Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN
TEORI BEHAVIORISTIK

Oleh :
Fiqhia Rizqia (180)
Maya Kusmiati (1800627)
Riani Salma (180)
Vita Siti (180)

PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-
kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi
yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang
terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya
dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari
dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian
yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat
dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori
yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar
antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang
akan kita bahas sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behavioristik?


2. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behavioristik?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behavioristik?
4. Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?

Itulah ke-empat permasalahan yang akan kita bahas satu persatu dalam
bab berikutnya.

C. Tujuan

1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik


2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori
Behavioristik
4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik
dalam sistem pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Behavioristik


Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan
pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan Skinner.

 Koneksionisme (connectionism), merupaakan rumpun yang paling awal


dari teori beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari
suatu hubungan stimulus-respons. Siapa yang menguasai stimulus-
respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam
belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui
ulangan-ulangan.

Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-


1949), dengan eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi
manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike
menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa
saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan
respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga
dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike
mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:

1. Law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki


kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karena individu yang
siap untuk merespon serta merespon akan menghasilkan respon yang
memuaskan
2. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta
selalu mengulang apa yang telah didapat.
3. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui
dan mendapatkan hasil yang baik.

 Pengkondisian (conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari


koneksionisme. Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-
1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah sebagai
berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga
saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam
kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan
moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya
pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu
disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung
diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari
moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat yang
digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan
sebuah bunyi-bunyian.

Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat
kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan 2
macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar. Sebenarnya
hasil-hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita
perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang
ada sangkut pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah
bahwa dalam belajar perlu adanya latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan
yang telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu
proses belajar yang bersifat skill.

 Penguatan (reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari


teori pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian (conditioning) yang
diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori
penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah
responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan dia
dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru
memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi,
pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu
akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar
mendapat penghargaan lagi.

 Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner


memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat
untuk menyatakan tingkah laku respon . tingkah laku respon yang terjadi
dari suatu rangsangan.

Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya


pola hubungan stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya,
teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati
dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada
otak seseorang. Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi
melalui interksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-
tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan
kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut
akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.
Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant conditioning:

1. Penguatan positiv (positeve reinforcement), ialah penguatan yang


menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contoh seorang
siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan
mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa
berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai
ujian).
2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang
menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan
tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat
mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan
meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak
tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak
menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang
tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak
dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai
bentuk hukuman.

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para


pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-
program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk


berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini
bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa
pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang
mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau
shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang


tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon
yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan
kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka
hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan
pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari
penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah
penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi
agar memperkuat respons.

B. Belajar Menurut Teori Behavioristik


Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh,
seorang anak mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia
belajar dengan giat tetapi dia masih belum bisa mempraktekkan
penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena ia belum
menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar.

Dalam teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan


atau input yang berupa stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang
terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidaklah penting karena tidak
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab dengan
pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon.
Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi (negative reinforcement)
respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi tugas oleh guru,
ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat belajarnya (positive
reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan meningkatkan
aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu
bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau dihilangkan (dikurang)
untuk memungkinkan mendapat respon.
Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian
belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara mereka.

C. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik

1. Kelebihan Teori Behavioristik

 Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan
kondisi belajar.
 Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid
dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
 Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan
pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
 Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan,
dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah
terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang
tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan
pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.

 Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana


sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi
dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu.
 Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan
seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
 Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan.

 Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih


membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung.

2. Kekurangan Teori Behavioristik

 Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk


yang sudah siap.
 Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
 Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif.
 Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
 Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi
oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
 Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan
mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan
oleh siswa.
 Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang
pasif.
 Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada
hasil yang dapat diamati dan diukur.
 Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa,
yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran


Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari


beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai


objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi
belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan


kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin
atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah


terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan
pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar
telah menyelesaikan tugas belajarnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan:

1. Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada


perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus
dan respon.
2. Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme,
pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioning.
3. Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan
perubahan tingkah lakunya.
4. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

B. Saran
Kita sebagai calon guru harusnya mampu mendidik para peserta didik kita
dengan baik, dengan metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar
mengajar berjalan dengan baik. Oleh karena itu pelajarilah teori-teori
pembelajaran yang ada agar kita mampu menemukan kecocokan dalam
metode mengajar yang tepat.
REFERENSI

Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

http://aguswedi.blogspot.com

http://rhazhie.blogspot.com

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan


Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.

http://nudistaku.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai