Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“PERAN MASYARAKAT TRADISIONAL DALAM KONSERVASI


HUTAN HUJAN TROPIS ”

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Vauzia, M.Si,

DISUSUN OLEH :
RIZKA PUTRI ALTI
NIM.21177022

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
DAFTAR ISI

ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
URAIAN MATERI........................................................................................................................1
A. Karakteristik Hutan Hujan Tropis........................................................................................1
B. Peran Masyarakat Tradisional dalam Konservasi Hutan Hujan Tropis................................2
KESIMPULAN..............................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................8

ii
URAIAN MATERI

A. Karakteristik Hutan Hujan Tropis


Hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu basah atau lembap, Hal ini
dikarenakan hutan hujan tropis selalu cukup mendapat sinar matahari dan juga curah hujan yang
tinggi. Yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; Yakni kurang lebih pada lintang 0°–
10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa (23,5 LU hingga 23,5 LS) yang meliputi daerah
antara Cancer Tropis dan Capricorn Tropis. Hutan ini dapat ditemukan di Asia
(Indonesia,malaysia), Afrika (Kongo), Meksiko, Amerika Tengah, Amerika Selatan (Bolivia,
Venezuela, Kolombia, Brazil, Suriname, Peru), Papua Nugini, pulau-pulau di samudera Pasifik,
kepulauan Karibia, pulau-pulau Samudera Hindia, Madagaskar, dan Australia Bagian Utara.
Hutan hujan tropis merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh
dunia. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena hampir 1/4 obat
modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini. Hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai
jumlah spesies tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai lebih dari
40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Di antara
40.000 spesies tumbuhan tersebut, terdapat lebih dari 4.000 spesies tumbuhan yang termasuk
golongan pepohonan besar dan penting.
Ciri-ciri hutan tropis, antara lain sebagai berikut:
1. Pohon-pohonnya tinggi, rapat, dan berdaun lebat.
2. Dasar hutan ditumbuhi rumput dan lumut sebagai penutup lahan.
3. Sinar matahari tidak dapat menembus dasar hutan.
4. Udara di sekitarnya sangat lembap.
5. Terjadi di daerah curah hujan tinggi
6. Pada hutan hujan tropis dicirikan dengan adanya tingkat kelembaban yang selalu tinggi,
biasanya 80% atau lebih.
7. Struktur hutan hujan tropis terdiri dari tajuk yang berlapis-lapis.
8. Lapis tajuk yang atas terdiri dari pohon-pohon yang muncul di antara lapis tajuk di
bawahnya (kedua) dengan tinggi antara 45 – 60 m.
9. Pohon pada lapis teratas umumnya mempunyai tajuk yang kecil dan tidak teratur dengan
sedikit susunan cabang.

1
10. Lapis tajuk kedua merupakan kanopi utama yang umumnya terdiri dari jenis-jenis pohon
yang ramping dengan tinggi antara 30-40 m.
11. Lapisan tajuk di bawahnya terdiri dari jenis-jenis pohon yang sangat toleran, dengan
batang yang ramping, tinggi dan tajuk yang kecil, terdapat banyak epifit pada cabang
yang tinggi.
12. Pada lantai hutan banyak terdapat jenis-jenis tumbuhan bawah seperti palem kecil, jenis-
jenis bambu, rotan, paku-pakuan dan jenis-jenis lainnya, atau mungkin hampir tanpa
tumbuhan bawah.
Manfaat / Fungsi Hutan Hujan Tropis
1. Pengatur tata air
2. Penyerap karbondioksida
3. Pencegah erosi dan banjir
4. Bioindikator terjadinya hujan asam dan pencemaran udara yang lain
5. Perlindungan flora dan fauna
6. Menstabilkan iklim dunia
7. Menjadi sumber makanan bagi kehidupan makhluk hidup, dll.

