Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN IPA SD/MI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah


Metodologi Pembelajaran IPA SD/MI

OLEH :
KELOMPOK 5
1. Putri Syafitri (2020201038)
2. Fadila Saputri (2020201043)
3. Wines Okta Anggraini (2020201089)
4. Aliyah Rahmah (2020201124)
5. Afifa Nurizzah (2020201128)

DOSEN PENGAMPU: MUHAMAD AFANDI, M. Pd. I.

PROGRAM STUDI PENDIDIKA GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga mendapatkan kemudahan
dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “MODEL PEMBELAJARAN IPA
SD/MI ” pada tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang menderang seperti sekarang ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang sebesar-besarnya
kepada para pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari penyusunan
maupun materi nya. Karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya, dan
sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta referensi
terhadap pembaca untuk menambah pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, 15 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Model Pembelajaran IPA SD/MI .......................................... 3
B. Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA SD/MI .................... 3
C. Model Interaktif dalam Pembelajaran IPA SD/MI .............................. 11
D. Model Siklus Belajar dalam Pembelajaran IPA SD/MI ....................... 13
E. Model SAINS Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran IPA SD/MI
16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
A. Kesimpulan ............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dikenal dengan pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Konsep IPA di Sekolah Dasar merupakan konsep
yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti mata
pelajaran kimia, biologi, dan fisika. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap
kumpulan konsep IPA. Kegiatan dalam pembelajaran IPA akan mendapat
pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan
sederhana. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta dapat
menjadi pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA
menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu
dan menerapkannya, sehingga hal tersebut akan membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran maka diperlukan berbagai upaya dalam proses pembelajaran.
Seperti penggunaan model pembelajaran, metode pembelajaran dan
sebagainya. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat maka akan
mempemudahkan anak didik untuk memahami dan mampu meneliti lingkungan
sekitarnya yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Dengan
berpengaruhnya model pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran,
maka disini pemakalah akan memaparkan model-model yang cocok digunakan
dalam pembelejaran IPA.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran IPA SD/MI?
2. Bagaimana model konstruktivisme dalam pembelajaran IPA SD/MI?
3. Bagaimana model interaktif dalam pembelajaran IPA SD/MI?
4. Bagaimana model siklus belajara dalam pembelajaran IPA SD/MI?
5. Bagaimana model sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran IPA
SD/MI?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Pembelajaran IPA MI
2. Untuk mengetahui model- model yang cocok digunakan pada pembelajaran
IPA SD/MI
3. Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai materi model
pada pembelajaran IPA SD/MI

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran IPA SD/MI
Model pembelajaran yang dianggap paling sesuai dengan karakteristik
pembelajaran IPA adalah model pembelajaran yang didasarkan pada pandangan
konstruktivis. Karena memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal
siswa yang mungkin diperoleh dari luar. Menurut Rusman (2014: 133) model
pembelajaran adalah pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Menurut Joyce & Weil (Rusman, 2014: 133)
“Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-
bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran kelas atau yang lain.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan, model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola
mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran IPA adalah model pembelajaran yang didasarkan pada
pandangan konstruktivisme karena diaggap paling sesuai dengan karakteristik
pembelajaran IPA. Menurut pandangan konstruktivisme dalam proses
pembelajaran IPA disediakan serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata yang
rasional atau dapat dimengerti siswa dan memungkinkan terjadi interaksi sosial.
Dengan kata lain saat proses belajar berlangsung siswa harus terlibat secara
langsung dengan kegiatan nyata (Samatowa, 2010: 63).1

B. Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA SD/MI


1. Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme
Landasan filosofi kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik harus mengkonstruksikan pen

1
Farkhan “Pengertian Model pembelajaran IPA”, 2017, di akses dari
https://fatkhan.web.id/pengertian-model-pembelajaran-ipa-terintegrasi-mitigasi-bencana/ pada 21
September 2021 pukul 10:29 wib.

