Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERAN MASYARAKAT TRADISIONAL DALAM


KONSERVASI HUTAN HUJAN TROPIS

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Vauzia, M.Si

DISUSUN OLEH :

EMAN LAELI FITRI


21177006

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................... i

URAIAN MATERI

I. Hutan Hujan Tropis ....................................................................... 1

A. Hutan Hujan Tropis Indonesia ................................................ 1

B. Pemanfaatan Hutan Hujan Tropis........................................... 2

II. Peran Masyarakat dalam Konservasi Hutan Hujan Tropis ............ 4

A. Konservasi Hutan Hujan Tropis ............................................. 4

B. Peran Masyarakat Tradisional dalam Konservasi

Hutan Hujan Tropis ................................................................ 6

KESIMPULAN ..................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 12

i
PERAN MASYARAKAT TRADISIONAL DALAM KONSERVASI HUTAN HUJAN
TROPIS

I. Hutan Hujan Tropis


A. Hutan Hujan Tropis Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak sangat strategis di antara benua
Asia dan Australia, dan diapit Samudera Hindia dan Pasifik. Seluruh wilayah Indonesia
terdapat di dekat ekuator dan beriklim tropis. Keunggulan kondisi geografis ini merupakan
faktor pendukung tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia bahkan dikenal sebagai
salah satu negara megabiodiversitas. Di Indonesia, keragaman tumbuhan Palmae mencapai
477 jenis (225 endemik) yang menempati urutan pertama dunia; keragaman mamalia
sejumlah 515 jenis (39% endemik) yang menempati urutan kedua; keragaman reptil sejumlah
511 jenis (150 endemik) yang menempati urutan keempat; keragaman burung sejumlah 1.531
jenis (397 endemik) yang menempati urutan kelima dan masih banyak lagi (Tammu, 2018).

Indonesia adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis terluas di dunia. Menurut
Vickery (1984) yang digunakan kembali oleh Indriyanto (2006). Hutan hujan tropis adalah
vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 10° LU dan 10°
LS dan terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah curah hujan 2.000-4.000 mm pertahun,
rata-rata temperatur 25°C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun dan rata-
rata kelembaban udara 80% (Hairunnisa, Noor, Mohammad Mohammad & Broer, 2018).

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan seribu pulau serta memiliki jenis
hutan yang berbeda namun, satu kesatuan karena memiliki iklim yang sama di berbagai pulau.
Jenis hutan di Indonesia sangat beragam, setiap pulau besar di Indonesia memiliki hutan yang
sangat beragam juga. Diantaranya hutan yang berada di Indonesia adalah hutan lindung, hutan
tropis, hutan konservasi, hutan suaka alam, hutan produksi, hutan homogen dan hutan
hetrogen (Nabilla et al., 2017). Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memang dikenal
sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah dan juga memiliki keindahan alam
yang menjadi daya tarik tersendiri (Rahman & Pratiwi, 2020).

1
B. Pemanfaatan Hutan Hujan Tropis

Menyandang predikat sebagai negara tropis, memang tidak dapat diragukan lagi
bahwa Indonesia memiliki banyak hutan tropis yang tersebar di berbagai pulau di seluruh
Indonesia, seperti Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan pulau-pulau lainnya.
Hal inilah yang membuat Indonesia dapat dikatakan sebagai paru-paru dunia, terlebih Pulau
Kalimantan yang memang diberikan predikat sebagai pengekspor oksigen terbesar di dunia.
Tidak hanya sebagai sumber oksigen, hutan juga dimanfaatkan sebagai penghasil sumber
daya alam dan juga sebagai tempat tinggal makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan.
Selain sebagai view keindahan, hutan juga berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup
disekitarnya dan juga memberikan banyak manfaat terhadap lingkungan disekitarnya
(Rahman & Pratiwi, 2020).

