai INP pada jenis tumbuhan L. domesticum karena jenis
tumbuhan ini yang paling banyak di temukan pada lokasi penelitian, keberadaanya
jenis ini dibudidayakan dengan jumlah yang besar karena mudah tumbuh serta mudah
dalam beradaptasi dengan keadaan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan nilai INP
terendah pada agroforestri langsat ukuran luas yaitu jenis tumbuhan A. heterophyllus
dengan nilai INP 42,23. Karena jumlahnya yang sedikit menyebabkan nilai INP jenis
tumbuhan ini menjadi rendah.
Nilai INP berdasarkan pada plot penelitian yang memiliki nilai Indeks Nilai
Penting (INP) tertinggi pada tingkat pancang yakni pada agroforestri langsat ukuran
kecil yaitu jenis tumbuhan L. domesticum. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
jenis tumbuhan langsat sengaja di budidayakan oleh masyarakat, sehingga besaran
nilai INP yang dimiliki cukup tinggi. Semakin banyak kehadiran suatu tumbuhan baik

26
yang di sengaja maupun tumbuh secara liar pada daerah tertentu menunjukan
kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Selain itu juga
semakin tinggi nilai INPnya menandakan bahwa besarnya pengaruh tumbuhan
tersebut didalam suatu kawasan, jika sebaliknya semakin rendah nilai INPnya maka
menandakan kecil pengaruhnya dikawasan tersebut (Fachrul, 2007).
4.2.4 Tumbuhan Tingkat Semai
Hasil perhitungan besarnya Indeks nilai penting (INP) tumbuhan tingkat semai
pada penelitian agroforestri berbasis langsat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Indeks Nilai Penting (INP) Tingkat Semai.
No. Jenis Tanaman KR FR INP
A. Agroforestri Langsat Ukuran Kecil
1. Langsat (L. domesticum) 33,33 33,33 66,67
2. Sirsak (A. muricata) 66,67 66,67 133,33
B. Agroforestri Langsat Ukuran Sedang
1. Langsat (L. domesticum) 40,00 40,00 80,00
2. Jeruk Purut (C. hystrix) 20,00 20,00 40,00
3. Sirsak (A. muricata) 20,00 20,00 40,00
4. Sirih (P. betle) 20,00 20,00 40,00
C. Agroforestri Langsat Ukuran Luas
1. Langsat (L. domesticum) 66,67 60,00 126,67
2. Jambu (P. guajava) 16,67 20,00 36,67
3. Mangga (M. indica) 16,67 20,00 36,67
Keterangan : KR = Kerapatan Relatif, FR = Frekuensi Relatif, INP = Indeks Nilai
Penting

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan nilai yang menunjukkan bahwa besarnya
pengaruh suatu komunitas tumbuhan terhadap kestabilan suatu kawasan dengan nilai
kisaran 0-300 untuk mendapatkan nilai ini dengan menjumlahkan nilai kerapatan
relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif. untuk tingkat tumbuhan pohon, tiang,
dan pancang. Sedangkan untuk tumbuhan tingkat semai nilai kisaran 0-200 karena

27
untuk mendapatkan nilai ini dengan menjumlahkan nilai kerapatan relatif dan
frekuensi relatif saja.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) jenis
tumbuhan yang mendominasi tumbuhan tingkat semai pada masing-masing
agroforestri dapat diketahui. Pada agroforestri langsat ukuran kecil dengan besaran
nilai INP 133,33 pada tumbuhan A. muricata, kemudian diikuti oleh agroforestri
langsat ukuran luas memiliki nilai INP 126,67 pada tumbuhan L. domesticum dan pada
agroforestri langsat ukuran kecil memiliki nilai INP 80.00 pada tumbuhan L.
domesticum. Hal ini menunjukan bahwa jenis tumbuhan yang termasuk dalam kategori
tumbuhan tingkat semai dari ketiga tipe agroforestri tersebut yang mempunyai nilai
INP tertinggi di karenakan memiliki kemampuan untuk mendominansi atau menguasai
area di lokasi penelitian.
4.3 Indeks Keanekaragaman (H’)
Hasil analisis indeks keanekaragaman tumbuhan pada agroforestri berbasis
langsat untuk tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang dan semai dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman Tingkat Tumbuhan Pada Agroforestri Berbasis
Langsat.
No. Agroforestri Pohon Tiang Pancang Semai

1. Agroforestri Langsat 0,60 0,93 0,73 0,64


Ukuran Kecil (Rendah) (Rendah) (Rendah) (Rendah)

2. Agroforestri Langsat 0,99 0,90 1,30 1,33


Ukuran Sedang (Rendah) (Rendah) (Sedang) (Sedang)

3. Agroforestri Langsat 0,47 0,78 0,83 0,87


Ukuran Luas (Rendah) (Rendah) (Rendah) (Rendah)

Indriyanto, (2006) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman merupakan


jumlah jenis tumbuhan yang hidup beragam dalam satu kawasan. Keanekaragaman
tumbuhan yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas

28
tinggi karena interaksi jenis yang terjadi dalam komunitas tersebut sangat tinggi. Suatu
komunitas dikatakan memiliki indeks keanekeragaman yang tinggi jika komunitas
disusun oleh banyak jenis, sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki indeks
keanekaragaman yang rendah jika komunitas itu disusun oleh 1 atau 2 jenis tumbuhan
yang dominan.
Tingkat keanekaragaman tumbuhan bisa menjadi indikator untuk melihat
kemampuan suatu komunitas menyeimbangkan komponennya dari berbagai gangguan
yang timbul (Kuswanda dan Barus, 2017). Nilai derajat keanekaragman
suatu komunitas biasanya besar dari nol.
Untuk mementukan besarnya keanekargaman suatu jenis suatu tumbuhan pada
masing-masing tipe agroforestri digunakan kriteria bila nilai H’ < 1, tingkat
keanekaragaman rendah, jika nilai 1 < H < 3, tingkat keanekaragaman sedang, dan jika
nilai H’ > 3, tingkat keanekaragaman tinggi (Stiling 1996 dalam Prayogo 2018).
Tabel 7, menunjukkan bahwa hasil analisis data indeks keanekaragaman
tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang dan semai pada masing-masing tipe
agroforestri berbasis langsat memiliki kriteria sedang dan rendah. Tingkat
keanekaragaman tumbuhan yang tergolong kedalam kriteria sedang ditempati oleh
agroforestri langsat ukuran sedang dengan nilai dari masing-masing tingkatan
tumbuhan berdasarkan hasil perhitungan yaitu, pada tingkat pancang nilai indeks
keanekaragaman 1,30 (Sedang) pada tingkat pancang, kemudian tingkat semai pada
agroforestri langsat ukuran sedang nilai indeks keanekargaman 1,33 (Sedang). Nilai
indeks keanekaragaman tergolong kriteria sedang di masing-masing tingkatan
tumbuhan pada tipe agroforestri langsat ukuran sedang disebabkan oleh perubahan
tumbuhan yang hidup terus menerus dan ditunjang oleh unsur hara, cahaya, air yang
diperoleh oleh tumbuhan sehingga terjadi susunan tumbuhan baik bentuk apapun
jumlah jenis sesuai dengan tempat tumbuhnya (Soerianegara, 1972 dalam Baderan
2016).
Rendahnya nilai indeks keanekaragama pada masing-masing tipe agroforestri
ditempati oleh agroforestri langsat ukuran kecil pada tumbuhan tingkat pohon dengan