3
menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan
keterampilan yang dapat getahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan tidak
dapat dipisahpisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan belajar yang
menyatakan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik ika secara aktif
membangun (construct) sendiri pengetahuan dan pemahamnnya.2 Dalam hal ini
siswa belajar dengan mengembangkan pengetahuan awal yang sudah terlebih
dahulu dimilikinya. Dengan bermodalkan pengetahuan awal ini, Siswa
mencoba membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya didasarkan
pada informasi-inormasi baru yang diterimanya baik dari lingkungan maupun
dari orang-orang yang berada disekitarnya.
Para pakar konstruktivisme (constructivist) yakin bahwa pengetahuan
itu tidak mutlak, melaikan dibangun oleh pembelajar berdasarkan pengetahuan
awal yang dimilikinya dan pandangannya terhadap dunia disekitarnya. Para
pakar konstruktivisme juga mengemukakan bagaimana pengetahuan dapat
disusun sehingga dipelajari, yaitu dengan cara para pembelajar sendiri yang
harus aktif sehingga pembelajar dapat memilih dan menginterprestasikan
informasi yang diperolehnya dari lingkungan di sekitar dirinya.
Konstruktivisme menjelaskan bahwa pemahaman bisa didapat dari
interaksi seseorang dengan lingkungannya, konflik kognitif dan mendorong
seseorang untuk belajar, dan pengetahuan dapat terbentuk ketika siswa
menegosiasikan situasi social dan mengevaluasi pemahaman individualnya.3
Terdapat banyak teori yang menjelaskan konstruktivisme. Teori-teori tersebut
menjelaskan bagaimana sebuah pengetahuan dan pemahaman terbentuk pada
diri seseorang. Dua diantaranya adalah teori konstruktivisme kognitif yang
dikemukakan oleh Jean Piaget dan konstruktivisme social yang dijelaskan oleh
Lev Vygotsky.

2
John W Santrock, Education Psychology, 2 nd Edition, (New York: McGraw Hill
Companies Inc. 2004), hal. 29.
3
Maggi Savin-Baden dan Claire Howell Major, Foundation of Problem-Based Learning,
(London: SRHE, tt) hal. 29.

4
Pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan
mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar
menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.4
Melalui landasan filosofi konstruktivisme kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) di “promosikan” menjadi alternative stratei belajar
yang baru. Melalui konstekstual (Contextual Teaching and Learning) siswa
diharapkan belajar “mengalami”, bukan “menghafal”.5 Pandangan filsafat
konstruktivisme menekankan pembelajaran lebih mengkonstruksi persepsi-
persepsi pengalaman mereka. Pengetahuan individu menjadi sebuah fungsi dari
pengalaman struktur mental, dan keyakinankeyakinan seseorang sebelumnya
yang digunakan untuk menafsirkan objek dan peristiwa.
Proses belajar mengajar lebih diwarnai student center dari pada teacher
center. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain,
dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan
demikian, diharapkan peserta didik dapat mengalami proses pencarian
pengetahuan bukan menghafal konsep yang di ajarkan. Teori konstruktivisme
kognitif ini tidak terlepas dengan teori Piaget tentang teori perkembangan
kognitif. Dalam penjelasannya mengenai bagaimana pengetahuan terbentuk
pada diri seseorang selalu dikaitkan dengan perkembangan kognitifnya.
Piaget menyatakan bahwa pembelajaran akan berjalan dengan sukses
jika sesuai dengan perkembangan kognitif siswa. Oleh karena itu,
konstruktivisme ini disebut dengan konstruktivisme kognitif. Prinsip yang
paling umum dan paling esensial dari konstruktivisme adalah siswa
memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah bukan dari bangku sekolah.
Siswa mengenal rasa gula manis, bulan dan bintang akan terlihat pada malam
hari, serta dapat menyebutkan bilangan bukan dari bangku sekolah melainkan

4
Maggi Savin-Baden dan Claire Howell Major, Foundation of Problem-Based Learning,
(London: SRHE, tt) hal. 29.
5
Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: kencana, 2009), hal. 163

5
dari luar sekolah sebagai hasil interaksinya dengan lingkungannya atau
lingkungan sosialnya. 6
Pembelajaran konstrutivisme bermula dari teori perkembangan
intelektual Piaget yang memandang belajar sebagai proses pengaturan sendiri
(self regulation) yang dilakukan seseorang dalam mengatasi konflik kognitif.
Kognitif timbul pada saat terjadi ketidakseimbangan antara informasi yang
diterima siswa dengan struktur Kognitif yang dimilikinya. Adapun pengaturan
sendiri adalah proses internal untuk mencapai keselarasan yang dilakukan
melalui dua fungsi yakni organisasi dan adaptasi Maksudnya pada saat manusia
belajar, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses
organisasi informasi dan proses adaptasi. 7
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivisme memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Melalui bantuan struktur kogitifnya ini, subyek menyusun
pengertian realitasnya. Pemahaman yang diperoleh manusia bersifat tentative
dan tidak lengkap. Oleh karena itu, pemahaman akan semakin mendalam jika
teruji dengan pengalaman-pengalaman baru.8
Ciri utama model konstruktivisme, antara lain:9
a. Menekankan pada pengetahuan awal siswa yang diperoleh dari luar bangku
Sekolah melalui interaksi sosial dan interaksi dengan lingkungannya,
b. Pada saat belajar ditekankan pada kegiatan minds-on dan hands-on, Ada
perubahan konseptual saat belajar yang menjembatani antara konsepsi Awal
siswa dan pengetahuan baru,
c. Siswa secara aktif membangun pengetahuannya sehingga siswa harus
terlibat dalam proses pembelajaran,

