Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“TEORI-TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ”

Dosen Pengampu: Dr. Syamsurizal, M.Biomed.

DISUSUN OLEH :
NANTA MULIA
21177021

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
URAIAN MATERI........................................................................................................................1
A. Teori Belajar.........................................................................................................................1
1. Teori Belajar Sebelum Abad ke-20..................................................................................1
2. Teori Belajar Abad ke-20.................................................................................................3
B. Teori Pembelajaran.............................................................................................................13
KESIMPULAN............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16

ii
URAIAN MATERI

A. Teori Belajar

Menurut Wheeler mengatakan bahwa teori adalah suatu prinsip atau rangkaian prinsip
yang menerangkan sejumlah hubungan antara fakta dan meramalkan hasil-hasil baru berdasarkan
fakta-fakta tersebut (Wahab, 2016: 35). Menurut (Wiyani, 2013: 145) teori merupakan sebuah
konsep atau definisi menggambarkan sekaligus menjelaskan sesuatu dari sudut pandang tertentu
terhadap sebuah fenomena secara sistematis dengan cara menghubungkan berbagai variabel yang
ada di dalamnya.Teori juga diartikan sebagai sebuah penjelasan tentang hubungan antara dua
atau lebih konsep dalam bentuk hukum-hukum, gagasan, prinsip-prinsip, atau tentang teknik-
teknik tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa teori merupakan
sebuah konsep dasar atas suatu kejadian, aktivitas, atau sebagainya yang sudah teruji dan
dibuktikkan secara empiris dan dipertanggungjawabkan.
Teori belajar pada dasarnya menjelaskan tentang bagaimana proses belajar terjadi pada
seorang individu. Artinya, teori belajar akan membantu dalam memahami bagaimana proses
belajar terjadi pada individu sehingga dengan pemahaman tentang teori belajar tersebut akan
membantu guru untuk menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik, efektif, dan efisien.
Dengan kata lain, pemahaman guru dalam mengorganisasikan proses pembelajaran dengan lebih
baik sehingga siswa dapat belajar dengan lebih optimal. Dengan demikian, teori belajar dalam
aplikasinya sering digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk membantu siswa mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran. Bisa diambil kesimpulan bahwa teori belajar yaitu prinsip yang
saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta atau penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar (Wahab, 2016: 35).
Teori belajar dibedakan menjadi dua kelompok yaitu teori belajar sebelum abad ke-20 dan
teori belajar abad ke-20.
1. Teori Belajar Sebelum Abad ke-20
Teori belajar sebelum abad ke-20 dikembangkan tanpa dilandasi eksperimen melainkan
berdasarkan hasil dari pengalaman, orientasinya filosofis atau spekulatif (Dahar, 2011: 26).
Hergenhahn dalam (Husamah, 2016: 26) menjelaskan bahwa teori yang berkembang sebelum
abad 20 yaitu:

1
a. Teori Disiplin Mental
Teori disiplin mental dengan tokohnya adalah Plato dan Ariestoteles. Proses belajar
menekankan pada melatih atau mendisiplinkan mental siswa. Contohnya pada saat belajar
membaca, siswa mulai diperkenalkan dengan daftar kata-kata menggunakan kartu-kartu
kemudian dilatih sampai bisa.
b. Teori Perkembangan Alamiah (natural unfoldment)
Tokohnya adalah J.J. Rosseau (1712-1778); Henrich Pestalozzi (1746-1827), dan seorang
berkebangsaan Jerman bernama Frederich Froebel (1782-1852) yang merupakan pelopor
kindergarten pada masa itu. Contoh penerapannya adalah dengan memberikan pengalaman
belajar yang menyenangkan bagi anak, guru lebih mementingkan perkembangan
kematangan (maturational development) daripada menanamkan suatu keterampilan
tertentu. Guru-guru akan menunggu hingga siswa menyatakan keinginannya untuk belajar
membaca,misalnya, sebelum mereka mencoba mengajar siswa-siswa ini membaca. Teori
ini merupakan teori pendukung dalam pembelajaran di taman kanak-kanak dan PAUD di
banyak negara , termasuk Indonesia.
c. Teori Apersepsi
Tokohnya adalah Johann Friedrich Herbart (1776-1841) yang mengemukakan tentang teori
tabula rasa mengenai pikiran. Belajar merupakan suatu proses terasosiasinya gagasan-
gagasan baru dan gagasan-gagasan lama yang sudah membentuk pikiran (mind). Para
pengikut teori ini akan mengajar siswa membaca misalnya, mulai dengan abjad dan
berusaha agar siswa dapat mengenal dan mengucapkan setiap huruf. Kemudian mereka
akan mengatakan bagaimana huruf-huruf itu digabung-gabungkan untuk membuat kata-
kata, bagaimana huruf-huruf membuat bunyi, bagaimana bunyi menjadi bersatu, dan
bagaimana huruf-huruf hidup dan huruf-huruf mati berperan. Dengan kata lain, guru akan
memberikan aturan-aturan pada siswa. Lalu guru ini akan membicarakan benda-benda atau
makhluk-makhluk hidup yang telah dikenal siswa, misalnya kucing, anjing, kuda dan lain-
lain. Kemudian guru akan menuliskan kata k u d a, dan menerangkan, bahwa kata ini
menggambarkan kuda. Guru ini berkeinginan terutama untuk membuat pelajaran membaca
itu menarik, dan berusaha agar para siswa memperoleh gagasan-gagasan yang benar dari
membaca. Teori ini berlawanan dengan teori disiplin mental dan perkembangan alamiah
merupakan suatu asosiasionisma mental yang dinamis didasarkan pada premis fundamental