B. Peran Masyarakat Tradisional dalam Konservasi Hutan Hujan Tropis


Konservasi hutan hujan tropis adalah upaya pelestarian hutan hujan, yaitu tetap menjaga,
memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan
keberadaan setiap komponen dalam hutan hujan tropis agar tetap dapat dimanfaatkan di masa
depan. Hutan hujan tropis memliki peran penting bagi banyaknya kehidupan yang berada
didalam nya, hutan hujan tropis memiliki banyak makanan dan minuman untuk kehidupan
beberapa satwa yang ada disana. Namun, seiring dengan pesatnya kemajuan tekhnologi modern,
banyak hutan-hutan hujan tropis mulai di ”gunduli” untuk dijadikan Pabrik, Perumahan, atau
gedung-gedung. Dengan makin luasnya wilayah hutan hujan tropis yang di gunduli, maka
semakin sedikit pula tempat habitat satwa yang ada disana, pohon-pohon ditebangi, satwa-satwa
disana pun semakin sulit mencari makanan di hutan. Akibatnya, banyak satwa-satwa yang mati
dan terancam punah, dan banyak pula tumbuhan-tumbuhan yang terancam punah karena
maraknya penebangan liar. Sampai saat ini, Indonesia telah kehilangan 72% Hutan Asli, yang
berdampak pula pada menipisnya wilayah hutan hujan tropis di indonesia. Hutan hujan tropis

2
Indonesia adalah bagian dari 10% hutan tropis dunia yang masih ada. Hutan tropis indonesia
banyak sekali keanekaragaman hayatinya, yang terdiri atas 12% spesies hewan mamalia, 16%
spesies reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung, dan 25% spesies ikan dunia.
Kearifan lokal merupakan hal penting bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan alam
dan menjadi suatu warisan budaya dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam
dengan pengetahuan atau ide, norma adat, dan nilai budaya yang terkandung dalam konsep
berfikir masyarakat (Nurdin & Ng, 2013). Pengetahuan lokal dan praktik manajemen masyarakat
sangatlah mendukung sebagai upaya konservasi lingkungan. Pengelolaan lingkungan melalui
konsep pengetahuan ekologi tradisional dianggap berperan penting, dikarenakan lebih mengacu
pada praktek, pengetahuan, nilai-nilai dan keyakinan individu dalam mengembangkan suatu
lingkungan secara historis, konsepsi maupun persepsi oleh masyarakat setempat (Richeri et al.,
2013).
Peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan akan
memberikan hasil positif di masa depan. Namun, dalam membudayakan masyarakat diperlukan
ketelatenan dan juga kesabaran dalam membina, karena masyarakat tidak serta-merta dapat
berubah secara drastis begitu saja. Proses yang dilakukan sangatlah panjang, serta perlu
pendampingan yang terus menerus supaya masyarakat mempunyai pemahaman sesuatu dalam
pengalamannya sehingga masyarakat dapat membudayakan dirinya dalam memanfaatkan suatu
potensi ekosistem secara bijaksana (Rookes & Wilson, 2000).
Penerapan sistem pembangunan berkelanjutan pada masyarakat ini dapat diterapkan
dengan cara mengintegrasi pengetahuan lokal masyarakat dan pengetahuan ilmiah dalam
memanajemen lingkungannya. Hal tersebut diharapkan dapat menghasilkan pemahaman yang
lebih baik dari sistem tertentu yang dimiliki oleh masyarakat (Taylor & Loe, 2012). Pengetahuan
lokal yang dipahami oleh masyarakat diterapkan berdasarkan pengalaman dan praktek dalam
kehidupan sehari-hari yang menyesuaikan dengan ekosistem atau lingkungan lokal masyarakat
tersebut (Ballard et al., 2008). Kearifan lokal yang melekat pada masyarakat dalam menjaga
lingkungan berdasarkan potensi hasil sumber daya alamnya, dapat menarik untuk di dalami lebih
lanjut guna mempertahankan adat istiadat tanpa mengurangi upaya konservasi sehingga menjadi
objek daya tarik tersendiri untuk dikembangkan sebagai produk atraksi ekowisata dalam
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat lokal. Pengetahuan masyarakat lokal dapat
dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mendukung upaya integrasi konservasi dan

