Anda di halaman 1dari 9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa

Biomassa merupakan ukuran yang berguna dan mudah diperoleh, tetapi

tidak memberikan petunjuk dinamika populasi. Ahli-ahli ekologi tertarik pada

produktivitas karena bila bobot kering suatu komunitas dapat ditentukan pada

waktu tertentu dan laju perubahan bobot kering dapat diukur, data itu dapat

diubah menjadi perpindahan energi melalui suatu ekosistem. Dengan

menggunakan informasi ini ekosistem yang berbeda dapat dibandingkan dan

efisiensi untuk perubahan penyinaran matahari menjadi bahan organik dapat

dihitung (Indriyanto, 2006) dalam (Andriani, 2010)

Sejalan dengan perkembangan isu yang terkait dengan biomassa hutan, maka

penelitian atau pengukuran biomassa hutan mengharuskan pengukuran biomassa

dari seluruh komponen hutan. Dalam perkembangannya, pengukuran biomassa

hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah

permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan pohon, dan tumbuhan bawah

lainnya, tumbuhan menjalar, liana, epifit dan sebagainya ditambah dengan

biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah (Sutaryo, 2009).

Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomasa hutan

berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari

keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya terseimpan dalam vegetasi

hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan

dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer (Sutaryo, 2009).

4
Biomassa merupakan istilah untuk bobot hidup, biasanya dinyatakan sebagai

bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau

komunitas. Biomassa tumbuhan merupakan jumlah total bobot kering semua

bagian tumbuhan hidup. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan

menyerap karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubah zat ini menjadi bahan

organik melalui proses fotosintesis. Dalam mekanisme kehidupan bersama

tersebut, terdapat interaksi yang erat baik diantara sesame individu penyusun

vegetasi itu sendiri maupun organism lainnya sehingga merupakan suatu sistem

yang hidup dan tumbuh secara dinamis vegatasi, tanah dan iklim berhubungan

erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik

(Hamilton dan King, 1988) dalam (Andriani, 2010).

Penghitungan biomassa merupakan salah satu langkah penting yang harus

diketahui dan dilakukan dalam sebuah kegiatan atau proyek mitigasi perubahan

iklim di sektor kehutanan. Hanya kegiatan yang bertipe substitusi karbon tidak

memerlukan penghitungan biomassa. Jenis-jenis kegiatan lainnya seperti

pencegahan deforestasi, pengelolaan hutan tanaman dan agroforestry memerlukan

penghitungan biomassa (Sutaryo, 2009).

2.2 Karbon

Simpanan karbon lain yang penting adalah deposit bahan bakar fosil.

Simpanan karbon ini tersimpan jauh di dalam perut bumi dan secara alami

terpisah dari siklus karbon di atmosfer, kecuali jika simpanan tersebut di ambil

dan dilepaskan ke atmosfer ketika bahan-bahan tersebut dibakar. Semua pelepasan

karbon dari simpanan ini akan menambah karbon yang berada di kantong karbon

5
aktif (active carbon pool). Apa yang terjadi saat ini selain kerusakan hutan, adalah

begitu tingginya laju pembakaran bahan bakar fosil sehingga jumlah karbon yang

berada di atmosfer meningkat dengan pesat (Sutaryo, 2006).

Data dan informasi tentang cadangan karbon pada berbagai tipe ekosistem

hutan dan tanaman akan terus di perlukan oleh berbagai pihak baik sebagai bahan

pembanding atau estimasi tingkat serapan yang dihasilkan maupun sebagai

sumber emisi apabila hutan atau vegetasi tersebut hilang. Sehingga para pihak

dapat mempertimbangkan kembali kegiatan yang paling optimal untuk dilakukan

pada lahannya. (Rochmayanto, dkk. 2014).

Masripatin, dkk. (2010) dalam (Idris, dkk. 2013) menunjukkan cadangan

karbon di atas permukaan tanah pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan

alam berkisar antara 7,5 - 264,7 ton C/ha, diantaranya hutan alam dipterocarpa

dengan cadangan karbon 204,9 - 264,7 ton C/ha, hutan alam dataran rendah 230,1

- 264,7 ton C/ha, hutan alam primer dataran tinggi 103,1 ton C/ha, hutan sekunder

dataran rendah bekas kebakaran hutan 7,5 - 55,3 ton C/ha, hutan mangrove

sekunder 54,1 - 182,5 ton C/ha, hutan gambut 200 ton C/ha dan hutan sekunder

dataran rendah 113,2 ton C/ha.

2.3 Tumbuhan Bawah

Tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang berupa tanaman herba dan semak

serta tanaman rendah yang menutupi bagian bawah suatu kawasan hutan. Dengan

demikian fungsi tanaman di sini adalah untuk menahan daya perusak butir butir

hujan yang jatuh dan derasnya aliran air di atas permukaan tanah karena

tumbuhan bawah menambah bahan organik tanah dan melakukan transfer yang

6
memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan aliran air hujan

yang jatuh. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan dengan lingkar batang (dbh)

< 6,3 cm yang berperan penting dalam ekosistem hutan dan menentukan iklim

mikro. Sedangkan serasah berfungsi sebagai penyimpan air sementara,

memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan kapasitas penyerapan (Windusari,

dkk. 2012).