Predikat hutan hujan tropis sebagai paru-paru dunia, sangat terkait dengan peranan
ekologis hutan. Peranan ini sangat strategis sebagai pendukung kehidupan. Hutan sangat
bernilai bukan saja karena kayunya, tetapi justru karena sumber daya alam dan sumber
hayatinya. Hutan dengan sumber daya alamnya mampu mencegah terjadinya kekeringan dan
kepanasan serta cuaca buruk yang sangat merugikan manusia. Sebagai pencegah kekeringan,
hutan mampu menyimpan berjuta-juta kubik air yang siap dialirkan ke sungai-sungai berupa
mata air dan uap air ke udara sebagai proses awal timbulnya hujan. Itulah sebabnya kerusakan
hutan akan mengakibatkan rusaknya tata air dan terjadinya erosi tanah. Erosi tanah akan
menurunkan kesuburan tanah, yang berarti menurunkan produksi dan menambah biaya
produksi, menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, dan saluran irigasi, menurunkan
produksi ikan, memperbesar bahaya banjir, meningginya suhu udara.

Hutan dan area alami memainkan peran penting dalam mempertahankan proses alami.
Hutan merupakan salah satu penampung karbon terbesar sehingga membantu menjaga daur
ulang karbon dan proses alami lainnya. Namun, hutan juga dapat menjadi salah satu sumber
emisi CO2 terbesar karena hutan dan tumbuhan lainnya juga menyerap CO2 yang ada di
atmosfer. Hal ini terjadi apabila keberadaan hutan dihilangkan atau terjadi alih fungsi lahan.
Menurut studi ilmiah, 12-17% dari semua CO2 yang dikirim ke atmosfer oleh kegiatan
manusia berasal dari deforestasi yang terjadi di berbagai belahan dunia (Puspitosari, 2017).

Manfaat hutan secara langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan/dinikmati secara
langsung oleh masyarakat. Masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan,
antara lain kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan, seperti

2
rotan, getah, buah-buahan, dan madu. Sedangkan manfaat tidak langsung dari hutan adalah
manfaat yang tak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah
keberadaan hutan itu sendiri. Ada beberapa manfaat hutan secara tidak langsung seperti:
dapat mengatur air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan,
memberikan rasa keindahan, memberikan manfaat di sektor pariwisata, dan lain-lain.

Hutan juga mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain hidrologis,
penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot
(penyimpanan) karbon. Informasi terbanyak tentang fungsi hutan yang diketahui masyarakat
ialah tentang fungsi hidrologi hutan, menyusul fungsi ekologinya sebagai penyimpan
keanekaragaman hayati, pengatur kesuburan tanah hutan dan terakhir sebagai pengatur iklim
dan rosot karbon. Tetapi pengetahuan masyarakat yang banyak tentang fungsi hidrologi hutan
tidak otomatis berarti tumbuhnya kesadaran untuk mencagar peranan vital fungsi ekologi
hutan tersebut.

Hutan memiliki beragam fungsi bagi masyarakat sekitar. Menurut Soetrisno (1995)
bagi masyarakat penduduk tepian hutan, hutan memiliki fungsi sebagai tempat penyangga
seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi dan budaya mereka. Kepentingan masyarakat sekitar
banyak bergantung pada hutan seperti pemenuhan kebutuhan pangan, sember energi yakni
kayu bakar. Soetrisno (1995) mengatakan mereka dengan ketat menjaga kelestarian hutan
tersebut melalui berbagai peraturan yang kita kenal dengan hak ulayat (Hairunnisa, Noor,
Mohammad Mohammad & Broer, 2018).

Di Indonesia sendiri, hak biokultural memiliki kesamaan dengan hak ulayat, terutama
dalam hal keterikatan masyarakat pada alam sekitarnya, tidak hanya sebagai sumber daya
ekonomi tapi juga media pengaplikasian budaya dan spiritualitas. Perbedaan antara hak
biokultural dengan hak ulayat dapat kita lihat dari klaim atas hak ulayat, yang tidak hanya
berdasarkan hubungan dengan alam (teritorial) tapi juga dapat berdasarkan hubungan darah
(genealogis), selain itu hak ulayat hanya dimiliki oleh masyarakat adat yang biasanya
memiliki hukum adat terkait pengelolaan wilayah adat serta sumber daya alamnya.
Perundang-undangan terkait lingkungan biasanya telah menyebutkan penghormatan terhadap
kearifan lokal sebagai salah satu asasnya. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa hak
biokultural telah diakui secara normatif, meskipun masih tidak jelas bagaimana asas ini
diejawantahkan dalam praktek sehari-hari serta sejauh mana hak biokultural ini diakomodasi.
Pengakuan ini lebih banyak diarahkan pada pengakuan hak ulayat masyarakat adat, advokasi

3
hak-hak biokultural komunitas atau masyarakat local setempat belum banyak terdengar di
Indonesia, hal ini juga disebabkan karena masyarakat lokal yang memiliki keterikatan kuat
dengan alamnya biasanya diidentifikasi sebagai masyarakat adat (Fajrini R, 2015).

