Anda di halaman 1dari 22

Term Paper

Hutan Hujan Tropis Sebagai Penyedia Pangan


(Untuk memenuhi tugas ekologi pangan dari Dr. Abubakar Sidik Katili,
S.Pd,M.Sc)

Kelompok 3
Nurhidayat (432422031)
Dewi Farhamni (432422049)
Nazwa S. Lamante (432422005)
Linda K. Makhluk (432422003)
Indah Pratiwi Yusran (432422019)
Biologi A

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAN NEGERI GORONTALO
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan tropis, khususnya hutan hujan, adalah ekosistem darat
dengan keanekaragaman hayati yang paling beragam dan produktif di
bumi. Tergantung dari iklim dan ketinggian setempat, hutan tropis
bervariasi dari hutan hijau dan semi-hijau dengan vegetasi yang lebat -
seperti hutan hujan Amazon atau hutan berawan Andean, hingga hutan
rawa gambut seperti di Kalimantan dan Malaysia, hingga hutan semi-
gugur dan gugur seperti di wilayah Cerrado di Brasil, dan hutan tropis
kering yang ditemukan di tengah Afrika. Dengan demikian, tidak semua
hutan tropis adalah hutan hujan. Setiap tipe hutan tropis memiliki
vegetasi dan satwa liar yang berbeda, dan menyediakan layanan
ekosistem yang berbeda untuk populasi manusia di seluruh dunia,
seperti menyediakan air bersih, mengatur iklim, dan memasok makanan
dan tanaman obat (Subagiyo dan Haryanto, 2012).
Hutan hujan tropis di Asia Tenggara pada umumnya, dan di
kawasan Indo-Malaya pada khususnya, diketahui memiliki
keanekaragaman sumber daya genetik tanaman yang sangat besar. Ini
termasuk spesies kayu yang berharga dan dapat dipasarkan, tanaman
obat, dan spesies pohon buah-buahan. Banyak buah-buahan berasal
dari hutan Malaysia. Namun, dari sekian banyak buah-buahan tersebut,
banyak yang dianggap langka atau kurang dikenal (Lusi, 2009).
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di
dalam pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman.
Pengertian pangan di atas merupakan definisi pangan yang dikeluarkan
oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu Food and Agricultural
Organization (FAO). Hutan hujan tropis adalah salah satu ekosistem
paling beragam dan penting di dunia. Tersebar luas di sepanjang garis
khatulistiwa di Amerika Latin, Afrika, dan Asia Tenggara, hutan hujan
tropis menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa dan
memberikan banyak manfaat bagi manusia. Salah satu peran utama
yang dimainkannya adalah sebagai penyedia pangan bagi masyarakat
lokal dan kontributor signifikan terhadap ketahanan pangan global (Azra,
A, dkk, 2014).
Hutan hujan tropis menyediakan berbagai jenis makanan yang
mencakup buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, ikan, hewan
buruan, dan sumber daya lainnya yang penting untuk kebutuhan gizi
manusia. Keanekaragaman tumbuhan dan hewan di dalamnya
menghasilkan beragam produk pangan, seperti pisang, durian, cokelat,
kopi, dan banyak lagi, yang menjadi bagian integral dari diet sehari-hari
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan hujan tropis (Dunne, dkk, 2011).
Selain menyediakan makanan langsung, hutan hujan tropis juga
berperan dalam mendukung pertanian lokal. Banyak komunitas yang
tinggal di perbatasan hutan hujan tropis mempraktikkan pertanian
berkelanjutan dengan mencampur tanaman budidaya dengan
pemanfaatan sumber daya hutan, seperti sistem tumpang sari dan
agroforestri. Ini bukan hanya menghasilkan pangan tambahan tetapi juga
membantu menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan.
Namun, hutan hujan tropis dihadapkan pada ancaman serius seperti
deforestasi, perambahan lahan, dan perubahan iklim. Eksploitasi
berlebihan atas sumber daya hutan dan perubahan penggunaan lahan
telah mengancam kelangsungan ekosistem ini. Ini memiliki dampak
negatif terhadap ketersediaan pangan lokal, mengancam mata
pencaharian masyarakat, dan mempengaruhi pasokan global beberapa
komoditas pangan (Ahmad, S, 2013).
Dalam konteks ketahanan pangan global, penting untuk memahami
peran vital hutan hujan tropis sebagai penyedia pangan dan mencari
solusi berkelanjutan untuk melindungi dan memanfaatkannya secara
bijak. Term paper ini akan menggali lebih dalam tentang bagaimana
hutan hujan tropis mendukung ketahanan pangan, tantangan yang
dihadapinya, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
melestarikannya sebagai sumber pangan yang berkelanjutan, serta
bagaimana perannya dalam mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Selain itu, term paper ini juga akan mengkaji dampak
perubahan iklim pada hutan hujan tropis dan implikasinya bagi pasokan
pangan (August, P, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa peran hutan hujan tropis sebagai penyedia pangan?
b. Bagaimana hutan hujan tropis sebagai penyedia pangan dalam
perspektif ekologi?
c. Apa tantangan hutan hujan tropis sebagai penyedia pangan?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengenali peran hutan hujan tropis sebagai penyedia pangan
b. Untuk mengetahui pandangan ekologi terhadap hutan hujan tropis
sebagai penyedia pangan
c. Untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi hutan hujan
tropis sebagai penyedia pangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Hutan Hujan Tropis Sebagai Penyedia Pangan
Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan hujan tropis yang
sangat luas dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara
geografis, Indonesia berada di antara dua benua, yaitu benua Asia dan
benua Australia. Selain itu, Indonesia juga terletak di sekitar garis
khatulistiwa dimana kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki
bermacam-macam tipe hutan. Hutan hujan tropis adalah ciri hutan alam
dimana masyarakat tumbuhtumbuhannya berada dalam formasi klimaks.