29
nilai indeks keanekaragaman 0,60 (Rendah), tingkat tiang dengan nilai indeks
keanekaragaman 0,93 (Rendah), tingkat pancang dengan nilai indeks keanekaragaman
0,73 (Rendah) serta pada tingkat semai nilai indeks keanekaragam 0,67 (Rendah).
Kemudian pada agforestri langsat ukuran sedang nilai indeks keanekaragaman
tumbuhan tingkat pohon dengan nilai keanekaragaman 0,99 (Rendah), serta pada
tingkat tiang dengan nilai indeks keanekaragaman 0,90 (Rendah). Perbedaan nilai
indeks keanekaragaman yang ada pada kedua tipe agroforestri tergolong rendah ini
umumya dipengaruhi oleh faktor keadaan lingkungan abiotik, selain itu juga adanya
kegiatan masyarakat dalam memodifikasi/memanfaatkan kondisi lahan untuk dikelola
dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Agroforestri langsat ukuran luas pada tumbuhan tingkat pohon memiliki nilai
indeks keanekaragaman 0,47 (Rendah), tingkat tiang dengan nilai indeks
keanekaragaman 0,78 (Rendah), tingkat pancang dengan nilai indeks keanekaragaman
0,83 (Rendah) serta tingkat semai dengan nilai indeks keanekaragaman 0,87 (Rendah).
Rendahnya nilai indeks keanekaragaman yang ada pada tipe agroforestri langsat
ukuran luas disebabkan oleh upaya budidaya yang diatur oleh masyarakat hanya
berfokus pada jenis yang dapat memberikan keuntungan komersial saja.
4.4 Biomassa Dan Karbon
4.4.1 Biomassa Dan Karbon Tingkat Pohon
Hasil analisis data potensi biomassa dan karbon tumbuhan tingkat pohon pada
beberapa tipe agroforestri berbasis langsat dapat di lihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Potensi Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pohon
Agroforestri Jumlah (Kg/Plot) (Kg/Ha) (Ton/Ha)
Plot
Biomsasa Karbon Biomassa Karbon Biomassa Karbon
Kecil 2 3009,41 1414,42 7523,22 3536,05 7,52 3,54

Sedang 2 8850,43 4159,70 22126,07 10399,25 22,13 10,40

Luas 2 11078,80 5261,79 27988,26 13154,48 27,99 13,15

30
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada beberapa tipe
agroforestri tumbuhan tingkat pohon pada semua plot penelitian dapat dilihat pada
Tabel 8 di atas bahwa potensi biomassa terbesar terdapat pada agroforestri langsat
ukuran luas yang mencapai 27,99 ton/ha, dan potensi karbon terbesar juga terdapat
pada agroforestri langsat ukuran luas dengan jumlah karbon mencapai 13,15 ton/ha.
Potensi biomassa terbesar kedua terdapat pada agroforestri langsat ukuran sedang yang
mencapai 22,13 ton/ha, dan potensi karbon terbesar kedua terdapat pada agroforestri
langsat ukuran sedang dengan jumlah karbon mencapai 10,40 ton/ha. Potensi biomassa
terbesar terakhir terdapat pada agroforestri langsat ukuran kecil dengan jumlah
biomassa 7,52 ton/ha dan karbon 3,54 ton/ha.
Dari Tabel 8 di atas yang sudah di jelaskan dapat diketahui bahwa biomassa dan
karbon pada ke tiga tipe agroforestri tersebut memiliki hasil yang berbeda-beda yakni
dari yang terbesar sampai yang terkecil. Hal tersebut menunujukan bahwa jenis
bersarnya biomassa dan karbon pada agroforestri langsat ukuran luas, di karenakan
tumbuhan bersangkutan terdapat dalam jumlah yang besar, tersebar merata dan
memiliki diameter besar. Sedangkan pada agroforestri langsat ukuran kecil dan sedang
jumlah tanaman yang terdapat pada setiap plot lebih sedikit sehingga menyebabkan
jumlah biomassa dan karbon pada tanaman tersebut hasilnya lebih kecil. Safitri dkk
(2017) dalam Haruna (2020), menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi nilai
biomassa dan cadangan karbon suatu tanaman dapat dilihat dari jumlah individu
tanaman tersebut. Selain itu hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan yang
berbeda seperti ketinggian tempat, kelembaban udara, kelembaban tanah, Ph serta cara
beradaptasi tumbuhan terhadap tempat hidupnya. Faktor inilah yang sangat
berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan regenerasi tumbuhan pada lokasi
penelitian.

31
4.4.2 Biomassa Dan Karbon Tingkat Tiang
Hasil analisis dan potensi biomassa karbon tumbuhan tingkat tiang pada
beberapa tipe agroforestri berbasis langsat dapat di lihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Potensi Biomassa dan Karbon Pada Tumbuhan Tingkat Tiang
Agroforestri Jumlah (Kg/Plot) (Kg/Ha) (Ton/Ha)
Plot Biomassa Karbon Biomassa Karbon Biomassa Karbon
Kecil 2 2548,14 1197,62 25418,36 11976,24 25,48 11,98

Sedang 2 3722,85 1749,74 37228,50 17497,40 37,23 17,50

Luas 2 4550,73 2138,84 45507,30 21388,43 45,51 21,39

Berdasarkan hasil analisis data penelitian beberapa tipe agroforestri potensi


biomassa dan karbon pada tumbuhan tingkat tiang mempunyai jumlah biomasa 25,48
ton/ha dengan jumlah karbon 11,98 pada agroforestri langsat ukuran kecil, kemudian
pada agroforestri langsat ukuran sedang mempunyai jumlah biomassa 37,23 ton/ha
dengan jumlah karbon 17,50 ton/ha sedangkan pada agroforestri langsat ukuran luas
mempunyai jumlah biomassa 45,51 ton/ha dengan jumlah karbon 21,39 ton/ha.
Pada Tabel 9 menunjukan bahwa potensi biomassa dan karbon pada tumbuhan
tingkat tiang cenderung meningkat. Peningkatan biomasa dan karbon tersebut di
karenakan kerapatan tumbuhan yang ada pada lokasi penelitian tersebut memiliki
jumlah jenis tumbuhan terbanyak sehingga dapat mempengaruhi peningkatan stok
karbon melalui peningkatan biomassa. Menurut Banuwa (2013), jumlah karbon
tersimpan setiap lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman, kerapatan,
tumbuhan, jenis tanah dan cara pengelolaannya. Selain itu Amin et al. (2014), juga
menyebutkan bahwa stok karbon di tentukan oleh biomassa yang terdapat pada
tumbuhan itu sendiri. Bahan organik berupa simpanan stok karbon pada tumbuhan
tidak hanya terdapat pada organ daun tetapi juga terdapat pada organ batang.
Biomassa pada batang umumnya memiliki kontribusi penyumbang stok karbon yang
pali besar dibandingkan dengan biomasa pada bagian lainnya. Hal ini disebabkan

32
karena batang menyimpan sebagian besar stok hasil fotosintesis untuk pertumbuhan
tanaman.
4.4.3 Biomassa Dan Karbon Tingkat Pancang
Hasil analisis dan potensi biomassa karbon tumbuhan tingkat pancang pada
beberapa tipe agroforestri berbasis langsat dapat di lihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Potensi Biomassa dan Karbon Pada Tumbuhan Tingkat Pancang.
Agroforestri Jumlah (Kg/Plot) (Kg/Ha) (Ton/Ha)
Plot Biomassa Karbon Biomassa Karbon Biomassa Karbon
Kecil 2 488,14 229,42 19525,47 9176,97 19,53 9,18

Sedang 2 387,46 182,11 15498,37 7284,23 15,50 7,28

Luas 2 418,88 196,87 16755,26 7874,97 16,78 7,87

Berdasarkan hasil analisis data penelitian beberapa tipe agroforestri potensi


biomassa dan karbon pada tumbuhan tingkat pancang yang terbesar terdapat pada
agroforestri langsat ukuran kecil dengan jumlah biomassa 19,53 ton/ha dan karbon
9,18 ton/ha. Diikuti dengan agroforestri langsat ukuran luas memiliki potensi biomassa
dan karbon terbesar kedua yang mencapai 16,78 ton/ha dan karbon 7,87 ton/ha.
Potensi biomasa terbesar ketiga terdapat pada agroforestri langsat ukuran sedang
dengan jumlah biomassa 15,50 ton/ha dan karbon 7,28 ton/ha. Berdasarkan hasil
analisis data pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa jumlah biomassa dan karbon
terbesar terdapat pada agroforestri langsat ukuran kecil, hal ini terjadi karena adanya
perbedaan jumlah tanaman pada setiap plot. Kepadatan populasi tanaman pada
agroforestri langsat ukuran kecil mempengaruhi besarnya biomassa dan stok karbon
yang di hasilkan. Selain itu pertumbuhan dari suatu jenis tanaman yang ada pada
agroforesti langsat ukuran kecil juga dapat mempengaruhi biomassa dan simpanan
karbon misalnya tanaman memiliki pertumbuhan yang cepat dapat menyimpan karbon
lebih banyak.