Secara singkat hak biokultural dapat diartikan sebagai hak yang berasal dari hubungan
antara komunitas dengan lingkungannya. Hak biokultural ini diperlukan agar komunitas dapat
menjalankan perannya sebagai pengampu ekosistem dan sumber daya alam. Peran
pengampuan terintegrasi dalam cara hidup komunitas dimana identitas, budaya, spiritualitas,
sistem pengelolaan dan penghidupan tradisional tidak lepas dari lingkungan ekosistem
mereka. Hubungan komunitas dengan alamnya ini lebih pada tugas pengampuan
(custodian/stewardship) disbanding wujud kepemilikan atas objek. Hak biokultural berbeda
dengan hak properti lain yang memandang alam sebagai objek ekonomi yang dapat dijadikan
komoditas, dipindahtangankan dan divaluasi dengan uang (Fajrini R, 2015).

II. Peran Masyarakat dalam Konservasi Hutan Hujan Tropis


A. Konservasi Hutan Hujan Tropis

Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan YME yang dianugerahkan kepada Bangsa
Indonesia merupakan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu wajib
disyukuri. Karunia yang diberikanNya merupakan sebagai amanah, oleh karena itu hutan
harus diurus dan dimanfaatkan dengan arif bijaksana sebagai perwujudan rasa syukur kepada
Allah SWT .

Fungsi hutan yang sangat besar bagi kehidupan manusia tersebut merupakan anugerah
Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam Alqur-an Surat Al Baqarah ayat 11, 12 yang
artinya:
“Dan Allah katakan kepadamu janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
dan ingatlah sesungguhnya kamu sekalian itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi sesungguhnya kamu adalah sadar.”

Indonesia dikenal sebagai mega biodiversity country yang memiliki keanekaragaman


hayati dan sumberdaya genetik yang sangat tinggi. Indonesia sebagai negara hotspot
biodiversity, saat ini kurang memperhatikan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman
itu sendiri, sehingga ancaman terhadap kepunahan biodiversitas menjadi salah satu tertinggi
di dunia (Sutarno & Setyawan, 2015). Indonesia setiap tahun mengalami penurunan luasan
tutupan lahan dari hutan primer tahunan mencapai 47.600 ha per tahun. Pada tahun 2012,

4
peningkatan degradasi hilangnya hutan primer tahunan Indonesia lebih tinggi sebesar 0,84
Mha, jika dibandingkan di Brasil sebesar 0,46 Mha (Henri et al., 2018).
Pengelolaan keanekaragaman hayati berfokus pada upaya pengenalan dan
pemanfaatan berbagai jenis sumber daya hayati secara benar bagi kesejahteraan masyarakat
dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh. Berkaitan dengan tingginya
nilai guna dan nilai ekonomis keanekaragaman hayati, manusia seringkali memanfaatkannya
secara tidak bertanggung jawab untuk kepentingan sendiri sehingga menyebabkan kepunahan.
Data dari IUCN dan ICBP menunjukkan 126 burung, 63 mamalia, 21 reptil, dan 63 spesies
hewan lainnya di Indonesia yang terancam punah (Sutoyo, 2010). Saat ini tercatat sekitar 240
spesies tanaman dinyatakan langka dan sekitar 36 spesies pohon di Indonesia dinyatakan
terancam punah, termasuk kayu ulin di Kalimantan Selatan, sawo kecik di Jawa Timur, kayu
hitam di Sulawesi, dan kayu pandak di Jawa (Kusuma & Hikmat, 2015). Suhartini (2009)
dalam Triyono (2013) menyatakan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dapat terjadi
melalui barbagai cara berikut: perluasan areal pertanian dengan membuka hutan, rusaknya
habitat varietas liar, alih fungsi lahan pertanian, pencemaran lingkungan, semakin meluasnya
tanaman varietas unggul yang lebih disukai petani, dan perkembangan biotipe hama serta
penyakit baru yang virulen (Tammu, 2018).