Ciri lainnya dari hutan hujan tropis adalah adanya penampakan tajuk pohon
yang berlapis-lapis dan tajuk pohon yang dominan berada pada lapisan
atasnya. Hutan di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity)
yang sangat tinggi, sehingga termasuk negara mega biodiversity yang
hanya tertandingi oleh Brazil dan Zaire (Dunggio dan Gunawan 2009).
Biodiversitas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan banyak
kebutuhan yang dapat diperoleh dari hutan seperti pangan, sandang, obat-
obatan, penyedia oksigen, dan penyerap karbon dioksida. Salah satu cara
terpenting untuk dapat menjamin agar biodiversitas tetap lestari sehingga
dapat lebih memenuhi kebutuhan manusia sekarang dan masa yang akan
datang adalah dengan menetapkan dan mengelola kawasan-kawasan
yang dilindungi. Termasuk hal ini adalah penetapan dan pengelolaan
taman nasional yang merupakan salah satu cara memperoleh manfaat
sumberdaya hutan selain kayu, sehingga manfaatnya dapat dinikmati
secara lestari lintas generasi (Subagiyo dan Haryanto, 2019).
Hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia baik
langsung maupun tidak langsung. Hutan dalam fungsinya sebagai
penyedia pangan (forest for food production) diperoleh melalui
pemanfaatan langsung plasma nutfah flora dan fauna untuk pemenuhan
kebutuhan pangan. Selain itu secara tidak langsung kawasan hutan juga
dimanfaatkan untuk memproduksi sumber pangan (Subagiyo dan
Haryanto, 2019).
Salah satu bentuk pemanfaatan secara tidak langsung adalah kegiatan
agroforestry sebagai suatu sistem pengelolaan lahan hutan yang
mengkombinasikan produksi tanaman pertanian dan tanaman hutan
dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang
sama, dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan
kebudayaan penduduk setempat (Subagiyo dan Haryanto, 2019).
Kegiatan agroforestry di kawasan hutan dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan dengan tetap mempertahankan kondisi hutan.
Kegiatan agroforestry juga dilakukan sebagai kegiatan untuk rehabilitasi
hutan karena sifat kegiatan agroforestry yang konservatif dan protektif.
Manfaat-manfaat langsung yang didapat melalui agroforestry dapat
memberikan manfaat yang bersifat jangka panjang, seperti peningkatan
produktivitas tanaman, tata guna lahan yang lebih mantap dan perbaikan
konservasi lingkungan. Karena itu, bila dilaksanakan dengan baik, sistem
agroforestry dapat merupakan alat yang efektif untuk merehabilitasi dan
mengelola lahan-lahan dan menggalakkan pembangunan di pedesaan.
Namun, keberhasilan pembangunan kehutanan melalui kegiatan
agroforestry sangat ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat dalam
berkontribusi terhadap upaya pengelolaan hutan dan kualitas sumberdaya
manusia yang mendukungnya. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya
pengembangan kegiatan agroforestry dan upaya rehabilitasi lahan agar
maju dan mandiri sebagai pelaku pembangunan kehutanan mutlak
dilaksanakan. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang mandiri
sebagai pelaku pembangunan kehutanan, maka hal yang sangat penting
dilaksanakan adalah membangun, memperkuat dan mengembangkan
kelembagaan masyarakat yang terkait dengan kegiatan pembangunan
kehutanan. Perum Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) di bidang kehutanan telah melakukan program
pembangunan kehutanan dengan menyempurnakan pola pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) dalam pengelolaan hutan menjadi
pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). Prinsip PHBM adalah
membuka kesempatan dan peluang kepada semua pihak untuk mengelola
hutan dengan sistem berbagi (sharing) dengan tetap mempertahankan
kelestarian hutan. Perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan
menuntut adanya perubahan sikap, tata kerja dan struktur kelembagaan
yang terkait dengan penerapan sistem PHBM. Terlebih lagi isu dan
permasalahan yang berkaitan dengan kelestarian hutan dan lahan masih
menjadi isu dan problematik yang memerlukan penanganan tersendiri
(Subagiyo dan Haryanto, 2019).
Hutan tropis adalah hutan yang terletak di wilayah tropis, yaitu suatu
wilayah yang terletak pada lintang 23,5 derajat LU23,5 derajat LS. Hutan
tropis lembab juga merupakan suatu bioma hutan yang selalu basah
sepanjang tahun artinya hutan tersebut selalu diguyur hujan. Curah hujan
yang turun di tempat ini cenderung tinggi dengan curah hujan yang bisa
mencapai 2000 mm per tahun. Hutan tropis lembab memiliki vegetasi
tumbuhan yang berdaun lebar dan pohon pohon tinggi yang rapat sehingga
menciptakan atap hutan atau yang biasa disebut kanopi. Begitu rapat dan
lebarnya pohon pohon tersebut cahaya matahari tak mampu menembus
sampai ke lantai hutan. Sehingga suasana ketika berada di dalam hutan
tersebut gelap dan terasa lembab. Hutan tropis lembab juga disebut paru
paru dunia karena menghasilkan hampir 40% oksigen yang ada di bumi.
Hutan ini juga merupakan penyimpan cadangan karbon dunia. Satu pohon
besar bisa menghasilkan oksigen bagi seseorang selama satu tahun (Azra,
A, dkk, 2014).
