Anda di halaman 1dari 6

GAMBARAN BENTUK INTERAKSI ANTARA

MASYARAKAT DENGAN KAWASAN


HUTAN PRODUKSI

Hutan menurut Undang Undang 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, sedangkan
Kawasan Hutan merupakan wilayah tertentu yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Menurut Munandar Soelaeman (1995) masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh
suatu rasa identitas bersama. Salahsatu bentuk masyarakat adalah masyarakat pedesaan, yaitu
masyarakat dengan populasi manusia dan kehidupannya terikat pada habitat (lingkungan
hidup) desa yang pada umumnya bercorak agraris serta terdiri dari masyarakat local dan
masyarakat pendatang (Departemen kehutanan, 2000), menurut Sayogo (1988) Sebagian desa
tertinggal berada disekitar atau bahkan didalam hutan dan pada umumnya hidup dibawah
garis kemiskinan.

Ilustrasi Kawasan Hutan Hutan


Sumber gambar : https://bangazul.com/permasalahan-hutan-di-indonesia/
Masyarakat sekitar hutan merupakan penduduk yang tinggal disekitar hutan yang mata
pencahariannya dan lingkungan hidupnya sebagian besar bergantung kepada ekosistem hutan
dan kegiatan perhutanan. Menurut Departemen Kehutanan (2000) Masyarakat Desa Hutan
dicirikan oleh :
1. Kelompok masyarakatnya tinggal didalam dan disekitar kawasan hutan
2. Hidup dan menggantungkan kehidupannya dari hasil hutan baik meramu (mengambil dan
mengumpulkan hasil hutan berupa dedaunan, buah buahan atau berburu hewan dan
menangkap ikan) dan mebudidayakan beragam komoditi kayu maupun non kayu
3. Hidup berkelompok, berpindah-pindah dan sangat ketat memegang teguh nilai-nilai norma
atau norma adat nenek moyangnya.
4. Hidup relative tertutup dan terisolir dari lingkungan masyarakat lain serta relative tidak
terjangkau informasi dari dunia luar.

Interaksi manusia dengan hutan sudah berlangsung sejak lama diberbagai kawasan hutan baik
itu hutan produksi, hutan lindung maupun hutan konservasi. Interaksi tersebut terjadi seiring
dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, peningkatan kebutuhan hidup dan
kebutuhan akan lahan untuk bercocok tanam serta kebutuhan akan lingkungan yang sehat dan
lestari, menurut Moen (1973) interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antar dua
factor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi dalam hal
ini kedua factor tersebut adalah masyarakat dan hutan.

Masyarakat yang mempunyai ketergantungan hidup dengan kawasan hutan biasanya berasal
dari desa-desa sekitar hutan, pada umumnya mereka memanfaatkan lahan, pengambilan
pohon (kayu), buah, kayu bakar dan penggembalaan ternak (Departemen Kehutanan, 1997).
Menurut Alikodra (1987) kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar kawasan hutan yang
relative rendah menjadi faktor pendorong yang kuat untuk melakukan tekanan tekanan
terhadap sumberdaya hutan.

Bentuk interaksi antara masyarakat dengan hutan menurut Susetyaningsih (1992) dapat dilihat
dari ketergantungan masyarakat desa hutan akan sumber sumber kehidupan dasar seperti air,
kayu bakar dan bahan makanan dari hutan. Saat populasi masih belum padat, gambaran
interaksi berjalan normal tetapi pada kondisi populasi yang semakin padat terutama
masyarakat desa sekitar hutan semakin bertambah maka gambaran interaksi kedua sitem
cenderung timpang dalam hal ini sumberdaya hutan tidak mampu lagi menyediakan aliran
bahan bakar, energi dan materi pada system sosial.

Ilustrasi pemanfaatan Hutan oleh masyarakat sekitar


Sumber gambar :
http://agroindonesia.co.id/2017/12/sejarah-perhutanan-sosial-antara-kesejahteraan-
masyarakat-dan-kelestarian-fungsi-kawasan-hutan/

Beberapa bentuk interaksi antara masyarakat dengan kawasan hutan disekitarnya diantaranya
antara lain dalam bentuk pemanfaatan lahan hutan serta pemanfaatan hasil hutan seperti
untuk kayu bakar, pakan ternak, pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan dan perburuan
satwa.

