Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESISIA,SULAWESI


TENGAH.KEBIJAKAN,PEMANFAATAN,DAN PELESTARIAN

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK I :

IRNANINGSIH. A202 18 073


RHENDI. A202 18 002
RAHMAT ANSYARI. A 202 18 021

FAKULTAS PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bidang studi Biologi Lingkungan
yang bertemakan “Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas) “.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan juga masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik, gagasan dan saran
selalu penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi
terciptanya pendidik professional
Atas semua ini kami mengucapkan terimakasih bagi segala pihak yang telah ikut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Palu 04 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.KONSEP KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITAS)
B. KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA
C. UPAYA KONSERVASI DI SULAWESI TENGAH
D. ANCAMAN TERHADAP PELESTARIAN

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) merupakan

istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk

variabilitas hewan, tumbuhan, serta jasad renik di alam. Dengan demikian

keanekaragamn hayati mencakup keragaman ekosistem (habitat), jenis (spesies) dan

genetik (varietas/ras). Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati

(Convention on Biological Diversity, CBD) mendefinisikan bahwa keanekaragaman

hayati sebgai variasi yang terdapat diantara makhluk hidup dari semua sumber termasuk

diantaranya ekosistem daratan, lautan, dan ekosistem perairan lain, serta kompleks

ekologis yang merupakan bagian dari keanekaragamannya (Dahuri, 2003).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman tumbuhan yang

besar dengan jumlah 300.000 jenis. Tumbuhan paku (Pteridophyta) termasuk dalam

golongan tumbuhan yang mempunyai keanekaragaman yang besar kurang lebih 10.000

jenis dan hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Sampai saat ini

tumbuhan paku kurang mendapat perhatian dibanding dengan kelompok tumbuhan lain.

Masyarakat menganggap tumbuhan ini kurang memberikan manfaat yang berarti bagi

kehidupan. Dari segi cara hidupnya ada jenis-jenis paku yang hidup terestrial (paku

tanah), ada paku epifit, dan ada paku air.

Pulau Sulawesi merupakan merupakan akhir dari penyebaran fauna oriental

(Asia). Selat Makasar yang dikenal sebagai pemisah garis Wallace merupakan benteng

alam yang tidak dapat ditembus oleh penyebaran fauna dari wilayah barat, oleh karena

itu pulau Sulawesi memiliki keunikan tersendiri ditinjau dari komunitas biologinya.

Sehingga memiliki tingkat endemisitas fauna yang tinggi. Bahkan beberapa ahli

menyebutkan bahwa pulau Sulawesi menunjukkan ciri dari wujud suatu pulau oseanik.

Sulawesi adalah pulau yang sangat berharga bagi konservasi biologi karena memiliki

tingkat endemik yang tinggi. Ada 165 jenis hewan mamalia yang endemik Indonesia,
hampir setengahnya (46%) ada di Sulawesi. Dari 127 jenis mamalia yang ditemukan di

Sulawesi, 79 jenis (62%) endemik. Hanya di daratan Sulawesi tercatat ada 233 jenis

burung, 84 diantaranya endemik Sulawesi. Jumlah ini mencakup lebih dari sepertiga

dari 256 jenis burung yang endemik Indonesia. Sulawesi didiami oleh sebanyak 104

jenis reptilia, hampir sepertiganya atau 29 jenis adalah jenis endemik. Itu berarti, dari

150 reptilia yang tercatat endemik di Indonesia, seperlimanya ada di Pulau Sulawesi

(Tasirin, 2012).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


1. Bagaimana Keanekaragaman hayati yang ada di indonesia,kususnya di daerah
sulawesi Tengah.

2. Bagaimana kebijakan,pemanfaatan, dan pelestarianya Keanekaragaman hayati


yang ada di indonesia,kususnya di daerah sulawesi Tengah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat keaneka ragaman Hayati yang ada di indonesia

khususnya di Sulawesi Tengah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)

Keanekaragaman adalah semua kumpulan benda yang bermacam-macam, baik

ukuran, warna, bentuk, tekstur dan sebagainya. Hayati yaitu menunjukkan sesuatu yang

hidup. Jadi keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup

(organisme) penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”.

Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat

adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat

lainnya

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan

keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor

penyebab keanekaragaman hayati, yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik

bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme.

Sebaliknya, faktor luar relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme.

Lingkungan atau faktor eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban,

curah hujan dan faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari

kedua induknya sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu. Dengan demikian

fenotip suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya

Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari

organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel

satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai

tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem. Keanekaragam

hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi, bentuk,

penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan ekosistem, tingkatan

jenis dan tingkatan genetik.

Keanekaragaman hayati menurut UU no 50 tahun 1994 adalah keanekaragaman

diantara makhluk hidup dari semua sumber yang termasuk diantaranya dataran,
ekosistem ekuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dan

ekosistem.