6
Elaine B Johnson, Contextual Teaching Learning (CTL), (Bandung: Mizan Learning
Center, 2009), hal. 45-48.
7
Ari Widodo, dkk., Pendidikan IPA di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet ke 1, h. 50.
8
Baharuddin, Teori Belajar dan pembelajaran, (Jakarta: AR RUZZ MEDIA, 2008), Cet ke
3, h. 116.
9
Ari Widodo, dkk., Pendidikan IPA di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet ke 1, h.52

6
d. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi sosial antara siswa dengan
Siswa dan antara siswa dengan guru.
2. Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran konstruktivisme memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Pembelajaran dilaksanakan dalam kontek autentik, yaitu pembelajaran yang
diarahkan pada keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
Pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning
In real lifesetting).
b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningfullearning).
c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa (learningbydoing).
d. Pembelajaran dilaksanakan dengan melalui kerja kelompok, berdiskusi,
saling mengoreksi antar teman (learning in a group).
e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa
kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang
lain secara mendalam (learningtoknoweachotherdeeply).
f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan
kerjasama (learningtoaks, toinquiry, toworktogether).
g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as
anenjoyactivity).
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen uatama, yaitu
Konstruktivisme (contrsuctivism), penemuan (inquiry), bertanya (Questioning),
Masyarakat belajar (learningComunity), refleksi (Reflection), dan penelitian
sebenarnya (AutenticAssessment).10
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme (Constructivism) merupakan landasan berpikir model
konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit

10
Saepul Hamdani, DIDAKTIS Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, (Surabaya:
UNMUH Surabaya, 2004), hal. 43.

7
yang hasilnya diperluas melalui konteksnya yang terbatas. Siswa harus
mengintruksikan pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman
nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya.
b. Penemuan
Inquiri adalah keyakinan dasar bahwa siswa harus belajar penuh dan
aktif dalam proses penyelidikan, pemproses, mengumpulkan, memadukan,
menyaring dan menyampaikan pengetahuan mereka pada sebuah topik.11
Inquiri sebagai suatu proses dimana siswa terlibat dalam pembelajaran mereka,
merumuskan pertanyaan, menyelidiki secara luas dan kemudian membangun
pemahaman baru, makna dan pengetahuan yang baru bagi siswa dan dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan, untuk mengembangkan solusi atau
untuk mendukung suatu sudut pandang.
c. Bertanya
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dengan bertanya
(questioning). Bertanya yang merupakan strategi mula pembelajaran
konstektual (CTL). Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan
utama guru untuk mendorong, membimbinng, an menilai kemampuan berpikir
siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam
melaksanakan strategi inquiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa
yang telah diketahui dan mengarahkan pelatihan pada aspek yang belum
diketahuinya. Kegiatan bertanya berguna untuk mengkaji informasi, mengecek
pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui sejauh mana
keingintahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
d. Masyarakat bertanya
Masyarakat belajar dapat terjadi apabila dalam proses komunikasi dua
arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi peserta didik,
memberi informasi yang diperlukan oleh teman belajarnya dan meminta

11
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal.
108.

8
informasi yang diperlukan teman belajarnya. Konsep masyarakat belajar
,menyadarkan bahwa hasil belajar diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.
Hasil belajar diperoleh dari sharring antar teman, antar kelompok, antara yang
tahu dengan yang belum tahu.
e. Pemodelan
Dalam proses pembelaj arah yang dimaksud dengan pemodelan adalah
suatu bentuk pengalaman atau keterampilan dengan memberi model yang dapat
ditiru atau cara melakukan sesuatu. Dalam pembelajaran IPA proses modeling
sering dilakukan ketika komunikasi belajar sedang mengubah masalah dalam
kehidupan sehari-hari menjadi kalimat IPA.
f. Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir terntang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu. siswa
diberi kesempatan untuk “mengedepankan” apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan yang lama. Dengan demikian siswa merasa telah memperoleh
pengetahuan baru yang berguna bagi dirinya.
g. Penelitian sebenarnya
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan siswa. Gambaran perkembanga siswa
perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami
proses pembelajaran dengan benar.
3. Tahap-Tahap Pembelajaran Konstruktivisme
Implikasi dari model belajar konstruktivise dalam pembelajaran
meliputi empat tahapan, yaitu:12
a. Tahapan pengetahuan awal.
Pada tahap ini siswa didorong untuk mengungkapkan pengetahuan awal
tentang konsep yang akan dipelajari.
b. Tahapan eksplorasi.