Salah satu anggota ekosistem yang terdapat di Hutan Cangar yang berperan

penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem adalah tumbuhan penutup tanah.

Tumbuh-tumbuhan ini yang tumbuh di antara pepohonan yang utama akan

memperkuat struktur tanah hutan tersebut. Tumbuhan penutup tanah ini dapat

berfungsi dalam peresapan dan membantu menahan jatuhnya air secara langsung.

Tumbuhan penutup tanah dapat berperan dalam menghambat atau mencegah erosi

yang berlangsung secara cepat. Tumbuhan ini dapat menghalangi jatuhnya air

hujan secara langsung, mengurangi kecepatan aliran permukaan, mendorong

perkembangan biota tanah yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah

serta berperan dalam menambah bahan organik tanah sehingga menyebabkan

resistensi tanah terhadap erosi meningkat (Maisyaroh, 2010).

Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban

sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk

tanaman pokok. Di sini, siklus hara dapat berlangsung sempurna, guguran yang

jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsure hara

yang seperti diketahui akan diuraiakan oleh bakteri (Ewusia, 1990). Asdak, (2002)

dalam (Kunarso dan Azwar, 2013) mengungkapkan bahwa penghilangan

7
tumbuhan bawah dan seresah dalam pengelolaan hutan tanaman dan kebun

campuran dapat meningkatkan besarnya erosi dan aliran permukaan. Disamping

itu keberadaan tumbuhan bawah dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan

tanah yang dapat dilihat secara nyata di lapangan, sebelum dilakukan analisis

laboratorium (Hartanto, 1990) dalam (Kunarso dan Azwar, 2013). Selain itu,

tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan

penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi,

beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi

alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai

gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada

tanaman monokultur yang dibudidayakan (Hilwan, dkk. 2013)

2.4 Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd.)

Aleurites moluccana (L.) Willd., atau lebih dikenal dengan nama kemiri,

merupakan salah satu pohon serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas

didunia. Jenis ini merupakan jenis asli Indo-Malaysia dan sudah diintroduksikan

ke Kepulauan Pasifik sejak jaman dahulu. Di Indonesia, kemiri telah lama

ditanam, baik untuk tujuan komersial maupun subsisten untuk menunjang

kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama bagi masyarakat Indonesia bagian

timur. Jenis ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan; bijinya dapat digunakan

sebagai bahan media penerangan, masakan dan obat-obatan, sedangkan batangnya

dapat digunakan untuk kayu (Krisnawati, dkk. 2011).

8
2.4.1 Klasifikasi Kemiri

Klasifikasi Kemiri menurut Tropicos.org (1971) dalam (Azizah 2019) yaitu

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Klas : Magnoliosida

Bangsa : Malpighiales

Suku : Euphorbiaceae

Marga : Aleurites

Jenis : Aleurites moluccana (L.) Willd.

2.4.2 Penyebaran Kemiri

Kemiri memiliki daerah penyebaran geografis yang luas. Jenis ini

merupakan jenis asli Indo-Malaysia (termasuk Brunei, Kamboja, Cina, Kepulauan

Cook, Fiji, Polinesia Perancis, Indonesia, Kiribati, Laos, Malaysia, Kepulauan

Marshall, Myanmar, Kaledonia Baru, Pulau Norfolk, Papua Nugini, Filipina,

Samoa, Kepulauan Solomon, Thailand, Tonga, Vanuatu dan Vietnam). Kemiri

juga telah berhasil diintroduksikan di Antigua dan Barbuda, Bahama, Bangladesh,

Barbados, Brasil, Kuba, Republik Dominika, Grenada, Guadeloupe, Haiti, India,

Jamaika, Jepang, Kenya, Martinique, Montserrat, Antillen Belanda, Puerto Rico,

Sri Lanka, St Kitts dan Nevis, St Lucia, St Vincent dan Grenadines, Trinidad dan

Tobago, Uganda, Amerika Serikat dan Virgin Islands (Amerika) (Elevitch dan

Manner, 2006).

9
2.4.3 Kondisi Tempat Tumbuh

Pohon kemiri banyak dijumpai di daerah beriklim hujan tropis, dengan

kondisi agak kering selama musim kemarau. Jenis ini tumbuh subur di daerah

tropis yang lembap sampai ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. Di daerah