2
bahwa tidak ada gagasan bawaan sejak lahir (bawaan), apapun yang diketahui seseorang
datang dari luar dirinya.
2. Teori Belajar Abad ke-20
a. Teori Behaviorisme
Secara etimologi Behaviorisme berasal dari kata “behavior” yang artinya tingkah
laku dan “isme” yang berarti paham/aliran. Secara terminologi, behaviorisme adalah
salah satu aliran dalam psikologi yang memandang individu dari sisi fenomena jasmaniah
atau perilaku nyata yang ditampilkannya (Hamalik, 2010: 38). Menurut aliran
behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang
ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara
stimulus dan respons (R-S). seseorang dianggap telah belajar jika sudah menunjukkan
perubahan tingkah laku. Perubahan perilaku ini terjadi karena adanya interaksi antara
stimulus dan respons (Sani, 2013: 4).
Menurut Rasyidin dan Nasution (2011: 20) prinsip-prinsip teori belajar
behaviorisme yang banyak diterapkan di dunia pendidikan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) Apabila seseorang sudah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku, maka dikatan
sudah belajar. Artinya, kegiatan belajar yang tidak membawa perubahan perilaku
tidak dianggap belajar menurut teori ini.

2) Hal yang paling penting pada teori ini adalah stimulus dan respon karena bisa
diamati. Hal-hal selain stimulus dan respons tidak dianggap penting karena tidak bisa
diamati.

3) Adanya penguatan, yaitu hal-hal yang bisa memperkuat respons. Penguatan bisa
berupa positif maupun negatif.

Davies dalam Lubis (2016: 16) mengemukakan beberapa tokoh penting yang
mengembangkan teori belajar behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Thorndike
Teori koneksionisme yang dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa yang
menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera
(sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to

3
action). Ini artinya, toeri behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama
contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak,
jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam
konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari
berbagai respons yang mungin bisa dilakukan.
Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa berada
dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : a) The Law of Readiness (hukum kesiapan
belajar) yaitu semakin siap suatu individu memperoleh suatu perubahan tingkah laku,
maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasaan sehingga
asosiasi cenderung diperkuat, b) The Law of Exercise (hukum latihan) yaitu semakin
sering tingkah laku diulang/dilatih maka asosiasi tersebut akan semakin kuat, dan 3)
The Law of Effect (hukum akibat) yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan.
2) Pavlov
Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis besar
tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike menekankan tentang
hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang
akan diajarkan, respons apa yang diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan
sebaiknya hadiah sebagai reinforcement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati
arti pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat
menimbulkan respons pada diri siswa.
3) E.R Guthrie
Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia
menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi : “A
combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence
tend to be followed by that movement.” Secara sederhana dapat diartikan bahwa
gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau mengikuti suatu
gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada
situasi/stimuli yang sama.