12
Ari Widodo, dkk., Pendidikan IPA di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet ke 1, h.
53.

9
Pada tahap ini siswa diajak untuk menemukan konsep melalui
penyelidikan, pengumpulna data, dan penginterpretasian data melalui suatu
kegiatan yang telah dirancang oleh guru.
c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep.
Pada tahap ini siswa memberikan penjelasan dan solusi yang
disandarkan pada hasil observasinya.
d. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep.
Pada tahap ini guru berusaha untuk menciptakan iklim pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman
konsepnya. Oleh Karenanya, proses pembentukan pengetahuan bukanlah hal
yang mudah. Hal ini berlaku tidak hanya bagi seorang pengajar untuk
memindahkan pengetahuannya ke peseta didik, tetapi juga bagi peserta didik
untuk bisa menerima pengetahuan yang dipindahkan pengajar. Faktor di dalam
peserta didik yang paling dominan adalah tingkat intelegensia, di samping
beberapa faktor lainnya seperti kerajinan dan ketekunan. Faktor tersebut
tentunya sulit untuk ditingkatkan tetapi bukan berarti tidak dapat diperbaiki. Hal
yang mungkin dapat diperbaiki adalah kerajinan dan ketekunan dengan caea
meningkatkan motivasi belajar peseta didik.
Oleh karena itu konstruktivisme memiliki empat tahap pembelajaran
yang dapat memotivasi belajar peserta didik karena pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya siswa harus
aktif secara mental dan fisik membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan demikian siswa tidak hanya
tahu tentang sesuatu, tetapi lebih melihat bagaimana kita menjadi tahu tentang
proses sesuatu itu terjadi. 13

13
Samuel Lukas, dkk., Penerapan Metoda Pengajaran Constructivism (Pembentukan
Pengetahuan) Pada Mata Kuliah Pengantar Teknologi Informasi, Jurnla Pendidikan dan
Kebudayaan, No. 052., Tahun ke. 11, Januari 2005.

10
C. Model Interaktif dalam Pembelajaran IPA SD/MI
1. Pengertian Model Interaktif
Model pembelajaran interaktif “merupakan suatu pendekatan belajar
yang merujuk pada pandangan konstruktivisme. Model belajar ini merupakan
salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
berani mengungkapkan keingintahuannya dan ketidaktahuannya terhadap
konsep yang sedang dipelajarinya” (Widodo, 2007). Sedangkan menurut Dasna
pembelajaran interaktif mengacu pada interaksi antara peserta didik dengan
pendidik, peserta didik dengan pengajar, atau juga peserta didik dengan
media/sumber belajar (Dasna, 2015).
Menurut Faire & Cosgrove dalam (Prayekti, 2004) model pembelajaran
interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini
dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban
pertanyaan mereka sendiri. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan,
model pembelajaran interaktif dapat dipahami sebagai pembelajaran yang
menekankan pada komunikasi antar siswa maupun siswa dengan guru melalui
interaksi langsung dengan sumber belajar. Komunikasi dapat terjalin dari
pemberian stimulus-stimulus untuk menggali pertanyaan-pertanyaan siswa
sebagai ungkapan rasa ingin tahu siswa terhadap pengetahuan yang akan
dipelajari.
Model pembelajaran Interaktif lebih menekankan pertanyaan siswa
sebagai ciri khasnya. Dalam model pembelajaran interaktif akan serig muncul
pertanyaan-pertanyaan, dan pertanyaan dimungkinkan bervariasi. Menurut
Louisel & Descamps pertanyaan dalam proses pembelajaran memiliki tiga
tujuan pokok, yakni meningkatkan tingkat berpikir siswa, mengecek
pemahaman siswa, dan meningkatkan partisipasi belajar siswa.
2. Karakteristik Model Pembelajaran Interaktif
Menurut Suparman dalam (Majid, 2014) menjelaskan bahwa “dalam
pembelajaran interaktif terdapat tujuh karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok, dan perseorangan
b. Keterlibatan mental (pikiran dan perasaan) siswa tinggi

11
c. Guru berperan sebagai fasilitator, narasumber, dan manajer kelas yang
demokratis
d. Menerapkan pola komunikasi banyak arah
e. Suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang, dan tetap terkendali
oleh tujuan
f. Potensi dapat menghasilkan dampak pengiring lebih efektif
g. Dapat digunakan di dalam maupun di luar kelas.
3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Interaktif
Model Interaktif terdiri dari 7 tahapan. Menurut Faire & Cosgrove
(1988) dalam (Widodo, 2007) sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan, pada tahap ini guru dan siswa memilih serta mencari
informasi tentang latar belakang topik, kemudian mengumpulkan sumber-
sumber yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
b. Tahap Pengetahuan Awal, dalam tahap ini siswa mencoba mengungkapkan
pengetahuan awal mereka tentang topik yang akan dipelajari. Sementara
guru berusaha menggali pengetahuan dasar siswa tentang topik yang akan
dipelajari.
c. Tahap Kegiatan Eksplorasi, guru memberi penjelasan terkait topik yang
ingin di eksplorasi. Dalam kegiatan eksplorasi siswa dilibatkan lebih
mendalam terkait topik yang dipelajari. Dengan demikian siswa dirangsang
untuk mengajukan pertanyaan.
d. Tahap Pertanyaan Siswa, pada tahap ini seluruh siswa diajak untuk
membuat pertanyaan mengenai topik yang dipelajari.
e. Tahap Penyelidikan, pada tahap ini guru dan siswa memilih pertanyaan-
pertanyaan yang akan dijawab melalui penyelidikan.
f. Tahap Pengetahuan Akhir, pada tahap ini pengetahuan masing-masing
siswa atau kelompok dikumpulkan dan dibandingkan dengan jawaban awal.
g. Tahap Refleksi, pada tahap ini diterapkan apa yang telah diuji atau
dibuktikan dan apa yang masih perlu dimantapkan. Jika masih ditemukan
pertanyaan susulan pada tahap refleksi ini dengan kata lain konsep belum
terlalu dikuasai, maka perlu diulangi ke tahap penyelidikan.

12
4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Interaktif
Kelebihan:
a. Siswa lebih banyak diberikan kesempatan untuk melibatkan keiingin
tahuannya pada objek yang akan dipelajari.
b. Melatih mengungkapkan rasa ingin tahu melalui pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru.
c. Memberikan sarana bermain bagi siswa melalui kegiatan eksplorasi dan
investigasi.
d. Guru menjadi fasilitator, motivator, dan perancang aktivitas belajar.
e. Menempatkan siswa sebagai subjek pembelajara aktif.
f. Hasil belajar lebih bermakna.
Kelemahan:
Keberhasilan pembelajaran bergantung pada kemampuan dan
kecakapan guru sebagai fasilitator dan manajer kelas dalam berkomunikasi
multi arah untuk mengembangkan dinamika kelompok. Kekurangan
tersebut dapat diatasi atau diminimalkan dengan memberikan pengertian
kepada guru tentang dinamika kelompok.

D. Model Siklus Belajar dalam Pembelajaran IPA SD/MI


1. Pengertian Model Siklus Belajar
Menurut Austik (2012: 144), “Model pembelajaran siklus belajar
merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik
dan berpusat pada siswa (Student Centred)”. Pendekatan konstruktivistik
menekankan pada pentingnya siswa membangun pengetahuannya sendiri,
pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam proses pemblajaran.
Menurut Aunurrahman (2014: 19), “Konstruktivisme memandang
kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemukan
pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk
mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran siswa
bertanggung jawab terhadap hasil belajanya sendiri”.

13
Berdasarkan kedua pendapat tersebut pendekatan konstruktivistk
merupakan pendekatan yang menekankan siswa untuk mencari tahu sendiri
pengetahuannya, menemukan konsep dan menentukan sendiri hipotesis melalui
kegiatan belajar mengajar yang aktif.
Menurut Saleh (2013: 43), “Konstruktivisme adalah konstruksi
(bentukan kita sendiri)”. Sedangkan Menurut Utami (2013: 315),
“Konstruktivisme adalah salah satu teori tentang proses pembelajaran yang
menjelaskan bagaimana siswa belajar dengan mengkonstruksi pengetahuan
menjadi pengetahuan yang bermakna.
Model siklus belajar merupakan rangkaian tahap yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran yang berperanan aktif. Model siklus belajar pada
mulanya terdiri dari tiga tahap, eksplorasi, pengenalan istilah, dan pengenalan
konsep (Dahar, 2011: 169). Selanjutnya dikembangkan menjadi 5 tahap,
engangement, eksplorasi, explanation, elaborasi, dan evaluasi (Lorbach dalam
Wena, 2009: 171).
2. Langkah-Langkah Model Siklus Belajar 5E
Model Siklus Belajar terdiri dari 5 tahap, engangement, eksplorasi,
explanation, elaborasi, dan evaluasi (Lorbach dalam Wena, 2009: 171 sebagai
berikut:
a. Tahap Engangement
Engangement atau pembangkit minat merupakan tahap awal dari
siklus belajar. Pada tahap ini guru membangkitkan minat dan keingintahuan
siswa pada topik yang diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan tentang Sifat dan wujud benda. Apa itu benda ? Sifat benda ada
tiga, benda cair, padat dan gas, bagaimanakah pendapatmu?. Dengan
demikian, siswa akan memberikan respon/jawaban, kemudian jawaban
siswa tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru perlu
melakukan identifikasi ada/tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Dalam