B.Keanekaragaman hayati di Indonesia

1.FLORA:

Alfred Russel Wallace mengemukakan konsep tentang garis Wallace, yaitu garis

khayal yang membagi dua wilayah berdasarkan perbedaan kelompok tumbuhan dan

hewan. Sedangkan Weber (Zoolog dari Jerman), mengamati bahwa hewan-hewan yang

berada di Sulawesi tidak sepenuhnya seperti hewan di Australia tetapi mirip pula hewan

dari daerah Oriental. Sehingga Weber menyatakan Sulawesi merupakan wilayah

peralihan antara Oriental dan Australia (peralihan daerah Barat dan Timur). Indonesia

termasuk dalam Indo Malesiana yang terdiri atas Indonesia, Filipina, Semenanjung

Malaya, dan Papua Nugini. Contoh tanamannya : rotan, jati, cendana, kayu hitam,

meranti, anggrek, mahoni dan lain-lain. Sedangkan Indo Autralia terdapat hutan kayu

putih, sagu, matoa dll. Memiliki Tumbuhan (Flora) Bertipe Malesiana Malesiana

merupakan suatu kawasan botani dunia yang meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina,

Papua nugini, dan kepulauan Solomon. Misalnya pohon kayu ramin yang tersebar di

Sumatra, Kalimantan dan Maluku.

2. FAUNA :

1.Wilayah Indonesia Barat (Oriental) :

a.Mamalia berukuran besar.Misalnya : gajah Sumatra (Elephas maximus sumatrensis),

banteng (Bos sondaicus), harimau sumatra (Panthera tigris sondaicus)

b. Banyak jenis primata.Misalnya : orang utan sumatra (Pongo pygmaeus obelii), orang

utan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus), kera (Macaca fascicularis)

c. Warna bulu burung kurang menarik dan tidak beragam.Misalnya : burung Rangkong

(Rhinoplax vigil), murai (Myophoneus sp)


d. Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Contoh : gajah, badak, harimau, kera, siamang,

orang utan.

2. Wilayah Indonesia Timur (Australia) :

a. Mamalia berukuran lebih Kecil.

b. Memiliki mamalia berkantong. Misalnya walabi kecil (Dorcopsulus)vanheurni),

walabi semak (Thylogale bruijni), kanguru pohon (Dendrolagus ursinus)

c. Warna bulu burung lebih menarik dan beragam.Misalnya burung cendrawasih

(Paradisaea minor), burung kasuari (Casuarius casuarius)

d.Terdapat di Papua dan sekitarnya. Contoh : kanguru, koala, kakatua, cendrawasih,

kasuari, nuri dll.

3. Wilayah Indonesia Tengah (peralihan) :

a. Pada daerah peralihan atau transisi Oriental-Australis (Sulawesi dan Nusa Tenggara)

terdapat hewan-hewan dengan ciri khas tersendiri. Misalnya : komodo (Varanus

komodoensis) di Pulau Komodo (NTT), babi rusa (Babyrousa babyrussa), anoa

(Bubalus depressicornis), dan burung maleo (Macrocephalon maleo) di Sulawesi

b. Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Contoh : kalong, kuda, tapir, anoa, tarsisius,

babirusa, dan komodo.

3. Memiliki Hewan Dan Tumbuhan Endemik

Di Indonesia terdapat jenis hewan dan tumbuhan endemik yang tidak terdapat di negara-

negara lain. Beberapa contoh hewan tersebut adalah komodo di pulau komodo badak

bercula satu di ujung kulon – banten. Dan contoh tumbuhannya yaitu bunga raflesia di

hutan bengkulu dan matoa di Papua.

4. Memiliki Tumbuhan Dan Hewan Berstatus Langka


• Hewan Langka :
1. Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis)
2. Harimau sumatra (Panthera tgris sumatrae)
3. Tapir (Tapirus indicus)
4. komodo (Varanus komodoensis)
• Tumbuhan Langka :
1. Matoa (Pometia pinnata)
2. Gandaria (Bouea macrophylle)
3. Badali (Raermachera gigantea)
4. Sawo kecik (Manilkara kauki)
Bendo (Artrocarpus elasticus

Sulawesi Tengah:
Sulawesi tengah memiliki hutan seluas 4.394.932 ha atau sekitar 64% dari

wilayah ini (6.803.300 ha) merupakan kawasan hutan. Saat ini di Provinsi Sulawesi

Tengah terdapat 8 unit Cagar Alam dengan total luas 378.894,82 ha, dan 7 unit Suaka

Margasatwa dengan luas 68.144,00 ha.

1. Cagar Alam

2. Cagar Alam Pangi Binangga

3. Cagar Alam Gunung Tinombala

4. Cagar Alam Gunung Sojol

5. Cagar Alam Gunung Dako

6. Cagar Alam Tanjung Api

7. Cagar Alam Morowali

8. Cagar Alam Pati-Pati

9. Cagar Alam Pamona

Suaka Margasatwa

Menurut Noer, 2011 di provinsi Sulawesi Tengah terdapat suaka margasatwa :

1. Suaka Margasatwa Pulau Dolangon, potensi utama kawasan adalah sebagai habitat

penyu dan habitat maleo.

2. Suaka Margasatwa Pinjan Matop, potensi utama kawasan adalah sebagai habitat

maleo, dan habitat penyu.