Dalam kedudukannya sebagai salah satu sistem penyangga kehidupan, hutan telah
memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia. Oleh karena itu, harus dijaga
kelestariannya. Di samping itu, hutan mempunyai peranan ekologi sebagai penyerasi dan
penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi
sangat penting meskipun tetap mengutamakan kepentingan nasional. Untuk menjaga
keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi
hutan dan lahan, yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan
pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peran serta masyarakat merupakan inti
keberhasilannya.
Lingkungan yang mereka konservasi bukan lingkungan dalam makna akademis dan
teknokratis, tapi lingkungan yang secara integral adalah bagian dari kehidupan mereka, alam
bukanlah sesuatu „diluar sana‟ yang harus dilindungi dengan berbagai aturan dan larangan,
tapi merupakan identitas dan eksistensi dari masyarakat itu sendiri (Fajrini R, 2015).

5
B. Peran Masyarakat Tradisional dalam Konservasi Hutan Hujan Tropis

Kepedulian terhadap lingkungan hidup umumnya dan hutan pada khususnya tidak
hanya berada dipundak pemerintah. Bagaimanapun usaha yang dilakukan oleh pemerintah
dalam mengelola dan menata hutan, akan tetapi tidak mendapat dukungan berupa peran serta
warga masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar hutan,
maka usaha yang dilakukan itu mustahil akan berhasil dengan baik.

Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup
khususnya hutan perlu dibina dan dikembangkan dalam bidang administratif dengan berbagai
cara sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman anggota masyarakat yang bersangkutan.
Adapun sebagai pokok pikiran Hardjasoemantri (1995: 2) adalah:
1. Memberi informasi kepada pemerintah
Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memberi masukan kepada
pemerintah tentang masalah yang ditimbulkan oleh sesuatu rencana tindakan
pemerintah dengan berbagai konsekuensinya, dengan demikian pemerintah akan
dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang dapat terkena tindakan
tersebut yang perlu diperhatikan.
2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk berperanserta
dalam proses pengembilan keputusan dan tidak dihadapkan pada suatu fait accopli,
akan cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima
dan menyesuaikan diri dengan putusan tersebut. Pada pihak lain, peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan dapat banyak mengurangi
kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada
saat yang tepat.
3. Membantu perlindungan hukum
Apabila sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-
keberatan yang diajukan oleh masyarakat selama proses pengambilan keputusan
berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan
perkara ke pengadilan.
4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan
Dalam hubungan dengan peran serta masyarakat ini, ada pendapat yang
menyatakan, bahwa dalam pemerintahan dengan sistem perwakilan, maka hal

6
untuk melaksanakan kekuasaan ada pada wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh
rakyat.
Khusus dalam usaha pelestarian fungsi hutan, dukungan warga masyarakat baik
perorangan maupun kelompok sangat dibutuhkan. Betapa tidak, warga masyarakat dalam
kapasitas dan kedudukannya masing-masing berhubungan baik langsung maupun tidak
langsung dengan hutan. Menyadari hal ini, pemerintah telah memberi landasan hukum
terhadap peran serta masyarakat dalam usaha pengelolaan hutan.

Keberadaan kawasan hutan dikeramatkan hampir merata pada berbagai etnik


Nusantara. Kelompok masyarakat mengakui adanya nilai-nilai tak terukur, nilai-nilai magis
dibalik fenomena alam hutan. Eksistensi kelompok masyarakat berkembang mengikuti dua
pola dasar. Pertama pola alamiah, dimana masyarakat berdasasrkan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungannya, dan mereka mengakui adanya kekuatan gaib yang
mempengaruhi hidupnya. Kedua masyarakat lokal berinteraksi dengan kelompok masyarakat
pendatang, dan mereka mendapat pengetahuan tentang kekuatan magis dalam kehidupannya
memiliki landasan sistem norma (Suryadarma, 2012).