33
4.4.4 Biomassa Dan Karbon Tingkat Semai
Hasil analisis dan potensi biomsasa karbon tumbuhan tingkat semai pada
beberapa tipe agroforestri berbasis langsat yang dilakukan dengan pengambilan
sampel secara destruktif setelah dikajukan penimbangan dan perhitungan berta kering,
dapat di lihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Potensi Biomassa dan Karbon Pada Tumbuhan Tingkat Semai.
Agroforestri Jumlah (Kg/Plot) (Kg/Ha) (Ton/Ha)
Plot Biomassa Karbon Biomassa Karbon Biomassa Karbon
Kecil 2 566760,00 260709,60 566,76 260,71 0,57 0,26

Sedang 2 886780,00 407918,80 886,78 407,92 0,89 0,41

Luas 2 1222630,00 562409,80 1222,63 562,41 1,22 0,56

Hasil analisis data pada Tabel 11, menunjukan bahwa potensi biomassa dan
karbon pada tumbuhan tingkat semai yaitu pada agroforestri langsat ukuran kecil
mempunyai nilai biomassa 0,57 ton/ha dengan jumlah karbon 0,26 ton/ha, pada
agroforestri langsat ukuran sedang mempunyai jumlah biomassa 0,89 ton/ha dengan
jumlah karbon 0,41 ton/ha, sedangkan pada agroforestri langsat ukuran luas
mempunyai jumlah biomassa 1,22 ton/ha dengan jumlah karbon 0,56 ton/ha.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa biomassa dan karbon
tersimpan pada setiap plot penelitian memiliki hasil yang berbeda-beda, diketahui
bahwa total biomassa dan karbon terbesar terdapat pada agroforestri langsat ukuran
luas yang biomassanya mencapai 1,22 ton/ha dan karbon 0,56 ton/ha, sedangkan pada
agroforestri langsat ukuran kecil memiliki nilai biomasa terkecil dari agroforestri
langsat ukuran luas yang nilai biomassanya mencapai 0,57 ton/ha dan karbon 0,26
ton/ha.
Menurut Brown (1997) dalam Passal dkk (2019) jumlah biomassa yang
dihasilkan oleh tumbuhan bawah seperti semak-semak, tumbuhan merambat, dan

34
herbal dapat bervariasi, tetapi umumya dalam suatu lahan tumbuhan bawah hanya
menyimpan biomassa dan karbon dalam jumlah yang sedikit.
Hal tersebut di karenakan faktor kesengajaan masyarakat yang membersihkan
tumbuhan tingkat semai dalam kegiatan pembersihan lahan sehingga mengakibatkan
hasil biomasa dan karbon yang tersimpat hanya sedikit dibandingkan dengan kompen
tingkat tumbuhan lainnya. Selain itu kerapatan tanaman merupakan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena adanya persaingan untuk mendapatkan
cahaya matahari.

35
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. a. Komposisi jenis untuk jumlah jenis terbanyak terdapat pada tumbuhan tingkat
tiang pada agroforestri langsat ukuran sedang dan jumlah individu terbanyak
terdapat pada tumbuhan tingkat pohon pada agroforestri langsat ukuran luas.
b. Dominansi jenis tingkat pohon, tiang, pancang, semai pada agroforestri langsat
ukuran kecil di dominansi oleh langsat, kelapa, kakao dan sirsak. Dominansi jenis
tingkat pohon, tiang, pancang, semai pada agroforestri langsat ukuran sedang di
dominansi oleh langsat dan kakao. Dominansi jenis tingkat pohon, tiang, pancang,
semai pada agroforestri langsat ukuran luas di dominansi oleh langsat, kakao dan
nantu.
c. Indeks keanekaragaman pada agroforestri langsat ukuran sedang, tergolong
kriteria sedang pada tingkat pancang dan semai, pada tingkat pohon dan tiang
tergolong kriteria rendah. Kemudian pada agroforesti langsat ukuran kecil dan luas
tergolong kriteria rendah pada masing-masin tingkatan.
2. Biomassa dan karbon pada pertumbuhan tingkat pohon, tiang, pacang dan semai
cenderung mengalami peningkatan jumlahnya dari agroforestri langsat ukuran
kecil, sedang dan luas.
5.2 Saran
Perlu dilakukan kajian penelitian yang lebih luas terhadap sistem penggunaan
lahan dengan menerapkan model agroforestri untuk mendapatkan data komposisi jenis
tumbuhan pada lahan agroforestri yang memiliki variasi sehingga dapat mengembalikan
fungsi dari ekosistem hutan, bukan hanya membudidayakan jenis tumbuhan yang dapat
diambil manfaatnya untuk memperoleh keuntungan saja. Selain itu, perlu adanya
penyuluhan serta pembinaan kepada masyarakat petani dalam melakukan pengukuran
biomassa karbon secara sederhana dalam menentukan jumlah biomassa karbon yang
tersimpan pada tumbuhan yang diusahakan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Adhya, I., & Rusdeni, D. (2017). Kontribusin Pengelolaan Agroforestri Terhadap


Pendapatan Rumah (Studi Kasus di Desa Longkewang Kecamatan Ciniru
Kabupaten Kuningan). Wanaraksa, 11(01).

Alfatikha, M., Herwanti, S., Febryano, I. G., & Yuwono, S. B. (2020). Identifikasi
Jenis Tanaman Agroforestri Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Di Desa Pulau Pahawang. Gorontalo Journal of Forestry
Research, 3(2), 55-63.

Alinus, Rafdinal, and Riza Linda. "Biomassa Dan Cadangan Karbon Di Kawasan
Agroforestri Karet Tradisional Di Desa Nanga Pemubuh Kecamatan Sekadau
Hulu Kabupaten Sekadau." Jurnal Protobiont 6.3.

Amin, M., Imran. R., & Siti, R. 2016. Jenis Agroforestri dan Orientasi Pemamanfaatan
Lahan di Desa Simoro, Kecamatan Gumbusa, Kabupaten Sigi. Jurnal Warta
Rimba 1(1), pp. 97-104.

Andewi, Ating Bibiana, Dewantara Iswan, Burhanuddin. 2015. Struktur dan Komposis
i Vegetasi di Areal Petak Ukur Permanen (PUP) PT. Kawedar Wood Industrsy,
Kabupaten Kapuas Hulu. Fakultas Kehutanan. Universitas Tanjungpura. Vol. 3
(1) : 150-159

Angreni Ali, Syamsuddin Milang, Samuel A. Paembonan. 2018. Potensi simpanan


karbon pada system agroforestri berbasis jati putih di desa tallung tondok
kecamatan malua kabupaten enrekang. Sulawesi selatan.

Ariyanti, D., Wijayanto, N., & Hilwan, I. (2018). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Dan Simpanan Karbon Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Di Kabupaten
Pesisir Barat Provinsi Lampung. Jurnal Silvikultur Tropika, 9(3), 167-174.

