Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA

PERAMBAHAN HUTAN PADA TAMAN NASIONAL DI


INDONESIA

Lefdi Agung Nugraha E4501202020

Dosen :
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M Agr

PROGRAM STUDI SILVIKULTUR TROPIKA


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan assosiasi tumbuhtumbuhan yang menempati suatu ruang


atau tempat yang hidup dan saling bersaing untuk mempertahankan hidup. Hutan
sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam yang tidak dapat dinilai
harganya karena didalamnya terdapat keanekaragaman hayati sebagai sumber
plasma nutfah, sumber hasil hutan berupa kayu dan nonkayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya.
Menurut Dhaka et al. (2017) fungsi hutan secara umum adalah sebagai paru-paru
dunia, sumber ekonomi, habitat flora dan fauna, pengendali bencana, tempat
penyimpanan air, dan untuk mengurangi polusi atau pencemaran udara.
Hutan sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi karena hutan
memiliki berbagai peran dan fungsi bagi berbagai tingkat kehidupan seperti flora,
fauna, mikroorganisme bahkan manusia. Menurut Undang-undang No.41 tentang
kehutanan tahun 1999, hutan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi
lindung dan fungsi produksi. Namun hutan tidak selamanya dalam kondisi yang
baik. Kondisi tersebut didukung oleh pernyataan Auhara (2013) Indonesia
mengalami penyusutan luas hutan alam dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini sebanyak 72 persen hutan di Indonesia telah
hilang.
Hutan dapat terancam akan keberlangsungannya ketika terjadi gangguan
terhadap hutan. Gangguan gangguan tersebut, akhir-akhir sering terjadi secara
terus menerus bahkan intensitasnya semakin meningkat dari tahun ketahun.
Menurut Sahardjo dan Gago (2011) gangguan terhadap hutan sudah terjadi secara
terus menerus dengan intensitas yang semakin meningkat dari tahun ketahun.
Gangguan yang terjadi terhadap hutan jika ditinjau dari asal penyebabnya
terbagi menjadi dua faktor, diantaranya faktor alam dan faktor non-alam.
Menurut Nurhayati dan Arhami (2019) gangguan-gangguan yang terjadi terhadap
hutan dapat disebabkan oleh faktor alam seperti gunung meletus, mencairnya
gletser, longsor dan faktor non-alam seperti pembakaran hutan, pencurian kayu,
pembalakan liar, perambahan hutan dan lain sebagainya.
Pada dasarnya perambahan merupakan semua aktifitas yang
memanfaatkan sumberdaya hutan di dalam kawasan hutan. Perambahan yang
terjadi bertujuan untuk dapat menguasai lahan guna dibudidayakan. Hal ini
menadi salah satu penyebab kerusakan yang terjadi pada hutan. Penyebab
terjadinya perambahan hutan antara lain faktor ekonomi, faktor pendidikan,
adanya dukungan, keterbatasan petugas pengawas hutan dan lemahnya sanksi
hukum (Dhaka et al. 2017).
Menurut Alfany et al. (2016) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perambahan meliputi faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor politik. Faktor
ekonomi penyebab perambahan lebih pada pemenuhan kebutuhan hidup yang
selama ini masyarakat hidup dekat dengan hutan. Sementara faktor sosial menjadi
penyebab perambahan adalah karena adanya kesempatan yang diberikan oleh
oknum atau pihak yang terlibat dengan menyalahgunakan wewenang yang
dipegang. Faktor politik menjadi salah satu penyebab perambahan
dilatarbelakangi oleh janji yang diberikan untuk mendapatkan suara pada saat
pemilihan kepala daerah.
Pelaku perambah biasanya dilakukan perorangan atau berkelompok.
Menduduki suatu kawasan hutan untuk dijadikan sebagai areal perkebunan
ataupun pertanian baik yang bersifat sementara maupun dalam waktu yang cukup
lama menjadi aktifitas utama dari perambah (Diantoro 2011). Aktifitas
perambahan sering terjadi pada Taman Nasional. Hal ini dikarenakan taman
Nasional memiliki nilai ekologi, ekonomi dan fungsi yang tinggi. Taman Nasional
merupakan kawasan ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata, dan rekreasi
(Bagindo et al. 2016).
Selain itu, kawasan Taman Nasional memiliki area pelestarian yang luas
baik daratan maupun perairan, terdapat satu atau lebih ekosistem yang utuh tidak
terganggu, memiliki jenis-jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya,
geomorfologis bernilai untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya,
rekreasi dan pariwisata, panorama alam yang menonjol. Sehingga, perambahan
hutan sering terjadi pada Taman Nasional karena memiliki nilai yang tinggi
(Diantoro 2011).
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
perambahan hutan pada taman nasional di indonesia

II METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Makalah dibuat dengan metode studi pustaka dari 16 September 2021
hingga 2 Oktober 2021 di rumah praktikan masing masing.
2.2 Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam membuat makalah ini antara lain alat tulis dan
laptop. Bahan yang digunakan adalah literatur dari internet.

2.3 Prosedur
Prosedur yang dilakukan dalam membuat makalah ini yaitu melalui studi
literatur dan artikel dengan mencari informasi dari jurnal mengenai faktor-faktor
penyebab terjadinya perambahan hutan pada taman nasional di Indonesia.

III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Faktor Ekonomi
Masyarakat yang hidup berdekatan dengan hutan secara turun-temurun
mencari pemenuhan kebutuhan dengan mengandalkan hasil dari hutan.
Menurut Alfany et al. (2016) rendahnya tingkat perekonomian masyarakat di
pinggiran hutan menyebabkan rendahnya tingkat pemenuhan ekonomi yang
semakin meningkat ditandai dengan pertambahan jumlah anggota keluarga dan
perubahan jaman menyebabkan masyarakat mengambil jalan pintas dengan
melakukan perambahan. Pekerjaan sebagai petani/buruh tani tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan tidak semua dari masyarakat memiliki lahan
garapan.
Berdasarkan Tabel 1. Masyarakat kecamatan bajawa pada umumnya hanya
mengadalkan sumber mata pencahariannya dari sektor pertanian. Sebagian kecil
mata pencaharian PNS, dan Wiraswasta. Responden yang bermata pencaharian
petani sebanyak 79%, Swasta 15%, dan PNS 6%. Banyaknya masyarakat yang
berprofesi sebagai petani membuat masyarakat lebih berpeluang melakukan
kegiatan di hutan dan alam. Selain itu juga kurangnya penghasilan sebagai petani
dan meningkatnya kebutuhan hidup membuat masyarakat yang berprofesi petani
berpeluang besar dalam melakukan perambahan hutan (Dhaka et al. 2017).

Tabel 1. Distrbusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kawasan Cagar


Alam Watu Ata Kecamatan Bajawa
No Profesi Frekuensi Persentase %
1. Petani 49 79,03
2. PNS 4 6,45
3. Swasta 9 14,52
Jumlah 62 100

Pendapatan yang didapatkan oleh masyarakat belum dapat mencukupi


kebutuhan hidup sehari-hari, dimana semakin meningkatnya pertambahan
penduduk dengan kurangnya ketersediaan lahan menyebabkan masyarakat
merambah hutan untuk memiliki dan memperluas lahan. Masyarakat mengetahui
hutan yang menjadi tempat mereka mencari penghidupan merupakan hutan
negara, akan tetapi dorongan untuk mencukupi kebutuhan hidup tersebut yang
menyebabkan masyarakat berani untuk merambah dan mengesampingkan akibat
yang akan diperoleh (Alfany et al. 2016).
Keadaan perekonomian itu meliputi pendapatan yang dapat dibelanjakan,
tabungan dan kekayaan, hutan, kekuatan untuk meminjam, dan pendirian terhadap
belanja dan menabung, gaya hidup melukiskan ”keseluruhan orang” tersebut
berintegrasi dengan lingkungannya dan kepribadian mempengaruhi seseorang
untuk menambahkan pendapatannya atau hartanya (Subarudi dan Putri 2006).
Faktor ekonomi penyebab perambahan lebih pada pemenuhan kebutuhan
hidup yang selama ini masyarakat hidup dekat dengan hutan. Faktor ekonomi
sangat berpengaruh dan berhubungan secara negatif terhadap perambahan hutan
yang di lakukan oleh masyarakat. Masyarakat dengan ekonomi rendah akan
melakukan perambahan hutan semakin luas, hal ini dilakukan karena untuk
memperluas lahan garapan guna untuk meningkatkan tingkat pendapatan untuk
kebutuhan sehari-hari (Alfany et al. 2016).
Menurut Diantoro (2011) aktifitas perambahan hutan dan mengkonversi
lahan pada kawasan hutan dilakukan untuk mengembangkan agroindustri sebagai
komoditas keuntungan ekonomi. Pelaku perambahan lahan pada umumnya adalah
masyarakat setempat yang karena kondisi ekonominya terbatas sehingga pada saat
yang sama memerlukan lahan untuk memperluas kebun sebagai sandaran
hidupnya
Perambahan yang dilakukan pada mulanya hanya sebatas untuk
mengambil ranting pohon kering atau bahkan pohon sudah tumbang dan mati
digunakan sebagai bahan bakar. Pemenuhan Kebutuhan yang dilakukan oleh
masyarakat dengan masuk hutan menambah luas kerusakan hutan yang
diakibatkan oleh perambahan (Alfany et al. 2016).

