Allah memerintahkan beliau untuk berjihad semenjak beliau diutus sebagai Nabi, Allah
berfirman
“Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri
seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang
kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur’an dengan jihad yang besar.” [Al-
Furqon : 51-52]
Surat ini termasuk surat Makiyah yang didalamnya terdapat perintah untuk berjihad
melawan orang-orang kafir dengan hujjah dan keterangan serta menyampaikan Al-
Qur’an. Demikian juga, jihad melawan orang-orang munafik dengan menyampaikan
hujjah karena mereka sudah ada dibawah kekuasaan kaum muslimin, Allah ta’ala
berfirman :
“Artinya : Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik
itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” [At-Taubah : 73]
Jihad melawan orang-orang munafik (dengan hujjah-pent) lebih sulit daripada jihad
melawan orang-orang kafir (dengan pedang-pent), karena (jihad dengan hujjah-pent)
hanya bisa dilakukan orang-orang khusus saja yaitu para pewaris nabi (ulama). Yang bisa
melaksanakannya dan yang membantu mereka adalah sekelompok kecil dari manusia.
Meskipun demikian, mereka adalah orang-orang termulia di sisi Allah.[2]
Jihad melawan musuh-musuh Allah diluar (kaum muslimin) termasuk cabang dari
jihadnya seorang hamba terhadap dirinya sendiri (hawa nafsu) di dalam ketaatan kepada
Allah, sebagaimana yang disabdakan Nabi :
“Artinya : Mujahid adalah orang yang berjihad melawan dirinya dalam mentaati Allah
dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah” [Hadits Riwayat
Ahmad dan sanadnya jayyid/baik]
Oleh sebab itu, jihad terhadap diri sendiri lebih didahulukan daripada jihad melawan
orang-orang kafir dan hal tersebut merupakan pondasinya. Seorang hamba jika tidak
berjihad terhadap dirinya sendiri dalam mentaati perintah Allah dan meninggalkan apa
yang dilarang dengan ikhlas karena-Nya, maka bagaimana mungkin dia bisa berjihad
melawan orang-orang kafir[3]. Bagaimana dia bisa melawan orang-orang kafir sedangkan
musuh (hawa nafsu) nya yang berada disamping kiri dan kanannya masih menguasainya
dan dia belum berjihad melawannya karena Allah. Tidak akan mungkin dia keluar
berjihad melawan musuh (orang-orang kafir) sehingga dia mampu berjihad melawan
hawa nafsunya untuk keluar berjihad.[4]
JENIS DAN TINGKATAN JIHAD
Kata jihad, memiliki pengertian yang luas. Jihad dalam arti memerangi orang
kafir, hanya merupakan salah satu dari bentuk dan jenis jihad, karena pengertian jihad
lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya,
memiliki empat martabat, yaitu: jihad memerangi nafsu, jihad memerangi setan, jihad
memerangi orang kafir dan jihad memerangi orang munafik [5]. Dalam keterangan
selanjutnya, Imam Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezhaliman,
bid’ah dan kemungkaran.[6]
Pertama : Jihad memeranginya untuk belajar petunjuk Ilahi dan agama yang lurus,
yang menjadi sumber keberuntungan dan kebahagian dalam kehidupan dunia dan
akhiratnya. Barangsiapa yang kehilangan ilmu petunjuk ini, ia akan sengsara di dunia dan
akhirat.
Dari penjelasan Imam Ibnul Qayyim di atas dapat diambil beberapa pelajaran.
Pertama : Banyak kaum Muslimin memahami jihad hanya sekedar jihad memerangi
orang kafir saja. Demikian ini adalah pemahaman parsial.
Kedua : Sudah seharusnya seorang muslim memulai jihad fi sabilillah dengan jihad nafsi,
dengan taat kepada Allah, memerangi jiwa dengan cara menuntut ilmu dan memahami
agama (din) Islam, memahami al Qur`an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman para
salafush shalih. Kemudian mengamalkan seluruh ilmu yang dimilikinya. Karena maksud
dari ilmu adalah diamalkan. Setelah itu, memerangi jiwa dengan berdakwah mengajak
manusia kepada ilmu dan amal, lalu bersabar dari semua gangguan dan rintangan ketika
belajar, beramal dan berdakwah. Inilah jihad memerangi nafsu, yang merupakan jihad
terbesar dan didahulukan dari selainnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan juga, jihad memerangi musuh Allah yang diluar
(jiwa) adalah cabang dari jihad memerangi jiwa, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam :
“Mujahid adalah, orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam ketaatan Allah. Dan
muhajir adalah, orang yang berhijrah dari larangan Allah”.[8]
Maka jihad memerangi jiwa lebih didahulukan dari jihad memerangi musuh-musuh Allah
yang di luar (jiwa) dan menjadi induknya. Karena orang yang belum berjihad
(memerangi) jiwanya terlebih dahulu untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan, serta belum memeranginya di jalan Allah, maka ia tidak dapat memerangi
musuh yang diluar (itu). Bagaimana ia mampu berjihad memerangi musuhnya, padahal
musuh yang berada di sampingnya berkuasa dan menjajahnya, serta belum ia berjihad
dan memeranginya. Bahkan tidak mungkin ia dapat berangkat memerangi musuhnya,
sebelum ia berjihad memerangi jiwanya untuk berangkat berjihad.[9]
Jihad memerangi nafsuhukumnya wajib atau fardhu ‘ain, tidak bisa diwakilkan kepada
orang lain. Karena jihad ini berhubungan dengan pribadi setiap orang.[10]
Ketiga : Para ulama menjelaskan, setan menggoda manusia melalui dua pintu, yaitu
syahwat dan syubhat. Apabila seorang manusia lemah iman, dan sedikit ketaatannya
kepada Allah, maka setan akan mendatanginya melalui pintu syahwat. Dan jika setan
mendapati manusia sangat komitmen dengan agamanya dan kuat imannya, maka ia
mendatanginya melalui pintu syubhat, keraguan dan menjerumuskannya kepada
perbuatan bid’ah.[11]
Jihad melawan setan ini hukumnya fardhu ‘ain, juga dikarenakan berhubungan langsung
dengan setiap pribadi manusia, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia
musuh(mu)”. [Faathir : 6].
Keempat. : Jihad melawan orang kafir dan munafiqin dilakukan dengan hati, lisan, harta
dan jiwa, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
Anas bin Malik :
َجا ِهدُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ بِأ َ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس ُك ْم َوأَ ْل ِسنَتِ ُك ْم
“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian”. [12]
Read more https://almanhaj.or.id/1811-jihad-dalam-islam.html