Anda di halaman 1dari 3

Nama : Widia Wati

Nim : G1A014042

Take Home Konservasi Sumber Daya Hayati

1. Keanekaragaman hayati merupakan pernytaan mengenai berbagai macam ( variasi )


bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terdapat pada berbagai tingkatan makhluk
hidup. Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1994 menyatakan bahwa
keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua
sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem aquatik atau perairan, serta
komplek- komplek ekologi yang nerupakan bagian dari keanekaragamannya.
Keanekaragaman hayati terdiri dari tiga tingkatan yaitu keanekaragaman gen,
keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman ekosistem.
Faktor geografis sangat mempengaruhi Sebaran makhluk hidup. Suatu organisme akan
terhambat persebarannya karena terhalang oleh beberapa faktor geografis seperti
terhalang laut atau gunung yang tinggi. Kondisi ini menyulitkan suatu organisme untuk
berpindah karena tidak bisa melampaui kalangan tersebut. Persebaran keanekaragaman
hayati di indonesia terletak diantara zona oriental, zona australia, serta zona peralihan
sehingga memiliki keunikan tersendiri.
a. Zona oriental (wilayah Barat Indonesia)
Zona oriental meliputi wilayah barat Indonesia yaitu Kalimantan, Sumatera, Jawa,
dan Bali yang terdapat hutan hujan tropis yang didominasi oleh pohon dari family
Dipterocarpaceae. Famili ini merupakan tumbuhan tertinggi, membentuk kanopi
hutan, dan menghasilkan biji bersayap. Jenis-jenis hewan pada zona ini memiliki
kemiripan dengan jenis hewan di Benua Asia yang terdiri atas banyak spesies
mamalia berukuran besar seperti gajah, banteng, badak, dan harimau dan terdapat
berbagai jenis kera seperti orang utan, bekantan, tarsius, dan loris hantu.
b. Zona Austalasia (wilayah Timur Indonesia)
Zona Australasia meliputi wilayah timur Indonesia meliputi Maluku dan Papua. Pada
zona ini terdapat hutan dengan pohon-pohon yang rendah dan berada di daerah datar
seperti matoa dan ficus (family beringin). Jenis-jenis hewannya memiliki kemiripan
dengan jenis hewan di Benua Australia, seperti mamalia berukuran kecil atau hewan
berkantung seperti kuskus, bandicot, oposum, dan kangguru jenis berkantung dan
musang berkantung di Maluku bagian Timur dan Irian Jaya. Jenis burungnya
memiliki beragam warna seperti burung cendrawasih, kakak tua berjambul dan
kaswari yang terdapat banyak di Papua dan sedikit di Maluku.
c. Zona Peralihan (wilayah tengah Indonesia)
Zona peralihan merupakan wilayah yang terdapat keanekaragaman hayati berasal
dari zona oriental dan Austalasia. Zona ini merupakan wilayah tengah Indonesia,
yaitu Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pada wilayah ini terdapat pohon eucaliptus dan
hewas oposum yang lebih mirip dengan tumbuhan dan hewan dari zona Austalasia.
Selain itu, di Indonesia bagian tengah terdapat hewan khas Indonesia, misalnya anoa
(mirip lembu dan hidup liar) di Sulawesi, babi rusa dengan taring panjang dan
melengkung terdapat di Sulawesi dan Maluku bagian barat, biawak komodo sisa
fauna purba di pulau komodo, burung maleo yang sangat langka terdapat di Sulawesi
dan kepulauan Sagihe.
2. Penelitian keanekaragaman hayati ini sangat penting untuk dilakukan mengingat
keankeragaman hayati memberikan banyak manfaat baik secara biologi, ekologi, sosial
maupun ekonomi. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut:
a. Nilai ekonomi
Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan (dapat
mendatangkan devisa untuk industri). Misalnya untuk bahan baku industri, rempah-
rempah, dan perkebunan. Bahan-bahan industri misalnya kayu gaharu dan cendana
untuk industri kosmetik, kayu jati dan rotan untuk meubel, teh dan kopi untuk
industri minuman, gandum dan kedelai untuk indutri makanan, dan ubi kayu untuk
menghasilkan alkohol. Rempah-rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur.
Perkebunan misalnya kelapa sawit dan karet.
b. Nilai Biologis
c. Keankeragaman hayati memiliki nilai biologi atau penunjang kehidupan bagi mahluk
hidup termasuk manusia. Tumbuhan menghasilkan gas oksigen pada proses
fotosintesis yang diperlukan oleh mahluk hidup untuk pernafasan, menghasilkan gas
organik misalnya biji, buah, umbi sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. Hewan
dapat dijadikan makanan dan sandang oleh manusia. Jasad renik diperlukan untuk
penguaraian, untuk membuat tempe, oncom, kecap, dll. Nilai biologis yang penting
adalah hutan sebagai gudang plasma nutfah (plasma benih).
d. Nilai Ekologi
Keanekaragaman hayati merupakan komponen ekosistem yang sangat penting,
misalnya hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki nilai ekologi atau milai
lingkungan yang penting bagi bumi antara lain merupakan paru-paru bumi. Kegiatan
fotosintesis hutan hujan tropis dapat menurunkan kadar karbondioksida di atmosfer,
yang berarti dapat mengurangi pencemaran udara dan efek rumah kaca. Dapat
menjaga kestabilan iklim global, yaitu mempertahankan suhu dan kelembaban udara.
e. Nilai sosial
Budaya keanekaragaman hayati dapat dikembangkan sebagai tempat rekreasi atau
pariwisata, disamping untuk mempertahankan tradisi.
Maka dari itu, sangat penting diakukan penelitian terkait keanekaragaman hayati.
3. Bioregion berasal dari kata bio (hidup) dan region (teretorial atau wilayah) yang dapat
diartikan sebagai tempat hidup (life palace) yaitu suatu lingkungan yang memiliki
kekhasan dimana batas-batasnya ditentukan oleh tatanan alam yang mampu mendukung
keunikan aktivitas komunitas biotik di dalamnya. Bioregion didefinisikan bervariasi
terdiri dari geografi daerah aliran sungai, ekosistem tumbuhan dan hewan, landform,
serta budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam.
Pentingnya mempertimbangkan bioregion dalam pengelolaan keanekaragaman hayati
adalah: secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak
terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak
ketersediaan keanekaragaman hayati. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan sistem
pengelolaan keanekaragaman hayati yang berasaskan kelestarian sangat mendesak untuk
diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion atau ekosistem.
Contoh penerapan bioregion di Indonesia terdapat dalam sebuah penelitian Handika Gani
yang berjudul “Konsep Perencanaan Lanskap Kota Banjarmasin Berbasis Bioregion”.
Dalam penelitian ini dibahas mengenai sebuah konsep perencanaan lanskap kota dengan
bioregion sehingga diperoleh hasil arahan konsep rencana lanskap kota Banjarmasin
yang terdiri atas 18 unit daerah produksi, 12 unit daerah lindung, 5 unit daerah
kompromi, 3 unit daerah industri, dan 13 unit daerah perkotaan. Analisis bioregion dapat
dilakukan secara hierarki berdasarkan nilai intrinsik berupa kawasan lindung, kualitas
air, tingkat kepadatan permukiman (kawasan terbangun) sehingga dihasilkan 3 kelas
bioregion, yaitu 12 unit bioregion, 2 unit lanskap, dan 10 unit tempat.

Anda mungkin juga menyukai