yang berdekatan dengan garis khatulistiwa, kemiri dilaporkan dapat tumbuh pada

ketinggian 2000 m di atas permukaan laut (Elevitch dan Manner, 2006). Di

Indonesia, kemiri dapat dijumpai pada ketinggian 0–800 m pada areal yang

berkonfigurasi datar hingga bergelombang (Direktorat Hutan Tanaman Industri

1990). Kemiri juga dikenal dapat beradaptasi dengan baik di daerah lereng,

bahkan di lembah yang curam. Pohon kemiri tumbuh di daerah dengan curah

hujan rata-rata tahunan berkisar antara 640 sampai dengan 4290 mm atau rata-rata

1940 mm (Duke, 1983) dalam (Krisnawati, dkk. 2011). Suhu rata-rata tahunan

untuk pertumbuhan kemiri berkisar antara 18 sampai dengan 28°C. Suhu

maksimum pada bulan terpanas sekitar 26–30°C, sedangkan suhu minimum pada

bulan terdingin sekitar 8–13°C. Di Indonesia, kemiri juga dapat tumbuh pada

daerah yang kering dengan curah hujan tahunan hanya mencapai 200 mm seperti

di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dan bahkan di tempat yang basah

seperti di Jawa Barat (Ginoga, dkk. 1989).

Pohon kemiri dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk lempung

merah, liat berbatu, pasir dan batu kapur. Pohon kemiri juga tidak memerlukan

sistem drainase yang baik. Jenis ini bisa tumbuh pada tanah yang agak asam dan

sedikit basa dengan pH 5–8. Pohon kemiri cukup toleran terhadap kekeringan dan

bahkan dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur jika ditanam dengan

10
baik pada kelembapan tanah yang cukup. Kemiri mampu berkembang

dilingkungan yang lembap, menyukai cahaya dan tumbuh sebagai pohon pionir di

tempat terbuka apabila curah hujannya sesuai. Jenis ini juga dapat tumbuh

dibawah naungan sampai dengan tingkat penutupan 25% (Elevitch dan Manner,

2006).

2.4.4 Karakteristik dan pertumbuhan kemiri

Tinggi pohon kemiri dapat mencapai 40 m dengan diameter batang

mencapai 1 m. Pada umur 2 tahun tinggi kemiri mencapai 1,25–3 m. Pohon mulai

bercabang pada tinggi tanaman mencapai 0,25-0,5 m atau pada umur 1 tahun.

Cabang-cabang pohon kemiri umumnya berjarak 0,25-1 m pada umur 1-3 tahun.

Tiap kumpulan cabang terdiri dari 3-6 cabang.

Tanaman kemiri yang sudah dipelihara dengan baik, pada umur sekitar 4

tahun sudah berbuah. Tanaman kemiri sangat bergantung pada iklim, musim

berbunga pada tanaman kemiri terjadi pada awal musim hujan dan buah terbentuk

3-4 bulan atau pada akhir musim hujan. Karena sangat tergantung musim maka

musim berbuah pada kemiri berbeda-beda sesui dengan daerahnya. Walaupun

demikian ada tanaman kemiri yang berbuah diluar musim tetapi jumlahnya

sedikit.

Pembungaan tanaman kemiri pada awal musim hujan, walaupun dapat

juga terjadi pembungaan diluar musim tersebut. Bunganya berbentuk malai,

berwarna putih, dan tumbuh di ujung cabang. Bungan malai ini bercabang lebar,

terdiri atas bunga jantan dan betina. Ukuran bungan betina lebih besar dari bunga

jantan. Kadang-kadang bunga jantan dan betina terdapat pada malai bunga yang

11
berbeda malai bunga jantan tidak mempunyai daun tetapi jumlahnya mencapai

ratusan, sedangkan malai betina terdapat daun pada pangkalnya dan hanya

berjumlah puluhan bunga. Kadang kala pada kemiri muda prensentase bunga

jantan lebih banyak dibandingkan bunga betina, tetapi pada umur dewasa kedua

jenis bunga ini akan seimbang jumlahnya. Persarian pada umumnya dilakukan

oleh serangga tetapi dapat juga dilakukan oleh angin. Bunga betina yang tidak

dibuahi umumnya akan rontok dalam waktu seminggu. Namun jika terjadi

pembuahan, pada 18 minggu kemudian buah akan mencapai ukuran sempurna.

Buah kemiri akan mulai jatuh atau mencapai kematangan setelah 20

minggu dari saat pembuahan. Jumlah buah pertandan antara 1-10 buah, tetapi

umumnya 3-5 buah saja. Buah berbentuk bulat hingga bulat telur, berbulu lembut,

dan agak gepeng. Memiliki 1-3 ruang yang berisi biji kemiri. Warna buah, waktu

muda berwarna hijau setelah masak berwarna coklat tua atau kehitaman. Kulit

buah tebalnya sekitar 5-7 mm dan membungkus biji kemiri didalamnya. Biji

kemiri tergolong buah batu karena berkulit keras menyerupai tempurung dengan

permukanan luar yang kasar berlekuk. Tempurung biji ini tebalnya sekitar 3-5

mm, berwarna coklat atau kehitaman. Biji kemiri memiliki bentuk membulat atau

limas, agak gepeng, dimana salah satu ujungnya meruncing. Bila dilihat buah

secara keseluruhan, terdapat kulit luar, daging buah, lapisan kayu, kulit biji

(tempurung), dan daging biji. (Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan, 2006)

12

Anda mungkin juga menyukai