Anda di halaman 1dari 21

MANFAAT KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA FAUNA BAGI KEHIDUPAN

MANUSIA

KARYA TULIS ILMIAH DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI


TUGAS HARIAN MATA KULIAH “GEOGRAFI HEWAN DAN
TUMBUHAN” PENDIDIKAN GEOGRAFI TAHUN 2021

OLEH MIHYAL AIN


NPM 41182170180018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM “45” BEKASI
KOTA BEKASI, 2020
Daftar Isi

Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Manfaat Keanekaragaman Hayati Flora Fauna Bagi Kehidupan Manusia.................3
2.1.1 Pangan..................................................................................................................3
2.1.2 Kesehatan.............................................................................................................6
2.1.3 Sumber Energi Terbarukan................................................................................10
2.1.4 Jasa Ekosistem...................................................................................................11
2.2 Keanekaragaman Hayati Dan Kesejahteraan Manusia..............................................13
BAN III....................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
Daftar Pustaka..........................................................................................................................19

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati bersifat multidimensi. Hal ini dapat tergambarkan oleh
beragamnya definisi atau beberapa pengertian yang di kemukakan. Kesamaan di antara
berbagai pengertian keanekaragaman hayati adalah tiga komponen prinsip yang menjadii inti,
yaitu ekosistem, jenis, dan gen. Tiga komponen prinsip ini juga diacu di dalam pengertian
keanekaragaman hayati menurut konvensi keanekaragaman hayati. Dalam pengertian lain
keanekaragaman hayati merujuk pada keanekaragaman semua jenis tumbuhan, hewan dan
jasad renik (mikroorganisms), serta proses ekosistem dan ekologis dimana mereka menjadi
bagiannya. Keanekaragaman hayati lebih dari sekedar jumlah jenis-jenis flora dan fauna.
Kawasan hutan Indonesia dan ekosistem daratan lainnya mewadahi keanekaragaman hayati
yang sangat besar. Dari segi keanekaragaman jenis, Indonesia mempunyai kekayaan flora
musalnya jenis-jenis palem yang terbesar di dunia, lebih dari 400 jenis kayu dipterocarp
(jenis kayu komersial terbesar di Asia Tenggara) dan kurang lebih 25 ribu tumbuh-tumbuhan
berbunga serta beranekaragam fauna. Jika dilihat dari sisi fauna, Indonesia menduduki tempat
pertama didunia dalam kekayaan jenis mamalia (515 jenis, 36 % diantaranya endemik),
menduduki tempat pertama juga dalam kekayaan jenis kupu-kupu swallowtail (121 jenis, 44
% di antaranya endemik), menduduki tempat ketiga dalam kekayaan jenis reptil (lebih dari
600 jenis), menduduki tempat keempat dalam kekayaan jenis burung (1519 jenis, 28 %
diantaranya endemik), menduduki tempat kelima dalam kekayaan jenis amfibi (lebih dari 270
jenis) dan menduduki tempat ketujuh dalam kekayaan flora berbunga. Kawasan peraiaran
teritorial Indonesia yang luas dan kekayaan lautan Hindia dan pasifik barat lebih lanjut lagi
menambah kekayaan keanekaragaman hayati. Indonesia mempunyai habitat pesisir dan
lautan yang kaya. Sistem terumbu karang yang ekstensif di lautan yang jernih sekitar
Sulawesi dan Maluku termasuk diantara ekosistem terumbu karang yang terkaya di dunia.
Sebagian dari kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia telah di manfaatkan dan
memberikan nilai secara ekonomis. Sejumlah tanaman pertanian juga mempunyai nilai
penting secara nasional maupun global berasal dari Indonesia, termasuk merica hitam,
cengkih, tebu, beberapa jenis citrus dan sejumlah buah-buahan tropis lainnya. Lebih dari
6000 jenis tanaman dan hewan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan harian, baik di panen secara langsung dari alam maupun dibudidayakan. Tujuh

1
ribu jenis ikan marine maupun air tawar adalah sumber protein utama masyarakat Indonesia.
Pertanian dan perikanan adalah penopang perokonomian negara, yang menyediakan
kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan dan enersi, serta peralatan. Keanekargaman
hayati Indonesia adalah sumber daya yang penting bagi pembangunan nasional. Sifatnya
yang mampu memperbaiki diri merupakan keunggulan utama untuk dapat di manfaatkan
secara berkelanjutan. Sejumlah besar sektor perekonomian nasional tergantung secara
langsung ataupun tak langsung dengan keanekaragaman flora-fauna, ekosistem alami dan
fungsi-fungsi lingkungan yang dihasilkannya. Konservasi keanekaragaman hayati, dengan
demikian sangat penting dan menentukan bagi keberlanjutan sektor-sekrtor seperti
kehutunan, pertanian, dan perikanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, industri dan
kepariwisataan, serta sektor-sektor lain yang terkait dengan sektor tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Karya tulis ilmiah ini terfokus kepada bagaimana manfaat dari adanya
keanekaragaman hayati khususnya flora dan fauana bagi kehidupan manusia dan
keanekaragaman hayati dan kesejahteraan manusia

1.3 Tujuan Penulisan


Sebagaimana rumusan masalah yang tertera, maka dengan ini karya tulis ini bertujuan
untuk memberikan informasi tentang bagaimana manfaat dari adanya keanekaragaman hayati
khususnya flora dan fauana bagi kehidupan manusia dan keanekaragaman hayati dan
kesejahteraan manusia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manfaat Keanekaragaman Hayati Flora Fauna Bagi Kehidupan Manusia


Keanekaragaman hayati penting bagi kehidupan manusia. Namun, informasi
tentang peran dan potensinya baru sedikit diketahui sehingga yang dimanfaatkan
pun masih sangat terbatas. Beberapa manfaat keanekaragaman hayati bagi
kehidupan manusia sebagai sumber bahan pangan, kesehatan, energi, sandang,
papan, alat-alat rumah tangga, industri, dan jasa ekosistem, (LIPI:2014)

2.1.1 Pangan
Sejarah mencatat bahwa dalam upaya melangsungkan kehidupannya,
manusia selalu menggantungkan diri pada sumber daya alam hayati, terutama untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Kebutuhan ini adalah kebutuhan primer yang meningkat
sejalan dengan perkembangan pola pikirnya. Hingga saat ini, kebutuhan pangan masih
bertumpu pada daging, baik dari hewan maupun binatang, tumbuhan, dan tanaman serta
mikrob. Bagian tumbuhan dan tanaman yang dijadikan sebagai sumber pangan berasal
dari biji, buah, bunga, daun, batang, umbi, atau patinya. Domestikasi dan budi daya
sumber daya hayati merupakan awal dari sejarah pemanfaatan pangan. Jenis tumbuhan
yang menghasilkan bagian-bagian yang siap dimakan semula memperoleh perlakuan
khusus, dan setelah ditanam, sifat tanamannya masih menyerupai sifat tumbuhan yang
hidup di alam. Oleh sebab itu, para pakar memperkirakan bahwa tanaman yang
diperbanyak secara vegetatif merupakan awal perkembangan sistem pertanian, kemudian
barulah berkembang tanaman yang berbasis pada biji. Tanaman yang berbasis biji ini
kemudian lebih mudah berkembang dengan cepat ke seluruh dunia dan dijadikan sebagai
sumber pangan. Sumber daya hayati yang dimiliki bangsa Indonesia ini sebenarnya
merupakan “emas hijau” yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk keluar dari
kondisi krisis multidimensi. Namun, sumber daya hayati pangan masih ditelantarkan dan
bahkan dilupakan (Sukara 2003). Pangan nonberas perlu ditingkatkan pemanfaatannya
untuk mendorong program diversifkasi pangan sehingga dapat mengurangi
tekanankonsumsi beras. Ismail menjelaskan bahwaIndonesia memiliki 77 jenis sumber
pangannonberas, antara lain ubi kayu, jagung,ganyong, garut, suwek, sukun, pisang,

3
labukuning, talas, gembili, gembolo, kentang,kacang-kacangan, dan ubi jalar (Hadi
2014).Oleh sebab itu, masih diperlukan keahliandan penelitian di bidang kehati yang
dapatmendukung penganekaragaman pangan diIndonesia, (LIPI:2014)
 Sumber Pangan Utama
Kebutuhan mendasar manusia diantaranya karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral danair. Karbohidrat merupakan unsur panganutama karena berfungsi
sebagai sumberenergi, diikuti oleh protein dan vitamin yangmerupakan kebutuhan
pelengkap. Sumber karbohidrat untuk pangan dapat berupabiji-bijian, tepung, dan umbi-
umbian. Bahanyang dapat berfungsi sebagai makanan pokokberupa biji-bijian antara lain
padi, jagung, dangandum, sedangkan yang berupa tepungdiperoleh dari pohon seperti
sagu dan nipah. Beras merupakan sumber pangan utama masyarakat Indonesia. Pada
umumnya dikenal beras putih, namun ada juga beras merahdan bahkan ada juga beras
hitam. Produksiberas di Indonesia dihasilkan dari padi sawah(irigasi), padi tadah hujan
(huma), dan padiair dalam atau padi mengambang. Diperkirakan tidak kurang dari
10.000 varietas padi berhasil dikembangkan di berbagai tempat diIndonesia sebelum era
Revolusi Hijau. Pemerintah Indonesia kemudian mengembangkanbenih-benih padi baru
yang dapat meningkatkan produksi padi. Menurut Kementerian Pertanian, Balai Besar
Penelitian TanamanPadi di Sukamandi sampai tahun 2011 telahdilepas 244 kultivar padi,
90% di antaranyatelah diadopsi oleh petani (Kompas, 5 Maret2012). Padi lokal yang
tersisa adalah varietasyang secara ekonomi memiliki harga tinggiseperti cianjur, rojo
lele, menthik, pandanwangi, dan sebagainya. Plasma nutfah padiyang disimpan di
Kementerian Pertania nadalah sebanyak 4.121 nomor dan padi liarsebanyak 94
nomor.Jagung merupakan sumber pangankedua di Indonesia. Beberapa etnik di daerah
menggunakan jagung sebagai sumber karbohidratnya. Di samping itu, jagung juga
dapatdigunakan sebagai pakan ternak dan minyakgoreng. Berbeda dengan padi, jagung
bukanlah tanaman asli Indonesia. Kultivar yangada di Indonesia mempunyai biji
berwarnakuning, putih, dan merah/hitam. Berdasarka ndata Badan Pusat Informasi
Jagung Provinsi Gorontalo tahun 2012, tercatat 35 kultivarjagung hibrida sudah dilepas,
sedangkanjagung komposit 15 kultivar, jagung lokal 7kultivar dan jagung galur 5
kultivar. Saat initercatat 1.052 nomor plasma nutfah jagungyang disimpan di Balai Besar
Penelitian danPengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB-
Biogen), Bogor. (LIPI:2014)
 Sumber Pangan Sekuder

4
Keunikan sumber pangan di Indonesia terletak pada keberagaman yang
tercermin dalam kebhinekaan suku-suku bangsanya. Tiap kelompok suku memiliki
kekhasan pengetahuan sumber daya pangan ini. Itulah sebabnya, di Indonesia sering
kalisulit membedakan sumber pangan primer/pangan pokok dengan sumber bahan
pangan sekunder/cadangan. Sebagai contoh, sumberpangan seperti beras, jagung, sagu,
gewang, singkong, ubi jalar, talas, uwi, dan pisang merupakan sumber pangan primer
bagi beberapa kelompok suku. Di tempat lain, sumber pangan tersebut mungkin hanya
merupakan pangan cadangan untuk musim musim tertentu, misalnya musim paceklik
atau bahkan hanya sebagai sumber pangantambahan. Di luar pangan utama atau primer,
Indonesia juga kaya akan jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai sumber protein
(kacang-kacangan), vitamin, dan mineral (buah dan sayuran) serta bahan baku bumbu-
bumbuan. Menurut catatan Zevendan Zhukovsky (1967), Indonesia bersama dengan
negara-negara di kawasan Indo-Chinamerupakan daerah yang kaya akan kerabat jenis-
jenis tumbuhan liar dengan potensi sebagai pangan primer maupun sekunder. Area
tersebut dikenal sebagai pusat-pusatVavilov. Walujo (2011) mengetengahkan secara
rinci bahwa pusat Vavilov ini kaya akan jenis tumbuhan buah, keluarga jahe, pisang
,tebu, padi dan beberapa jenis kacang, sepertikara pedang (Canavalia gladiata), benguk
(Mucuna cochinchinensis), kecipir (Psopocarpustetragonolobus), dan petai (Parkia
spesiosa).Selain itu, Thrupp (1998) juga menambahkan bambu, kelapa, dan beberapa
jenis umbi (uwi-gembili, dan talas-talasan). Selanjutnya, Li (1970) melalui studi botani,
etnobotani, danfitogeografi, menambahkan bahwa Indonesia juga kaya akan buah-
buahan, seperti manggis(Garcinia mangostana), rambutan (Nepheliumlappaceum),
durian (Durio zibethinus), danjeruk nipis (Citrus aurantica). Sementara itu, masih banyak
lagi jenis buahan-buahan lokal lain, seperti salak,mangga, kepel, dan belimbing. Sebagai
contoh, dari 27 jenis durian yang ada di Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia, 19 jenis di
antaranya ditemukan di Kalimantan dan baru 6jenis saja yang diketahui berpotensi
sebaga ibuah meja. Tanaman buah asli Indonesia lainnya adalah duku (Lansium
domesticum). Jenis ini memiliki 3 forma, yaitu duku (L.domesticum var. duku), lansat
(L. domesticumvar. domesticum), dan kokosan (L. domesticumvar. aquaeum). Beberapa
varietas yang umum diperdagangkan adalah duku komering, metesih, condet, dan
kalikajar. Sementara itu, dari hasil eksplorasiyang dilakukan para peneliti Herbarium
Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi-LIPI keberbagai kawasan hutan di seluruh
Indonesia,di antaranya ke Taman Nasional Bogani Nani W artabone (Uji 2001),
ditemukan 40 jenis buah-buahan hutan yang bernilai ekonomi bagi masyarakat di