Sebagai gambaran, penulis pernah melaksanakan penelitian bentuk interaksi masyarakat


disalahsatu desa terhadap salahsatu wilayah kawasan hutan produksi di wilayah Kabupaten
Lebak dimana hasil pengumpulan data responden didapat hasil antaralain bentuk interaksi
berupa pemanfaatan lahan sebesar 96,3%, pemanfaatan berupa pemanfaaatan hasil hutan kayu
bakar sebesar 90,7%, pemanfaaatan hasil hutan untuk pakan ternak sebesar 18,5%,
pemanfaaatan hasil hutan berupa pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan sebesar 7,4% serta
pemanfaaatan hasil hutan sebagai areal perburuan satwa sebesar 5,5% dan tentunya hasil
penelitian tersebut akan berbeda hasilnya pada kondisi wilayah Kawasan hutan lainnya dan
wilayah/desa yang berbeda pula latar belakang sosial ekonominya.
Ada beberapa hal yang menarik dari pengumpulan informasi terkait interaksi masyarakat
dengan kawasan hutan khususnya kawasan hutan produksi disekitarnya yang mungkin akan
memiliki persamaan dengan kondisi/bentuk interaksi diwilayah lainya antara lain :

1. Pemanfaatan lahan Kawasan


Pada umumnya masyarakat/responden menyadari bahwa kawasan hutan tersebut dikelola
oleh Pemerintah ataupun Perusahaan Milik Negara dengan batas batas kawasan yang jelas
dan sebagian besar juga menyatakan memanfaatkan lahan kawasan hutan untuk areal
berkebun/menanam jenis tanaman tertentu/buah-buahan seperti Durian (Durio zibethinus),
Kecapi (Sandaricum Sp), Petai (Perkia speciosa) dan Kopi (Coffea arabica), dengan
demikian responden hanya merasa memiliki pohon/tanaman yang menurut persepsi
mereka merupakan miliknya karena ditanam oleh mereka sendiri ataupun warisan dari
orang tua/leluhurnya tanpa menggangu tanaman pokok ataupun tegakan lainnya yang ada
di kawasan hutan tersebut.

Hasil pengamatan dilapangan memperlihatkan pada umumnya kegiatan pemanfaatan lahan


ini tidak mengganggu ekosistem kawasan hutan maupun perubahan ekologis yang ekstrim,
namun komposisi dan dominasi tegakan tanaman yang ada mempengaruhi bentuk
komposisi tegakan dikawasan hutan produksi tersebut. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan
masyarakat/responden pada umumnya hanya melaksanakan pemeliharaan tanaman berupa
penyiangan sambal mengambil rumput-rumputan sebagai pakan ternak dan pengawasan
secara intensif terhadap tanaman pada saat musim berbuah saja.

Beberapa hal yang menjadi alasan/motif masyarakat untuk melakukan pemanfaatan lahan
di kawasan hutan produksi diantaranya : (1) Tanaman buah-buahan yang ada didalam
Kawasan hutan produksi tersebut diakui sebagai milik masyarakat dan sebagai warisan
orangtua/leluhurnya. (2) Tanah dalam kawasan hutan dianggap lebih subur disbanding
diluar Kawasan hutan dan sesuai untuk menanam tanaman buah buahan tersebut terutama
tanaman durian. (3) Masyarakat/Responden tidak mempunyai kebun/lahan diluar kawasan
hutan.

2. Pemanfaatan Hasil
Pemafaatan hasil hutan pada kawasan hutan produksi sebagian besar dilakukan masyarakat
antara lain berupa : (1) pemanfaatan kayu bakar yang dilakukan antara lain dengan
memungut ranting ranting atau cabang kayu yang kering serta memanfaatkan pohon-pohon
milik masyarakat yang tumbang baik yang terkena angin maupun petir. (2) Pemanfaatan
sebagai pakan ternak yang dilakukan melalui mengambil hijauan untuk makanan ternak
dan tidak melakukan penggembalaan liar di Hutan Produksi tersebut. Jenis hijauan yang
diambil antara lain rumput (Pallinia sp) dan daun seuseureuhan (Cinnamomum
partthenoxylon), (3) Perburuan Satwa, umumnya masyarakat yang mencari/memburu
satwa di kawasan hutan ini adalah jenis satwa burung (aves). Kegiatan berburu tersebut
sering dilaksanakan pada musim kemarau karena intensitas kerja di ladang/sawah sedikit
sehingga memiliki banyak waktu luang untuk menangkap burung, burung yang tertangkap
biasanya untuk dipelihara sendiri atau dijual ke masyarakat lainnya. Jenis burung yang
diburu antara lain Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Tikukur (Streptopelia chinensis)

3. Dampak Interaksi
Beberapa hal terkait adanya Interaksi antara masyarakat sekitar dengan kawasan hutan
produksi pada lokasi penelitian dampaknya secara umum terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat menunjukan peranan yang positif, secara ekonomi tingkat pendapatan
responden bertambah seiring dengan hasil panen buah buahan yang didapat dari
pemanfaatan lahan kawasan hutan seperti Durian, Petai maupun Kopi serta komoditas
lainnya.