4
Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan
tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku/kompetensi
sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut:
1) Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa
2) Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan
Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori
behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah :
1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2) Melakukan analisis pembelajaran
3) Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar
4) Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5) Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6) Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu)
7) Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan
sejenisnya)
8) Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9) Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta
10) Merevisi kegiatan pembelajaran
b. Teori Kognitivisme
Teori belajar kognitif dikembangkan berdasarkan ilmu psikologi yakni ilmu yang
membahas tentang perilaku dan proses mental. Perilaku adalah aktivitas aksi dan reaksi
yang dapat diamati, sedangkan proses mental adalah aktivitas yang tidak dapat diamati
secara langsung seperti berpikir, mengingat dan merasa. Pada teori belajar kognitivisme,
belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh
pemahaman. Tujuan dan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal
yang terjadi selama proses belajar (Abdullah, 2014: 2).
Prinsip umum teori belajar kognitif antara lain sebagai berikut:
1) Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
2) Disebut model perseptual, yaitu proses pengenalan individu terhadap lingkungannya
3) Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi
yang berhubungan dengan tujuan belajarnya

5
4) Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang nampak
5) Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek kejiwaan lainnya
6) Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks
7) Dalam kegiatan pembelajaran keaktifan siswa sangat penting
8) Materi pelajaran disusun dari sederhana menuju kompleks
9) Perbedaan individu antar siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran
10) Terjadi keseimbangan dalam diri individu
11) Pemecahan masalah didasarkan pada wawasan pengetahuan (Khadijah, 2013: 110)

Sanjaya (2011: 120-127) menjelaskan teori-teori yang termasuk ke dalam


kelompok kognitif di antaranya:
1) Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wetheimer
Menurut teori ini belajar adalah proses pengembangan pengetahuan. Pengetahuan
adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi
permasalahan. Dalam teori ini pengetahuan adalah inti dari pembentukan tingkah
laku.
2) Teori Medan (field theory), dengan tokohnya lewin
Teori medan ini menyatakan bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antara
kekuatan-kekuatan dari dalam maupun luar individu yang bertujuan untuk
memecahkan permasalahan yang ditemukan. Teori medan merupakan sekumpulan
konsep dimana seseorang dapat menggambarkan keadaan psikologis. Beberapa hal
yang berkaitan dengan pemecahan masalah menurut Lewin dalam belajar adalah
merubah struktur kognitif dan memerlukan motivasi.
3) Teori konstruktivistik, dengan tokohnya jean piaget
Menurut peaget manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru,
dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia
harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan,
menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara

6
itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses belajar menurut
Piaget ada tiga, meliputi:
a) Proses assimilasi yaitu penyerapan informasi baru ke dalam informasi yang telah
ada dalam benak anak.
b) Proses akomodasi yaitu proses mental yang terjadi ketika anak menyesuaikan diri
pada informasi baru
c) Proses equilibrum yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Jika tahapan ini berhasil, akan diperoleh keseimbangan pemikiran.
4) Teori perkembangan mental dengan tokohnya Bruner
Teori ini mendeskripsikan bahwa terjadinya proses belajar ditentukan oleh cara
mengatur dengan bertahap. Tahapan proses belajarnya yaitu manipulasi objek
langsung, representasi gambar, dan manipulasi simbol. Contoh aplikasi teori burner
dalam proses belajar mengajar yaitu: menentukan tujuan-tujuan instruksional,
memilih materi pelajaran, menentukan topik pelajaran, mengatur topik pembelajaran
dari abstrak ke konkret/ dari sederhana ke kompleks, dan mengevaluasi proses
belajar.
5) Teori belajar bermakna dengan tokohnya Ausubel
Menurut Ausubel pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan ajar dirasakan
bermakna oleh siswa. Bahan ajar yang bermakna harus sesuai dengan struktur
kognitif dan struktur keilmuwan, serta memuat keterkaitan seluruh bahan. Proses
belajar bermakna melalui tahapan berikut: memperhatikan bahan ajar yang diberikan,
memahami makna dari bahan ajar, dan menyimpan & menggunakan informasi yang
sudah dipahami.
6) Teori pemrosesan informasi dengan tokohnya Gagne
Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan hasil pembelajaran.
Penerapan teori ini dalam pembelajaran yaitu: jangan menyampaikan terlalu cepat
informasi yang berbeda, jangan terlalu banyak ide yang diberikan dalam satu kali
penyampaian, dibutuhkan waktu untuk berpikir.
c. Teori Konstruktivisme