5
sekitarnya. Dari jumlah tersebut, 5 jenis termasuk tumbuhan langka (Citrus macroptera,
Cynometra cauliflora, Dilleniacelebica, Macadamia hildebrandii, dan
Nepheliumramboutan-ake) dan 3 jenis tumbuhan endemik (Dillenia celebica, D. serrata,
Macadamiahildebrandii). Sementara itu, Purwaningsih etal. (2001) yang melakukan
eksplorasi di hutan Riam Durian, Kotawaringin, Kalimantan Tengah, mencatat sebanyak
26 jenis pohon ditemukan di hutan gambut, 18 jenis dibekas hutan yang terbakar, dan 27
jenisd itemukan di hutan sekunder tua yang berpotensi sebagai sumber buah-buahan.
Jenis-jenistersebut adalah Artocarpus kemando, Garciniadioica, Baccaurea mino,
Artocarpus anisophyllus, Sarcotheca diversifolia, dan Nephelium unicatum.Kacang-
kacangan juga menjadi primadona sumber pangan sekunder. Kecipir (Psopocarpus
tetragonolobus) telah lamam enjadi perhatian dunia karena bijinyadiduga mempunyai
potensi yang besar untuk menggantikan kedelai. Jenis ini memilikikultivar yang cukup
banyak. Setiap kultivar dibedakan berdasarkan bentuk buahnya dan masing-masing
memiliki nama daerah yangberbeda-beda. (LIPI:2014)

2.1.2 Kesehatan
Kemajuan ilmu pengetahuan—khususnya ilmu pengetahuan yang mempelajari
keanekaragamanhayati—sungguh luar biasa. Penemuan demi penemuan terus
bermunculan. Penemuan spektakuler terutama di bidang penemuan obat untuk mengobati
penyakit-penyakit baru semakin sering diberitakan. Tidak dapat dimungkiri, kita harus
menyadari bahwa keanekaragaman hayati, baik flora, fauna, dan sumber daya jasad renik
(mikrob) Indonesia menjadi sangat penting artinya sebagai sumber bahan baku obat-
obatan untuk dapatm engobati berbagai jenis penyakit baru. Pemerintah dan bangsa
Indonesia memiliki komitmen yang tinggi terhada pupaya pemanfaatan tumbuhan obat
danaromatik. Seiring dengan kecenderungan global masyarakat dunia untuk ’kembalike
alam’, bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang ini. Selain karena bangsa
Indonesia memiliki potensi yang luar biasa akan tumbuhan obat dan kosmetik yang bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat alami serta bahan aktif makanan dan parfum,
pengetahuan tentang pemanfaatannya telah dikenal para pengobat tradisional sejak
ribuan tahun yang lalu. Menurut Walujo (2013), SDH tumbuhan menjadi semakin
menarik ketika mendapat pengakuan masyarakat internasional sebagai bahan baku
obatobatan tradisional (jamu). Melalui lompata nkemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuanbiologi modern (bioteknologi), telah dibuktikan bahwa SDH tumbuhan
merupakan pustaka kimia yang sangat potensial dalam upaya pencarian obat-obatan

6
baru. SDH tumbuhan ini juga di identikkan denganpustaka gen yang amat dibutuhkan
untuk pengembangan industri dan pembaharuan di bidang kesehatan. Selanjutnya,
ditekankan bahwa senyawa dan kandungan biologi pada jamu sebagian besar didasarkan
pada pengalaman dan pengamatan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk membuktikan khasiatnya secara ilmiah serta jaminan atas keamanannya. Berbagai
kelompok metabolit sekunder dikenal sebagai komponen aktif dalam jamu, termasuk
alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, kumarin, dan lignan yang semuanya memberi
kontribusi pada efek terapi sebagai senyawa aktif tunggal atau dalam bentuk ramuan.
Dalam perkem bangan lebih lanjut, muncul isu-isu etika seperti hak kekayaan intelektual,
pembagianatas nilai manfaat sumber daya hayati, dan pertimbangan konservasinya.
Pemanfaatan flora, fauna, dan mikrobdi bidang kesehatan sudah lama dilakukan,terutama
oleh masyarakat tradisional, baikuntuk obat tradisional (jamu) maupunkosmetik. Data ini
merupakan data pertama tentang peran keanekaragaman hayati di Indonesia walaupun
masih diperlukan penggalian lebih lanjut pada data tua di bagian lain di Indonesia yang
belum terekam, terutama resep-resep tua yang masih disimpan olehpara orang tua di
daerah tersebut. Kadang kadang informasi ini tidak terekam, hanya berupa informasi
yang diceritakan secara Lisan oleh nenek moyangnya (Widjaja &Kartawinata 2013
dalam LIPI:2014)
 Sumber Bahan Obat Tradisional Dan Kosmetik
Indonesia merupakan salah satu negarapengguna tumbuhan obat terbesar di
duniabersama negara lain di Asia, seperti China dan India. Pemanfaatan tanaman sebagai
obat-obatan juga telah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Namun, penggunaannya
belum terdokumentasi dengan baik, kecualidi Jawa. Tulisan tentang tanaman obat
dankosmetik bahkan ada yang masih tertulis didaun lontar sehingga harus dibukukan.Di
Jawa, masyarakat Keraton Surakarta dan Yogyakarta telah mengenal jamu yang dibuat
dari tanaman untuk kecantikan permaisuri dan gadis-gadis keraton. George Eberhard
Rhumphius yang tiba pada tahun1653 diminta Pemerintah Belanda untuk mengumpulkan
data tentang tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional di P. Ambondan juga
diinstruksikan untuk membuats pesimen herbarium serta gambarnya. Dalam buku itu,
disebutkan 1.300 jenis tanaman yang berguna untuk pangan, papan, sandang, kesehatan,
dan energi. Pada era masuknya jenis tanaman ekonomi ke Indonesia, Gubernur Jenderal
Belandasaat itu menginstruksikan Teysmann sebagai kurator Kebun Raya (s-Land’s
Plantentuin) di Bogor untuk memasukkan jenis-jenis sayuran dan buah-buahan Eropa

