Oleh :
FAWWAZ RAHMATULLAH (235001526010)
Materi 1
Oleh Dr. Keeren Sundara Rajoo
Research Associate, Institute of Ecosystem Science Borneo (IEB), Universiti
Putra Malaysia Bintulu Sarawak Campus (UPMKB).
Pengantar Kehutanan di Malaysia.
Materi pertama di buka oleh Dr. Keeren dengan pengenalan tentang hutan
hujan. Beliau menjelaskan bagaimana keadaan hutan yang ada di Malaysia.
Characteristics of a rainforest :
Hutan hujan adalah ekosistem tertua yang masih hidup di bumi, dan beberapa
di antaranya masih bertahan dalam bentuknya yang sekarang setidaknya selama
70 juta tahun. Meskipun hutan hujan hanya mencakup 6% dari luas bumi, hutan
hujan merupakan rumah bagi lebih dari separuh spesies tanaman dan hewan di
dunia. Hutan hujan juga membantu mengatur iklim kita.
Hutan hujan Malaysia
Malaysia (yang hanya memiliki 0,2% daratan dunia) diakui sebagai negara
megadiversitas. Dua dari tiga hutan hujan tertua di dunia ada di Malaysia, yaitu
taman negara yang umurnya lebih dari 130 juta tahun dan hutan hujan Borneo
yang umurnya lebih dari 140 juta tahun.
Beberapa folara dan fauna unik yang ada di Malaysia. Orangutan, Tapir,
Monyet Proboscis,Binturong, Sun Bear (Beruang Madu, Bunga Rafflesia, dan
Pohon Meranti Kuning.
Dalam penjelasan mengenai hutan hujan Dr. Keeren juga memberikan cara
untuk menyelamatkan hutan hujan yang dimuat dalam “Lima Langkah Dasar
untuk Menyelamatkan Hutan Hujan”
Pada materi ini dijelaskan tentang hutan kota dan keanekaragaman hayati yang
ada di Jakarta. Pendahuluan, Perkembangan fisik Jakarta dalam 10 tahun terakhir
berlangsung pesat dan dinamis. Perkembangan tersebut berdampak pada
eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, seperti alih fungsi lahan
pertanian produktif menjadi kawasan pemukiman, komersial, dan industri.
Akibatnya terjadi penurunan kualitas lingkungan fisik perkotaan dan penurunan
kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan.
Pembangunan fisik di perkotaan yang diharapkan dapat meningkatkan taraf
hidup manusia, justru menimbulkan permasalahan tersendiri akibat perencanaan
yang kurang matang. Pesatnya pertumbuhan penduduk di Jakarta dan
pembangunan infrastruktur untuk mendukung kegiatan perekonomian perkotaan
semakin memperburuk kerusakan ekosistem perkotaan, seperti hilangnya ruang
terbuka hijau, penurunan fungsi resapan air, pencemaran air dan udara, serta
perubahan tata guna lahan yang berdampak pada hilangnya sumber daya genetik
tanaman. Diperlukan tindakan strategis untuk menjaga dan meningkatkan
kualitas lingkungan hidup, salah satunya melalui penyediaan ruang terbuka hijau
di perkotaan dengantujuan menjaga stabilitas tersebut.
Pada tahun 2022, jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 11,15 juta jiwa
dengan luas wilayah 661,23 km² sehingga menghasilkan kepadatan penduduk
sebesar 17.013 jiwa/km² dan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,19% per
tahun. Penting untuk memiliki taman kota, hutan, dan ruang hijau lainnya yang
diperuntukkan bagi interaksi sosial dan tempat rekreasi yang terjangkau bagi
penghuninya, selain fungsi estetika dan pendidikannya. Undang- Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur bahwa setiap kota
dalam penataan ruangnya harus mengalokasikan minimal 30% ruang atau
luasnya untuk keperluan tersebut.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penataan ruangnya telah
mengalokasikan wilayahnya dengan mendirikan beberapa taman kota bahkan
HUTAN KOTA. Namun saat ini Pemprov DKI Jakarta baru mampu
menyediakan 14,9% ruang terbuka hijau. Hutan kota merupakan kumpulan
pepohonan (menyerupai hutan) yang tumbuh di kawasan perkotaan atau
sekitarnya. Berbagai jenis pohon kayu keras atau tanaman berkayu yang
tumbuh di sekitar pemukiman penduduk. Kawasan dalam kawasan perkotaan
yang pepohonannya tumbuh berkelompok secara rapat dan teratur, baik di
lahan milik negara maupun milik pribadi yang ditetapkan sebagai hutan kota
oleh pejabat yang berwenang. Luas minimal hutan kota adalah 0,25 hektar.
Ruang terbuka hijau, termasuk hutan kota, dikelola oleh pejabat
pemerintah, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota. Di DKI Jakarta, terdapat 10
hutan kota yang relatif luas yang tersebar di lima wilayah DKI Jakarta:
Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat.
2. Kepel atau Burahol. Buah ini sudah jarang ditemui saat ini, namun buah
kepel sudah menjadi ikon DIY (Yogyakarta). Tanaman kepel awalnya
ditanam di taman keraton Yogyakarta karena buahnya merupakan makanan
wajib para putri kerajaan, terutama setelah mereka menginjak usia dewasa.
Pasalnya, kepel mengandung senyawa bioaktif flavonoid yang memiliki
aroma sedap, berfungsi sebagai pewangi mulut dan metode kontrasepsi
sementara. Bibit kepel mempunyai masa dormansi yang lama sehingga sulit
untuk tumbuh. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab keberadaan
Kepel saat ini hampir punah. Buah Kepel mengandung komponen gizi :
Vitamin C, Vitamin A, Vitamin E, Air, Metanol, Triterpenoid, Flavonoid,
Polifenol, Alkaloid, Saponin, Kuinon, Antosianin, Tanin, dan Glikosida.