Banuwa, I.S. 2013. C-tersimpan pada Berbagai Pola Usaha Tani Berbasis Kopi.
Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia.
Hal 3-595 – 3-609. ISBN 978-602-97051-3-3. Jambi.

Beetz Alice. 2002. Agroforestri Overview Horticulture Systems Guide. ATTRANCAT


Agriculture Systems. Hal 1-16.

Dewi Wahyuni K. Baderan. 2016. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Mangrove di


Kawasan Pesisir Tabulo Selatan, Kabupaten Bualemo, Provinsi Gorontalo.

37
Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Gorontalo

Fachrul Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta

Hairiah, I. dan Rahayu S. (2007). Pengukuran “Karbon Tersimpan” Di Berbagai


Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre. ICRAF

Haruna. 2020. Analisis Biomassa Dan Potensi Penyerapan Karbon Oleh Tanaman
Pohin Di Taman Kota Luwuk. Volume .4 .2

Idris, A. I., Arafat, A., & Fatmawati, D. (2019). Pola dan Motivasi Agroforestry Serta
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Petani Hutan Rakyat Di Kabupaten
Polewali Mandar. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 92-113.

Idris, M. H., Latifah, S., Aji, I. M. L., Wahyuningsih, E., Indriyatno, I., & Ningsih, R.
V. (2013). Studi vegetasi dan cadangan karbon di kawasan hutan dengan tujuan
khusus (KHDTK) Senaru, Bayan Lombok Utara. Jurnal Ilmu Kehutanan, 7(1),
25-36.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Ed. 1. Bumi Aksara. Jakarta.

Iswanto, S.Hut., (2008). Kekuatan Bahan Sambung Pada Tiga Kombinasi Kelas Kayu
Kuat.

Kasmadi, D., Tasirin, J. S., & Sumakud, M. Y. (2015, July). Komposisi Dan Struktur
Jenis Pohon Di Hutan Produksi Terbatas Ake Oba–Tanjung Wayamli–Ake
Kobe. In Cocos (Vol. 6, No. 13).

Khairil, K. (2017). Klasifikasi Kode Mutu Kayu Provinsi Sulawesi Selatan. INERSIA:
lNformasi dan Ekspose hasil Riset teknik SIpil dan Arsitektur, 13(1), 41-53.

Kuswanda Wanda, Barus Puspita Sriyanti. 2017. Keanekaragaman dan Penetapan


“Umbrella Species” Satwa Liar di Taman Nasional Gunung Leuser. Balai
Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli.
Sumatera Utara. Vol.6 (2) :113-123

Mahendra Fidi. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu Yogyakarta.

Mataputung, Sifan M., W. Nurmawan, and Maria YM A. Sumakud.2019 "Inventarisas


i Pola Agroforestri Di Desa Tonsea Lama Kecamatan tondandano Utara Kabup
aten Minahasa." EUGENIA 25.2.

38
Maulida, M., Farhaton, F., Dini, H., & Hidayat, M. (2018, February). Stok Karbon
Pohon Di Kawasan Hutan Sekunder Rinon Pulo Breuh Kabupaten Aceh Besar.
In Prosiding Seminar Nasional Biotik (Vol. 4, No. 1).

Mayrowani, Henny. (2011). "Pengembangan agroforestry untuk mendukung


ketahanan pangan dan pemberdayaan petani sekitar hutan."

Millang, Syamsuddin. 2009. "Struktur dan Komposisi Jenis Agroforestry Kebun-


Campuran pada Berbagai Luas Pemilikan Lahan Di Desa Pattalikang
Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa." Biocelebes 3.2.

Nuranisa, S., Sudiana, E., & Yani, E. (2020). Hubungan Umur Dengan Biomassa, Stok
karbon Pohon Duku (Lansium parasiticum) Di Desa Kalikajar, Kecamatan
Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. BioEksakta: Jurnal Ilmiah Biologi Unso
ed, 2(1), 146-151.

Passal, I., Mardiatmoko, G., & Latumahina, F. (2019). Hubungan volume tegakan
dengan kandungan biomassa tersimpan skala plot pada areal agroforestry
dusung di Dusun Toisapu Kota Ambon. 3(1), 40-54.

Priyadarshini, R., Yulistyarini, T., & Yuniwati, D. (2009). Cadangan Karbon Pada
Sistem Penggunaan Lahan Kopi: Apakah Umur Tegakan Memengaruhi
Besarnya Karbon Tersimpan. Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi
Dampak Pemanasan Global, 716-723.

Purwanto, R. H., Rohman, R., Maryudi, A., Yuwono, T., Permadi, D. B., & Sanjaya,
M. (2015). Potensi biomasa dan simpanan karbon jenis-jenis tanaman berkayu
di hutan rakyat Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kehutanan, 6(2), 128-141.

Rauf Abdul. 2004. Agroforestri dan Mitigasi Perubahan Lingkungan. Makalah


Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjanah IPB.

Reyes, G., Brown, S., Chapma, J. dan Lugo, AE (1992). Kepadatan Kayu Spesies
Pohon Tropis. Departemen Pertanian.

Sahuri. (2017). Pengaturan pola tanam karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) untuk
tumpang sari jangka panjang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 22(1): 2443–
3462.
Simbolon, L. E., Sucipto, T., & Hakim, L. (2013). Pemanfaatan Batang Pinang (Areca
Catechu Linn) Sebagai Bahan Perekat Likuida Berdasarkan Kedalaman Batang
Utilization of Areca Nut's Stem (Areca Catechu Linn) as the Wood Liquid

39
Material According to Depth of the Stem. Peronema Forestry Science
journal, 2(1), 111-116.

Soerianegara Ishemat dan Indrawan Andry. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Jurusan
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sumarhani, Kalima T. "Struktur dan komposisi vegetasi agroforestri tembawang di


Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat." Prosiding Seminar Nasional
Masyrakat Biodiversitas Indonesia. 2015.

Sunarno, S., Rahadian, R., Suedy, S. W. A., Pradika, B., Adistya, B., Wahyudi, F. E.,
& Widiartanto, W. (2020). Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon Pada
Area Hijau Yang Di Kelolah Oleh PT.Pertamina (Persero) Fuel Terminal
Boyolali. 15(3), 4201-4216.

Suryani, Erna, and Ai Dariah. 2012. "Peningkatan produktivitas tanah melalui sistem
agroforestri." Jurnal Sumberdaya Lahan 6.2.

Sutaryo, D. (2009). Penghitungan Biomassa Sebuah pengantar untuk studi karbon dan
perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Van der Vossen, H.A.M and Umali, B.E (2002). Plant Roseurces of South-East Asia
No 14. Vegetable oisl and fats. Prosea Fundation. Bogor, Indonesia. 229 pp.

Wanderi, W., Qurniati, R., & Kaskoyo, H. (2019). Kontribusi tanaman agroforestri
terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani. Jurnal Sylva Lestari, 7(1), 118-
127.
Wardah, Toknok, B., Zulkhaidah, 2011. Carbon stock of agroforestry systems at
adjacent buffer zone of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi.

Widiyanto, Ary. 2013 "Agroforestry dan peranannya dalam mempertahankan fungsi


hidrologi dan konservasi." National Graduate Institute fot Policy Studies.
Tokyo. Japan .

Winara, A., & Suhaendah, E. (2016). Keragaman jenis tumbuhan pada agroforestri
manglid. Prosiding SNaPP: Sains, Teknologi, 6(1), 80-87.

Yuniati, D., & Kurniawan, H. (2011). Potensi Simpanan Karbon Hutan Tanaman Jati
(Tectona grandis) Studi Kasus Di Kabupaten Kupang Dan Belu Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tectona Grandis. 8(2), 148-164.