3. Suaka Margasatwa Bakiriang, potensi utama kawasan adalah sebagai habitat maleo.

4. Suaka Margasatwa Lombuyan, potensi utama kawasan adalah sebagai rusa.


5. Suaka Margasatwa Pulau Pasoso, potensi utama kawasan adalah habitat penyu dan

habitat burung gosong.

6. Suaka Margasatwa Pulau Tiga, potensi utama kawasan adalah sebagai habitat biota

Laut dan terumbu karang.

7. Suaka Margasatwa Tanjung Santigi, potensi utama kawasan adalah sebagai habitat

buaya muara.

C.Upaya Konservasi di Sulawesi tengah

Penangkapan satwa dan perusakan habitat satwa adalah perbuatan melanggar

hukum dan memiliki sangsi pidana. Menahan satwa untuk dijadikan hewan peliharaan

juga melanggar hukum dengan sangsi pidana yang cukup serius. Hukum Indonesia

melindungi jenis-jenis langka ini karena populasi satwa-satwa ini yang menukik tajam,

menuju ke kepunahan. Usaha penyelamatan satwa-satwa sulawesi ini bisa dilakukan

dengan menegaskan penegakan hukum bagi para penjahat lingkungan, menghentikan

penebangan (legal maupun illegal) di hutan-hutan yang menjadi habitat satwa langka,

menghentikan perburuan, menghentikan kebiasaan memakan satwa liar, dan

berpartisipasi aktif dalam usaha restorasi habitat dan pembiakan satwa secara alami

(Tasrin, 2012).

D. Ancaman terhadap Kelestarian

Populasi satwa-satwa asli Sulawesi sedang menuju kepunahan karena berbagai

ancaman. Ada 81 jenis burung, mamalia, reptilia dan ampibi Sulawesi terdaftar dalam

Red List of Threatened Animals yang diterbitkan oleh World Conservation Union

(IUCN). Perburuan dan perusakan habitat merupakan ancaman serius bagi satwa-satwa

asli Sulawesi ini. Perburuan menjadi marak karena orang Sulawesi memakan satwa-

satwa ini. Namun konsumen terbesar ditemukan di Tanah Minahasa dan Totabuan.

Sudah menjadi hal yang lumrah di sana bahwa seseorang memakan tikus, paniki, yaki

dan tuturuga. Bahkan tak jarang mereka memakan babi hutan, kuskus, musang, anoa

dan babirusa jika ada. Semua satwa asli Sulawesi ini bisa ditemukan di pasar-pasar

tradisional di tanah Minahasa (Tasirin, 2012).


Ancaman serius terhadap kelangsungan hidup adalah berkurangnya ruang

habitat, menurunnya kualitas habitat dan perburuan. Berkurangnya luas habitat akibat

dari konversi kawasan hutan baik legal maupun ilegal menjadi lahan pertanian,

perkebunan, pemukiman dan lain-lain. Mengingat populasi satwa ini sudah sangat

memperhatinkan, apalagi Pemerintah dan semua pihak yang terkait perlu berpartisipasi

dalam upaya pelestarian satwa ini baik secara insitu maupun eksitu. Sosialisasi

diperlukan berkaitan pentingnya satwa ini terutama bagi penelitian, pendidikan, wisata

maupun keseimbangan ekosistem. Begitupula dari segi konservasinya yaitu pentingnya

satwa ini hidup bebas di habitatnya tanpa ada tekanan perburuan, kerusakan habitat serta

kekurangan pakan (Ukf, 2011 ).


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Keanekaragaman makhluk hidup

tersebut disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati atau biodiversitas. Setiap

sistem lingkungan memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda. Keanekaragaman

hayati ditunjukkan oleh adanya berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat

dari makhluk hidup lainnya. Indonesia terletak di daerah tropik yang memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik dan kutub.

Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor

lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan dalam

mempengaruhi sifat makhluk hidup.

Kegiatan manusia dapat menurunkan keanekaragaman hayati, baik

keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman lingkungan. Namun di samping

itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati misalnya

penghijauan, pembuatan taman kota, dan pemuliaan.Pelestarian keanekaragaman hayati

dapat dilakukan secara in situ dan ex situ.

B. SARAN

Keanekaragaman hayati perlu dilindungi dan dilestarikan karena dengan

adanya keseimbangan dalam suatu lingkungan hidup akan menimbulkan interaksi yang

baik antara makhluk yang satu dengan yang lain sehingga alam akan selalu mendukung

kelanjutan kehidupan di muka bumi ini.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia/ keanekaragaman hayati - wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia


bebas.html
http://www.artikellingkunganhidup.com/pengertian-ekosistem-lingkungan-hidup.html
Saktiyono.2006.Seribu Pena Biologi SMA Kelas X.Jakarta:Erlangga.
Stone,David.1997.Biodiversity of Indonesia.Tien Wah Press, Singapore.
Odum,E P, Samingan T(penerjemah), Dasar – dasar ekologi. Yogyakarta : Gadjah
mada University Press, 1993.

Anda mungkin juga menyukai