3. Alkesa. Tanaman Alkesa merupakan tanaman endemik di Jakarta, namun
keberadaannya kini sudah sulit ditemukan di DKI Jakarta. Saat ini pohon
alkesa bisa kita jumpai di Jagakarsa dan Kebagusan. Pohon-pohon tersebut
biasanya berbuah secara musiman, dengan panen utama terjadi pada bulan
September hingga Desember. Penjual buah di kawasan Jagakarsa dan
sekitar Kebun Binatang Ragunan memperoleh buah-buahan tersebut dari
kawasan Citayem. Sayangnya, pohon alkesa di Citayem belakangan ini
ditebang akibat alih fungsi lahan. Berbeda dengan buah-buahan
kebanyakan yang berair, buah alkesa memiliki tekstur seperti tepung
dengan rasa yang manis. Rasanya menyerupai ubi namun memiliki aroma
yang sedap. Alkesa Memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi
menjadikan buah alkesa berpotensi menjadi bahan produk olahan.
4. Bisbul. Buah ini sering disebut dengan “buah mentega”, namun juga dikenal
dengan berbagai nama lain seperti “buah lemak (dalam bahasa Melayu),
“sembolo” (dalam bahasa Jawa), “kamagong” dan “marit.” Dalam bahasa
Inggris buah ini dikenal sebagai ‘mabolo’ atau ‘Velvet apple’. Bisbul
merupakan buah yang awalnya tumbuh liar di hutan Filipina namun kini telah
menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia. Bentuknya bulat
pipih, berukuran kira-kira 5-12 cm x 8-10 cm, dan memilik bulu halus. Ada
dua jenis bisbul yaitu ,bisbul kuning dan merah. Buah ini termasuk dalam
famili kayu eboni (Ebenaceae) dan berkerabat dengan kesemek dan kayu eboni.
Di negeri asalnya disebut “Buah Mabolo atau ‘Buah Berbulu’. Istilah “buah
mentega” dan “buah lemak” mengacu pada bentuk dan aroma buah saat
matang. Nama “bisbul” konon terinspirasi dari bentuk bola bisbol.
5. Jamblang. Tanaman jamblang saat ini merupakan salah satu tanaman buah
yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Jamblang termasuk
dalam famili Myrtaceae yang merupakan famili tumbuhan penghasil buah.
Dalam bahasa Inggris buah jamblang dikenal dengan nama seperti java plum,
black plum, jambolan, dan jambul. Jamblang mengandung senyawa kimia
antara lain alkaloid, flavonoid, resin, tanin, dan minyak atsiri. Ada dua jenis
jamblang yaitu, jamblang ungu (hitam) dan jamblang putih. Jamblang
termasuk tumbuhan dikotil yang artinya bijinya mempunyai dua kotiledon
(daun berbiji). Namun meskipun termasuk tumbuhan dikotil, jenis
perkecambahannya berbeda dengan tumbuhan dikotil kebanyakan. Bersifat
hipogeal, artinya kotiledon tidak muncul di atas permukaan tanah.
6. Gowok. Buah ini sering disebut dengan nama “Kupa” atau “Gohok” (dalam
bahasa Betawi) dan merupakan pohon buah-buahan yang termasuk dalam
famili Myrtaceae, asli Indonesia, khususnya Jawa dan Kalimantan. Gowok
berkerabat dekat dengan jamblang dan jambu semarang. Pohon gowok
berukuran kecil hingga sedang, tingginya mencapai 8 hingga20 meter. Daging
buahnya berwarna putih atau merah agak keunguan dan banyak mengandung
sari buah. Bijinya kecil dan pipih dengan kulit berwarna putih atau merah
keunguan.
7. Matoa. Tanaman matoa merupakan salah satu jenis tanaman rambutan atau
secara biologi berasal dari keluarga rambutan-rambutanan (Sapindaceae).
Berdasarkan warna kulit buahnya,Matoa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
Emme Bhanggahe (Matoa Kulit Merah), Emme Anokhong (Matoa Kulit Hijau)
Emme Khabhelaw (Matoa Kulit Kuning). Buah matoa mempunyai rasa yang
khas, seperti rasa rambutan bercampur kelengkeng dan sedikit rasa durian.
Memiliki Kemampuan dalam menyerap karbon (C02) sebesar 329,76 kg/tahun.
8. Gandaria. Gandaria diklasifikasikan ke dalam Anacardiaceae. Tanaman
Gandaria ini berasal dari Sumatera Utara, Semenanjung Malaysia, dan Jawa
Barat. Tanaman ini merupakan tanaman buah khas maluku yang tersebar di
pulau Ambon dan Saparua. Buah gandaria mirip dengan mangga namun
ukurannya lebih kecil. Meski rasanya agak asam, padahal sudah matang.
Buah gandaria biasanya dikonsumsi segar, diolah menjadi sirup ataudijadikan
manisan.
Materi 4
Oleh Dr. Latifah Binti Omar
Head of Biodiversity Borneo Laboratory, Institute of Ecosystem Science Borneo
(IEB),Universiti Putra Malaysia Bintulu Sarawak Campus (UPMKB)
Tanaman Asli yang Digunakan untuk Penyedap Rasa dan Rempah
oleh KomunitasMelanau di Sarawak
Pada materi ke-4 ini kita diajak oleh Dr. Latih untuk mengenal salah satu
komunitas yang ada di Malaysia khususnya di Sarawak Malaysia yaitu
komunitas Melanau.