3
pengembangan potensi sumber daya alam hayati. Masyarakat lokal harus dijadikan subjek dalam
pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan sumber daya
alam dalam upaya pengembangan sebagai objek wisata dapat dilakukan secara berkelanjutan
untuk kepentingan bersama. Adapun beberapa cara dalam mewujudkannya yaitu: (1) kearifan
lokal masyarakat yang ada saat ini sangat perlu direvitalisasi dan direaktualisasi; (2) kearifan
lokal perlu diberi payung hukum sebagai dasar kekuatan agar dapat terjaga dan berdampak
positif pada lingkungan kehidupan masyarakat; dan (3) perlunya dukungan penelitian untuk
menyajikan bukti ilmiah atas dampak positif dari kearifan lokal dalam pengelolaan dan
konservasi sumber daya alam hayatinya. Kearifan lokal masyarakat tersebut dapat dipertahankan
dengan cara membentuk masyarakat hukum adat yang diatur oleh undang-undang dalam rangka
memberi penguatan terhadap pengakuan dan perlindungan atas hak-hak masyarakat hukum adat
pada saat mengakses atau memanfaatkan sumber daya alam (Sabardi, 2013).
Adopsi Prinsip-prinsip Masyarakat Adat dalam Melestarikan Hutan Masyarakat adat
menganut prinsip-prinsip pelestarian hutan yang berkembang secara evolusioner serta diwariskan
secara turun temurun.
a. Prinsip utama yang mereka anut adalah manusia dan alam memiliki hubungan yang
selaras dan seimbang.
b. Prinsip kedua adalah ilmu pengetahuan lokal dan struktur pemerintahan masyarakat adat
dianggap mampu untuk memecahkan masalah pemanfaatan sumberdaya hutan.
c. Prinsip ketiga adalah wilayah hutan adat dibagi-bagi menurut fungsinya.
d. Prinsip keempat adalah untuk mengurangi kecemburuan sosial maka dilakukan
pendistribusian hasil hutan.
e. Prinsip kelima adalah alokasi fungsi hutan dan penegakan hukum adat dalam memelihara
hutan milik bersama. (Nababan, 2003)
Dalam usaha penanganan konservasi hutan memiliki berbagai bentuk dari partisipasi
masyarakatnya yang dapat dilihat dari berbagai aspek seperti dilihat dari mata pencaharian yang
berkaitan langsung dengan hutan. Dari data yang ditemukan, terdapat berbagai pekerjaan yang
berkaitan dengan hutan seperti pesanggrem, pembuat arang, pengrajin kursi akar, buruh pencari
tunggak dimana pekerjaan ini tentunya memerlukan sumber daya alam dari hutan seperti kayu
pohon sebagai bahan utama mereka. Sebagai contoh yang terjadi di Ngeblur dimana mata
pencaharian mereka berhubungan dengan kawasan hutan, sehingga dapat menjadi salah satu

4
alasan mereka untuk berpartisipasi dalam penanganan konservasi hutan. Tak hanya itu,
partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat di Kalimantan yaitu dengan adanya kepercayaan
mereka terhadap roh-roh. Kepercayaan inilah yang membuat mereka takut untuk melakukan
perbuatan jahat yang dapat merusak ekosistem yang ada di hutan. Kepercayaan masyarakat di
Lamandau yang menjaga kelestarian hutan dengan adat istiadat mereka seperi Tajahan, Kaleka,
Sepah-pahewan, dan Pukung Himba. Jika diresapi secara mendalam, betapa masyarakat Suku
Dayak telah memberikan pelajaran tentang pentingnya perlindungan flora dan fauna di
lingkungan demi menjaga keseimbangan dan pelestarian alam. Bangka juga menerapkan
konservasi dengan mengkaitkan kearifan lokal masyarakat daerah dalam melakukan pelestarian
serta pengelolaan hutan ini. Hal ini juga sangat penting tentunya bagi pengembangan kawasan
konservasi yang mana perlu memperhatikan kondisi sosial budaya daerah setempat. Selain itu,
pelestarian dengan kearifan lokal ini berguna untuk mempertahankan adat istiadat yang telah
dilestarikan sejak dulu dan tentunya sangat erat kaitaanya dengan masyarakat daerah setempat.
Di Bangka sendiri, terdapat berbagai macam cara untuk melestarikan keindahan alamnya.
Seperti, mengkaitkan dengan sejarah dari Hutan Pelawan itu sendiri yang mana dikatakan bahwa
hutan ini dikenal dengan sebutan Hutan Kalung oleh masyarakat setempat. Kemudian ada juga
dengan mengkaitkan kearifan lokal kegiatan masyarakat seperti kegiatan memanen madu yang
disebut dengan Musung Madu, dan tentunya hal ini tidak sedikitpun mengubah fungsi ekosistem
yang terdapat di dalamnya. Selain terdapat tradisi Musung Madu, Bangka juga mempercayai
tentang mitos Tumbuh Jamur Pelawan, yang mana jamur ini memiliki nilai jual yang tinggi. Ada
juga dengan cara integrasi konservasi secara berkelanjutan, hal ini bertujuan untuk mengurangi
kerusakan alam yang terjadi (Henri et al., 2018).
Secara umum, usaha partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi hutan akan
mengalami berbagai macam kendala. Hal ini terjadi jika faktor yang menghambat seperti pada
tingkat pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan masyarakat terhadap konservasi yang
rendah, ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai, seta penghasilan masyarakat yang
rendah. Hal ini tentunya menjadi alasan masyarakat untuk beralih mengunakan sumber daya
yang ada di hutan sebagai penghasilan. Seperti pembuatan berbagai macam perlengkapan rumah
yang diolah di meubel, usaha ukir kayu dan lainnya yang berdampak terhadap ekosistem yang
ada di hutan. Dikarenakan unsur penunjang ekonomi yang sebagian besar bersumber dari
pemanfaatan sumber daya alam, sehingga masyarakat memiliki hak penuh untuk berpartisipasi