Hutan hujan tropis di Asia Tenggara pada umumnya, dan di kawasan
Indo-Malaya pada khususnya, diketahui memiliki keanekaragaman sumber
daya genetik tanaman yang sangat besar. Ini termasuk spesies kayu yang
berharga dan dapat dipasarkan, tanaman obat, dan spesies pohon buah-
buahan. Banyak buah-buahan berasal dari hutan Malaysia. Namun, dari
sekian banyak buah-buahan tersebut, banyak yang dianggap langka atau
kurang dikenal. Hutan tropis merupakan rumah bagi spesies bumi paling
banyak dibanding dengan ekosistem darat lainnya, dan spesies baru terus
ditemukan sepanjang waktu (Azra, A, dkk, 2014).
Hutan tropis adalah rumah bagi beragam varietas kehidupan melebihi
keanekaan di darat lainnya. Didalamnya terdapat setidaknya separuh dari
spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di bumi, meskipun hanya
menempati sebagian kecil dari permukaan bumi. Kisaran iklim, habitat, dan
makanan yang ditemukan di hutan tropis memberikan peluang kehidupan
untuk teru berlangsung. Begitu menakjubkan keanekaragaman hayati yang
terkandung di dalam hutan tropis sehingga 50 hektar hutan tropis dapat
mengandung lebih banyak spesies pohon dibanding gabungan seluruh
daratan Eropa dan Amerika Utara. Hutan Amazon menyimpan lebih dari
sepersepuluh dari 4.000 spesies amfibi yang dikenal di dunia,18 2.000
spesies bromeliad (famili nanas) dan 837 spesies tanaman palem.19 Brasil
sendiri memiliki tujuh kali lebih banyak spesies ikan dibanding yang
ditemukan di seluruh Eropa.19 Meskipun ukurannya relatif kecil, Kolombia
adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di
dunia berkat hutannya. Kawasan tersebut merupakan rumah bagi 1.826
spesies burung (lebih dari negara mana pun di dunia), 20 hingga 51.000
spesies tanaman, dan 10-20 persen anggrek dunia.19 Banyak spesies
yang ditemukan di hutan tropis bersifat endemik, artinya mereka ada dalam
lingkup geografis terbatas dan tidak ditemukan di tempat lain di bumi,
membuat mereka sangat rentan terhadap kepunahan ketika habitat
terbatas mereka terancam oleh deforestasi. Setiap spesies yang punah
merupakan kerugian yang tak ternilai dari sebuah ciptaan khas melalui
perkembangan evolusi selama periode sejarah bumi yang sangat panjang
(Lusi, 2009).
Ilmu pengetahuan terus menemukan spesies baru di hutan tropis
sepanjang waktu. Pada tahun 2014 dan 2015 di Amazon saja, ditemukan
381 spesies baru yang telah dikatalogkan, termasuk 216 tanaman, 93 ikan,
32 amfibi, 19 reptil, 1 burung, dan 20 mamalia.21 Namun secepat spesies
baru ditemukan, mereka juga terancam punah. Sejak satu abad yang lalu,
aktivitas manusia, termasuk deforestasi dan perusakan hutan tropis, telah
mendorong kepunahan spesies 100 kali lebih cepat daripada laju alami
(Lusi, 2009).
Hutan tropis sangat penting dalam pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, yang merupakan seperangkat target keberlanjutan yang
disepakati negara-negara di seluruh dunia pada tahun 2015,sebagai cetak
biru bersama untuk perdamaian dan kemakmuran bagi manusia dan alam
semesta ini. Sasaran Kehidupan di Darat secara khusus menargetkan
perlindungan, restorasi dan pemanfaatan hutan dan ekosistem darat
lainnya secara berkelanjutan,sementara banyak target SDG lainnya terkait
dengan keberadaan dan fungsi hutan yang sehat. Sebagai contoh, sebagai
sumber pendapatan penting, ketahanan pangan dan penghidupan, hutan
tropis berkontribusi pada Pemberantasan Kemiskinan dan Penghapusan
Kelaparan. Hutan tropis memberikan kontribusi besar untuk produksi
pertanian dengan menyediakan air bersih untuk irigasi, mengatur pola
cuaca sehingga lahan cocok untuk pertanian, dan menyediakan habitat
bagi serangga, burung, dan kelelawar yang menyerbuki tanaman. Produk
yang dipanen langsung dari hutan bernilai rata-rata hampir seperempat
dari pendapatan rumah tangga keluarga yang bergantung langsung pada
ekosistem ini (Lusi, 2009).
Kontribusi hutan tropis terhadap Kesehatan yang baik terbukti ketika
hutan hilang: deforestasi berhubungan dengan peningkatan malaria dan
penyakit lain seperti demam berdarah, hantavirus, penyakit Lyme, virus
demam West Nile, dan demam kuning. Hutan juga menyediakan banyak
obat-obatan tradisional dan modern dan menghilangkan polutan udara
berbahaya. Pada saat yang sama, hutan tropis memainkan peran penting
dalam menyerap, membersihkan, dan mendaur ulang air tawar dengan
menangkap curah hujan, mengembalikan kelembaban ke langit,
menangkap air di bawah tanah, menghilangkan polutan, mendaur ulang
nutrisi, dan mengatur pola cuaca, yang semuanya berkontribusi pada
sasaran Air Bersih dan Sanitasi. Hutan tropis juga mencegah erosi tanah
dan mengurangi risiko bencana alam seperti tanah longsor, banjir,
gelombang badai dan gelombang tsunami, sehingga mendukung Kota dan
Komunitas Berkelanjutan (Nugroho dan Ulfah, 2015).