Kearifan lokal merupakan hal penting bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan alam
dan menjadi suatu warisan budaya dalam memanfaat dan mengelolah sumber daya alam
dengan pengetahuan atau ide, norma adat, dan nilai budaya yang terkandung dalam konsep
berfikir masyarakat (Nurdin & Ng, 2013). Pengetahuan lokal dan praktik manajemen
masyarakat sangatlah mendukung sebagai upaya konservasi lingkungan. Pengelolaan
lingkungan melalui konsep pengetahuan ekologi tradisional dianggap berperan penting,
dikarenakan lebih mengacu pada praktek, pengetahuan, nilai-nilai dan keyakinan individu
dalam mengembangkan suatu lingkungan secara historis, konsepsi maupun persepsi oleh
masyarakat setempat (Henri et al., 2018)

Partisipasi masyarakat dalam konservasi hutan sangatlah penting, oleh karena itu pada
setiap kawasan lindung di Indonesia tentunya masyarakat terlibat dalam pelestariannya.
Adapun peran masyarakat yang telah dilakukan dalam berbagai bentuk seperti dengan
kegiatan yang berkaitan dengan gerakan pecinta alam yang mengkaitkan kearifan lokal atau
kepercayaan masyarakat setempat. Seperti yang dilakukan masyarakat Desa Colo yang
memiliki kepercayaan pada tanaman Pakis Haji, Piring Towo, Pohon Mranti dan Prajito yang
mana dipercayai memiliki khasiat yang mujarab. Selain itu, masyarakat Desa Colo juga
memiliki kebudayaan terkait upacara atau tradisi seperti sedekah bumi dimana hal ini

7
dilakukan sebagai sarana komunikasi manusia dengan alam sekitar (Rahman & Pratiwi,
2020).

Peran serta masyarakat ini juga nampak di wilayah-wilayah pedalaman, di mana


pranata hukum adat yang bersangkut paut dengan pelestarian kawasan hutan masih tetap
dipatuhi. Kenyataan ini telah diantisipasi oleh pemerintah dengan memberi porsi yang besar
terhadap peran serta masyarakat untuk ikut melestarikan hutan. Masyarakat pedesaan melalui
kepala-kepala adatnya, tetap menjaga dan melestarikan pranata-pranata hukum adat, yang
dipercaya sebagai pranata hukum yang dapat mengatur keseimbangan dan keserasian
hubungan manusia dengan lingkungan alam. Salah satu contoh pranata hukum adat seperti ini
adalah yang terdapat di masyarakat Ammatoa, Kecamatan Kajang, kabupaten Bulukumba
yang dikenal dengan istilah Pasang, yang salah satu aturannya adalah apabila terjadi
pelanggaran yaitu menebang pohon, maka sanksi yang dijatuhkan adalah sebagai berikut
(Salle, 2000: 108):

1. Apabila menebang pohon di kawasan Borong Karamaka, sanksinya adalah pokok


babbalak (bagian pangkal dari cambuk) yang yaitu denda sebesar Rp 800.000
ditambah dengan kain putih satu gulung. Pohon yang ditebang termasuk dahan,
ranting, dan daunnya harus dikembalikan ketempat semula dan dibiarkan lapuk di
tempat itu.
2. Apabila menebang pohon di kawasan Borong Battasaya, sanksinya adalah Tangnga
Babbalak (bagian tengah dari cambuk), yaitu denda sebesar Rp 400.000 ditambah
kain putih satu gulung.
3. Apabila menebang pohon di kawasan Koko (kebun warga), sanksinya adalah
Cappak Babbalak ( bagian ujung dari cambuk), yaitu denda sebesar Rp 200.000.
ditambah kain putih satu gulung. Pohon yang sudah ditebang diserahkan kepada
warga yang menguasai koko.
Begitu besar arti dan peranan hutan bagi masyarakat keammatoaan, sehingga apabila
mereka memerlukan bahan untuk membangun rumah, mereka rela membeli dan
mendatangkan bahan bangunan dari luar kawasan. Apabila ada kemungkinannya untuk
mendapatkan satu pohon yang berasal dari dalam hutan (yang juga terbatas, dimungkinkan
ditebang hanya pada kawasan hutan perbatasan), maka terlebih dahulu harus memperoleh izin
dari Ammatoa.

