Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATERI

KONSERVASI TANAH DAN AIR


“AGROFORESTRY”

DOSEN PENGAMPU :Ir. Hj. Ratna Herawatiningsih, M.Si.


DISUSUN OLEH :IKRAR FAJAR SHIDDIQ (G1011201268)

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
AGROFORESTRY

SEJARAH DAN PENGERTIAN

Dirintis oleh Canadian International Development Centre 1970-an. Dari hasil penelitian bidang
kehutanan, sebagian besar hanya ditujukan kepada dua aspek produksi, yaitu Ekploitasi secara
selektif dihutan alam dan tanaman hutan secara terbatas.

Perlu perhatian terhadap masalah yang selama ini diabaikan, yaitu sistem produksi kayu yang
bersamaan dengan komoditi pertanian dan/atau peternakan, yang merehabilitasi lahan-lahan
kritis.

Adanya kecendrungan perusakan lingkungan yang tidak terkontrol sehingga diperlukan


pencegahan dengan cara pengolahan lahan yang dapat mengawetkan lingkungan fisik seceara
selektif yang sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pangan, papan dan sandang.

Dari hasil penelitian diatas maka dibentuk badan International Council for Research in
Agroforestry (ICRAF) tahun 1977 diketuai oleh K.F.S King, yang mendefinisikan Agroforestry
sbb :

Suatu sistem penglolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan
secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman pohon-
pohonan) dan tananam hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan
yang sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk
setempat (King & Chandler, 1978).

Argoforestry Menurut Para Ahli

Argoforestry merupakan suatu metode penggunaan lahan secara oftimal yang


mengkombinasikan sistem-sistem produksi biologis yang berotasi pendek dan panjang (suatu
kombinasi produksi kehutanan dan produksi biologis lainnya) dengan suatu cara berdasarkan
asas kelestarian, secara bersamaan atau ber–

Urutan dalam kawasan hutan atau diluarnya, dengan bertujuan mencapai kesejahteraan rakyat
(Satjparadj et all, 1981).
Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi,
dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam
bersamaan dengan tanaman pertanian dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu
bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi
ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan (Landgreen & Raintree
dalam Nair 1989)

Bentuk-bentuk Agroforestry
1. AGRISILVICULTURE, yaitu penggunaan lahan dengan pertimbangan yang baik untuk
memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan.
2. SYLVOPASTORAL SYSTEM, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
menghasilkan kayu serta memelihara ternak.
3. AGROSYLVO-PASTORAL SYSTEM, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus untuk
memelihara hewan ternak.
4. MULTIPURPOSE FOREST TREE PRODUCTION SYSTEM, yaitu sistem pengelolaan
dan penanaman berbagai jenis kayu , selain hasilnya adalah kayu juga daun-daunan dan
buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan
ternak
Menurut definisi Nair diatas, sistem Agroforestry mencakup selang variasi yang cukup luas dan
dapat diklarifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut :

 Dasar struktural, menyangkut komposisi komponen-komponen, seperti sistem


agrisilvikultur, silvopastur dan agrisilvopastur.
 Dasar fungsional, menyangkut fungsi utama atau peranan dari sistem, terutama
komponen kayu-kayuan.
 Dasar sosial ekonomi, menyangkut tingkat masukan dalam pengelolaan (masukan
rendah, masukan tinggi) atau intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan-tujuan usaha
(subsistem,komersial, intermedier)
 Dasar ekologi, menyangkut kondisi lingkungsn dan kecocokan ekologi dan sistem.
Sistem agroforestry dipandang dari segi ekologi dan ekonomi lebih kompleks daripada sistem
monokultur, karena produksinya selalu beraneka ragam dan bergantung satu sama lain.
Sekurang-kurangnya satu komponen tanaman berkayu, sehingga siklusnya lebih dari 1 tahun.
Sistem Agroforestry juga bersifat lokal, karena harus cocok dengan kondisi ekologi dan sosial
ekonomi setempat.

Diperlukan bidang keilmuan yang multidisipliner (Agronomi, Sosial, Kehutanan, Peternakan,


Ekonomi, dll) dalam pengelolaan agroforestry ini.

Konsep ini merupakan harapan baru bagi pengelolaan lahan, dibeberapa negera berkembang
konsep ini mulai banyak dikembangkan.

Sistem Agroforestry dan Teknologi Agroforestry

Sistem Agroforestry : Bentuk-bentuk Agroforestry yang banyak diselenggarakan di suatu daerah


(pemanfaatan lahan yang sudah umum dilaksanakan)

Teknologi Agroforestry : Hasil penelitian, misal improved fallow, integrated taungya, Alley
cropping, Multipurpose trees on farm lands.

Social Forestry :

Ilmu dan seni penanaman pohon-pohonan dan atau tumbuhan lainnya pada lahan yang tersedia
keperluan tersebut didalam dan diluar kawasan hutan dan pengelolaan hutan yang sudah ada
dengan melibatkan rakyat secara akrab serta dipadukan dengan kegiatan lain yang menghasilkan
suatu bentuk penggunaan lahan yang berimbang dan komplementer dengan tujuan untuk
menghasilkan berbagai benda dan jasa bagi perorangan maupun masyarakat pada umumnya
(Tiwari, 1983).

Tujuan Utama Social Agroforestry :

Mencapai keadaan social ekonomi penduduk desa yang lebih maju terutana penduduk didalam
dan sekitar hutan
Social Forestry :

Sistem pengelolaan hutan dan lingkungan hidup dengan suatu tujuan sosial ekonomi tertentu.

Agroforestry :

Sistem penggunaan lahan dengan suatu tujuan produktivitas tertentu yang dalam jangka panjang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.

A B C D

ABC : Agroforestry

ABCD : Social Forestry (dengan partifisipasi aktif masyarakat

Setempat

SISTEM-SISTEM AGROFORESTRY TRADITIONAL INDONESIA

Sistem kebun Talun dan Pekarangan di Jawa Barat, terdiri dari beberapa fase : kebun-kebunan
campuran dan Talun.

1. Fase I terbentuk sesudah menebang hutan. Merupakan kebun (ditanami tanaman


semusim) setelah 2 tahun tumbuh anakan tanaman keras (nilai ekonomi kebun campuran
kurang dari kebun, tetapi nilai biofisiknya meningkat karena kebun campuran berperan
penting dalan KTA.
2. Setelah tanaman semusim dalam kebun campuran di panen, lapangan tersebut di
dominasi tanaman keras fase ini disebut Talun.
SISTEM-SISTEM AGROFORESTRY DI KAL-TIM

AGRISILVIKULTUR

a. Perladangan Berpindah Tradisional

Suku Dayak selalu mengusahakan keseimbangan antara masa bercocok tanam


dengan masa berat, sehingga ke suburan tanah tetap terjaga. terbatas pada penduduk yang
rendah (limit) dengan lahan yang luas (unlimit).

b. Kebun Rotan

Di daerah hulu Mahakam (Damai, Muara Lawa) dan daerah pasir. Rotan di tanam di
akhir masa berladang, sehingga tumbuh bersama dengan vegetasi sekunder pada masa
berat.

c. Tanaman Campuran

Hampir dijumpai pada semua kelompok masyrakat.

d. Tajar Hidup

Pada dasarnya mirip tanaman campuran, bedanya pada kayunya bersifat sebagai
tanaman Inang, tanaman yang dikembangkan adalah lada (piper ningrum), sirih
(piperbettle), vanila (vanilla fragnant). Tajar hidup yang digunakan Damar, dadap,
lamtorogung, kapuk masih dalam tahap riset, bila berhasil akan mengurangi tajar mati
ulin

2. Silvopastor

a. Pengembalaan dalam Perkebunan

Di daerah pantai tempat tumbuh kelapa yang baik, dimana lahan dibawah pohon kelapa
digunakan sebagai tempat pengembalaan sapi.

b. Tegakan Pohon Pakan Ternak

Terdapat di daerah transmigran, pohon untuk makanan ternak antara lain : lamtorogung,
nangka dll. Sengaja di tanam di kebun, dari ternak diperoleh pupuk untuk tanaman.
3. AGROSILVOPASTOR

a. Kebun Hutan

Dalam upaya perladangan berpindah tradisional beberapa batang pohon, bambu dan
palem dipertahankan.

b. Kebun Pekarangan

Merupakan pengembangan dari kebun buah sebagai usaha diversifikasi untuk


meningkatkan pendapatan seperti kopi, coklat, cengkeh, kapulaga dll. Ternak seperti
ayam,sapi, kambing, babi.

SISTEM-SISTEM LAINNYA :

• Pohon pada budidaya ikan

• Budidaya ikan/udang di mangrove (di daerah Tarakan)

• Ternak lebah madu.

Program Perhutanan Sosial

Tujuannya adalah sbb:

a. Pembangunan hutan di lahan krisis kawasan hutan berhasil.

b. Peran serta masyarakat dalam pembangunan hutan berhasil.

c. Kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan meningkat.

d. Tekanan masalah sosial ekonomi terhadap hutan terganggu lagi.

e. Kualitas pendukung masyarakat sekitar hutan terbina.


Perbedaan-perbedaan penting dengan tumpangsari biasa selain jangka waktu kontrak, juga :

a. Jarak tanam tanaman pokok dapat lebih lebar a.l : 6 x 2 m dan

6 x 3 m untuk jenis-jenis rindang contoh : gmelina

5x2 dan 5x3 m untuk jenis-jenis ½ rindang, contoh : jati

4x2 dan 4x3 m untuk jenis-jenis tidak rindang, contoh : sengon

b. Selain tanaman pokok dapat ditanam :

1. Tanaman semusim ± 4 tahun setelah itu ditanam kapulaga.


2. Tanaman pengisi berupa tanaman keras 20% dari tanaman di akhir periode.
3. Tanaman sisipan berupa tanaman perkebunan 20% dari tanaman pokok.
4. Tanaman tepi ditanam disekeliling tanaman pokok berupa tanaman buah-buahan.
5. Tanaman pagar, biasanya tanaman secang
6. Tanaman sela, diantara tanaman pokok untuk mencegah erosi dan meningkatkat
kesuburan tanah seperti lamtorogung, kaliandra, qamal, rumput-rumputan (setaria,
hamilton), nenas.

TEKNOLOGI AGROFORESTRY DI LUAR


KAWASAN HUTAN

Dilaksanakan khususnya pada program pembangunan DAS dan pertanian lahan kering.

1. Agroforestry pada Program Hutan Kemasyarakatan.

Program ini dilaksanakan untuk mengatasi erosi dan kemunduran kesuburan tanah.

a. Unit percontohan usaha pelestarian sumberdaya alam (UP-UPSA).

Merupakan model usaha tani lahan kering terpadu setiap model luasnya 10 ha dibuat
teras-teras dan perlakuan intensifikasi usaha tanah kering yang memperhatikan daya
dukung lahan.
b. Unit percontohan Usaha Tani Menetap (UP-UPM)

Tujuannya untuk memperkenalkan usaha tani lahan kering terpadu pada petani-petani
tradisional terutama peladang berpindah. Luasnya 20 ha untuk 10 RT. Salah satu model
contoh UP-UPM adalah “Model farm di DAS Citanduy, salah satu bagian didalamnya
adalah Model Farm Agroforestry”.

MODEL FARM AGROFORESTRY di DAS CITANDUY.

Masalah DAS Citanduy :

- Menciptakan daerah kritis

- Menurunkan produktivitas pertanian

- Meningkatkan sedimentasi

- Menimbulkan banjir di dataran rendah

- Kacaunya sistem irigasi terancamnya produktivitas pertanian

Model Farm : adalah pembuatan teras bangku pada lahan kemiringan < 50% dan menerapkan
teknologi Agroforestry pada lahan dengan kemiringan > 50% atau< 50% akan tetapi kedalaman
tanahnya < 30 cm.

Penggunaan Paket Teknologi nya sbb :

a. Penanaman tanaman yg dapat berfungsi sbg tanaman hutan berupa rumput, perdu, pohon
yang ditanam menurut garis kontur sbg tanaman tunggal atau sbg tanaman campuran.
b. Dalam 2-3 tahun pertama ditanam tanaman semusim dicampur dengan tanaman
campuran
c. Menggunakan pupuk dan pestisida bila diperlukan
d. Pemeliharaan ternak spt : Domba dan biri-biri

Anda mungkin juga menyukai