40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Jenis Tumbuhan Pada Agroforestri Berbasis Langsat Ukuran
Kecil
Tabel 12. Komposis Jenis Tingkat Pohon

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 13 32
2. Kelapa (Cocos nucifera) 2 5
3. Nantu (Palaquium sp) 1 3

Tabel 13. Komposisi Jenis Tingkat Tiang


No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha

1. Langsat (Lansium domesticum) 26 260


2. Kakao (Theobroma cacao) 6 60
3. Durian (Durio zhiberthinus) 1 10
4. Nantu (Palaquium sp) 2 20
5. Pinang (Areca catechu) 1 10

Tabel 14. Komposisi Jenis Tingkat Pancang


No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha

1. Langsat (Lansium domesticum) 11 440


2. Kakao (Theobroma cacao) 3 120
3. Pinang (Areca catechu) 1 40

Tabel 15. Komposisi Jenis Tingkat Semai


No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha

1. Langsat (Lansium domesticum) 1 1.000


2. Sirsak (Annona muricata) 2 2.000

41
Lampiran 2. Komposisi Jenis Tumbuhan Pada Agroforestri Berbasis Langsat Ukuran
Sedang
Tabel 16. Komposis jenis tingkat pohon

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 18 45
2. Kelapa (Cocos nucifera) 5 12
3. Nantu (Palaquium sp) 4 10
4. Durian (Durio zhiberthinus) 1 3

Tabel 17. Komposisi jenis tingkat tiang

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 34 340
2. Kakao (Theobroma cacao) 6 60
3. Nantu (Palaquium sp) 1 10
4. Nangka (Artocarpus heterophyllus) 1 10
5. Durian (Durio zhiberthinus) 1 10
6. Jati (Tectona grandis) 1 10
7. Pinang (Areca catechu) 1 10

Tabel 18. Komposisi jenis tingkat pancang

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 7 280
2. Pinang (Areca catechu) 1 40
3. Pisang (Musa paradisiacal) 1 40
4. Jati (Tectona grandis) 2 80
5. Kakao (Theobroma cacao) 2 80

Tabel 19. Komposisi Jenis Tingkat Semai


No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha

1. Langsat (Lansium domesticum) 2 2.000


2. Jeruk Purut (Citrus hystrix) 1 1.000
3. Sirsak (Annona muricata 1 1.000
4. Sirih (Piper betle) 1 1.000

42
Lampiran 3. Komposisi Jenis Tumbuhan Pada Agroforestri Berbasis Langsat Ukuran
Luas
Tabel 20. Komposis Jenis Tingkat Pohon

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 47 117
2. Nantu (Palaquium sp) 3 8
3. Kelapa (Cocos nucifera) 4 10

Tabel 21. Komposisi Jenis Tingkat Tiang

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 43 430
2. Jati (Tectona grandis) 2 20
3. Nantu (Palaquium sp) 3 30
4. Pinang (Areca catechu) 2 20
5. Kakao (Theobroma cacao) 2 20
6. Nangka (Artocarpus heterophyllus) 1 10

Tabel 22. Komposisi Jenis Tingkat Pancang

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 11 440
2. Kakao (Theobroma cacao) 3 120
3. Nangka (Artocarpus heterophyllus) 2 80

Tabel 23. Komposisi Jenis Tingkat Semai

No Jenis Tumbuhan Nama Latin Jumlah N/ha


1. Langsat (Lansium domesticum) 4 4.000
2. Jambu (Psidium guajava) 1 1.000
3. Mangga (Mangifera indica) 1 1.000

43
Lampiran 4. Indeks Keanekaragaman (H’)
Tabel 24. Indeks Keanekaragaman (H’) Tingkat Pohon
Agroforestri Jenis ni/N Ln (ni/N) Pi x ln pi
Tumbuhan
Langsat 0,81 -0,21 -0,17
Agroforestri Langsat Ukuran Kecil Kelapa 0,12 -2,08 -0,26
Nantu 0,06 -2,77 -0,17
Total -0,60
H’ 0,60
Lansat 0,64 -0,44 -0,28
Agroforestri Langsat Ukuran Sedang Kelapa 0,18 -1,72 -0,31
Nantu 0,14 -1,95 -0,28
Durian 0,04 -3,33 -0,12
Total -0,99
H’ 0,99
Langsat 0,87 -0,14 -0,12
Agroforestri Langsat Ukuran Luas Nantu 0,06 -2,89 -0,16
Kelapa 0,07 -2,60 -0,19
Total -0,47
H’ 0,47

Tabel 25. Indeks Keanekaragaman (H’) Tingkat Tiang


Agroforestri Jenis ni/N Ln (ni/N) Pi x ln pi
Tumbuhan
Langsat 0,71 -0,35 -0,25
Kakao 0,18 -1,73 -0,31
Agroforestri Langsat Ukuran Kecil Durian 0,03 -3,53 -0,10
Nantu 0,06 -2,83 -0,17
Pinang 0,03 -3,53 -0,10
Total -0,93
H’ 0,93
Langsat 0,76 -0,28 -0,21
Kakao 0,13 -2,01 -0,27
Nantu 0,02 -3,81 -0,08
Agroforestri Langsat Ukuran Sedang Nangka 0,02 -3,81 -0,08
Durian 0,02 -3,81 -0,08
Jati 0,02 -3,81 -0,08
Pinang 0,02 -3,81 -0,08
Total -0,90

44
Tabel 25. (Lanjutan)
Agroforestri Jenis ni/N Ln (ni/N) Pi x ln pi
Tumbuhan
Agroforestri Langsat Ukuran Sedang H’ 0,90
Langsat 0,81 -0,21 -0,17
Jati 0,04 -3,28 -0,12
Agroforestri Langsat Ukuran Luas Nantu 0,06 -2,87 -0,16
Pinang 0,04 -3,28 -0,12
Kakao 0,04 -3,28 -0,12
Nangka 0,02 -3,97 -0,07
Total -0,78
H’ 0,78

Tabel 26. Indeks Keanekaragaman (H’) Tingkat Pancang


Agroforestri Jenis ni/N Ln (ni/N) Pi x ln pi
Tumbuhan
Langsat 0,733 -0,31 0,23
Agroforestri Langsat Ukuran Kecil Kakao 0,2 -1,61 0,32
Pinang 0,07 -2,71 0,18
Total -0,73
H’ 0,73
Langsat 0,54 -0,62 -0,33
Pinang 0,08 -2,56 -0,20
Agroforestri Langsat Ukuran Sedang Pisang 0,08 -2,56 -0,20
Jati 0,15 -1,87 -0,29
Kakao 0,15 -1,87 -0,29
Total -1,30
H’ 1,30
Langsat 0,69 -0,37 -0,26
Agroforestri Langsat Ukuran Luas Kakao 0,19 -1,67 -0,31
Nangka 0,13 -2,08 -0,26
Total -0,83
H’ 0,83

45
Tabel 27. Indeks Keanekaragaman (H’) Tingkat Semai
Agroforestri Jenis ni/N Ln (ni/N) Pi x ln pi
Tumbuhan
Agroforestri Langsat Ukuran Kecil Langsat 0,33 -1,10 -0,37
Sirsak 0,67 -0,41 -0,27
Total -0,64
H’ 0,64
Langsat 0,4 -0,92 -0,37
Agroforestri Langsat Ukuran Sedang Jeruk Purut 0,2 -1,61 -0,32
Sirsak 0,2 -1,61 -0,32
Sirih 0,2 -1,61 -0,32
Total -1,33
H’ 1,33
Langsat 0,67 -0,41 -0,27
Agroforestri Langsat Ukuran Luas Jambu 0,17 -1,79 -0,30
Mangga 0,17 -1,79 -0,30
Total -0,87
H’ 0,87