3.2 Faktor Sosial dan Lingkungan


Tabel 2. Faktor Dominan Penyebab Perambahan Di Kawasan Hutan Kecamatan
Sambelia Kabupaten Lombok Timur
No Faktor Penyebab Jumlah Responden Persentase %
Perambahan
1. Ekonomi 5 31,25
2. Sosial 7 43,75
3. Politik 4 25,00
Jumlah 16 100

Berdasarkan Tabel 2. Seluk beluk terjadinya perambahan di Kawasan


Hutan Produksi Desa Dara Kunci yang tujuh diantaranya atau 43,75 %
menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya perambahan tersebut disebabkan
oleh faktor sosial. Sisanya dari 31,25 % menyatakan faktor ekonomi dan 25 %
menyatakan faktor politik (Dhaka et al. 2017).
Menurut Alfany et al. (2016) dari segi faktor sosial terdapat tiga hal yang
menyebabkan terjadinya perambahan antara lain sebagai berikut:
1. Faktor kesempatan, yang dimaksud berupa informasi pendataan
masyarakat desa yang belum memiliki lahan. Kesempatan ini memberikan
peluang pada masyarakat yang merambah untuk mendapatkan hasil
produksi yang lebih bila dibandingkan dengan hasil produksi pada lahan
yang telah dimiliki sebelumnya. Lahan masyarakat kebanyakan
merupakan lahan yang tergolong lahan kering. Kurangnya pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki masyarakat sehingga lahan tersebut tidak
dapat digunakan dan diolah pada saat musim kemarau. Lahan yang
menjadi lokasi perambahan merupakan lahan yang berada dalam kawasan
hutan produksi.
2. Penyalahan wewenang yang terjadi oleh aparat pemerintah desa
menggunakan jabatan atau kekuasaannya atas desa untuk memenuhi
tujuan tertentu. Wewenang yang diberikan oleh pemerintah membuat
masyarakat yakin untuk melakukan perambahan terutama bagi masyarakat
yang tidak memiliki lahan garapan.
3. Tingkat pendidikan di Desa terbilang rendah menjadi salah satu faktor
penyebab masyarakat merambah hutan, serta kurangnya tingkat
pemahaman dan penyerapan informasi yang diterima oleh masyarakat.
Tingkat pendidikan seseorang dapat mengubah pola pikir, daya penalaran
yang lebih baik, sehingga makin lama seseorang mengeyam pendidikan
akan semakin rasional.

Faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan perambahan ditinjau


dari lingkungan seperti tingkat kesuburan tanah yang cukup tinggi dan juga
karena keterbatasan lahan yang ada, menyebabkan masyarakat petani yang
kekurangan lahan tergiur untuk membuka atau merambah hutan, khususnya yang
berdekatan dengan lahannya (Dhaka et al. 2017).