Buah-buahan tropis telah dikenal sebagai sumber yang kaya dan alami
akan vitamin A dan vitamin C, potasium, dan serat makanan yang tinggi.
Buah-buahan seperti jambu biji ( Psidium guajava ) mengandung 150 mg
100 g −1 vitamin C. Nangka ( Artocarpus heterophyllus ) dan cempedak (
Artocarpus integer ) bergizi tinggi dan merupakan sumber karbohidrat yang
sangat berharga. Bijinya juga memiliki banyak karbohidrat, serta
kandungan protein yang cukup tinggi. Nilai gizi dari lebih banyak buah-
buahan tropis belum terdokumentasi dengan baik. Hutan hujan tropis
merupakan bioma terestrial terkaya secara biologis di planet ini,
menampung 50–90 persen dari seluruh spesies tumbuhan (Nugroho dan
Ulfah, 2015).
2.2 Perspektif Ekologi
Pengertian hutan tropis dalam istilah umum sering kali disamakan
dengan hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis adalah hutan alam yang
berada pada iklim tropis yaitu terletak antara 230 27’ LU dan 230 27’ LS.
Hutan tropis terdiri dari 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Berbeda
dengan hutan subtropis atau temperate yang memiliki 4 musim yaitu dingin,
semi, panas, dan gugur. Contoh wilayah yang terdapat hutan tropis
misalnya di daerah Asia Selatan dan Tenggara, Australia Bagian Utara,
Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Serikat, dan Tengah. Hutan hujan tropis
adalah salah satu bentuk hutan tropis dalam sistem penggolongan hutan
menurut variabel iklim. Dalam konteks pembahasan tentang hutan tropis
pengertian curahan (presipitasi) hanya mengacu pada curah hujan, bukan
bentuk curahan lain seperti salju, hujan es, dan sebagainya. Dengan
demikian, kata hutan hujan menyatakan hutan yang dipengaruhi oleh curah
hujan, baik jumlahnya maupun distribusinya. Padanan istilah hutan hujan
adalah rain forest (Bahasa Inggris) atau regenwald (Bahasa Jerman)
(Agus, F, 2008).
Hutan hujan tropis menempati kawasan seluas 25% dari
keseluruhan luas hutan tropis, selebihnya 32% hutan tropis lembab dan
42% hutan tropis kering. Meskipun hutan hujan tropis paling kecil luasnya
namun keragaman hayati yang ada di dalam hutan hujan tropis paling
tinggi. Hutan tropis berada pada ekologi lanskap dan terdiri atas banyak
ekosistem. Interaksi berbagai ekosistem dalam hutan tropis terjadi dari
mulai hutan gunung sebagai daerah aliran sungai (DAS) hulu hingga ke
ekosistem hutan rawa mangrove di estuari. Keberadaan hutan dapat
mengurangi resiko banjir dan pengikisan tanah serta meningkatkan
kualitas air. Hutan sangat penting untuk fungsi DAS yaitu penyedia sumber-
sumber air tanah serta meningkatkan kualitas dan kuantitas air untuk
keperluan rumah tangga dan pertanian. DAS sendiri adalah bagian muka
bumi yang airnya jatuh ke sungai, baik pada anak sungai maupun pada
batang utama sungai. DAS merupakan suatu kawasan yang dibatasi oleh
pemisah topografis yang menampung, menyimpan, mengalirkan air hujan
yang akan dialirkan ke danau maupun ke laut (Ardianyah, 2018).
Salah satu ciri utama hutan hujan tropis adalah keanekaragaman
hayati yang luar biasa. Ekosistem ini menjadi rumah bagi berbagai spesies
tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Diperkirakan 50% hingga 90%
dari semua spesies di Bumi hidup di hutan hujan tropis, yang menciptakan
jaring-jaring kehidupan yang kompleks. Hutan hujan tropis memiliki
beberapa lapisan tumbuhan yang berbeda di dalamnya, seperti lantai
hutan, understorey, kanopi rendah, dan kanopi tinggi. Setiap lapisan ini
memiliki komunitas tumbuhan dan hewan yang khas. Stratifikasi ini
memungkinkan pemanfaatan efisien dari sumber daya yang tersedia dan
menciptakan beragam habitat bagi spesies yang berbeda. Hutan hujan
tropis memiliki siklus nutrisi yang sangat efisien. Banyak tumbuhan dan
mikroba dalam tanah berpartisipasi dalam perubahan nutrisi, seperti
nitrogen dan fosfor, yang mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini
berperan penting dalam produktivitas ekosistem ini. Ekosistem hutan hujan
tropis sangat bergantung pada polinasi oleh serangga, burung, dan
kelelawar, yang membantu tumbuhan berbunga berkembang biak. Selain
itu, banyak hewan di hutan ini, seperti burung dan mamalia, berperan
dalam penyebaran bijian tumbuhan. Hal ini memungkinkan perluasan
tanaman ke area yang lebih luas. Banyak pohon di hutan hujan tropis
berbuah secara periodik dan serentak. Fenomena ini dikenal sebagai
"mast fruiting." Hal ini menghasilkan keadaan di mana banyak spesies
hewan pemakan buah berkumpul untuk makanan, menciptakan interaksi
kompleks antara predator dan mangsanya (Ardiansyah, 2018).