46
Lampiran 5. Diameter, Analisi Data Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pohon
Tabel 28. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pohon Agroforestri Langsat
Ukuran Kecil
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 20,3 109,06 51,26
2. Langsat 25,3 140,48 66,03
3. Langsat 33,1 191,35 89,93
4. Langsat 20,4 109,67 51,55
5. Langsat 22,1 120,25 56,52
6. Langsat 20,3 109,06 51,26
7. Langsat 21,2 114,63 53,88
8. Langsat 30,3 172,86 81,24
9. Langsat 22,5 122,75 57,69
10. Langsat 26,7 149,46 70,24
11. Langsat 20,3 109,06 51,26
12. Langsat 23,4 128,42 60,36
13. Langsat 27 151,39 71,15
14. Kelapa 23,1 304,29 143,02
15. Kelapa 28 503,71 236,74
16. Nantu 24,1 302,47 142,16
Total (kg) 3009,41 1414,42
Kg/Ha 7523,52 3536,05
Ton/Ha 7,10 3,54

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, kelapa, dan nantu menggunakan


persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kelapa Y = 0,11 ρ D2,62
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkab biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 2,5
= 3009,41 x 2,5
= 7523,52 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 2,5

47
= 1414,42 x 2,5
= 3536,05 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
7523,52
= 1.000

= 7,52 ton/ha
Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000
3536,05
= 1.000

= 3,54 ton/ha

Tabel 29. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pohon Agroforestri Langsat
Ukuran Sedang
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 24,5 135,38 63,63
2. Langsat 21,5 116,50 54,76
3. Langsat 25,5 141,76 66,63
4. Langsat 24,1 132,85 62,44
5. Langsat 28,6 161,75 76,02
6. Langsat 28,1 158,50 74,50
7. Langsat 22,5 122,75 57,69
8. Langsat 26,5 148,17 69,64
9. Langsat 21,4 115,88 54,46
10. Langsat 23,4 128,42 60,38
11. Langsat 22,5 122,75 57,69
12. Langsat 24,9 137,93 64,83
13. Langsat 20,6 110,91 52,13
14. Langsat 22,2 120,87 56,81
15. Langsat 21,6 117,12 55,05
16. Langsat 42,1 252,32 118,59
17. Langsat 23,3 127,79 60,06
18. Langsat 29,3 166,31 78,17
19. Kelapa 29 552,21 259,54

48
Tabel 29. (Lanjutan)
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
20. Kelapa 24,5 335,01 166,85
21. Kelapa 28,5 527,62 247,98
22. Kelapa 26 414,82 194,96
23. Kelapa 32,1 720,56 338,66
24. Nantu 22,5 255,44 120,06
25. Nantu 26,9 396,37 186,30
26. Nantu 43,6 1300,32 611,15
27. Nantu 35,3 773,47 363,53
28. Durian 21,2 200,32 94,15
Total (kg) 8850,43 4159,70
Kg/Ha 22126,07 10399,25
Ton/Ha 22,13 10,40

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, kelapa, nantu dan durian


menggunakan persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kelapa Y = 0,11 ρ D2,62
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46
Durian Y = 0,11 ρ D2,62
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 2,5
= 8850,43 x 2,5
= 22126,07 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 2,5
= 4159,70 x 2,5
= 10399,25 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :

49
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
22126,07
= 1.000

= 22,07 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

10399,25
= 1.000

= 10,40 ton/ha

Tabel 30. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pohon Agroforestri Langsat
Ukuran Luas
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 21,5 116,50 54,76
2. Langsat 24,7 136,66 64,23
3. Langsat 25,3 140,48 66,03
4. Langsat 22,1 120,25 56,52
5. Langsat 24,1 132,85 62,44
6. Langsat 21,2 114,63 53,88
7. Langsat 29,3 166,31 78,17
8. Langsat 22,8 124,64 58,58
9. Langsat 24,5 135,38 63,63
10. Langsat 21,3 115,26 54,17
11. Langsat 29,4 166,97 78,47
12. Langsat 48 293,40 137,90
13. Langsat 52,3 323,82 152,20
14. Langsat 28 157,85 74,19
15. Langsat 26,5 148,17 69,64
16. Langsat 20 107,20 50,39
17. Langsat 20,2 108,44 50,97
18. Langsat 28,2 159,15 74,80
19. Langsat 21 113,39 53,29
20. Langsat 32,5 187,37 88,06
21. Langsat 24,1 132,85 62,44
22. Langsat 23,4 128,42 60,38
23. Langsat 20,1 107,82 50,68
24. Langsat 29 164,36 77,25

50
Tabel 30. (Lanjutan)
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
25. Langsat 39,1 231,76 108,92
26. Langsat 29,3 166,31 78,17
27. Langsat 21,4 115,88 54,46
28. Langsat 20 107,20 50.39
29. Langsat 26,5 148,17 69,64
30. Langsat 20,4 109,67 51,55
31. Langsat 24 132,21 62,14
32. Langsat 24,2 133,48 62,74
33. Langsat 22,5 122,75 57,69
34. Langsat 32,2 185,38 87,13
35. Langsat 22,2 120,87 56,81
36. Langsat 26,2 146,24 68,73
37. Langsat 20,4 109,67 51,55
38. Langsat 23,1 126,53 59,47
39. Langsat 28,4 160,45 75,41
40. Langsat 22,5 122,75 57,69
41. Langsat 23,4 128,42 60,36
42. Langsat 24,4 134,75 63,33
43. Langsat 21,3 115,26 54,17
44. Langsat 23,4 128,42 60,36
45. Langsat 20,4 109,67 51,55
46. Langsat 27 151,39 71,15
47. Langsat 21 133,39 53,29
48. Kelapa 33,4 799,54 375,78
49. Kelapa 28,3 517,97 243,45
50. Kelapa 34,2 850,69 399,83
51. Kelapa 33,3 793,28 372,84
52. Nantu 21 215,56 101,31
53. Nantu 26,1 368,00 172,97
54. Nantu 25,1 334,28 157,11
Total (kg) 11078,80 5261,79
Kg/Ha 27988,26 13154,48
Ton/Ha 27,99 13,15

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, kelapa, dan nantu menggunakan


persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kelapa Y = 0,11 ρ D2,62

51
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 2,5
= 11078,80 x 2,5
= 27988,26 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 2,5
= 5261,78 x 2,5
= 13154,48 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
27988,26
= 1.000

= 27,99 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

13154,48
= 1.000

= 13,15 ton/ha

52
Lampiran 6. Diameter, Analisi Data Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Tiang
Tabel 31. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Tiang Agroforestri Langsat Ukuran
Kecil
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 14,7 75,24 35,36
2. Langsat 16,7 87,13 40,49
3. Langsat 12,5 62,44 29,35
4. Langsat 16,2 84,13 39,54
5. Langsat 14,9 76,42 35,92
6. Langsat 13,7 69,38 32,61
7. Langsat 14,3 72,89 34,26
8. Langsat 11,6 57,30 26,93
9. Langsat 19 101,06 47,50
10. Langsat 12,5 62,44 29,35
11. Langsat 17,8 93,76 44,07
12. Langsat 12,5 62,44 29,35
13. Langsat 15,5 79,97 37,58
14. Langsat 12,5 62,44 29,35
15. Langsat 11,6 57,30 26,93
16. Langsat 14,3 72,89 34,26
17. Langsat 12,2 60,72 28,54
18. Langsat 12,4 61,87 29,08
19. Langsat 12,5 62,44 29,35
20. Langsat 14,3 72,89 34,26
21. Langsat 11,3 55,60 26,13
22. Langsat 17,8 93,76 44,07
23. Langsat 14,3 72,89 34,26
24. Langsat 12,2 60,72 28,54
25. Kakao 15 59,89 28,15
26. Kakao 18,4 89,75 42,18
27. Kakao 12,5 41,74 19,62
28. Kakao 19,7 102,74 48,29
29. Kakao 11,2 33,59 15,79
30. Kakao 15,4 63,10 29,65
31. Durian 19,7 0,09 0,04
32. Nantu 11,6 50,06 23,53
33. Nantu 17,3 133,82 62,89