7
Konstruktivisme berasal dari kata “konstruktiv” yang berarti membina,
memperbaiki, membangun, dan kata “isme” yang artinya paham atau aliran.
Konstruktivisme merupakan aliran pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Teori pembelajaran konstruktivisme
menjelaskan bagaimana seorang siswa membangun sendiri pengetahuan di benaknya
kemudian menerapkan ide-ide mereka sendiri (Suyono & Haryono, 2014: 108).
Menurut teori ini pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari pikiran guru
kepada pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Sehubungan dengan
itu, Tasker seperti dikutip oleh Hamzah mengemukakan tiga penekanan dalam teori
belajar konstruktivisme sebagai berikut: pertama, peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermaka. Kedua, pentingnya membuat kaitan antara
gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga, mengaitkan antara gagasan
dengan informasi baru yang diterima (Suyono & Haryono, 2014: 108).
Prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme antara lain sebagai berikut:
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun berkelompok
2) Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa
sendiri untuk menalar
3) Siswa aktif menginstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep
menuju yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4) Guru berperan sebagai fasilitator agar konstruksi siswa berjalan lancar
d. Teori Belajar Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama teori humanistik adalah pendidik membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

8
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, yaitu: proses
pemerolehan informasi baru dan personalia informasi ini pada individu. Tokoh penting
dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain: Arthur Combs, Maslow, dan
Carl Rogers. Dalam buku Freedom To Learn karya Carl Rogers (Soemanto, 2006: 139-
140), ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting
diantaranya ialah :
1) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.

3) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

4) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.

5) Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan
maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan
lestari.

6) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai


terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.

Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam proses pembelajaran yaitu:


1) Guru Sebagai Fasilitator
2) Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
3) Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
4) Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.

9
5) Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi
peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran (Soemanto, 2006: 235). Peserta
didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1) Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2) Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.

3) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk


belajar atas inisiatif sendiri.

4) Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri.

5) Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya


sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.

6) Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.

7) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.

10
8) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik
(Mulyati, 2005: 182).

e. Teori Belajar Kecerdasan Ganda


Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard
Gardner, seorang professor psikologi dari Harvard University, akan dijadikan acuan
untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Pada dasarnya siswa adalah
individu yang unik. Setiap siswa memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda antara
yang satu dengan yang lain. Tidak semua individu memilki profil intelegensi yang sama.
Setiap individu juga memilki bakat dan minat belajar yang berbeda-beda. Gardner
berpendapat bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap dan bukanlah unit
kepemilikan tunggal. Kecerdasan ini dikembangkan berdasarkan pada pemahaman bahwa
seseorang belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis kecerdasan (Griggs, 2009).
Kecerdasan ganda atau kecerdasan majemuk oleh gardner dibedakan menjadi 8
kecerdasan, yaitu:
1) Kecerdasan bahasa
Yaitu berkaitan dengan penguasaan kosa kata atau bahasa lisan maupun tulisan serta
berkaitan dengan komunikasi. Tokoh-tokoh yang berhasil menunjukkan kecerdasan
ini hingga puncak antara lain: William Shakespeare, Martin Luther King, Ir.Soekarno,
Putu Wijaya, Taufiq Ismail,dan Hilman.
2) Kecerdasan matematis/logis
Yaitu kecerdasan yang berkaitan erat dengan deduktif-induktif/beralasan, numerik,
dan pola-pola berpikir abstrak. Ciri kecerdasan ini adalah mampu memecahkan
berbagai masalah abstrak dan memahami sebab akibat. Tokoh-tokoh yang terkenal
antara lain: Madame Currie, Blaise Pascal, dan B.J. Habibie.
3) Kecerdasan spasial
Yaitu kecerdasan yang memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-
gambar baik internal maupun eksternal dan mengartikan/mengkomunikasikan
informasi grafis. Contohnya pelaut, pilot, pematung, pelukis dan arsitek.
4) Kecerdasan kinestetik
Yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan gerak fisik,termasuk syaraf otak motorik
yang mengontrol pergerakan tubuh. Kecerdasan ini memungkinkan terjadinya