Hutan hujan tropis memiliki peran penting dalam regulasi iklim
global. Selain menyimpan karbon dioksida (CO2) dalam biomassa
tumbuhannya, hutan ini juga berperan dalam sirkulasi air atmosfer dan
membantu mengatur curah hujan. Hutan hujan tropis juga dapat
memengaruhi pola cuaca lokal dan regional. Hutan hujan tropis berfungsi
sebagai pelindung dan penyaring air. Akar tanaman dan tumpukan daun
dapat mengurangi erosi tanah dan memperlambat aliran air, yang
memungkinkan penyerapan air ke dalam tanah. Ini membantu menghindari
banjir dan menjaga pasokan air bersih bagi masyarakat di hilir hutan.
Ekosistem hutan hujan tropis sangat bergantung pada keberlanjutan.
Ketidakseimbangan atau kerusakan dalam ekosistem ini dapat memiliki
dampak jangka panjang yang signifikan pada keanekaragaman hayati dan
keseimbangan ekosistem. Pemahaman mendalam tentang ekologi hutan
hujan tropis adalah penting dalam upaya pelestarian, pengelolaan
berkelanjutan, dan pemahaman peran ekosistem ini dalam menjaga
keseimbangan global (Dendang dan handayani, 2015).
2.3 Tantangan
Hutan dan manfaat yang diberikannya dalam bentuk pangan,
pendapatan, dan perlindungan daerah aliran sungai mempunyai peran
penting dan sering kali penting dalam memungkinkan masyarakat di
seluruh dunia untuk menjamin pasokan pangan yang stabil dan memadai.
Hutan berperan penting dalam mengatasi kerawanan pangan karena
merupakan salah satu sumber daya produktif yang paling mudah diakses.
Namun deforestasi dan degradasi hutan merusak kapasitas hutan dalam
berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan kebutuhan lainnya. Artikel
ini berfokus pada hutan tropis, yang saat ini mengalami tingkat pembukaan
dan degradasi tertinggi. Dari tahun 1980 hingga 1990, diperkirakan 146 juta
ha hutan alam di daerah tropis ditebangi, dengan tambahan kehilangan
sebesar 65 juta ha antara tahun 1990 dan 1995. Luas hutan yang
terdegradasi (didefinisikan di bawah) diperkirakan lebih luas lagi (Dendang
dan handayani, 2015).
Hutan tropis terletak di wilayah dengan konsentrasi kerawanan
pangan tertinggi di dunia. Kawasan ini merupakan rumah bagi sekitar 300
juta orang yang bergantung pada perladangan berpindah, perburuan dan
pengumpulan makanan untuk bertahan hidup), banyak yang berisiko tidak
mengonsumsi cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan energi harian
mereka secara kronis, sementara, atau musiman. Selain penghuni hutan
tersebut, jutaan orang yang tinggal di sekitar kawasan hutan bergantung
pada hutan untuk beberapa aspek ketahanan pangan mereka (Dendang
dan handayani, 2015).
Implikasi penuh dari hilangnya atau rusaknya hutan tropis terhadap
umat manusia dan makhluk hidup lainnya belum diketahui secara pasti.
Namun yang diketahui adalah bahwa hilangnya sumber daya hutan dapat
menyebabkan berkurangnya kapasitas pendapatan dan pangan bagi
masyarakat yang bergantung pada hutan, tingginya tingkat erosi tanah dan
pendangkalan saluran air, hilangnya spesies dan keanekaragaman
genetik, serta peningkatan sumber daya hutan. emisi karbon yang
berkontribusi terhadap pemanasan global (Puspitojati, dkk, 2014).
Penting untuk diketahui bahwa selain kerugian tersebut, deforestasi
dan degradasi hutan juga dapat menghasilkan keuntungan, dari penjualan
kayu atau produk lainnya, produk pangan hutan untuk konsumsi atau
produksi tanaman dan ternak untuk kebutuhan subsisten atau pasar.
Dalam menilai dampak degradasi hutan, penting untuk
mempertimbangkan bagaimana nilai yang diperoleh dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan, dengan mempertimbangkan dampak penuh
terhadap komunitas global, termasuk bentuk kehidupan non-manusia
(Nugroho dan Ulfah, 2015).
Selain itu, degradasi hutan merupakan transfer nilai antar kelompok
yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi bagaimana
kelompok-kelompok yang berbeda dengan risiko kerawanan pangan yang
berbeda-beda terkena dampak dari transfer ini. Dengan pengetahuan ini,
pilihan-pilihan yang lebih tepat dapat dibuat mengenai trade-off yang
terlibat dalam pengelolaan hutan (Nugroho dan Ulfah, 2015).
Ketahanan pangan didefinisikan oleh Komite Ketahanan Pangan
Dunia sebagai akses ekonomi dan fisik terhadap pangan oleh semua orang
setiap saat. Konsep yang terkandung dalam konsep ini adalah pengakuan
bahwa kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi pangan mungkin
bergantung pada produksi mereka sendiri serta kemampuan mereka untuk
membeli pangan, dan bahwa kecukupan, stabilitas dan kontinuitas
pasokan diperlukan untuk mencapai ketahanan pangan. Definisi tersebut
juga menyiratkan bahwa ketahanan pangan mencakup pemenuhan
kebutuhan pangan tidak hanya untuk populasi saat ini tetapi juga untuk
generasi mendatang (Azra, A, dkk, 2014).
Degradasi hutan merupakan konsep yang lebih kompleks dan
ambigu. Definisinya bergantung pada tujuan pengelolaan hutan. Sebagai
contoh, jika tujuannya adalah untuk sepenuhnya melindungi ekosistem
hutan beserta seluruh komponen dan fungsinya, maka pemanenan hasil
hutan secara ekonomi dapat dianggap merendahkan martabat, bahkan jika
hal tersebut dikelola secara “berkelanjutan” – yaitu untuk memberikan
manfaat yang berkesinambungan dan stabil. aliran manfaat ekonomi dari
produk yang dipanen. Namun, jika tujuan pengelolaan adalah untuk
memperoleh hasil produk kayu yang berkelanjutan dari hutan, maka
pemanenan tidak dianggap sebagai tindakan yang merusak (Krogh, A,
2019).