5
dalam konservasi guna menjaga kelestarian hutan yang ada. Bagi pemerintah hendaknya
memberikan sanksi terhadap oknum yang telah melakukan perbuatan yang tidak bertanggung
jawab. Hal ini guna untuk mencegah adanya pemanfaatan secara liar terhadap hutan, dan sebagai
efek jera terhadap oknum yang melakukan penebangan pohon secara liar.

Gambar 1. Analisis Peran Masyarakat Terhadap Konservasi Hutan

6
KESIMPULAN

1. Konservasi hutan hujan tropis adalah upaya pelestarian hutan hujan, yaitu tetap menjaga,
memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap
mempertahankan keberadaan setiap komponen dalam hutan hujan tropis agar tetap dapat
dimanfaatkan di masa depan.
2. Adanya unsur kebudayaan masyarakat dalam melestarikan hutan serta menjaga hutan
agar sumberdaya yang ada didalamnya dapat terjaga keberadannya. Unsur kebudayaan
masyarakat ini tidak lepas dari adat istiadat yang telah turun temurun ada pada suatu
daerah tersebut seperti tradisi Musung Madi di Bangka yang memanen madu dengan cara
tradisional yang tidak merusak ekosistem yang ada di hutan. Dan seperti di daerah
Kalimantan yang percaya bahwa adanya roh-roh hutan yang membuat mereka takut
untuk merusak hutan serta ekosistemnya, dll.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ballard, H. L., Fernandez-Gimenez, M. E., and Sturtevant, V. E. 2008. Integration of local


ecological knowledge and conventional science: a study of seven community-based
forestry organizations in the USA. Ecology and Society. 13(2): 37–45.
Henri, Hakim, L., & Batoro, J. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi
Hutan. 16 (1), 49–57.
Nababan, Abdon. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat (Tantangan
dan Peluang). Makalah Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah. Pusat
Penelitian lingkungan Hidup, IPB. 5 Juli 2002.
Nurdin, B. V., and Ng, K. S. F. 2013. Local Knowledge of Lampung People in Tulang Bawang:
An Ethnoecological and Ethnotechnological Study for Utilization and Conservation of
Rivers. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 91: 113–119.
Richeri, M., Cardoso, M. B., and Ladio, A. H. 2013. Soluciones locales y flexibilidad en el
conocimiento ecologico tradicional frente a procesos de cambio ambiental: Estudios de
caso en Patagonia. Ecologia Austral. 23(3): 184–193.
Rookes, P., and Wilson, J. 2000. Perception: Theory, development, and organisation. London
and Pliladelphia: Routledge.
Sabardi, L. 2013. Konstruksi makna yuridis masyarakat hukum adat dalam pasal 18B UUDN RI
tahun 1945 untuk identifikasi adanya masyarakat hukum adat. Jurnal Hukum dan
Pembangunan. 2: 170–196.
Surya. 2011. Penyebab Akibat dan Cara Penanggulangan. Bogor: Penerbit Erlangga
Taylor, B., and Loe, R. C. D. 2012. Geoforum Conceptualizations of local knowledge in
collaborative environmental governance. Geoforum, 43(6): 1207–1217.

Anda mungkin juga menyukai