7
untuk kepentingan pangan. Selanjutnya, Hasskarl pada tahun 1852 yang waktu itu
merupakan wakil kepala Kebun Raya juga menanam kina yang dibawadari Peru. Pertama
kali Hasskarl menanamnya di Kebun Raya Cibodas dan akhirnya Junghuhn menanamnya
dalam skala besardi Jawa Barat sebagai bahan baku obat. Padasaat itulah diperkenalkan
juga tanaman karet, kopi, teh, dan kelapa sawit dalam skala luas. Sementara itu, pada
waktu yang bersamaan tebu juga dikembangkan menjadi perkebunan di berbagai belahan
dunia. Selain tebu, cengkeh juga mulai diperkenalkan ke dunia. Usaha perdana dalam
mengompilasi data tumbuhan yang bernilai ekonom idimulai oleh pendeta Grevelink
pada tahun 1883 yang kemudian diikuti oleh Clerc padatahun 1909 (Wit 1949). Selama
masa periode kepemimpinannya sebagai direktur Museum Ekonomi Botani (1906–
1927), Heyne mencob amendokumentasikan tumbuhan berguna Indonesia dalam buku
De Nuttige Planten van Nederlandsch Indie yang menuliskan 5.006 jenis tumbuhan.
Termasuk dalam buku tersebut ialah 1.050 jenis tumbuhan obat (21%). Plant Resources
of South East Asia (Prosea) telah memublikasikan 5.952 jenis tumbuhan yang bernilai
ekonomi dalam 19 volume di Asia Tenggara, termasuk di dalamnya tumbuhan obat yang
terdiri atas tiga buku. Data tanaman obat terutama diperoleh dari Heyne(1950), Ochse
(1931), Ochse dan van den Brink(1931), dan Burkill (1935). Sementara itu,
Kloppenburg-Versteegh (1907, 1911) menuli sbuku tanaman obat yang sangat populer
sehingga dipakai sebagai sumber utama dalam publikasi tanaman obat hingga sekarang.
Sejak saat itu, penelitian tentang tanaman obat dilakukan oleh berbagai peneliti. Selain
itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengompilasi dan menerbitkan
buku Tanaman Obat dan Materia Medika. Hasil penelitian tanaman obat jugadi publikasi
oleh Badan Litbang Kesehatandan Pusat Penelitian dan Pengembangan Rempah-rempah
dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian. Hargono et al. (1986) telah membuat Senarai
Tumbuhan Obat Indonesiayang berisi daftar 940 jenis tanaman obat yangdikenal di
Indonesia. Dari 940 jenis yang dikenal sebagai tanaman obat, 120 di antaranyatermasuk
bahan obat-obatan Indonesia. Jenis-jenis tumbuhan yang digunaka nsebagai bahan
kosmetik tradisional juga sudah lama dikenal, seperti lulur, tapel, pilis,parem, boreh, dan
konyoh. Bedak dingin di Kalimantan dikenal dengan nama pupur dingin, dibuat dari
tepung beras yang barudibuat dan dicampur dengan rempah-rempa hBanjar (misalnya
“bangsoye” dan “babakan”)serta dicampur dengan babanyun untuk menghasilkan aroma
yang harum dan segar. Sebagai pewarna alami, ditambahkan kulit kayu bangkal yang
juga berfungsi memberikan pewangi ekstra. Selain itu, dikenal juga adanya bedak dingin
dari sari bengkoang. Oleh suku Dayak bedak dingin dibuat dar itepung beras, tepung

8
bengkuang/tepung besusu, temu giring, kencur, lempuyang, buah pinang, adas pala
waras, akar lara setu, air dingin, dan bibit minyak wangi. Tilaar (2009) dalam bukunya
menyebutkan bahwa konsep kecantikan tradisionaladalah kecantikan lahiriah yang
merupakan pancaran kecantikan rohaniah. Oleh karenaitu, kecantikan sejati merupakan
suatu usaha perawatan yang menyeluruh, baik jasmanimaupun rohani, yang dalam
bahasa Jawa Kuno disebut Rupasampat Wayabyantara. (LIPI:2014)
 Sumber Pustaka Ilmiah
Kandungan kimia sumber daya hayati yang secara biologi aktif disebut senyawa
timbal (lead compund). Senyawa ini dapat digunakan sebagai bahan baku obat. Untuk
menjad iobat yang dapat dipasarkan, perlu dilakukan penelitian intensif terhadap
senyawa tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan uji praklinis serta pengembangan
klinis. Dilaporkan terdapat 120 senyawa kimia yang berasal dari 100 suku tumbuhan,
yang sebagian besar adalah tumbuhan tropik, termasuk yang terdapat di Indonesia
(Fransworth 1985, Soejarto 1991). Jenis-jenis tersebut berpotensi untuk pengobatan
berbagai jenis penyakit, antara lain malaria, kanker,j antung, hipertensi, dan bahkan
untuk program keluarga berencana.J ohnson et al. (2013) mengevaluasi tumbuhan
Indonesia untuk mengidentifikasi senyawa kimia dengan melakukan kegiatan modulasi
kekebalan tubuh dengan menggunakan ekstrak. Ekstrak metanol Alphonseajavanica
menunjukkan aktivitas anti peradangan. Artemisia vulgaris, walaupun bukan tanaman
Indonesia, mengandung kariofilene, minyak volatil, sesquiterpene laktone, flavonoid,
kourmarine derivatives, triterpene, danasam artemisinic yang digunakan untuk
obatpenyakit kulit, malaria, memulihkan tenaga setelah melahirkan, kuat lelaki, disentri,
pembengkakan payudara, menambah nafsumakan, dan melancarkan air seni. Rahayu
etal. (2004) juga mengemukakan kandungan kimia beberapa jenis tumbuhan obat dari
P.Wawonii, Sulawesi Tenggara. Sebagai contoh, Euphorbia hirta merupakan obat tetes
matameradang, sedangkan kandungan kimiany aadalah kuersetin, flavonoid, senyawa
antimikrob Candida albicans, Eschericia coli, danStaphylococcus aureus.(LIPI:2014)
 Untuk Obat
Penggunaan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan obat telah memiliki sejarah yang
panjang di berbagai etnis di Indonesia secaraturun-temurun. Kegunaan bahan tumbuhan
sebagai bahan obat bertumpu pada kandungan senyawa bioaktif yang diproduksi olehsel-
sel tumbuhan tersebut di dalam sistemjalur biosintesis metabolit sekundernya. Secara
tradisional, banyak jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai obat malaria diberbagai