Definisi yang digunakan dalam artikel ini, yang diadopsi dari definisi
kesehatan hutan yang digunakan oleh Dinas Kehutanan Amerika Serikat,
adalah bahwa degradasi adalah hilangnya tingkat pemeliharaan
keanekaragaman hayati, integritas biotik, dan proses ekologi yang
diinginkan seiring berjalannya waktu. Tingkat pemeliharaan ekosistem
yang diinginkan dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada tujuan
pengelolaan hutan, misalnya penyediaan mata pencaharian pedesaan,
jasa lingkungan atau manfaat rekreasi atau estetika. Ketidaksepakatan
mengenai tujuan pengelolaan hutan sering kali menjadi sumber konflik
antara pemerintah, profesional kehutanan, kelompok lingkungan hidup,
masyarakat lokal, perusahaan penebangan kayu, kelompok masyarakat
adat dan lain-lain. Dalam beberapa kasus, beberapa tujuan pengelolaan
dapat sejalan, namun pada kasus lain tidak (lihat Kotak) (Krogh, A, 2019).
Degradasi hutan dapat disebabkan oleh manusia atau alam. Ada
hubungan antara keduanya: tindakan manusia juga dapat mempengaruhi
kerentanan hutan terhadap degradasi akibat sebab-sebab alami seperti
kebakaran, hama dan penyakit. Karena hutan merupakan sumber daya
terbarukan, beberapa bentuk degradasi bersifat reversible, walaupun
rehabilitasi mungkin memerlukan waktu yang cukup lama. Namun,
degradasi terkadang tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga mengakibatkan
hilangnya beberapa fungsi ekosistem hutan yang tidak dapat diperbaiki
lagi. Berbeda dengan deforestasi, yang diartikan sebagai konversi
permanen untuk penggunaan lain, degradasi berarti adanya sebagian
tutupan hutan namun berkurangnya kapasitas ekosistem untuk berfungsi
(Krogh, A, 2019).
Dampak degradasi hutan di lapangan Bagi masyarakat yang tinggal
di dalam atau di sekitar hutan, dampak yang nyata dapat berupa
penurunan biomassa yang dihasilkan, yaitu penurunan kapasitas hutan di
masa depan untuk menghasilkan kayu, pakan ternak, buah-buahan,
tanaman obat-obatan dan sebagainya. Produk-produk hutan, termasuk
pangan dan barang-barang rumah tangga, serta pendapatan yang
dihasilkan dari produk-produk tersebut dapat memberikan dampak yang
sangat signifikan terhadap ketahanan pangan masyarakat lokal di seluruh
negara berkembang, yang banyak diantaranya mengalami rawan pangan.
Rumah tangga termiskin umumnya memiliki tingkat ketergantungan
tertinggi pada hasil hutan untuk mendapatkan penghasilan dan makanan,
karena mereka memiliki akses paling sedikit terhadap lahan yang dapat
ditanami sehingga menambah produksi mereka dengan pengumpulan
hasil hutan di lahan hutan milik bersama (lahan yang dimiliki dan dikelola
oleh masyarakat). dikelola secara kolektif) atau lahan hutan dengan akses
terbuka (lahan yang tidak memiliki status kepemilikan kolektif atau pribadi
yang efektif). Kategori terakhir ini lebih rentan terhadap eksploitasi
berlebihan. Selain itu, hasil hutan juga mempunyai peran penting dalam
ketahanan pangan sebagai pangan “penyangga”, membantu memenuhi
kebutuhan pangan pada saat terjadi kekurangan pangan secara berkala.
Sekalipun hasil hutan hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan
konsumsi pangan dan pendapatan, ketidakhadiran produk-produk tersebut
pada saat kritis dapat meningkatkan risiko kekurangan pangan. Hilangnya
“asuransi konsumsi” bagi rumah tangga yang rawan pangan dapat
menimbulkan dampak negatif lebih lanjut melalui pengaruhnya terhadap
strategi investasi pertanian dan sumber daya alam. Bukti menunjukkan
bahwa risiko kerawanan pangan menghasilkan pola investasi yang berisiko
rendah dan menghasilkan keuntungan yang rendah (Krogh, A, 2019).
Degradasi hutan juga mempengaruhi ketahanan pangan melalui
dampaknya terhadap pasokan kayu bakar, yang merupakan sumber
pendapatan utama bagi banyak rumah tangga miskin. Dua dari lima orang
di seluruh dunia, atau sekitar 3.000 juta orang, bergantung pada kayu
bakar atau arang untuk pemanas atau memasak, dan sekitar 100 juta
orang sedang menghadapi “kelaparan kayu bakar”. Berkurangnya pasokan
bahan bakar menciptakan kendala dalam penyiapan makanan yang dapat
menurunkan nilai gizi dan meningkatkan risiko penyakit bawaan makanan.
Di banyak belahan dunia, perempuan bertanggung jawab mengumpulkan
kayu bakar, dan peningkatan waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan
sumber daya yang langka dapat menghambat kemampuan perempuan
untuk berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga dan pertanian
sehingga membahayakan ketahanan pangan rumah tangga (Krogh, A,
2019).