14
hal ini guru harus membangun keterkaitan/perikatan antara pengalaman
siswa dengan topik pembelajaran yang akan dibahas.
b. Tahap Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi dibentuk menjadi 5 kelompok, kemudian
siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa
pembelajaran langsung dari guru. Dalam kelompok ini siswa didorong
untuk menguji hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, mencoba
alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan
mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam
diskusi. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pada
dasarnya tujuan tahap ini adalah mengecek pengetahuan yang dimiliki siswa
apakah sudah benar, masih salah, atau mungkin sebagian salah, sebagian
benar.
c. Tahap Explanation
Pada tahap penjelasan, guru dituntut mendorong siswa untuk
menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/pemikiran sendiri, meminta bukti
dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis
penjelasan antar siswa atau guru. Dengan adanya diskusi tersebut, guru
memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas, dengan
memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai dasar diskusi.
d. Tahap Elaboration
Elaborasi merupakan tahap keempat siklus belajar. Pada tahap
elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari
dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Dengan demikian, siswa akan
dapat belajar secara bermakna, karena telah dapat menerapkan/
mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru. Jika
tahap ini dapat dirancang dengan baik oleh guru maka motivasi belajar
siswa tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
e. Tahap Evaluation
Evaluasi merupakan tahap akhir dari siklus belajar. Pada tahap
evaluasi, guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam

15
menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan
mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan
observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Hasil evaluasi
ini dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi tentang proses penerapan
siklus belajar yang sedang diterapkan, apakah sudah berjalan dengan baik,
cukup baik, atau masih kurang. Demikian pula melalui evaluasi diri, siswa
akan dapat mengetahui kekurangan atau kemajuan dalam proses
pembelajaran yanag sudah ditentukan.
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Siklus Belajar
Kelebihan Model Siklus Belajar
a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa karena siswa dilibatkan
secara aktif dalam proses pembelajaran.
b. Membantu mngembangkan sikap ilmiah siswa
c. Pembelajaran lebih bermakna.
Kekurangan Model Siklus Belajar
a. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan
langkah-langkah pembelajaran.
b. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran.
c. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaran.14

E. Model SAINS Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran IPA SD/MI


1. Pengertian Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Sains teknologi masyarakat (STM) diterjemahkan dari Bahasa Inggris
yaitu Sains Technology Society. Model STM ini menghubungkan antara antara
penggunaan teknologi, sains dan masyarakat. Salah satu model pembelajaran
IPA yang berkaitan dengan sains dan teknologi yaitu model pembelajaran STM.

14
Nurlaela, dkk. Implementasi model siklus belajar (learning cycle), Jurnal pendidikan
dan kebudayaan, vol 16 no 2, Hal 163.

16
Model STM merupakan model pembelajaran yang didasarkan pada
masalah yang membutuhkan penyelidikan autentik yaitu penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata. Dengan mengangkat permasalahan nyata
jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan
sekedar menghafal konsep. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner bahwa:
Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu
konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah
secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret.
Dari pengertian di atas, antara sains, teknologi dan masyarakat saling
melengkapi, dan sangat erat kaitannya. Jadi STM adalah model pembelajaran
yang dapat menciptakan manusia berkualitas dan peka terhadap masalah-
masalah yang timbul di masyarakat.
2. Tujuan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Model pembelajaran STM adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan suatu ide yang tengah terjadi di masyarakat sebagai topik dalam
pembelajaran. STM bertujuan untuk mempersiapkan siswa yang mampu
mengamalkan nilai-nilai sains, menerapkan pengetahuan ilmiah dan
memecahkan masalah di lingkungan masyarakat. Dilihat dari karakteristik STM
dimaksudkan untuk menyiapkan atau menghasilkan warga negara yang mampu
melaksanakan atau mengambil keputusan tentang masalah-masalah aktual.
Menurut Yager dalam pembelajaran model STM ada lima domain atau
ranah yang dapat dikembangkan yaitu:
a. Domain konsep: memfokuskan pada muatan sains yang meliputi konsep,
fakta, hukum yang merupakan hasil analitik.
b. Domain proses cara-cara yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Seperti mengamati, mengelompokan, mengukur, mengomunikasikan,
memprediksi, mengendalikan, mengidentifikasikan variabel,
menginterpretasikan data, merumuskan hipotesis, memberikan definisi
secara operasional dan melakukan eksperimen.