9
etnik di Indonesia. Murningsih et al.(2005) telah melakukan penapisan terhadap22 jenis
tumbuhan obat Indonesia sebagai anti malaria. Hasil penapisan tersebut memperlihatkan
variasi kekuatan penghambatan pertumbuhan plasmodium secara in vitroyang bervariasi
antara 80–100% (Gambar 100).S imarubaceae merupakan salah satu suku tumbuhan
yang telah diuji dan secara tradisional dikenal sebagai bahan yang berkhasiat sebagai
obat antimalaria. Sebanyak sembilan jenis senyawa kimia yang terdiri atas alkaloiddan
terpenoid telah diisolasi dari tumbuhan Brucea javanica. Walaupun demikian,
pengaplikasianbahan tumbuhan ini perlu dilakukan denganhati-hati karena beberapa
ekstrak, sepertiekstrak B. javanica, P. javanica, dan Q. Indica memperlihatkan efek
toksik yang cukup tinggi terhadap mencit. Secara tradisional, beberapa jenis benalu juga
populer digunakan sebagai bahan obat herbal. Tumbuhan benalu teh sangat populer
pemanfaatannya di masyarakat sebagai obatkanker. Penelitian metabolit bioaktif
darisalah satu benalu yang tumbuh pada tumbuhan teh, Scurrula artropurpurea,
dilaporkan mengandung beberapa jenis asam lemak tidak jenuh seperti asam okta-9,12-
dienoat ,asam aktadeka-8,10-diynoat dan (z)-asamoktadek-12-ena-8,10-diynoat, dan
asamoktadeka-8,10,12-triynoat (Gambar 104). Asam lemak tersebut, terutama yang
disebutterakhir, memiliki aktivitas penghambatan invasi kanker dengan IC50 mendekati
95%pada konsentrasi 10 µg/ml. Tidak hanya mengandung asam lemak saja, tumbuhan
benalujuga mengandung beberapa jenis flavonoid yang telah dikenal sebagai antioksidan
yangkuat, seperti (+)-katekin, (-)-epikatekin, danepigalokatekin (Ohashi et al. 2003).

2.1.3 Sumber Energi Terbarukan


Seiring dengan meningkatnya permintaanB ahan Bakar Minyak (BBM) dan
impor solar menjadi tujuh milliar liter per tahun, pemerintah menerbitkan kebijakan
energi nasionalyang komprehensif melalui Inpres No. 1/2006tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Terkait dengan
pengembangan energi berbasis nabati, pemerintah telah menetapkan empat komoditas
untuk dikembangka nsebagai biofuel, yaitu kelapa sawit, tebu, jagung, dan jarak pagar.
Namun, bila dibandingkan dengan ketiga komoditas lainnya, kelapa sawit merupakan
komoditas yang paling cocok untuk dikembangkan dengan rendemen rata-rata 17,26% .
Pemanfaatan bambu untuk biofuel sudah dilakukan di Afrika. Mulanya, bambuditanam
untuk mengurangi erosi tanah .Tidak kurang dari 2,75 juta hektar bambu telah ditanam,
khusus dipersiapkan sebagai bahan baku biofuel. Di Universitas Princeton, Amanda Rees

10
mencoba membuat butanol dari bambu yang mempunyai energi lebih tinggi dibanding
etanol dan tidak korosif. Bambu mempunyai sifat fisika-kimia yang lebih baik dibanding
kayu (hal ini disebabkan karena 2,5% dari bambu terdiri atas mineral, sedangkan kayu
hanya 1.5).Di masa depan, bahan bakar hayati (biofuel) dari mikroalga sangat
menjanjikan karena mikroalga banyak tumbuh di perairan tawar maupun asin. Chlorella
sp. Merupakan penghasil minyak alga tertinggi, yakni mencapai 48,3% (Rachmaniah et
al. 2010). Linde(2014) menginformasikan bahwa untuk menghasilkan 1 barel minyak
alga (1 barelsetara dengan 159 liter) diperlukan alga dengan jumlah 600 kg karbon
dioksida. Darisatu produksi komersial alga, diperkirakan diperoleh kira-kira 10,000 m
ton CO2 per hariyang setara dengan 30% CO2 di pasaran. Hasil penelitian Nagara (2011)
membuktikan bahwa pengolahan alga pada lahan seluas 4.646.000 ha mampu
menghasilkan biodieselyang dapat menggantikan seluruh kebutuhan solar di Amerika
Serikat. Diperkirakan algamampu menghasilkan minyak 200 kali lebihbanyak
dibandingkan tumbuhan lain yang mampu menghasilkan minyak, seperti kelap asawit
dan jarak pagar. Komposisi kimia sel yang terdiri atas protein, karbohidrat, lemak,dan
asam nukleat dari setiap jenis alga berbeda antar satu dengan yang lain. Bentuk lain
energi terbarukan juga dikenal melalui blue carbon, yaitu karbon yangt ersimpan di
ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, rumput laut, padang lamun atau area
gelombang laut. Ekosistem ini memegang peranan penting sebagai cadangan karbonyang
luas dan menyerap CO2 di atmosfer serta menyimpannya dalam sedimen di dalam tanah
atau di bawah vegetasi. Tingkat penyimpanan karbon tidak sebanding dengan tingkat
penyerapan karbon di ekosistem darat, seperti hutan hujan tropis atau lahan gambut.
Ekosistem pesisir dapat menyimpan karbon ribuan tahun, namun ketika ekosistem itu
rusak, mereka dapat menjadi sumber CO2a kibat oksidasi biomassa dan tanah organik.
Blue carbon belum digunakan sebagai sumber energi terbarukan karena masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menjadikannya sebagai sumber energi.
(LIPI:2014)