Selain biomassa, manfaat hutan lainnya bagi pengguna di lokasi
termasuk pengaturan aliran tanah dan air serta perlindungan terhadap
naungan dan penahan angin. Degradasi hutan yang mengakibatkan
hilangnya tutupan lahan menyebabkan tanah terkena curah hujan dan
mengakibatkan peningkatan erosi. Hilangnya lapisan tanah atas yang kaya
unsur hara dapat mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian
secara signifikan (Krogh, A, 2019).
Dampak degradasi hutan pada daerah aliran sungai setempat
Hilangnya tutupan lahan di daerah aliran sungai setempat dapat
mengakibatkan peningkatan erosi yang menyebabkan sedimentasi saluran
air yang mungkin berdampak negatif pada operasional irigasi, perikanan,
dan bendungan di hilir. Dalam beberapa kasus, dampak ini bisa sangat
besar, meskipun dampak tersebut mungkin terjadi setelah jeda waktu yang.
Degradasi hutan dapat mengakibatkan peningkatan limpasan air dan
meningkatkan potensi banjir di daerah aliran sungai setempat. Perubahan
permukaan air juga dapat terjadi, meskipun proses ini dapat
mempengaruhi permukaan air dengan cara yang berlawanan:
berkurangnya tutupan vegetasi dapat menyebabkan berkurangnya
kehilangan air akibat evapotranspirasi, sementara limpasan kemungkinan
akan meningkat, meskipun mungkin atau mungkin tidak meresap ke dalam
air tanah (Krogh, A, 2019).
Dampak global dari degradasi hutan Dua jasa penting yang
disediakan oleh ekosistem hutan yang memberikan manfaat bagi
masyarakat global adalah penyerapan dan penyimpanan karbon serta
konservasi keanekaragaman hayati melalui penyediaan habitat bagi
spesies tumbuhan dan hewan yang sangat beragam (Krogh, A, 2019).
Perubahan iklim global dikaitkan dengan peningkatan kadar gas
rumah kaca (khususnya karbon dioksida) di atmosfer. Ekosistem hutan,
termasuk komponen di atas dan di bawah permukaan tanah, merupakan
penyerap karbon terbesar, menyerap karbon dari atmosfer; sehingga
mereka mempunyai peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Potensi
dampak perubahan iklim masih kurang dipahami, namun variabilitas iklim
dan peningkatan suhu kemungkinan besar mempunyai dampak yang lebih
buruk terhadap ketahanan pangan di wilayah termiskin di dunia. Namun,
biaya penyesuaian sebagai respons terhadap perubahan yang disebabkan
oleh pemanasan global dapat berdampak signifikan di seluruh dunia
(Krogh, A, 2019).
Hutan merupakan habitat terestrial yang paling beragam
spesiesnya di tingkat global. Hutan tropis lembab merupakan rumah bagi
50 hingga 90 persen spesies darat di dunia. Sumber daya genetik hutan
menyediakan bahan mentah untuk perbaikan pangan dan tanaman
komersial, peternakan dan produk obat-obatan. Keanekaragaman genetik
pada spesies tanaman dan ternak mungkin mempunyai manfaat positif
bagi produsen, khususnya di zona produksi marjinal sebagai jaminan
terhadap risiko produksi. Selain itu, konservasi sumber daya genetik
mungkin terbukti mempunyai manfaat besar di masa depan yang saat ini
belum diketahui, misalnya dalam bidang pengobatan baru atau ketahanan
terhadap ancaman penyakit di masa depan. Penyebab erosi genetik yang
paling sering disebutkan adalah kerusakan atau degradasi hutan dan lahan
semak (Subagiyo dan Haryanto, 2019).
Perubahan penggunaan lahan, seperti konversi hutan menjadi
perkebunan kelapa sawit, pertanian, atau pemukiman, mengurangi luas
hutan hujan tropis yang tersedia. Hal ini dapat mengganggu praktik
pertanian lokal yang berkelanjutan dan mengurangi ketersediaan pangan
alami. Perubahan iklim global mempengaruhi pola cuaca dan curah hujan
di hutan hujan tropis. Perubahan ini dapat mengganggu musim tanam dan
panen serta meningkatkan risiko bencana alam seperti kekeringan dan
banjir, yang dapat mengancam ketahanan pangan lokal. Beberapa spesies
tumbuhan dan hewan yang menjadi sumber pangan dari hutan hujan tropis
menghadapi tekanan eksploitasi berlebihan. Penangkapan ikan yang
berlebihan, berburu liar, dan perburuan hewan-hewan tertentu dapat
mengancam kelangsungan spesies-spesies ini. Perluasan pertanian dan
pemukiman manusia ke wilayah hutan hujan tropis seringkali
mengakibatkan konflik antara manusia dan satwa liar. Satwa liar yang
memakan tanaman pertanian dapat merusak hasil pertanian, yang
mengancam ketersediaan pangan lokal. Gangguan ekosistem, seperti
hilangnya predator alami atau perubahan dalam komposisi spesies
tertentu, dapat mengganggu keseimbangan ekosistem hutan hujan tropis
dan berdampak pada produksi pangan alam. Beberapa komunitas lokal
sangat bergantung pada hutan hujan tropis sebagai sumber pangan utama.
Kerusakan atau hilangnya hutan dapat mengakibatkan kerentanan tinggi
terhadap kelaparan dan ketidakstabilan pangan bagi komunitas ini (Krogh,
A, 2019).
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
hutan hujan tropis adalah elemen kunci dalam jaringan ekologi global
dan penyedia utama pangan bagi masyarakat lokal serta kontributor vital
terhadap ketahanan pangan dunia. Namun, ekosistem ini menghadapi
tantangan serius yang melibatkan deforestasi yang merusak sumber pangan
alami, perubahan penggunaan lahan yang mengganggu pertanian lokal
yang berkelanjutan, dan perubahan iklim yang memengaruhi pola cuaca dan
produktivitas pertanian. Solusi untuk menjaga peran penting hutan hujan
tropis dalam pasokan pangan melibatkan praktik pertanian berkelanjutan
yang melestarikan ekosistem, upaya konservasi dan restorasi hutan, serta
kolaborasi global untuk mengatasi tantangan ini. Kesadaran akan
pentingnya menjaga hutan hujan tropis sebagai sumber pangan dan
lingkungan alam perlu ditingkatkan, sambil memberikan dukungan kuat pada
komunitas lokal yang bergantung padanya. Dalam pandangan ini, menjaga
ekosistem hutan hujan tropis adalah tugas bersama untuk mendukung
ketahanan pangan global dan menjaga keberlanjutan planet ini.
Hutan hujan tropis sebagai sumber pangan yang kritis, hutan hujan
tropis adalah ekosistem yang sangat penting dalam menyediakan pangan
bagi masyarakat lokal dan kontribusinya terhadap ketahanan pangan global.
Keanekaragaman hayati yang tinggi dalam hutan hujan tropis menghasilkan
berbagai jenis makanan alami, seperti buah-buahan, sayuran, kacang-
kacangan, ikan, dan rempah-rempah yang penting dalam diet manusia.
Tantangan yang dihadapi hutan hujan tropis seperti degradasi, deforestasi,
perubahan penggunaan lahan, dan perubahan iklim adalah tantangan utama
yang dihadapi hutan hujan tropis sebagai penyedia pangan. Deforestasi
mengancam kelangsungan sumber pangan alam dari hutan, sedangkan
perubahan penggunaan lahan dapat mengganggu pertanian lokal yang
berkelanjutan. Perubahan iklim berdampak pada pola cuaca dan
produktivitas pertanian di hutan hujan tropis, mengancam pasokan pangan
lokal. Pertanian berkelanjutan dan pelestarian ekosistem, pertanian
berkelanjutan yang mengintegrasikan tanaman budidaya dengan
pemanfaatan sumber daya hutan, seperti agroforestri dan tumpang sari,
dapat mendukung ketahanan pangan dan pelestarian ekosistem hutan.
Upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan hutan hujan tropis sangat
penting untuk menjaga pasokan pangan alam dan keanekaragaman hayati.
Solusi dan Tindakan yang diperlukan, penerapan kebijakan konservasi hutan
dan pengurangan deforestasi adalah langkah penting dalam melindungi
sumber pangan alam dari hutan hujan tropis. Program-program pelestarian
dan restorasi hutan perlu didukung untuk menjaga ekosistem ini sebagai
penyedia pangan yang berkelanjutan. Pentingnya mendukung komunitas
lokal dalam pengembangan pertanian berkelanjutan dan adaptasi terhadap
perubahan iklim.
Pentingnya kesadaran dan kerjasama global, Kesadaran global
tentang peran hutan hujan tropis dalam penyediaan pangan dan ketahanan
pangan perlu meningkat, dan kerjasama internasional dalam melindungi
ekosistem ini adalah kunci. Tindakan kolaboratif di semua tingkatan, dari
pemerintah hingga organisasi non-pemerintah dan masyarakat, diperlukan
untuk menjaga ekosistem hutan hujan tropis dan pasokan pangan yang
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., dan I.G. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan
aspek lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang
Pertanian. World Agroforestry Centre. Bogor
Ahmad M,R.2017. Ekosistem Pesisir dan Laut Indonesia.Bumi Aksara, Jakarta
Ardiansyah.2018. Identifikasi Kerusakan Dan Upaya Pelestarian Hutan
Mangrove Di Kota Balikpapan, Skripsi, FKIP Unmul, Samarinda
August P. Silaen, 2008, Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam
Perspektif Hukum Lingkungan, VISI (2008) 16 (3) 575 - 594)
Azra, A. L. Z., Arifin, H. S., Astawan, M., & Arifin, N. H. (2014). Analisis
karakteristik pekarangan dalam mendukung penganekaragaman
pangan keluarga di Kabupaten Bogor. Jurnal Lanskap Indonesia,
6(2), 1-12.
Dendang, Benyamin, & Handayani, W. (2015). Struktur dan komposisi tegakan
hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
Pros sem nas masy biodiv indon, 1(4), 691-695.
Dunne JA, Williams RJ, Martinez ND. 2011. Struktur jaringan dan hilangnya
keanekaragaman hayati dalam jaring makanan: ketahanan
meningkat seiring dengan keterhubungan . ramah lingkungan.
Biarkan. 5 , 558–567
Krogh, A. 2019. Tropical Rainforest definitions and numbers. Personal
communication. (Rainforest Foundation).
Lusi IALSP, Allo MK. 2009. Degradasi keanekaragaman hayati Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam 6 (2): 169-194.
Nugroho, A. S., Anis, T., & Ulfah, M. (2015, June). Analisis keanekaragaman jenis
tumbuhan berbuah di hutan lindung Surokonto, Kendal, Jawa
Tengah dan potensinya sebagai kawasan konservasi burung. In
Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia
(Vol. 1, No. 3, pp. 472-476).
Puspitojati, T., Rachman, E., Ginoga, K. L., & Darusman, D. (2014). Hutan
tanaman pangan: realitas, konsep, dan pengembangan. Penerbit
PT Kanisius.
Subagiyo, L., Herliani, S., & Haryanto, Z. (2019). Literasi hutan tropis lembab dan
lingkungannya.

Anda mungkin juga menyukai