3.3 Faktor Kebijakan Dan Politik


Inkonsistensi kebijakan yang dibuat oleh beberapa pihak yang memang
mempunyai otoritas untuk itu. Sebagaimana temuan kawasan Hutan Tesso Nilo
menjadi Taman Nasional Tesso Nilo, dimana 515 persil Sertifikat Hak Milik atas
tanah masyarakat anggota Koperasi Perkebunan Mekar Sakti berada di dalam
kawasan taman nasional. Bentuk inkonsistensi kebijakan yang lain dalam kasus
TNTN adalah terbitnya Perda Kabupaten Pelalawan No. 11 Tahun 2007 tentang
Pemekaran Dusun Bagan Limau Menjadi Desa Bagan Limau dengan
pertimbangan bahwa 95% atau sekitar 11.846,5 ha dari 12.470 ha wilayah
administrasi Desa Bagan Limau berdasarkan Perda No 11 tahun 2007 tersebut
berada di dalam kawasan TNTN. Seluas lebih kurang 3.500 ha kawasan yang
masuk dalam Kawasan TNTN telah dibuka dan dikelola oleh masyarakat
(Diantoro 2011).
Faktor politik menjadi salah satu penyebab terjadinya perambahan di
kawasan hutan produksi sebelah selatan Dusun Koloh Sepang yang bertepatan
pada saat itu adanya pemilihan kepala daerah. Dalam ajang pemilihan tersebut
tentu terdapat janji-janji yang disebarkan pada masyarakat untuk memenangkan
ajang pemilihan. Janji yang diberikan pada masyarakat melibatkan kawasan hutan
produksi. Terjadinya hal tersebut tidak terlepas dari kurangnya pengawasan
petugas pengawas hutan akan kawasan hutan produksi Desa Dara Kunci
Kecamatan Sambelia (Alfany et al. 2016). Faktor politik menjadi salah satu
penyebab perambahan dilatar belakangi oleh janji yang diberikan untuk
mendapatkan suara pada saat pemilihan kepala daerah. (Dhaka et al. 2017).

3.4 Solusi Mengatasi Perambahan


Menurut Alfany et al. (2016) solusi dalam mengatasi perambahan antara
lain sebagai berikut:
 Diadakan penyuluhan atau sosialisasi untuk memberikan pemahaman pada
masyarakat mengenai fungsi dasar hutan dan betapa pentingnya hutan
dalam kehidupan.
 Dibangun pos jaga dan lebih rutin dilakukan patroli untuk menghindari
terjadinya perambahan kembali.
 Diadakan program penanaman guna mengembalikan kondisi hutan
(rehabilitasi). Memberikan ketegasan pada masyarakat mengenai hukum
kehutanan terkait dengan perambahan atau perusakan hutan lainnya
dengan akibat yang akan diperoleh berupa hukuman penjara dan denda
yang harus dibayar.
 Dari aspek sosial, pemuda-pemuda desa dijadikan petugas pengawas hutan
oleh instansi terkait jika kekurangan petugas. Hal tersebut untuk
mengurangi jumlah pengangguran yang ada di desa dan jumlah
masyarakat yang masuk dalam hutan.
 Dari aspek ekonomi, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan dan pelestarian hutan dengan program Kemitraan yaitu salah
satu program KPH yang mengajak serta masyarakat dalam prosesnya dan
dengan program tersebut dapat membuat perekonomian masyarakat yang
hidup berdekatan dengan hutan semakin membaik.
 Dari aspek pendidikan, Perlunya pemerintah membuat suatu program yang
memberdayakan masyarakat dengan memberikan pengajaran tentang
keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu bidang pekerjaan, dengan
begitu masyarakat memiliki modal untuk mencari pekerjaan selain
menjadi petani/buruh tani yang berujung pada melakukan perambahan
dalam kawasan hutan baik hutan tersebut hutan produksi maupun hutan
lindung.

Menurut Deni (2011) solusi dalam mengatasi perambahan antara lain


sebagai berikut:
 Perlu adanya pembinaan kepada masyarakat desa dalam rangka
meningkatkan kemampuan ekonomi.
 Perlu adanya upaya peningkatan keterampilan pertanian/perkebunan agar
lahan yang dimilik dapat dioptimalkan dengan baik sebagai mata
pencaharian utama.
 Perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan masyarakat disekitar hutan
Menurut Dhaka (2017) solusi dalam mengatasi perambahan antara lain
sebagai berikut:
 Kegiatan reboisasi atau penghijauan oleh pemerintah daerah setempat
bekerja sama dengan instansi terkait seperti BKSDA, swasta dan
masyarakat telah dilakukan.
 Pembinaan ini dilakukan dengan penyuluhan bina desa, pembangunan
hutan ke masyarakatan (sosilisasi hutan) rehabilitasi dan konservasi.
Dalam upaya menyelamatkan kawasan hutan dari kegiatan perambahan
oleh masyarakat, melalui koordinasi dengan instansiinstansi serta pihak-
pihak terkait telah melakukan upaya-upaya yang dilakukan berupa
pengusiran para perambah keluarv dari kawasan hutan, serta penindakan
perambahan melalui proses hukum.
 kebijakan-kebijakan seperti melekukan inventarisasi perambahan hutan hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang akurat tentangjumlah
berapa perambahan hutan dan luas hutan yang di rambah.