53
Tabel 31. (Lanjutan)
34. Pinang 17,3 224,59 105,56
Total (kg) 2548,14 1187,62
Kg/Ha 25418,36 11976,24
Ton/Ha 25,48 11,98

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, kakao, durian, nantu dan pinang
menggunakan persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kakao W = 0,281 D1,98
Durian Y = 0,11 ρ D2,62
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46
Pinang W = 0,11 x ρ x D2,62
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 10
= 2548,14 x 10
= 25481,36 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 10
= 1197,62 x 10
= 11976,24 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
25418,36
= 1.000

= 25,48 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

11976,24
= 1.000

54
= 11,98 ton/ha
Tabel 32. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Tiang Agroforestri Langsat Ukuran
Sedang
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 10,1 48,86 22,97
2. Langsat 15,1 77,60 36,47
3. Langsat 18 94,97 44,64
4. Langsat 16,7 87,13 40,95
5. Langsat 13,3 67,06 31,52
6. Langsat 13,4 67,64 31,79
7. Langsat 14,5 74,06 34,81
8. Langsat 14,2 72,30 33,98
9. Langsat 17 88,93 41,80
10. Langsat 17,1 89,53 42,08
11. Langsat 11,4 56,17 26,40
12. Langsat 12,6 63,02 29,62
13. Langsat 15 77,01 36,19
14. Langsat 18,1 95,58 44,92
15. Langsat 12,4 61,87 29,08
16. Langsat 13,1 65,90 30,97
17. Langsat 10,2 49,42 23,23
18. Langsat 15,6 80,56 37,86
19. Langsat 19,6 104,74 49,23
20. Langsat 11,5 56,73 26,66
21. Langsat 10,5 51,10 24,02
22. Langsat 19,4 103,51 48,65
23. Langsat 14 71,13 33,43
24. Langsat 17,1 89,53 42,08
25. Langsat 18,1 95,58 44,92
26. Langsat 17,3 90,74 42,65
27. Langsat 13,7 69,38 32,61
28. Langsat 16,5 85,93 40,39
29. Langsat 17,5 91,94 43,21
30. Langsat 19,7 105,36 49,52
31. Langsat 10,5 51,10 24,02
32. Langsat 17 88,93 41,80
33. Langsat 16 82,94 38,98
34. Langsat 17,2 90,23 42,36

55
Tabel 32. (Lanjutan)
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
35. Kakao 11,5 35,39 16,63
36. Kakao 16,3 70,61 33,18
37. Kakao 18 85,93 40,39
38. Kakao 15,3 62,29 29,27
39. Kakao 17,3 79,44 37,34
40. Kakao 13,3 47,20 22,18
41. Nantu 18,9 166,35 78,18
42. Nangka 19 150,33 70,66
43. Durian 10,2 29,46 13,85
44. Jati 19,7 185,40 87,14
45. Pinang 14,3 136,36 64,09
Total (kg) 3722,85 1749,74
Kg/Ha 37228,50 17497,40
Ton/Ha 37,23 17,50

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, kakao, nantu, nangka, durian, jati
dan pinang menggunakan persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kakao W = 0,281 D1,98
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46
Durian Y = 0,11 ρ D2,62
Nangka Y = 0,11 ρ D2,62
Jati Y = 0,153 D2,382
Pinang W = 0,11 x ρ x D2,62
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 10
= 3722,85 x 10
= 37288,50 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 10

56
= 1749,74 x 10

= 17497,40 Kg/ha

d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :


Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
37228,50
= 1.000

= 37,23 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

17497,40
= 1.000

= 17,50 ton/ha
Tabel 33. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Tiang Agroforestri Langsat
Ukuran Luas
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 13,7 69,38 32,61
2. Langsat 16,2 84,13 39,54
3. Langsat 16 82,94 38,98
4. Langsat 15 77,01 36,19
5. Langsat 14,2 72,30 33,98
6. Langsat 14,4 73,48 34,53
7. Langsat 12 59,58 28,00
8. Langsat 17,7 93,15 43,78
9. Langsat 15,2 78,19 36,75
10. Langsat 13 65,32 30,70
11. Langsat 18,2 96,19 45,21
12. Langsat 16,2 84,13 39,54
13. Langsat 10 48,31 22,71
14. Langsat 14 71,13 33,43
15. Langsat 13,8 69,97 32,88
16. Langsat 14,6 74,65 35,09
17. Langsat 17,1 89,53 42,08
18. Langsat 18,4 97,40 45,78
19. Langsat 19 101,06 47,50

57
Tabel 33. (Lanjutan)
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
20. Langsat 14,5 74,06 34,81
21. Langsat 16,1 83,54 39,26
22. Langsat 13,9 70,55 33,16
23. Langsat 17,5 91,94 43,21
24. Langsat 16,4 85,33 40,10
25. Langsat 18,6 98,62 46,35
26. Langsat 18,2 96,19 45,21
27. Langsat 14,2 72,30 33,98
28. Langsat 18 94,97 44,64
29. Langsat 15,2 78,19 36,75
30. Langsat 12,5 62,44 29,35
31. Langsat 11,6 57,30 26,93
32. Langsat 10,2 49,42 23,23
33. Langsat 12,2 60,72 28,54
34. Langsat 16,1 83,54 39,26
35. Langsat 12,4 61,87 29,08
36. Langsat 15,4 79,37 37,31
37. Langsat 10,5 51,10 24,02
38. Langsat 11,3 55,60 26,13
39. Langsat 19,4 103,51 48,65
40. Langsat 12,5 62,44 29,35
41. Langsat 17,2 90,13 42,36
42. Langsat 12 59,58 28,00
43. Langsat 12,5 62,44 29,35
44. Jati 14,9 95,33 44,80
45. Jati 19,5 180,95 85,05
46. Nantu 18,4 155,73 73,19
47. Nantu 12,8 63,78 29,97
48. Nantu 14,5 86,67 40,47
49. Pinang 16,8 207,98 97,75
50. Pinang 12,5 95,86 45,05
51. Kakao 17 76,74 36,07
52. Kakao 19,7 102,74 48,29
53. Nangka 19,5 160,92 75,63
Total (kg) 4550,73 2138,84
Kg/Ha 45507,30 21388,43
Ton/Ha 45,51 21,39
a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, jati, nantu,pinang, kakao dan
nangka menggunakan persamaan allometrik sebagai berikut :

58
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Jati Y = 0,153 D2,382
Nantu BK = 0,251 ρ D2,46
Pinang W = 0,11 x ρ x D2,62
Kakao W = 0,281 D1,98
Nangka Y = 0,11 ρ D2,62
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 10
= 4550,73 x 10
= 45507,30 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 10
= 2138,84 x 10
= 21388,43 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
4550,73
= 1.000

= 45,51 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

21388,43
= 1.000

= 21,39 ton/ha

59
Lampiran 7. Diameter, Analisi Data Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Tiang
Tabel 34. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pancang Agroforestri Langsat
Ukuran Kecil
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 7,5 34,70 16,31
2. Langsat 6 26,85 12,62
3. Langsat 9 42,80 20,11
4. Langsat 9 42,80 20,11
5. Langsat 7 32,05 15,07
6. Langsat 7,7 35,77 16,81
7. Langsat 9,8 47,20 22,18
8. Langsat 8,5 40,07 18,83
9. Langsat 8,1 37,91 17,82
10. Langsat 9,2 43,89 20,63
11. Langsat 9,5 45,54 21,40
12. Kakao 7,1 13,62 6,40
13. Kakao 8 17,25 8,11
14. Kakao 6,4 11,09 5,21
15. Pinang 6,4 16,59 7,80
Total (kg) 488,14 229,42
Kg/Ha 19525,47 9176,97
Ton/Ha 19,53 9,18

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat, kakao dan pinang menggunakan


persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kakao W = 0,281 D1,98
Pinang W = 0,11 x ρ x D2,62
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 40