11
hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk pergerakan sehari-hari.
Tokoh yang unggul dengan kecerdasan ini diantaranya Michael Jordan, Martha
Graham, dan Susi Susanti.
5) Kecerdasan musikal
Yaitu kecerdasan yang berkaitan erat dengan nada, irama, pola titi nada, dan warna
nada. Tokoh-tokoh yang sudah mengembangkan kecerdasan ini misalnya Stevie
Wonder, Melly Goeslow, dan Titiek Puspa.
6) Kecerdasan interpersonal
Yaitu kapasitas yang dimiliki seseorang untuk dapat memahami dan melakukan
interaksi secara efektif dengan orang lain. Kecerdasan ini bisa dilihat pada guru,
pekerja sosial, aktor, dan politisi.
7) Kecerdasan intrapersonal
Yaitu kecerdasan yang berkenaan dengan pengetahuan diri. Bentuk kecerdasan ini
merupakan kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan cara kerja terdalam
dari karakter dan kepribadian. Tokoh kecerdasan ini bisa dilihat pada pemimpin
keagamaan dan para psikolog.
8) Kecerdasan naturalis
Yaitu kecerdasan yang terkait dengan kemahiran dalam mengenali dan
mengklasifikasi banyak spesies flora dan fauna dalam lingkungan. Kecerdasan ini
meningkatkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam dan
fenomenanya.
Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan
ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang
diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu: kemampuan guru dalam mengenali
kecerdasan individu siswa, dan kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar
secara proporsional. Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki
oleh siswa merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan dalam
merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada banyak cara yang
dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan spesifik yang dimiliki oleh siswa.
Semakin dekat hubungan antara guru dengan siswa, maka akan semakin mudah bagi para
guru untuk mengenali karakteristik dan tingkat kecerdasan siswa.

12
Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah – langkah
berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong (2004) mengemukakan
proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam mengimplementasikan teori
kecerdasan ganda yaitu : 30 % pembelajaran langsung, 30 % belajar kooperatif, dan 30%
belajar independent.
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru bukan lagi
berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan sebagai manajer kegiatan
pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan ganda, sistem sekolah perlu
menyediakan guru-guru yang kompeten dan mampu membawa anak mengembangkan
potensi-potensi kecerdasan yang mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu
memainkan instrumen musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat
menjadi panutan yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.
B. Teori Pembelajaran
Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan
yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar.Lingkungan yang
dimaksud tidak hanya berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode,
media, dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi. Pembelajaran merupakan
upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu siswa agar dapat menerima pengetahuan yang
diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran (Suprahatiningrum,
2016: 75).
Bruner dalam Degeng (2005) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah
preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori
pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh
hasil optimal. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi
orang lain agar terjadi proses belajar.Ada beberapa teori pembelajaran, yaitu:
1. Teori pembelajaran pengondisian klasik
Adalah jenis pengondisian di mana individu merespons beberapa stimulus yang tidak biasa
dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari
anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada
awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov.

13
2. Teori pembelajaran pengondisian operant
Adalah jenis pengondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan
penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk mengulang perilaku
seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang
dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan
meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi. Apa yang dilakukan Pavlov untuk
pengondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengondisian operant.
Skinner mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk
mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut
3. Teori pembelajaran sosial
Adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman
langsung. Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengondisian operant
-teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi- teori ini juga
mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam
pembelajaran

14
KESIMPULAN
1. Teori belajar yaitu prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah
fakta atau penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
2. Teori belajar dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu teori belajar sebelum abad 20 dan teori
belajar abad 20
3. Teori belajar sebelum abad 20 terdapat 3 macam, yaitu teori disiplin mental, teori
perkembangan alamiah, dan teori apersepsi.
4. Teori abad 20 dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu teori behaviorisme, kognitivisme,
konatruktivisme, humanistik, dan teori belajar kecerdasan ganda.
5. Teori pembelajaran bersifat preskriptif, artinya tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan
metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal.
6. Teori pembelajaran ada 3 macam, yaitu teori pembelajaran pengondisian klasik, Teori
pembelajaran pengondisian operant, dan teori pembelajaran sosial.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. 2014. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Armstrong, T. 2004. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Inteligences di Dunia
Pendidikan. Bandung: Kaifa.
Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Degeng, I.N.S. 2005. Teori Pembelajaran I. Surabaya: Unipa Surabaya.
Griggs, L. et. al. 2009. Varying Pedagogy to Address Student Multiple Intelligence. Human
Architecture. Vol.7, No.1, Hal: 55-60
Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Husamah, H. dkk. 2016. Belajar dan Pembelajaran. Malang: UMM Pres
Khadijah. 2013. Belajar dan Pembelajaran.Bandung: Perdana Mulya Sarana.
Lubis, M.S. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika. Medan: UIN Pres
Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV Andi Offset
Rasyidin, A & Nasution,W.N. 2011.Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Perdana
Publishing.
Sani, R. A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Soemanto, W. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Suprahatiningrum, Jamil. 2016. Strategi Pembelajaran: Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz-Media.
Suyono dan Haryono. 2014. Belajar Dan Pembeajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wahab, R. 2016. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pres.
Wiyani, N.A,& Irham,M. 2013. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses
Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

16

Anda mungkin juga menyukai