8
Selain itu, partisipasi masyarakat di Indralaya Provinsi Sumatera Selatan yang telah
dilakukan yaitu dengan melakukan penanaman pohon di hutan gundul, tidak membuka lahan
dengan dibakar. Tidak hanya itu, masyarakat setempat juga melakukan berbagai upaya seperti
membentuk kelompok cegah bakar yang berguna untuk mencegah pembakaran hutan serta
sampah yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. selain itu, madyarakan
Indralaya juga membentuk kelompok peduli api guna memelihara hutan dengan menanam
kembali pohon di hutan yang gundul serta tidak melakukan penebangan pohon secara liar
(Rahman & Pratiwi, 2020).

Adapula peran masyarakat di Lamandau yang menggunakan kepercayaan adat istiadat


yang mereka percayai akan menjaga dan melindungi kelestarian alam. Adanya adat istiadat
yang turun temurun sumber daya alam dapat terus tumbuh dan berkembang, karena telah lama
memaknainya dalam bentuk kearifan lokal. Dengan kata lain, sumber daya alam hayati dan
nabati perlu dilestarikan dalam suatu periode tertentu untuk memulihkan pertumbuhan dan
perkembangan demi tercapainya hasil yang terbaik. Dengan demikian sekiranya dapat
mengingatkan pemerintah agar tidak mudah dan mengeluarkan izin kepada para pengembang
dan pengusaha untuk pembukaan lahan bagi industri ataupun eksploitasilain yang sifatnya
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan sumber daya alam(Rahman & Pratiwi, 2020).

Tak hanya itu, partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat di Kalimantan yaitu dengan
adanya kepercayaan mereka terhadap roh-roh. Kepercayaan inilah yang membuat mereka
takut untuk melakukan perbuatan jahat yang dapat merusak ekosistem yang ada di hutan.
Kepercayaan masyarakat di Lamandau yang menjaga kelestarian hutan dengan adat istiadat
mereka seperi Tajahan, Kaleka, Sepah-pahewan, dan Pukung Himba. Jika resapi secara
mendalam, betapa masyarakat Suku Dayak telah memberikan pelajaran tentang pentingnya
perlindungan flora dan fauna di lingkungan demi menjaga keseimbangan dan pelestarian alam
(Rahman & Pratiwi, 2020).

Bangka juga menerapkan konservasi dengan mengkaitkan kearifan lokal masyarakat


daerah dalam melakukan pelestarian serta pengelolaan hutan ini. Hal ini juga sangat penting
tentunya bagi pengembangan kawasan konservasi yang mana perlu memperhatikan kondisi
sosial budaya daerah setempat. Selain itu, pelestarian dengan kearifan lokal ini berguna untuk
mempertahankan adat istiadat yang telah dilestarikan sejak dulu dan tentunya sangat erat
kaitaanya dengan masyarakat daerah setempat (Rahman & Pratiwi, 2020).

9
Di Bangka sendiri, terdapat berbagai macam cara untuk melestarikan keindahan
alamnya. Seperti, mengkaitkan dengan sejarah dari Hutan Pelawan itu sendiri yang mana
dikatakan bahwa hutan ini dikenal dengan sebutan Hutan Kalung oleh masyarakat setempat.
Kemudian ada juga dengan mengkaitkan kearifan lokal kegiatan masyarakat seperti kegiatan
memanen madu yang disebut dengan Musung Madu, dan tentunya hal ini tidak sedikitpun
mengubah fungsi ekosistem yang terdapat di dalamnya (Rahman & Pratiwi, 2020).

Selain terdapat tradisi Musung Madu, Bangka juga mempercayai tentang mitos
Tumbuh Jamur Pelawan, yang manaa jamur ini memiliki nilai jual yang tinggi. Ada juga
dengan cara integrasi konservasi secara berkelanjutan, hal ini bertujuan untuk mengurangi
kerusakan alam yang terjadi (Henri et al., 2018).