Menurut Subarudi dan Putri (2006) untuk menjalankan aksi upaya


pencegahan perambahan liar maka dibentuk Tim Operasi Penanggulangan
Perambahan TNRAW didasari oleh Keputusan Gubernur Sultra No. 318 Tahun
2000 yang diketuai oleh Pembantu Gubernur Wilayah Kepulauan. Adapun tugas
tim adalah:
1) melakukan koordinasi, inventarisasi, penertiban dan pengawasan TNRAW
dan kawasan hutan lain disekitarnya dari perambahan/penyerobotan oleh
masyarakat/peladang liar,
2) mengambil langkah-langkah penanggulangan dari penyerobotan dan
pengrusakan kawasan TNRAW dan kawasan hutan lainnya,
3) melakukan analisa dan evaluasi penanganan kasus
perambahan/penyerobotan serta membantu tindak lanjut penyelesaian
yang diperlukan,
4) melakukan penyuluhan dan pembinaan kepada warga masyarakat baik
perambahan/penyerobotan maupun masyarakat lain di sekitarnya
5) mengambil tindakan tegas terhadap perambah/penyerobot sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

SIMPULAN
Faktor-faktor penyebab terjadinya perambahan hutan pada taman nasional
di Indonesia antara lain faktor ekonomi, faktor sosial, faktor lingkungan, faktor
kebijakan dan faktor politik. Akan tetapi, perambahan dapat dicegah dengan
melakukan upaya upaya terhadap berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah
maupun pengusaha.

DAFTAR PUSTAKA
Alfany Z. 2016. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perambahan Hutan Di
Kawasan Hutan Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur.
Mataram(ID): Universitas Mataram.
Auhara L. 2013. Dampak illegal logging terhadap perlindungan hukum satwa
yang dilindungi. Lex Administratum. 1(1): 5-13.
Bagindo MP, Sanim B. dan Saptono T. 2016. Model bisnis ekowisata di taman
nasional laut Bunaken dengan pendekatan business model
canvas. MANAJEMEN IKM: Jurnal Manajemen Pengembangan Industri
Kecil Menengah. 11(1): 80-88.
Deni D. 2011. Analisis Perambahan Hutan di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (Studi Kasus Desa Tirom Kecamatan Pematang Sawa Kabupaten
Tanggamus). Jurnal Ilmu Kehutanan. 5(1): 9-20.
Dhaka YR, Leksono A dan Suprayitno D. 2017. Analisis dan Dampaknya Secara
Ekonomi, Ekologi dan Faktor yang Mempengaruhi Perambahan Hutan di
Kawasan Cagar Alam Watu Ata Kecamatan Bajawa. Jurnal Konservasi
Sumberdaya Hutan Jurnal Ilmu Kehutanan. 1(4): 51-58.
Diantoro, T. D. (2011). Perambahan Kawasan Hutan pada Konservasi Taman
Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Tesso Nilo, Riau). Mimbar
Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 23(3): 546-565.
Nurhayati A.D dan Arhami L. 2019. Gangguan Hutan di KPH Kuningan Divisi
Regional Jawa Barat dan Banten. Jurnal Silvikultur Tropika. 10(3): 159-
65.
Saharjo B.H dan Gago C. 2011. Suksesi Alami Paska Kebakaran pada Hutan
Sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-
Timor Leste. Jurnal Silvikultur Tropika. 2(1):40-45.
Subarudi S dan Putri IA. 2006. Perambahan Hutan di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai: sebuah Pendekatan Sosiologis. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan. 3(3): 215-229.

Anda mungkin juga menyukai