1. Keanekaragaman hayati merupakan pernytaan mengenai berbagai macam ( variasi )
bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terdapat pada berbagai tingkatan makhluk hidup. Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1994 menyatakan bahwa keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem aquatik atau perairan, serta komplek- komplek ekologi yang nerupakan bagian dari keanekaragamannya. Keanekaragaman hayati terdiri dari tiga tingkatan yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman ekosistem. Faktor geografis sangat mempengaruhi Sebaran makhluk hidup. Suatu organisme akan terhambat persebarannya karena terhalang oleh beberapa faktor geografis seperti terhalang laut atau gunung yang tinggi. Kondisi ini menyulitkan suatu organisme untuk berpindah karena tidak bisa melampaui kalangan tersebut. Persebaran keanekaragaman hayati di indonesia terletak diantara zona oriental, zona australia, serta zona peralihan sehingga memiliki keunikan tersendiri. a. Zona oriental (wilayah Barat Indonesia) Zona oriental meliputi wilayah barat Indonesia yaitu Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Bali yang terdapat hutan hujan tropis yang didominasi oleh pohon dari family Dipterocarpaceae. Famili ini merupakan tumbuhan tertinggi, membentuk kanopi hutan, dan menghasilkan biji bersayap. Jenis-jenis hewan pada zona ini memiliki kemiripan dengan jenis hewan di Benua Asia yang terdiri atas banyak spesies mamalia berukuran besar seperti gajah, banteng, badak, dan harimau dan terdapat berbagai jenis kera seperti orang utan, bekantan, tarsius, dan loris hantu. b. Zona Austalasia (wilayah Timur Indonesia) Zona Australasia meliputi wilayah timur Indonesia meliputi Maluku dan Papua. Pada zona ini terdapat hutan dengan pohon-pohon yang rendah dan berada di daerah datar seperti matoa dan ficus (family beringin). Jenis-jenis hewannya memiliki kemiripan dengan jenis hewan di Benua Australia, seperti mamalia berukuran kecil atau hewan berkantung seperti kuskus, bandicot, oposum, dan kangguru jenis berkantung dan musang berkantung di Maluku bagian Timur dan Irian Jaya. Jenis burungnya memiliki beragam warna seperti burung cendrawasih, kakak tua berjambul dan kaswari yang terdapat banyak di Papua dan sedikit di Maluku. c. Zona Peralihan (wilayah tengah Indonesia) Zona peralihan merupakan wilayah yang terdapat keanekaragaman hayati berasal dari zona oriental dan Austalasia. Zona ini merupakan wilayah tengah Indonesia, yaitu Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pada wilayah ini terdapat pohon eucaliptus dan hewas oposum yang lebih mirip dengan tumbuhan dan hewan dari zona Austalasia. Selain itu, di Indonesia bagian tengah terdapat hewan khas Indonesia, misalnya anoa (mirip lembu dan hidup liar) di Sulawesi, babi rusa dengan taring panjang dan melengkung terdapat di Sulawesi dan Maluku bagian barat, biawak komodo sisa fauna purba di pulau komodo, burung maleo yang sangat langka terdapat di Sulawesi dan kepulauan Sagihe. 2. Penelitian keanekaragaman hayati ini sangat penting untuk dilakukan mengingat keankeragaman hayati memberikan banyak manfaat baik secara biologi, ekologi, sosial maupun ekonomi. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut: a. Nilai ekonomi Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan (dapat mendatangkan devisa untuk industri). Misalnya untuk bahan baku industri, rempah- rempah, dan perkebunan. Bahan-bahan industri misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri kosmetik, kayu jati dan rotan untuk meubel, teh dan kopi untuk industri minuman, gandum dan kedelai untuk indutri makanan, dan ubi kayu untuk menghasilkan alkohol. Rempah-rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur. Perkebunan misalnya kelapa sawit dan karet. b. Nilai Biologis c. Keankeragaman hayati memiliki nilai biologi atau penunjang kehidupan bagi mahluk hidup termasuk manusia. Tumbuhan menghasilkan gas oksigen pada proses fotosintesis yang diperlukan oleh mahluk hidup untuk pernafasan, menghasilkan gas organik misalnya biji, buah, umbi sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. Hewan dapat dijadikan makanan dan sandang oleh manusia. Jasad renik diperlukan untuk penguaraian, untuk membuat tempe, oncom, kecap, dll. Nilai biologis yang penting adalah hutan sebagai gudang plasma nutfah (plasma benih). d. Nilai Ekologi Keanekaragaman hayati merupakan komponen ekosistem yang sangat penting, misalnya hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki nilai ekologi atau milai lingkungan yang penting bagi bumi antara lain merupakan paru-paru bumi. Kegiatan fotosintesis hutan hujan tropis dapat menurunkan kadar karbondioksida di atmosfer, yang berarti dapat mengurangi pencemaran udara dan efek rumah kaca. Dapat menjaga kestabilan iklim global, yaitu mempertahankan suhu dan kelembaban udara. e. Nilai sosial Budaya keanekaragaman hayati dapat dikembangkan sebagai tempat rekreasi atau pariwisata, disamping untuk mempertahankan tradisi. Maka dari itu, sangat penting diakukan penelitian terkait keanekaragaman hayati. 3. Bioregion berasal dari kata bio (hidup) dan region (teretorial atau wilayah) yang dapat diartikan sebagai tempat hidup (life palace) yaitu suatu lingkungan yang memiliki kekhasan dimana batas-batasnya ditentukan oleh tatanan alam yang mampu mendukung keunikan aktivitas komunitas biotik di dalamnya. Bioregion didefinisikan bervariasi terdiri dari geografi daerah aliran sungai, ekosistem tumbuhan dan hewan, landform, serta budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam. Pentingnya mempertimbangkan bioregion dalam pengelolaan keanekaragaman hayati adalah: secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak ketersediaan keanekaragaman hayati. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan sistem pengelolaan keanekaragaman hayati yang berasaskan kelestarian sangat mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion atau ekosistem. Contoh penerapan bioregion di Indonesia terdapat dalam sebuah penelitian Handika Gani yang berjudul “Konsep Perencanaan Lanskap Kota Banjarmasin Berbasis Bioregion”. Dalam penelitian ini dibahas mengenai sebuah konsep perencanaan lanskap kota dengan bioregion sehingga diperoleh hasil arahan konsep rencana lanskap kota Banjarmasin yang terdiri atas 18 unit daerah produksi, 12 unit daerah lindung, 5 unit daerah kompromi, 3 unit daerah industri, dan 13 unit daerah perkotaan. Analisis bioregion dapat dilakukan secara hierarki berdasarkan nilai intrinsik berupa kawasan lindung, kualitas air, tingkat kepadatan permukiman (kawasan terbangun) sehingga dihasilkan 3 kelas bioregion, yaitu 12 unit bioregion, 2 unit lanskap, dan 10 unit tempat.