2.1.4 Jasa Ekosistem


Jasa ekosistem adalah proses ekologi atau komponen ekosistem yang berpotensi
memberikan manfaat bagi manusia dan menjadi dasar untuk penilaian suatu ekosistem
(Hein et al. 2006), antara lain keindahan dan fenomena alam, kehati dan ekosistem,
fungsi hidrologi, penyerapan dan penyimpanan karbon, dan berbagai jasa lainnya
(Renstra Dit. PJLKKHL 2010–2014). Jasa ekosistem bervariasi seiring dengan

11
berjalannya waktu dan akan memengaruhi ketersediaannya dalam memberikan manfaat
bagi manusia. Wienarto et al. (2014) menggolongkan jasa ekosistem dalam tiga
kelompok, yaitujasa produksi, jasa pengaturan, dan jasa budaya. Jasa produksi
merupakan jasa penyedia barang dan jasa yang dihasilkan di dalam ekosistem, misalnya
penyedia bahan pakan, bahan bakar (termasuk kayu dan kotoranternak), kayu, serat dan
bahan baku lain, sumber biokimia dan obat, sumber daya genetik serta ornamental. Jasa
pengaturan merupakan kemampuan ekosistem dalam mengatur iklim, siklus airdan
biokimia, proses permukaan tanah, dan berbagai proses biologi. Contoh jasa ini adalah
pembenaman karbon, pengaturaniklim, pengaturan waktu dan volume sungai,aliran air
tanah, perlindungan terhadap banjiroleh sistem pesisir dan riparian, penyerbukan,
pengaturan hama penyakit, pengikatan nitrogen biologis, perombakan bahan organ
ikalam, dan keanekaragaman hayati untuk jenis tanaman dan hewan. Jasa budaya
meliputi dengan manfaat yang diperoleh manusia melalui hiburan,pengembangan
penalaran, relaksasi, danrefleksi spiritual. Contohnya adalah penyedia informasi
pendidikan dan ilmiah, penyedia peluang rekreasi dan wisata, penyedia bentang alam
untuk lingkungan, perumahandan hunian serta penyedia informasi lainnyasebagai
inspirasi budaya dan artistik (Heinet al. 2006). Jasa lingkungan memiliki lebih dari 25
jenis dan bentuk yang diterima oleh masyarakat regional. Walaupun demikian, yang
termasuk ke dalam marketable criteria hanya ada empat, yaitu jasa lingkungan tataair,
jasa lingkungan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan keindahan alam (lanskap),dan
jasa lingkungan penyerapan karbon (Leimona et al. 2011 dan Wunder 2005). Jasa
ekosistem dipopulerkan dan diformalkan melalui Kajian Ekosistem Milenium PBB tahun
2004 (Millenium Ecosystem Assesment 2005). Penyedia ekosistem yang terpenting
adalah hutan yang memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, baik manfaat
langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung adalah seperti penyediaan kayu,
penyerbukan, satwa, dan hasil tambang, sedangkan manfaat tidak langsung adalah
manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, dan pencegahan
erosi.Pemanfaatan hutan idealnya dilakukan secaralestari dan bertanggung jawab
sehingga menghasilkan manfaat yang berkelanjutandan tidak merusak kemampuan hutan
untuk memenuhi kebutuhan di masa depan. Hutan berfungsi untuk mendukung
kehidupan manusia, satwa, dan tumbuhan, selain juga menjadi bagian dari proses ekologi
dalamsatuan siklus kehidupan (Reksohadiprojo2000). Hasil penelitian Millennium
Ecosystem Assessment (MEA) tahun 2005 menjelaska nbahwa dua pertiga jasa
lingkungan yang dimanfaatkan mengalami degradasi yang lebih cepat dibanding masa

12
pemulihannya. Pemanfaatan jasa lingkungan yang berlebihana kan mengakibatkan
sumber daya alam dan hutan sulit untuk melakukan pemulihan alami. Kondisi ini dapat
menyebabkan jasa lingkungan secara bertahap menjadi langkadan hilang. Dampaknya,
jasa lingkunganyang semula diperoleh dengan cuma-cumaakan menjadi mahal dan
langka. Keadaan iniakan menjadi ancaman bagi sebagian besarmasyarakat yang
menggantungkan kehidupannya pada alam. Agar tidak semakin parah maka diperlukan
strategi pengelolaan untuk memanfaatkan jasa lingkungan yang bersumber dari sumber
daya alam dan lingkungan, khususnya di hutan.Jasa ekosistem dari aspek pertanian
terlihat pada Gambar 105 yang melibatkan banyak faktor, yaitu tanah, air,
keanekaragamanhayati, dan udara. Pertanian secara umum bergantung pada penyediaan
jasa ekosistem yang bersifat mengatur (jasa pengaturan), seperti pembentukan formasi
tanah dankegiatan jasad renik, perlindungan erosi, penyebaran dan siklus nutrien,
pemurnianair, curah hujan yang mantap dan iklim stabil, penyerbukan tanaman, dan
pengendalian hama dan penyakit. Pertanian modern intensif membutuhkan suatu
penyediaan yang berlanjut dan pertukaran antara jasa produksidan jasa pendukung.P
eningkatan produktivitas sebagai bagian dari jasa ekosistem produksi dapatm
enyebabkan penurunan jasa pengaturan. Jika jasa ekosistem pengaturan dan pendukung
makin buruk maka otomatis produksi pangan akan terganggu. Hal ini dapatdigambarkan
seperti suatu proses spiral yang menurun secara drastis sehingga perlu adanya suatu
pengaturan agar kebijakan pertanian, peraturan dan insentifnya sejalan dengan adopsi
praktik-praktik pertanian yang memperkuat dan meningkatkan kemampuan penyediaan
jasa produksi dan ketangguhanagro ekosistem (Wienarto et al. 2004). Beberapacontoh
jasa ekosistem yang termasuk dalamgrup jasa pengaturan, yang bermanfaat danmemberi
dampak yang cukup berarti padasektor pertanian dan konservasi tumbuhanakan dibahas
pada subbab berikut. (LIPI:2017)