17
c. Domain aplikasi: mengaplikasikan konsep dan keterampilan dalam
memecahkan masalah sehari-hari, mengembangkan proses ilmiah dalam
memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Domain kreativitas: penggunaan objek-objek dan ide-ide dengan cara-cara
baru memecahkan masalah dan teka-teki.
e. Domain sikap: bertujuan untuk mengembangkan sikap positif terhadap IPA
dan diri sendiri, mengembangkan rasa hormat terhadap perasaan orang lain,
mengekspresikan perasaan dengan cara yang konstruktif.
Kelima domain di atas saling berhubungan satu sama lain, antara
konsep, proses, aplikasi, kreativitas dan sikap harus mampu dikembangkan guru
dalam pembelajaran menggunakan model STM.
Dengan meningkatkan keterampilan kognitif termasuk berpikir tingkat
tinggi, masyarakat Indonesia dapat bersaing di tingkat Internasional secara
positif karena memiliki etos kerja yang tinggi dan dibiasakan untuk berpikir
kritis.
Dengan melatih keterampilan proses siswa diharapkan terbiasa selalu
merancang proses-proses yang perlu dilakukan untuk mencapai produk-produk
ilmiah. Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari membuat siswa merasa bahwa
belajar di sekolah bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya. Kreativitas
perlu menyertai keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor seseorang,
karena selalu cepat tanggap pada situasi sekelilingnya, siswa akan selalu
berpikir bagaimana memperoleh ide-ide original yang dapat disumbangkan
kepada orang lain dan masyarakat. Sikap yang antara lain mencakup menyadari
kebesaran Tuhan sebagai pencipta alam dan semua makhluknya membuat siswa
lebih mensyukuri keadaannya dan berniat untuk berbuat baik selama hidupnya.
3. Tahapan-Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat
STM menurut Yager et. Al, meliputi 4 tahap yaitu:
a. Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang dibahas.

18
b. Tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian
penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang dirancang guru.
c. Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan penjelasan-penjelasan
solusi yang didasarkan pada hasil observasinya di tambah dengan penguatan
guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat
rangkuman serta kesimpulan.
d. Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan
gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik bagi
individu maupun masyarakat yang berhubungan dengan pemecahan
masalah.
4. Hubungan Antara Sains, Teknologi dan Masyarakat
Model pembelajaran STM digunakan untuk mengasah kepribadian
siswa dalam mengetahui isu-isu yang berkembang dan menemukan solusi untuk
pemecahan masalahnya. Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk
memudahkan manusia dalam pencapaian tujuan hidup. Teknologi dibuat
dengan dasar menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga teknologi dapat
dimaknai sebagai lingkungan buatan manusia. Dalam menciptakan dan
menggunakan teknologi tersebut harus memerhatikan dampak atau
pengaruhnya bagi masyarakat luas. Jadi jelas antara sains, teknologi dan
masyarakat adanya hubungan timbal balik dalam proses pembelajaran
menggunakan model STM.
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat
Kelebihan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Kelebihan dari model STM yang pertama adalah dapat meningkatkan
kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep, keterampilan proses,
kreativitas dan sikap menghargai produk teknologi serta bertanggung jawab atas
masalah yang muncul di lingkungan. Kedua STM dapat membuat pengajaran
sains lebih bermakna karena langsung berkaitan dengan permasalahan yang

19
muncul dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat membuka
wawasan siswa tentang peranan sains dalam kehidupan nyata. Ketiga yaitu
model STM berorientasi pada hands on activity membuat siswa dapat
menikmati kegiatan sains dengan perolehan pengetahuan yang tidak mudah
terlupakan. Dengan demikian dapat juga digunakan untuk menarik minat siswa
dalam mempelajari sains.
Kelemahan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Kelemahan model pembelajaran STM yaitu dilihat dari pihak guru yang
cenderung mengajar seperti apa yang pernah mereka terima dari gurunya dan
enggan untuk berkreasi atau berinovasi. Hal itu menjadi faktor sulitnya
menerapkan model STM dalam pembelajaran. Selain itu sistem penilaian yang
sering kali digunakan hanya untuk mengukur aspek kognitif. Sedangkan dalam
model STM lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.15