Pemanfaatan lahan oleh masyarakat berdampak pula terhadap pengelola kawasan hutan
produksi (perhutani), tentunya banyaknya tanaman yang diklaim oleh masyarakat dalam
kawasan hutan produksi sedikit menghambat program atau rencana teknik yang akan
dilaksanakan setiap tahunnya sehingga diperlukan pendekatan pendekatan yang intensif
kepada masyarakat apabila akan melaksanakan kegiatan penanaman sesuai dengan rencana
Teknik yang telah ditetapkan sehingga terhindar dan tidak memunculkan konflik antara
masyarakat dengan pengelola hutan produksi.

Keberadaan tanaman / tegakan buah buahan yang diklaim kepemilikannya oleh masyarakat
secara tidak langsung (fungsi ekologis dan hidrologis) ikut membantu fungsi hutan sebagai
pelindung tanah sumber-sumber air dan iklim, bahkan fungsi fungsi yang lain yang
mungkin berkembang dimasa datang sebagai plasma nuftah dan biodiversitas (Gregori,
1972 dalam Labueni siboro, 2001), keberadaan sumber mata air dalam kawasan hutan
berbanding lurus dengan keberadaan tegakan hutan dalam kawasan hutan tersebut,
keberadaan tegakan dan tanaman masyarakat didalam kawsan hutan membantu
keberadaan sumber mata air tetap ada dan mengalir setiap tahunnya dengan kata lain
dengan keberadaan tanaman buah buahan yang produktif tanpa menebang kayunya
berdampak positif dalam pemenuhan kebutuhan sumber air bagi masyarakat sekitar.

Dalam hal interaksi masyarakat kedalam suatau kawasan hutan mempunyai keterbatasan
sesuai dengan fungsi kawasan hutan tersebut, terlebih dalam pemanfaatan lahan kawasan
hutan, untuk itu Pemerintah daerah perlu melaksanakan upaya upaya peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap fungsi kawsan hutan dan meningkatkan peran serta
masyarakat dalam mengoptimalisasi pemanfaatan lahan di Luar Kawsan Hutan terutama
pada lahan lahan kritis diluar kawasan hutan melalui kegiatan kegiatan rehabilitasi lahan,
perhutanan sosial, pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan pelaksanaan
pembangunan dibidang kehutanan secara berkelanjutan.

Peningkatan pembinaan, penyuluhan serta pengawasan perlu dilaksanakan oleh pengelola


kawasan, pemerintah pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat sebagai salahsatu
kelompok sasaran yang akan dibina peningkatan kesejahteraanya dan peran sertanya
seacara aktif dalam pengelolaan hutan yang lestari dan pembangunan kehutanan yang
berkelanjutan seperti melalaui pembinaan serta Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) melalui Lembaga masyarakat Desa Hutan (LMDH) ataupun peningkatan
penyuluhan kepada Kelompok kelompok tani hutan (KTH) sehingga masyarakat akan
merasakan manfaat keberadaan hutan sesuai dengan fungsinya dan mendorong
meningkatnya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan sumberdya hutan yang ada,
sehingga dengan pemanfaatan hutan dan hasil hutan secara bijaksana oleh masyarakat akan
menciptakan dampak yang positif baik bagi kehidupan masyarakat itu sendiri maupun
kondisi ekologis lingkungan sekitarnya.

Pustaka
Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000, Buku pintar kehutanan dan perkebunan
edisi kedua Departemen Kehutanan dan perkebunan, Jakarta.
Munandar Soelaeman 1995, Ilmu Sosial Dasar, PT Ersco. Bandung
Sajogyo, 1988, Golongan miskin dan partisipasinya dalam pembangunan desa, Prisma
LP3ES, Jakarta
Susetyaningsih, 1992, Evaluasi aspek social ekonomi masyarakat desa sekitar hutan .
Pada program perhutanan social diwilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur,
Bogor
Labueni siboro, 2001 Studi banding system pengelolaan sumber daya lahan dalam dan
diluar Kawasan hutan lindung, Fakultas kehutanan IPB, Bogor
Moen.A.N, 1973 Wildlife Ecology, W.H. Freeman and Company San Francico USA

Anda mungkin juga menyukai