Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PSIKOLOGI BELAJAR

“TINJAUAN TEORI BELAJAR”

DOSEN PENGAMPU : Nurhasanah, M.Pd

Oleh Kelompok 3 :

 M. REYNALDI
 M. REYHAN PRADANA
 PUTRI INDAH SARI
 NURUL ILMI SHOLEHA
 LISA ARIANTI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN AL-ISLAHIYAH
BINJAI

T.A 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

Teori belajar dimunculkan oleh para psikolog pendidikan setelah mereka mengalami
kesulitan untuk menjelaskan proses belajar secara menyeluruh.  Sebagian psikolog
menghaluskan kesulitan ini dengan istilah :  memperjelas pengertian dan proses belajar. Belajar
merupakan proses dimana seseorang dari tidak tahu menjadi tahu. Proses belajar ini dimulai
sejak manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar
merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian
tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada
manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori
belajar yang terkernal adalah teori belajar behavioristik (seiring diterjemahkan secara bebas
sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-
prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Oleh
karena itu dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
BAB II

PEMBAHASAN

Tinjauan teori belajar

A.    Pengertian Teori Belajar

Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata dinyatakan oleh Mc. Keachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno,
2006:4).Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat
preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari
satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah
seperangkat asas tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.

Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan setiap orang. Belajar dilakukan
hampir setiap waktu,  kapan saja,  dimana saja,  dan sedang melakukan apa saja.  Belajar juga
merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahahan dalam dirinya
melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar dapat membawa perubahan
pada si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Pengertian belajar
sendiri adalah suatu perubahan dalam tingkah laku dan penampilan sebagai hasil dari praktik dan
pengalaman.

Jadi teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk
belajar.

B.     Macam-macam Teori Belajar


Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu
bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi
pendidikan ini muncullah beberapa aliran psikologi pendidikan, diantaranya yaitu :
1.   Teori Belajar Behaviorisme

Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.

Menurut teori behavior,  belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau
input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.

Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang


yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Berikut tokoh-tokoh teori behavioristik:

a.       Edward L. Thordike

Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan antara stimulus
dan respon. Thorndike menekankan bahwa belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau
hubungan-hubungan antara stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan.[6]
[6] Teori  ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan oleh thorndike. Beliau
melakukan percobaan pada seekor kucing muda. Kucing itu dibiarkan kelaparan dalam kurungan
yang pintunya berjeruji. Kurungan kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu
tombolnya terpijit,  pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar kurungan
disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring. Kucing mulai beraksi. Ia bergerak
kesana kemari dan mencoba untuk keluar dari kurungan. Tidak beberapa lama tanpa disengaja
kucing tersebut menyentuh tombol pembuka pintu. Dengan girang, ia keluar dari kurungan dan
menuju tempat makanan tersebut.
Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing tersebut. Pada awal
percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir hingga menyentuh tombol. Namun setelah
sekian lama percobaan kucing tersebut tidak mondar-mandir lagi, ia langsung menyentuh tombol
pembuka pintu.[7][7] Dengan demikian thorndike menyimpulkan bahwa proses belajar  melalui
dua bentuk, yaitu:
1)    trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses belajar dari kesalahan, dan
mencoba terus sampai berhasil.
2)   law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan
yang memuaskan akan terus diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.

b.      Ivan Petrovitch Pavlov

Teori pavlov lebih dikenal dengan pembiasaan klasik (classical conditioning). Teori ini
dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuwan rusia.
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dalam eksperimennya, Pavlov
menggunakan anjing dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu
organisme.

Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya air liur. Air liur akan
keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam percobaanya Pavlov
membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan pada anjing. Setelah diulang berkali- kali
ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi meskipun makananya tidak ada. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya
untuk mengondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Kebiasaan
makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan berpakaian, masuk kantor, kebiasaan belajar,
bekerja dll. Terbentuk karena pengkondisian.
c.       Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif.

 Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi inilah yang nantinya
memengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner
juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

2.      Teori Kognitif

Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental manusia
termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Tingkah laku manusia
yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti
motivasi, keyakinan, dan sebagainya. Psikolagi kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah
peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
kadang-kadang tampak kesat mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang
sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat  jasmaniah yaitu mulut dan
tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan
menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang ada, melainkan
yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.

Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran behaviorisme  yang


selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori yang dikemukakan oleh aliran
behaviorisme kurang memuaskan para psikolog modern dewasa ini.
Berikut tokoh-tokoh teori kognitif:

a.    Teori Gestalt

Teori ini dikenal juga dengan sebutan field theory atau insight full learning. Menurut teori
gestalt, manusia bukan sekedar makhluk reaksi yang berbuat atau bereaksi jika ada perangsang
yang memengaruhinya. Akan tetapi, manusia adalah individu yang merupakan bulatan fisik dan
psikis.

Manusia menurut gestalt, adalah makhluk bebas. Ia bebas memilih cara untuk bereaksi dan
menentukan stimuli yang diterima atau stimuli yang ditolaknya. Dengan demikian, belajar
menurut psikolagi gestalt bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus dan respons yang lama
makin kuat tetapi karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan. Akan tetapi belajar terjadi
jika ada pengertian (insight). Pengertian atau insight ini muncul setelah beberapa saat seseorang
mencoba memahami suatu masalah yang muncul kepadanya.

Persepsi dan insight siswa sangat penting dalam teori gestalt. Salah satu sumbangan yang
paling penting dari teori gestalt adalah ide bahwa tugas-tugas sekolah harus cocok dengan
pengalaman dan pemahaman siswa, kegagalan sering terjadi karena: (1) tugas terlalu sulit bagi
siswa untuk mencapai insight, (2) keterangan-keterangan dari guru tidak terlalu jelas.

b.   Teori Jean Piaget

Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa
proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Proses asimilasi adalah proses
penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi
adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Implikasi Teori Kognitif
Piaget dalam pembelajaran, yaitu perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada
seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya, yaitu
bagaimana anak secara aktif mengkontruksi pengetahuannya. Pengetahuan sendiri datang dari
tindakan.

Menurut teori Piaget pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting


bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman
sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada
akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

c.    Teori Burner

Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan
teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori
pembelajaran menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.

3.      Teori Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri.  Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam
kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati
dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

 Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,  bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

Berikut tokoh-tokoh teori humanistik:

a.       Carl Rogers

Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang
sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak
dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh
karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri
peserta didik.

b.      Arthur Combs

Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Teori belajar merupakan landasan
terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar.  Oleh karena
itu dengan adanya teori-teori belajar maka akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan dan akan membantu peserta
didik dalam belajar.

Ada beberapa macam teori belajar yang muncul di dalam masa perkembangan psikologi
pendidikan, diantaranya yaitu:

a.       Teori behaviorisme
b.      Teori kognitif, dan
c.       Teori humanistik
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, pendidikan & psikologi perkembangan, Jogjakarta: ar-ruzz media, 2010.


Denim, Sudarwan, Khairil, psikologi pendidikan, bandung: alfabeta, 2011.
Hamalik, oemar, psikologi belajar & mengajar,  bandung: sinar baru algensindo, 2012.
Mahmud, psikologi pendidikan, bandung: pustaka setia, 2009.

Anda mungkin juga menyukai