15
Arifin, “Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) “, 2017, diakses dari
https://arifinmuslim.ump.ac.id/2017/03/26/model-pembelajaran-sains-teknologi-masyarakat-stm/,
pada 17 September 2021 pukul 21. 13 WIB.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian di atas adalah Model pembelajaran IPA yaitu
model pembelajaran yang didasarkan pada pandangan konstruktivisme karena
diaggap paling sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA.
Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan belajar yang
menyatakan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik ika secara aktif
membangun (construct) sendiri pengetahuan dan pemahamnnya. Pendekatan
kontekstual memiliki tujuh komponen uatama, yaitu Konstruktivisme,
penemuan, bertanya, Masyarakat belajar, refleksi dan penelitian sebenarnya.
Model pembelajaran interaktif merupakan suatu pendekatan belajar
yang merujuk pada pandangan konstruktivisme. Model belajar ini merupakan
salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
berani mengungkapkan keingintahuannya dan ketidaktahuannya terhadap
konsep yang sedang dipelajarinya. Model interaktif terdiri dari 7 tahapan yaitu:
tahap persiapan, tahap pengetahuan awal, tahap kegiatan eksplorasi, tahap
pertanyaan siswa, tahap penyelidikan, tahap pengetahuan akhir dan tahap
refleksi.
Model siklus belajar merupakan rangkaian tahap yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran yang berperanan aktif. Model siklus belajar pada
mulanya terdiri dari tiga tahap, eksplorasi, pengenalan istilah, dan pengenalan
konsep. Selanjutnya dikembangkan menjadi 5 tahap, engangement, eksplorasi,
explanation, elaborasi, dan evaluasi.
Model pembelajaran sains teknologi masyarakat adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan suatu ide yang tengah terjadi di masyarakat
sebagai topik dalam pembelajaran. STM menurut Yager et. Al, meliputi 4 tahap
yaitu: Tahap invitasi, Tahap eksplorasi, Tahap penjelasan dan solusi dan Tahap
pengambilan Tindakan.

21
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2017. “Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM)”.
https://arifinmuslim.ump.ac.id/2017/03/26/model-pembelajaran-sains-
teknologi-masyarakat-stm/. Diakses pada 17 September 2021 pukul 21. 13
WIB.

Baden, Maggisavin dan Claire Howell Major. Foundation of problem Based


Learning. London: SRHE.

Baharudin. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar RUZZ MEDIA.

Dasna, I. W. 2015. Modul: Desain dan Model Pembelajaran Inovatif dan Interaktif.
Universitas Terbuka. https://repository.ut.ac.id/4324/1/MPDR5203-M1.pdf.
Diakses pada 20 September 2021.

Farkhan. 2017. “Pengertian Model pembelajaran IPA”.


https://fatkhan.web.id/pengertian-model-pembelajaran-ipa-terintegrasi-
mitigasi-bencana/ . Diakses pada 21 September 2021.
Hamdani, Saepul. 2004. DIDAKTIS Jurnal Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan.Surabaya: UNMUH.

Johnson, Elaine B. 2009. ContextualTeaching (CTL). Bandung: Mizan Learning


Center.

Majid, A. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bndung: PT. REMAJA ROSDA


KARYA.

Nurlaela, dkk. 2010. Implementasi model siklus belajar (learning cycle). Jurnal
pendidikan dan kebudayaan. 16 (2), 163.

Prayekti. 2004. “Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Pada Mata Pelajaran


IPA di SD”. Jurnal Teknologi Pendidikan.
http://www.teknologipendidikan.net. Diakses pada 20 September 2021.

Rianto, Yatim. 2009. Paradigma Baru. Jakarta: Kencana.

Santrock, John W. 2014. EducationPsychology, 2nd Edition. New York: MC Graw


Hill Companies.

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

22
Widodo, A. 2007. “Pendidikan IPA di SD (BBM)”. Bandung: UPI.
https:/file.ipi.edu/Direktori/DUAL_MODES/PENDIDIKAN_IPA
DI_SD/BBM_6.pdf. Diakses pada 20 September 2021.

Wibowo, Ari dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Bandung: UPI PRESS.

23

Anda mungkin juga menyukai