2.2 Keanekaragaman Hayati Dan Kesejahteraan Manusia


Interaksi Manusia dan Keanekaragaman Hayati Manusia tergantung kepada
keanekaragaman hayati untuk pangan, enersi, papan, obat-obatan, inspirasi dan banyak lagi
kebutuhan lain. Keanekaragaman hayati dan manusia telah mempunyai keterkaitan yang erat
dan saling mendukung selama puluhan ribu tahun. Sumber daya hayati untuk pemenuhan
kebutuhan hidup mempunyai karakter penting yaitu bersifat renewable, paling tidak jika
dikelola dengan bijaksana. Cara masyarakat memanfaatkan keanekaragaman hayati
menentukan kelestarian sumber daya ini, dan cara masyarakat mengelolanya akan

13
menentukan produktivitas sumber daya yang penting ini dan kelestarian fungsi-fungsi
ekologisnya. Kegiatan manusia telah membantu terciptanya keanekaragaman jenis dan
plasma nutfah, dan telah meningkatkan komunitas hayati di dalam lingkungan yang tertentu
melalui praktik pengelolaan sumber daya dan melalui domestikasi tumbuhan dan satwa.
Disisi lain manusia juga telah menyebabkan menurunnya mutu keanekaragaman hayati
beserta fungsi-fungsi ekologis yang di hasilkannya. Menurunnya mutu keanekaragaman
hayati ini dapat dilihat dari laju kepunahan jenis dan viabilitas jenis-jenis yang masih
bertahan. Hubungan manusia dengan keanekaragaman hayati dapat di gambarkan dalam
diagram siklus interaksi. Dari sudut pandang antroposentris, interaksi dimulai dari faktor-
faktor pendorong hubungan yang ada di masyarakat, seperti untuk pemenuhan kebutuhan,
inspirasi dan fungsi-fungsi ekologis sebagai pendukung kehidupan. Faktor pendorong ini
akan mempengaruhi dampak kegiatan manusia pada keanekaragaman hayati. Meningkatnya
jumlah penduduk dan kebutuhan hidupnya akan meningkatkan dampak kegiatan manusia
pada keanekaragaman hayati; dampak tersebut kemudian akan mempengaruhi kondisi dan
dinamika keanekaragaman hayati, yang kemudian mempengaruhi nilai-nilai dan fungsi
keanekaragaman hayati dan pada akhirnya akan mempengaruhi pula ketersediaan dan
kualitas keanekaragaman hayati dalam memenuhi kebutuhan manusia dan juga dalam
menjamin kelestariannya. Sementara itu, kondisi dan dinamika, nilai-nilai dan dampak
kegiatan manusia pada keanekaragaman hayati dapat pula diupayakan melalui peningkatan
kesadaran masyarakat untuk menjadi faktor pendorong bagi berubahnya pola konsumsi
efisiensi pemanfaatan sumber daya dan apresiasi masyarakat. Peningkatan kesadaran dan
apresiasi akan mempengaruhi pula dampak kegiatan manusia, kondisi dan dinamika dan cara
penilaian fungsi-fungsi keanekaragaman hayati melalui upaya-upaya tertentu dalam
pengelolaan pendidikan dan lain sebagainya.
Manfaat keanekaragaman Hayati bagi manusia tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme penghuni planit biru ini, saling berinteraksi didalam lingkungan fisik suatu
ekosistem, merupakan fondasi bagi pembangunan berkelanjutan. Sumber daya hayati dari
kekayaan kehidupan ini mendukung kehidupan manusia dan memperkaya aspirasi serta
memungkinkan manusia untuk beradaptasi dengan peningkatan kebutuhan hidupnya serta
perubahan lingkunganya. Erosi keanekaragaman plasmanutfah, jenis, dan ekosistem yang
berlangsung secara tetap akan menghambat kemajuan dalam proses masyarkat yang sejahtera
secara berkelanjutan. Erosi keanekargaman hayati ini merupakan indikasi dari
ketidakseimbangan antara peningkatan kebutuhan manusia dan kapasitas alam. Pada saat
manusia memasuki revolusi industri, ada kurang lebih 850 juta jenis flora-fauna yang

14
bersama-sama menghuni bumi. Pada saat ini, dengan populasi manusia sekitar enam kali, dan
dengan tingkat konsumsi sumber daya yang berlipat jauh lebih besar, peningkatan kapasitas
alam melalui upaya budi daya dan pengelolaan sumber daya tidak mampu mengikuti
peningkatan pertumbuhan populasi dan kebutuhan hidupnya. Dari komponen-komponen
keanekaragaman hayati, baik diperoleh langsung dari alam maupun melalui budi-daya, umat
manusia memperoleh semua bahan pangan dan sejumlah besar obat-obatan, serat bahan baku
industi. Sumbangan perekonomian dari pemanenan komponen keanekaragaman hayati dari
alam saja telah mennyumbang empat setengah persen GDP Amerika, atau bernilai 87 milyar
dollar pada akhir tahun 1970. Perikanan lepas pantai, yang berasal dari jenis-jenis non budi
daya telah menyumbang sekitar 100 juta ton bahan pangan. Pada beberapa negara
berkembang masyarakat masih mencari bahan kebutuhan pangan pokok mereka dari alam.
Umbi-umbian, dan sagu di Irian jaya, dan beberapa sumber karbohidrat utama di beberapa
negara masih diperoleh langsung dari alam . Nilai komponen keanekaragaman hayati yang
dibudidayakan jauh lebih besar lagi. Pertanian menyumbang sekitar 32 persen dari GDP
negara-negara berkembang. Perdagangan produk pertanian pada tahun 1989 mencapai 3
triliyun dolar. Komponen keanekaragaman hayati juga penting bagi kesehatan manusia.
Sebelum industri sintesa muncul, semua bahan obat-obatan diperoleh dari alam, dan bahkan
sekarang bahan-bahan alami ini masih vital. Obat-obatan tradisional mendukung
pemeliharaan kesehatan bagi sekitar 80 % penduduk negara berkembang, atau lebih dari tiga
milyar jiwa secara keseluruhan. Pengobatan tradisional saat ini di dorong perkembangannya
oleh Badan Kesehatan Dunia WHO, dan juga di banyak negara,termasuk negara maju.
Demikian juga untuk pengobatan modern, seperempat dari resep obat-obatan yang di berikan
Amerika Serikat mengandung bahan aktif yang diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan dan
hewan, dan lebih dari 3000 antibiotik, termasuk penisilin dan tetrasiklin, diperoleh dari
mikroorganisma. Siklosporin, di kembangkan dari suatu kapang tanah, merupakan penemuan
revolusioner bagi transplantasi jaringan manusia, seperti untuk jantung dan ginjal, karena
mampu menekan efek penolakan tubuh atas organ baru. Aspirin dan banyak obat-obatan
lainnya yang sekarang mampu disintesakan kimiawi, pertama kali diekstraksi dari tumbuhan
liar. Senyawa-senyawa yang diekstraksi dari tumbuhan, mikroba dan hewan merupakan
komponen dalam perumusan 20 obat-obatan terlaris di Amerika yang mencapai angka
perdagangan sebesar 6 milyar dolar pada tahun 1988. Komponen keanekaragaman hayati
juga mempunyai fungsi sebagai komoditi pariwisata,. Diseluruh dunia, pariwisata alam
menghasilkan sekitar 2 hingga 12 milyar dolar pendapatan setiap tahun. Selain fungsi
ekonomi seperti tersebut diatas, keanekeragaman hayati mempunyai fungsi sosial dan