Secara umum, usaha partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi hutan akan
mengalami berbagai macam kendala. Hal ini terjadi jika faktor yang menghambat seperti pada
tingkat pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan masyarakat terhadap konservasi yang
rendah, ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai, seta penghasilan masyaraka yang
rendah. Hal ini tentunya menjadi alasan masyarakat untuk beralih mengunakan sumber daya
yang ada di hutan sebagai penghasilan. Seperti pembuatan berbagai macam perlengkapan
rumah yang diolah di meubel, usaha ukir kayu dan lainnya yang berdampak terhadap
ekosistem yang ada di hutan. Dikarenakan unsur penunjang ekonomi yang sebagian besar
bersumber dari pemanfaatan sumber daya alam, sehingga masyarakat memiliki hak penuh
untuk berpartisipasi dalam konservasi guna menjaga kelestarian hutan yang ada. Bagi
pemerintah hendaknya memberikan sanksi terhadap oknum yang telah melakukan perbuatan
yang tidak bertanggung jawab. Hal ini guna untuk mencegah adanya pemanfaatan secara liar
terhadap hutan, dan sebagai efek jera terhadap oknum yang melakukan penebangan pohon
secara liar.

10
KESIMPULAN

Dari uraian makalah tentang Peran Masyarakat Tradisional Dalam Konservasi Hutan
Hujan Tropis, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Indonesia adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis terluas di dunia
2. Manfaat langsung hutan bagi masyarakat adalah hasil utama hutan, serta berbagai
hasil hutan ikutan, seperti rotan, getah, buah-buahan, dan madu
3. manfaat hutan secara tidak langsung bagi masyarakat seperti: dapat mengatur air,
mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, memberikan
rasa keindahan, memberikan manfaat di sektor pariwisata, dan lain-lain
4. Hutan juga mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain hidrologis,
penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta
rosot (penyimpanan) karbon dan sebagai paru-paru dunia
5. Berbagai kepentingan ekonomi dan percepatan pembangunan serta over
eksploitasi mengancam degradasi hutan hujan tropis
6. Upaya konservasi hutan hujan tropis tidak hanya menjadi kewajiban bagi
pemerintah tetapi juga merupakan kewajiban bagi masyarakat, terutama karena
masyarakatlah yang langsung menerima manfaat keberadaan hutan hujan tropis
dalam seluruh aspek kehidupannya
7. Adanya unsur kebudayaan masyarakat dalam melestarikan hutan serta menjaga
hutan agar sumberdaya yang ada didalamnya dapat terjaga keberadannya, karena
masyarakat tradisional merasa hutan hujan tropis sebagai bagian dari budayanya

11
DAFTAR PUSTAKA

Fajrini R. (2015). Hak Biokultural Masyarakat Dalam Kebijakan Konservasi Sumber Daya
Hayati. Jurnal Hukum Lingkungan, 2(2), 95–109.
https://jhli.icel.or.id/index.php/jhli/article/download/27/31/51
Hairunnisa, Noor, Mohammad Mohammad, S., & Broer, K. M. (2018). Edukasi Kesadaran
Masyarakat Menjaga Dan Melestarikan Hutan Hujan Tropis Pada Masyarakat Kota
Bontang. Metacommunication: Journal of Communication Studies, 3(2).
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/MC/article/download/5449/4600
Henri, H., Hakim, L., & Batoro, J. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya
Konservasi Hutan Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Jurnal Ilmu
Lingkungan, 16(1), 49. https://doi.org/10.14710/jil.16.1.49-57
Puspitosari, A. (2017). Upaya_Konservasi_Hutan_Melalui_Kearifan. Universitas Sebelas
Maret.
https://www.academia.edu/37549559/Upaya_Konservasi_Hutan_Melalui_Kearifan_Lok
al_Masyarakat_Indonesia_Guna_Mempersiapkan_Proyek_REDD_
Rahman, B., & Pratiwi, A. (2020). STUDI LITERATUR : PERAN MASYARAKAT
TERHADAP. 25(1), 50–62.
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/pondasi/article/download/13036/4758
Suryadarma, I. G. P. (2012). Peran hutan masyarakat adat dalam menjaga stabilitas iklim satu
kajian perspektif deep ecology (Kasus masyarakat desa adat Tenganan, Bali). Konservasi
Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global, 50–56.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/130530813/penelitian/18)+Peran+Hutan+Masyarakat.pd
f
Tammu, R. M. (2018). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi ( ISBN : 978-602-
61265-2-8 ), Juni 2018 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi ( ISBN : 978-
602-61265-2-8 ), Juni 2018. 2014, 236–241.
https://jurnalfkip.unram.ac.id/index.php/SemnasBIO/article/view/662

12

Anda mungkin juga menyukai