= 488,14 x 40

= 19525,47 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 40

60
= 229,42 x 40

= 9176,97 Kg/ha

d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :


Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
19525,47
= 1.000

= 19,53 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

9176,97
= 1.000

= 9,18 ton/ha

Tabel 35. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pancang Agroforestri Langsat
Ukuran Sedang
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 8 37,37 17,57
2. Langsat 7,1 32,58 15,31
3. Langsat 7,5 34,70 16,31
4. Langsat 9 42,80 20,11
5. Langsat 6,5 29,44 13,83
6. Langsat 6,8 31,00 14,57
7. Langsat 8,4 39,53 18,58
8. Pinang 7,5 25,14 11,82
9. Pisang 9 40,53 19,05
10. Jati 7,2 16,86 7,92
11. Jati 8 21,67 10,18
12. Kakao 8,4 19,00 8,93
13. Kakao 7,9 16,83 7,91
Total (kg) 387,46 182,11
Kg/Ha 15498,37 7284,23
Ton/H 15,50 7,28

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat,pinang, pisang, jati dan kakao


menggunakan persamaan allometrik sebagai berikut :

61
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Pinang W = 0,11 x ρ x D2,62
Pisang Y = 0,030 D2,13
Jati Y = 0,153 D2,382
Kakao W = 0,281 D1,98
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 40

= 387,46 x 40

= 15498,37 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 40

= 182,11 x 40

= 7284,23 Kg/ha

d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :


Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
15498,37
= 1.000

= 15,50 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

7284,23
= 1.000

= 7,28 ton/ha

62
Tabel 36. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Pancang Agroforestri Langsat
Ukuran Luas
No Jenis Tanaman Diameter Biomassa Karbon
1. Langsat 8,5 40,07 18,83
2. Langsat 7,5 34,70 16,31
3. Langsat 7 32,05 15,07
4. Langsat 5,5 24,29 11,42
5. Langsat 6,1 27,36 12,86
6. Langsat 7,6 35,23 16,56
7. Langsat 6,7 30,48 14,33
8. Langsat 7 32,05 15,07
9. Langsat 5,2 22,77 10,70
10. Langsat 7,7 35,77 16,81
11. Langsat 6,8 31,00 14,57
12. Kakao 6 9,76 4,59
13. Kakao 7,3 14,39 6,76
14. Kakao 8,2 18,12 8,51
15. Nangka 6,3 8,34 3,92
16. Nangka 9,2 22,48 10,57
Total (kg) 418,88 196,87
Kg/Ha 16755,26 7874,97
Ton/Ha 16,76 7,87

a. Untuk mendapatkan biomasa tanaman langsat,kakao dan nangka menggunakan


persamaan allometrik sebagai berikut :
Langsat Y = 3,42 (DBH)1,15
Kakao W = 0,281 D1,98
Nangka Y = 0,11 ρ D2,62
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
C = Biomassa total x 0,47
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 40

= 418,88 x 40

= 16755,26 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 40

63
= 196,87 x 40

= 7874,97 Kg/ha

d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :


Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
16755,26
= 1.000

= 16,76 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

7874,97
= 1.000

= 7,87 ton/ha

64
Lampiran 8. Analisi Data Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Semai
Tabel 37. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Semai Agroforestri Langsat
Ukuran Kecil
No Jenis Tanaman BBT BB BK Biomassa Karbon
1. Langsat 287 100 0,55 157850,00 72611,00
2. Sirsak 259 100 0,87 225330,00 103651,80
3. Sirsak 274 100 0,67 183580,00 84446,80
Total (kg) 566760,00 260709,60
Kg/Ha 566,76 260,71
Ton/Ha 0,57 0,26

a. Untuk menghitung biomassa tumbuhan tingkat semai digunakan rumus sebagai


berikut.
BK

BK Total = x BB Total

BB

Keterangan :
BK = Berat kering sampel
BB = Berat basah sampel

b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :


Karbon (C) = BKT x 0,46

Keterangan :
C = Jumlah stok karbon (ton/ha)
BK = Berat Kering (ton/ha)

c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :


Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 1.000
= 566760,00 x 1.000
= 566,76 Kg/ha
Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 1.000
= 260709,60 x 1.000
= 260,71 Kg/ha

65
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
566,76
= 1.000

= 0,57 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

260,71
= 1.000

= 0,26 ton/ha

Tabel 38. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Semai Agroforestri Langsat
Ukuran Kecil
No Jenis Tanaman BBT BB BK Biomassa Karbon
1. Langsat 240 100 0,85 204000,00 93840,00
2. Langsat 236 100 0,91 214760,00 98789,60
3. Jeruk Purut 231 100 0,98 226380,00 104134,80
4. Sirsak 230 100 0,58 133400,00 61364,00
5. Sirih 246 100 0,41 108240,00 4979,40
Total (kg) 886780,00 407918,80
Kg/Ha 886,78 407,92
Ton/Ha 0,89 0,41

a. Untuk menghitung biomassa tumbuhan tingkat semai digunakan rumus sebagai


berikut.
BK

BK Total = x BB Total

BB

Keterangan :
BK = Berat kering sampel
BB = Berat basah sampel
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
Karbon (C) = BKT x 0,46
Keterangan :
C = Jumlah stok karbon (ton/ha)

66
BK = Berat Kering (ton/ha)
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 1.000

= 886780,00 x 1.000

= 886,78 Kg/ha

Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 1.000


= 407918,80 x 1.000
= 407,92 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
886,78
= 1.000

= 0,89 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

407,92
= 1.000

= 0,41 ton/ha

Tabel 39. Biomassa dan Karbon Tumbuhan Tingkat Semai Agroforestri Langsat Ukuran
Kecil
No Jenis Tanaman BBT BB BK Biomassa Karbon
1. Langsat 214 100 0,87 186180 85642,8
2. Langsat 223 100 0,86 191780 88218,8
3. Jambu 240 100 0,87 208800 96048
4. Mangga 214 100 0,98 209720 96471,2
5. Langsat 242 100 0,75 181500 83490
6. Langsat 233 100 1,05 244650 112539
Total (kg) 1222630,00 562409,80
Kg/Ha 1222,63 562,41
Ton/Ha 1,22 0,56

67
a. Untuk menghitung biomassa tumbuhan tingkat semai digunakan rumus sebagai
berikut.
BK
BK Total = x BB Total
BB
Keterangan :
BK = Berat kering sampel
BB = Berat basah sampel
b. Untuk mendapatkan karbon tanama mengunakan rumus :
Karbon (C) = BKT x 0,46
Keterangan :
C = Jumlah stok karbon (ton/ha)
BK = Berat Kering (ton/ha)
c. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Kg/Ha :
Biomassa = Total Biomassa (kg/plot) x 1.000

= 1222630,00 x 1.000

= 1222,63 Kg/ha

Karbon = Total Karbon (kg/plot) x 1.000


= 562409,80 x 1.000
= 562,41 Kg/ha
d. Untuk mendapatkan biomassa dan karbon Ton/Ha :
Biomassa (kg/ha)
Biomassa = 1.000
1222,63
= 1.000

= 1,22 ton/ha

Karbon (kg/ha)
Karbon = 1.000

562,41
= 1.000

= 0,56 ton/ha

68
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Gambar 2. Pengukuran Dan Pembutan Plot Penelitian

Gambar 3. Pengukuran Diameter Batang

69
Gambar 4. Memotong dan Menimbang Tumbuhan Yang Terdapat Pada Subplot 1x1

Gambar 5. Menimbang Berat Basah Batang dan Daun Tumbuhan

70
Gambar 6. Sampel Berat Basah Tumbuhan

Gambar 7. Proses Pengopenan

71
Gambar 8. Menimbang Berat Kering Batang dan Daun Tumbuhan

Gambar 9. Proses Penimbangan

72

Anda mungkin juga menyukai