15
ekologis. Fungsi sosial keanekaragaman hayati adalah memberikan kesempatan atau
lapangan kerja, bagian dari elemen spiritual masyarakat yang membentuk budaya setempat,
serta membentuk jati diri masyarakat. Nilai spiritual dan aspirasi dari fungsi sosial ini juga
mempengaruhi atau meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat. Fungsi ekologis
keanekaragaman hayati berkaitan dengan proses-proses ekologis keaneka ragaman hayati,
yaitu proses pertumbuhan, perkembangbiakan, dan evolusi. Tumbuhan menghasilkan oksigen
dan menyaring polutan udara, memberikan mutu udara yang diperukan untuk pernafasan
manusia serta makhlluk hidup lainnya. Proses mikroorganisme tanah memperbaiki kondisi
kimiawi dan biologis tanah, struktur tanah serta kesuburan tanah secara umum, serta proses-
proses lainnya mendukung kehidupan manusia dalam hal memberikan kualitas kehidupan
yang lebih baik. Fungsi, jasa dan produk komponen keanekaragaman hayati diatas, serta
besarnya nilai ekonomi yang dihasilkan tidak akan dapat diperoleh secara lestari jika sumber
dayanya sendiri tidak dikelola secara lestari. Dari gambaran di atas, dapat di ketahui bahwa
keanekaragaman hayati berperan sangat penting dan vital untuk menjamin kehidupan dan
kesejahteraan umat manusia. Mulai dari mutu udara, mutu air, mutu tanah, dan mutu
lingkungan secara keseluruhan, hingga untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
semuanya tergantung secara langsung maupun tak langsung pada keanekaragaman hayati. (
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: 2003)

16
BAN III

PENUTUP

Seperti anggota komunitas makhluk hidup lainnya, manusia tergantung pada lingkungannya.
Dengan kelengkapan akal budinya yang jauh lebih unggul dari makhluk hidup lain, manusia
tidak hanya beradaptasi dan berevolusi secara pasif namun, namun mampu mengubah
lingkungannya agar lebih menguntungkan dan sesuai denngan kebutuhan hidupnya. Sesuai
dengan perkembangan kebudayaannya, sejarah interaksi manusia dimulai dari tahap/fase
pengumpul atau pemburu, fase pertanian, fase pembentukan kawasan permukiman, hingga
fase modern dengan konsumsi energi tinggi. Pada setiap fase interaksi ini, bentuk hubungan
pengaruh dan mempengaruhi berubah sesuai dengan tekhnologi dan kapasitas yang
dikembangkannya. Manusia tidak lagi tergantung dengan sumber daya yang ada di alam,
namun dengan kelebihan inovasinya mulai mampu membudidayakan, meningkatkan
produktivitas komponen keanekaragaman hayati dan menekan faktor-faktor yang tidak
mennguntungkan produksi. Dengan semakin meningkatnya populasi dan kebutuhan
hidupnya, serta dengan perkembangan industrialisasi, dampak kegiatan manusia pada kondisi
dan dinamika keanekaragaman hayati semakin besar. Kebutuhan yang meningkat sering kali
menyebabkan kurang diindahkannya pertimbangan lingkungan; pemanenan hasil alam berupa
hasil hutan dan perikanan sering kali hanya mempertimbangkan pemenuhan bahan baku
industri dan kebutuhan masyarakat dalam jangka pendek. Pertanian tradisional yang lebih
mempertahankan keanekaragaman hayati digantikan dengan pertanian berinput tinggi,
dengan keanekaragaman hayati rendah dan intensiv. Pertanian intensiv sering kali tidak
mempertahankan penggalian bibit lokal demi untuk memenuhi pasaran global. Akibat yang
segera tampak adalah degradasi lahan, terutama penurunan produktivitas lahan,
penggundulan hutan dan meningkatnya kasus-kasus bencana alam. Dalam jangka panjang,
dampak yang akan muncul adalah kejenuhan lingkungan, akibat tertekannya daya dukung
lingkungan dan meningkatnya kerusakan lahan dan fungsiekologis keanekaragaman hayai.
Bila hal ini terus berlanjut maka ketiga fungsi keanekaragaman hayati akan rusak dan
manusia sendiri yang harus menerima akibatnya. Esensi dari pendekatan bioreginal adalah
untuk mewadahi dan melibatkan konservasi keanekaragaman hayati dalam pemanfaatan
sumber daya lahan dan sumber daya alam lainnya, termasuk yang utama ditujukan untuk
produksi ekonomi. Dengan demikian, pendekatan bioregional development plan adalah upaya
memadukan tujuan konservasi keanekaragaman hayati dalam pengelolaan hutan, pertanian,

17
perternakan, perikanan dan pengembangan kawasan pemukiman/perkotaan, serta dalam
pembangunan dilahan basah dan semua lanskap. Teknik dan strategi konservasi
keanekaragaman hayati pada berbagai bentukan lanskap tersebut diatas sebenarnya sudah
ada, namun perlu ditingkatkan lagi dan dilaksanakan secara lebih terpadu dan luas.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati unggulan daerah dalam konsep bioregional ini
sebenarnya menguntungkan secara ekonomi dan ekologis. Pemanfaatan jenis-jenis
asli/setempat akan membantu pemeliharaan keanekaragaman setempat dan meningkatkan
efisiensi pemeliharaan, karena sangat sedikit membutuhkan input kapital dalam proses
produksi (pupuk, pertisida, dll.)

18
Daftar Pustaka

Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.“Keanekaragaman Hayati Untuk


Keberlanjutan Kehidupan Manusia”. Tanggal : 2003-12-23. Di unduh pada hari Senin, 12
Januari 2021 http://perpustakaan.menlhk.go.id/pustaka/home/index.php?
page=ebook&code=ka&view=yes&id=1

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. KEKINIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI


INDONESIA 2014

19

Anda mungkin juga menyukai