Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGATAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Psikologi Pendidikan yang berjudul Teori
Belajar Behavioristik dan Penerapannya Dalam Belajar ini tepat pada waktunya
Kemudian shalawat beriring salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW yang mana telah membawa kita dari zaman jahilia sampai ke zaman yang penuh pengetahuan
seperti

saat

sekarang

ini.selanjutnya

penulis

ngecapkan

terima

kasih

kepada

Bapak

Dra.Khairani,M.Pd,Kons yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada kami dan
terimakasih kepada teman-teman kelompok yang telah meberikan dukungan dalam proses
pengerjaan makalah
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan,baik dari segi isi maupun dari segi bahasa.Uuntuk itu,kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR ISI
Kata pengantar.
Daftar isi..
Pendahuluan
Latar belakang.
Rumusan masalah
Tujuan pembelajaran...
Pengertian belajar menurut teori Behavioristik..
Prinsip-prinsip belajar menurut teori Behavioristik
Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pembelajaran
Kesimpulan.
Daftar pustaka

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belajar merupakan kegiatan seseorang untuk melakukan aktifitas belajar. Menurut
Piaget belajar adalah aktifitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisiknya. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang yang telah selesai melakukan proses
belajar akan menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam
belajar adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan
teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada
berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori
behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol
stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan
guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna
sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan
perubahan makna.
Oleh karenanya, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran kelompok

kami menyusun makalah teori belajar menurut aliran

behaviorisme yang juga dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin mengetahui
lebih lanjut lagi tentang teori behaviorisme dan diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang
keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar
mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.
Rumusan Masalah
1. Pengertian belajar menurut teori Behavioristik
2. Prinsip-prinsip belar menurut teori behavioristik
3. Penerapan teori belajar Behavioristik dalam pembelajaran

Tujuan Pembelajaran
1. mengetahui pengertian belajar menurut Behavioristik
2. Mengetahui prinsip belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui penerapan teori Behavioristik

1. PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI BEHAVIORISTIK


Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik menjadi dominan
mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Teori behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku
dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berfokus
pada perilaku yang dapat diamati.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan
yang di alami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang di anggap telah belajar sesuatu jika ia
dapat menunjukan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat menghitung
perkalian.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara cara tertentu, untuk
membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru tersebut.
Teori behavioristik mengutamakan sebuah pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya tidaknya perubahan tingkah laku.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika
peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambhakan maka ia akan semakin giat
belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positive (positive
reinforcement) dalam belajar. Bia tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan
aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative
reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull,
Edwin Guthrie, dan Skiner.
Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionisme (koneksionisme), classical
conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan perilaku respons).
1. Koneksionisme (connectionism)

Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949) .teori ini sering pula di sebuttrial-and-error learning,Individu
yang belajar melakukan kegiatan melalui prosesTrial-and-error dalam rangka memilih respon
yang tepatbagi stimulus tertentu(Wasty,1987:117). berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada
tahun 1890-an yang menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah hubungan
antara stimulus dan respons. Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum-hukum sebagai
berikut :
a. Law of effect yaitu jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin
kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (menggangu) efek yang
dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons
tersebut.
b. Law of readiness (hukum kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya
merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pendayagunaan conductions unit (satuan perantaraan). Unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu. Jelas, hukum ini semata-mata bersifat
spekulatif yang menurut Reber (1988), hanya bersifat historis.
c. Law of exercise (hukum pelatihan) ialah generalisasi in law of use and
law of disuse. Menurut Hilgard & Bower (1975), jika perilaku
(perubahan hasil belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi
perilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika
perilaku tadi tidak sering dilatih atau tidak digunkan maka perilaku
tersebut akan terlupakan atau sekurang-kurangnya akan menurun (law
of disuse). (Wasty,1987:118)
2. Pembiasaan Klasik (classical conditioning)
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil
eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia yang
berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah
sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya
reflek tersebut (Terrace, 1973).
Berdasarkan eksperimen Pavlov menyimpulakan bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai
dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu

disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan
menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.[9]
John B.Watsonadalah orang Amerika Serikat pertama yang mengembangkan teori belajar
berdasarkan hasil penelitian Ivan Pavlov. Ia berpendapat, belajar itu merupakan suatu proses
perubahan yang terjadi karena adannya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan
reaksi. Teori ini juga mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan hasil dari
condition, yaitu hasil latihan atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau perang sang tertentu yg
dialami dalam kehidupannya. (Djaali, 2011:86)
E.R.Guthrie(1886-1959) memperluas penemuan watson tetang belajar.Ia mengemukakan
prinsip belajar yang di sebutThe law of association yang berbunyi: suatu kombinasi stimuli yang
telah menyertai suatu gerakan,cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimuli
itu muncul kembali(Wasti,1987:119)
3. Pembiasaan Perilaku Respons (operant conditioning)
Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini diciptakan oleh Burrhus
Frederic Skinner (lahir tahun 1904). Tema pokok yang mempengaruhi karya-karyanya adalah
bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku
itu sendiri (Bruno, 1987).
Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan yang dekat (Rober, 1988). Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului
oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce. Reinforce sesungguhnya
adalah stimulus yang meningkatkan kamungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu.
Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua
hukum operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant extinction.
Menutut law of operant conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Teori-teori belajar hasil eksperimen
Thorndike, Skinner, dan Pavlov di atas, jika renungkan dan bandingkan dengan teori dan juga riset
psikologi kognitif, mengandung banyak kelemahan, diantaranya:
a. Proses itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses
kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian
gejalanya;
b. Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti
mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-direction
(kemampuan mengarahkan diri) dan self control (pengendalian diri)
yang bersifat kognitif, dan karenannya ia bisa menolak merespons jika

ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan


kata hati;
c. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu
sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik
dan psikis antara manusia dengan hewan.

2. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR MENURUT TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


Di dalam operant conditioning terdapat prinsip- prinsip utama bagaimana seseorang beajar
perilaku baru atau belajar perilaku yang ada, prinsip-prinsip utama tersebut adalah shaping
(pembentukan), reinforcement (penguatan), punishment (hukuman), extinction (penghapusan),
generalization (generalisasi) dan discrimination (pembedaan).
a. Shaping (Pembentukan)
Shaping(Pembentukan) adalah proses memberikan penguatan pada serangkaian respons
yang di kenali sebagai perkiraan-perkiraan yang berikutan(Succesive approximatisions) yang
semakin meningkat menyerupai perilaku akhir(Ormrod,2008:446). Dalam metode Shaping
(Pembentukan), seorang pengajar (pemberi stimulus) memulai pembelajaran (pemberian stimulus)
dengan penguatan kembali suatu respon yang dapat dilakukan oleh pembelajar (pemberi respon)
dengan mudah, dan secara berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan respon yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, pakar psikologi telah menggunakan metode shaping (pembetukan) ini untuk
mengajarkan kemampuan berbicara kepada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah,
dimana pertama-pertama, para pakar psikologi memberikan hadiah pada suara apapun yang mereka
dengar dari anak-anak tersebut, dan kemudian secara berangsur-angsur menuntut suara yang
semakin menyerupai kata-kata gurunya.
b. Reinforcement (Penguatan)
Reinforcer(Penguatan) adalah setiap konsekuensi yang meningkatkan frekuensi perilaku
tertentu,terlepas dari apakah orang-orang menganggap konsekuensi itu menyenangkan

atau

tidak.tindakan mengikuti sebuah respons tertentu dengan sebuah penguat di kenal sebagai
penguatan(reinforcement)(Ormrod,2008:4)
33). memiliki 2 efek, yaitu menguatkan perilaku dan memberikan penghargaan kepada pelaku.
Reinforcement dan reward tidak sama, karena tidak semua perilaku reinforcement merupakan
rewarding (penghadiahan) atau pleasing (pemuasan) kepada seseorang. Ada dua kategori
reinforcement (penguatan) yaitu Positive Reinforcement (Penguatan Positif) dan Negative
Reinforcement (Penguatan Negatif) :

Positive Reinforcement (Penguatan Positif). Penguatan positif


merupakan cara yang efektif dalam mengendalikan perilakui baik
hewan ataupun manusia serta dapat memperkuat perilaku baik yang
dinginkan ataupun tidak diinginkan. Sebagai contoh, anak-anak
kemungkinan mau bekerja keras di rumah maupun di sekolah karena
penghargaan yang mereka terima dari orang tua maupun guru

mereka karena hasil kerja mereka yang bagus.


Negative Reinforcement (Penguatan Negatif).adalah
meningkatkan

perilaku

dengan

mengalihkan

aversive

stimulus

cara

metode

menghilangkan

(stimulus

yang

atau
tidak

menyenangkan). (Ormrod, Jeanne Ellis. 2008) Ada dua tipe


penguatan negatif, yaitu mengatasi dan menghindari. Pada tipe
mengatasi, seseorang melakukan perilaku khusus mengarah pada
menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan. Contohnya,
seseorang yang terbiasa belajar dalam ketenangandan kesunyian
tiba-tiba mendengar suara radio yang keras dan mengganggu proses
belajarnya. Maka yang dilakukan orang tersebut dapat pindah ke
tempat lain atau mematikan radio tersebut.
c. Punishment (hukuman)
Apabila reinforcement memperkuat perilaku, Punishment atau hukuman menghentikan
perilaku dengan menghadirkan aversive stimulus (pemberian stimulus yang tidak menyenangkan)
yang dapat berupa menghukum dengan mencubit, dan sebagainya(Ormrod, Jeanne Ellis. 2008).
Skinner menyetujui pendapat Thorndike bahwa efek dari punishment lebih sulit diprediksi daripada
reward. Salah satu efek dari punishment adalah suppress behavior (perilaku

tertekan) pada

seseorang yang diberi hukuman, yang dapat menyebabkan orang tersebut menjadi sangat menderita,
marah, agresif, atau reaksi emosional negatif lainnya. bahkan mereka mungkin menyembunyikan
bukti-bukti perilaku salah mereka atau melarikan diri dari situasi buruknya. Ada dua tipe
punishment (hukuman), yaitu :
Positive punishment (hukuman positif), meliputi mengurangi
perilaku dengan memberikan stimulus yang tidak menyenangkan
jika perilaku itu terjadi. Sebagai Contoh, Orang tua menggunakan
hukuman positif ketika mereka memarahi anakkarena perilaku yang
buruk, dan juga masyarakat dan aparat keamanan menggunakan

hukuman positif ketika mereka menahan atau memenjarakan

seseorang yang melanggar hukum.


Negative punishment (hukuman negatif) atau disebut juga
peniadaan, meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan
stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi. Salah satu
contohnya adalah taktik orang tua yang membatasi gerakan anaknya
atau mencabut beberapa hak istimewanya karena perilaku anaknya
yang buruk. Untuk menghindari supress behavior serta bebagai
reaksi emosional negatif lainnya, banyak pakar psikologi yang
merekomendasikan bahwa hukuman hanya boleh dilakukan untuk
mengontrol perilaku ketika tidak ada alternatif lain yang lebih

realistis.
d. Extinction (Penghapusan/Eliminasi Kondisi)
Di dalam operant conditioning, extinction (eliminasi kondisi) merupakan eliminasi dari
perilaku yang dipelajari dengan menghentikan penguat dari perilaku tersebut(Ormrod, Jeanne Ellis.
2008). Dan pada manusia, menarik kembali penguat akan menghilangkan perilaku yang tidak
diinginkan. Sebagai contoh, orang tua seringkali memberikan reinforcement negatif sifat marah
anak-anak muda dengan memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan saja kemarahan anakanak dengan lebih memberikannya hadiah berupa perhatian tersebut, frekuensi kemarahan dari
anak- anak tersebut seharusnya secara berangsur-angsur akan berkurang. Extinction jarang
diaplikasikan secara sistematis untuk terapi perilaku manusia atau modifikasi perilaku.
e. Generalization (Generalisasi)
Generalization (Generalisasi) dalam operant conditioning nyaris sama dengan yang terjadi
dalam classical conditioning. Pada generalisasi, suatu perilaku yang telah dipelajari seseorang
dalam sebuah situasi akan dilakukan lagi dalam kesempatan lain namun tetap dalam situasi yang
sama. Salah satu contoh generalisasi adalah seseorang yang diberi hadiah dengan tertawa atas
ceritanya yang lucu di suatu bar akan mengulang cerita yang sama di retoran, pesta, atau resepsi
pernikahan.
f. Discrimination (Diskriminasi)
Seperti halnya generalisasi, Discrimination (Diskriminasi) dalam operant conditioning
nyaris sama dengan yang terjadi dalam classical conditioning. Diskriminasi merupakan proses
belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu situasi namun tidak dalam situasi lain.
Sebagai contoh, Seseorang akan belajar bahwa menceritakan leluconnya di dalam gereja atau dalam
situasi bisnis yang memerlukan keseriusan tidak akan membuat orang tertawa. Stimuli diskriminatif
memberikan peringatan bahwa suatu perilaku sepertinya diperkuat negatif. Orang tersebut akan
10

belajar menceritakan leluconnya hanya ketika ia berada pada situasi yang riuh dan banyak
orang(stimulus diskriminatif).
Penerapan Teori Behavioristik B.F. Skinner (Operant Conditioning) Belajar ketika perilaku
akan dan tidak akan diperkuat merupakan bagian penting dari operant conditioning. Operant
conditioning memiliki manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua dapat mengontrol
dan memperkuat perilaku anak-anaknya agar sesuai dengan nilai moral dan norma dengan
memberikan hukuman pada perilaku yang tidak sesuai, serta menggunakan positive reinforcement
untuk memperkuat perilaku yang sesuai . Di dalam kelas, guru memperkuat kemampuan akademik
yang bagus dengan teknik positive reinforcement yaitu dengan memberi sedikit hadiah atau hak-hak
tertentu sebagai bentuk penghargaan terhadap apa yang telah diperoleh siswa. Perusahaan
menggunakan hadiah atau bonus untuk memperbaiki kehadiran, produktivitas, dan keselamatan
kerja bagi para pekerjanya. Pakar psikologi menggunakan prinsip-prinsip belajar operant
conditioning untuk merawat anak- anak atau orang dewasa yang memiliki kelainan.

Pakar

psikologi juga menggunakan teknik operant conditioning untuk merawat kecenderungan bunuh diri,
kelainan seksual, permasalahan perkawinan, kecanduan obat terlarang, perilaku konsumtif, kelainan
perilaku dalam makan, dan masalah lainnya.

3. PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN


Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang
sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran
hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat
dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang
bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai
hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat,
reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai
Praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan
pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, SekolahDasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara

11

drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan
dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata
telah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai
bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah obyek yang harus berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum
secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada
respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab secara
benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas
belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran,
12

dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan siswa secara individual.
Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Siciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran Langkah-langkah tersebut meliputi:
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
b. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentikasi.
c. pengetahuan awal (entry behavior) siswa.
d. Menentukan materi pelajaran.
e. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil , meliputi pokok bahasan, sub
pokok bahasan, topik, dsb. Menyajikan materi pelajaran.
f. Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis,
latihan, atau tugas-tugas.
g. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
h. Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan
negatif), ataupun hukuman.
i. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.Demikian seterusnya.
j. Evaluasi hasil belajar.

13

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa teori belajar
behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, serta memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman dan latihan yang
akan membentuk prilaku mereka.
Teori belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu : teori pengkondisian
klasikal dari Pavlov, teori connetionisme Thorndike, teori operant conditioning dari
B.F.Skinner.
Adapun kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme yaitu :
1.Kelebihan teori Behavioristik
a) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori Behavioristik
a) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

14

DAFTAR PUSTAKA
Djali. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Soemanto, Wasti. 1987. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta
Ormrod, Jeanne. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga

15

Anda mungkin juga menyukai