Anda di halaman 1dari 7

NAMA : SELDI OKTA VINDRA

NIM : 1806110328
Kehutanan-B
Praktikum ekologi hutan

RESUME BAB II. PENGUKURAN BIOMASSA TUMBUHAN BAWAH

Biomassa merupakan material tanaman, tumbuh-tumbuhan atau sisa hasil pertanian


yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Biomassa adalah total berat
atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu. Biomassa juga didefenisikan
sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan
dengan satuan ton berat kering per satuan-luas.

Indonesia terkenal dengan negara yangmemiliki keunikan keanekaragaman hayati


didunia (Departemen Kehutanan dan FAO, 2002dalamGarsetiasih dan Hariyanto,
2006).Berdasarkan perkembangan pengukuhankawasan sampai dengan April 2011,
luaskawasan hutan dan perairan seluruh Indonesiaadalah 130,68 juta Ha (Peraturan
MenteriKehutanan Republik Indonesia Nomor 49,2011).Keanekaragaman makhluk hidup
ataukeanekaragaman hayati memiliki arti yangpenting untuk menjaga kestabilan
ekosistem(Maisyaroh, 2010).

Sumberdaya hutan sebagai sumberdayaalam yang dapat diperbaharui


mempunyaifungsi dan manfaat yang beraneka ragam,sehingga sumberdaya hutan
dapatmenyediakan berbagai kebutuhan manusiayang salah satunya adalah fungsi
produksiberupa kayu (Ahmad, 2001 dalam Husna danTuheteru, 2007). Untuk mengurangi
tekananterhadap hutan alam, pemerintah memacupembangunan hutan tanaman sebagai
salahsatu alternatif pemenuhan kebutuhan industrikayu serpih dan kayu pertukangan.Untuk
itudiharapkan hutan tanaman yang dibangunmemiliki kualitas dan kuantitas yang
setaradengan hutan alam (Aswandi, 2007).Jati termasuk salah satu jenis tanamankehutanan
yang dikembangkan pada hutantanaman di Sulawesi Tenggara.Tanaman Jatimerupakan
tanaman tropika dan subtropikayang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagaipohon yang
memiliki kualitas tinggi danbernilai jual tinggi.Di Indonesia, Jatidigolongkan sebagai kayu
mewah dan memilikikelas awet tinggi (Husna dan Tuheteru, 2007).Salah satu anggota
ekosistem yangberperan penting terhadap pertumbuhantegakan Jatiserta keseimbangan
ekosistemhutan tanaman tersebut adalah tumbuhanbawah.Tumbuhan bawah adalah
komunitastanaman yang menyusun stratifikasi bawahdekat permukaan tanah, umumnya
beruparumput, herba, semak atau perdu rendah(Aththorick, 2005).Komposisi
dankeanekaragamannya ikut menentukan strukturhutan yang pada akhirnya berpengaruh
padafungsi ekologi hutan (Tjitrosoedirdjo dkk, 1984dan Setiabudi, 2000 dalam
Suhardi,2007).
Tumbuhan bawah selain berfungsisebagai pelindung tanah dari butiran hujan
danaliran permukaan, juga berperan meningkatkanbahan organik dalam tanah. Semakin
tinggikadar bahan organik, semakin tinggi pulakandungan N total. Unsur N pada
tanamanberperan meningkatkan pertumbuhanterutama perkembangan batang
dandaun(Narendra dan Syahidan,2007)

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat menyerap karbondioksida
yang ada di atmosfer dalam proses fotosintesis, dimana karbon dioksida (CO2) di atmosfer
diikat dan diubah menjadi bentuk energi (gugus gula) yang bermanfaat bagi kehidupan.
Energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa (Purwitasari, 2011).

Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan karbondioksida (CO2) dimana


dengan bantuan cahaya matahari, air dari tanah dan vegetasi yang berklorofil mampu
menyerap karbondioksida (CO2) dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis
ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi
makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi
tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan “net
growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada fase pertumbuhan) mampu
menyerap lebih banyak karbondioksida (CO2) sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan
yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap karbon dioksida
(CO2) berlebih/ekstra (Purwitasari, 2011).

Salah satu isu lingkungan yang terkait dengan hutan yang kini marak dibahas adalah
terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Penyebab timbulnya
perubahan iklim yang diangap sangat serius saat ini adalah naiknya konsentrasi gas rumah
kaca

Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global, menyebabkan manfaat


tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu karena hutan merupakan penyerap karbon terbesar
dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global dan dapat menyimpan
karbon 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput,
tanaman semusiman dan tundra. Mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang dapat
dilakukan saat ini adalah menurunkan emisi karbon, meningkatkan penyerapan karbon dan
mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan mengelola hutan lindung,
mengendalikan deforestasi dan menerapkan praktek silvikultur yang baik. Tumbuhan akan
mengurangi (CO2) di atmosfer melalui proses fotosintetis dan menyimpan dalam jaringan
tumbuhan. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit
merupakan bagian dari biomassa atas permukaan.

Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada
suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997).
Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan
bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu. Biomassa hutan dapat digunakan
untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan karena 50%
biomassa tersusun oleh karbon (Darussalam, 2011).

Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan
pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-
destructive sampling) dengan data pendataan hutan secarain situ; (iii) Pendugaan melalui
penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di
atas,  persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang
lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering
dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan
spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang
signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Sutaryo, 2009).

Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan
karbon. Serasah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral.
Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun
yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun
ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat,
daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat
lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam
dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam
akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas serasah
berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka
keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama (Yustian, dan Donhi , 2010).

Biomassa lantai hutan merupakan bahan- bahan organik berupa daun, ranting, cabang,
buah, bunga, batang maupun fauna yang jatuh di lantai hutan. Bahan-bahan tersebut apabila
terdekomposisi oleh mikroorganisme akan termineralisasi menjadi unsur-unsur yang siap
digunakan oleh tanaman. Biomassa lantai hutan terbagi dalam tiga lapisan, yaitu: litter,
fermentasi/forna, dan humus. Berdasarkan pengamatan horizon tanah yang dibuat pada lantai
hutan mangrove di plot pengamatan, didapatkan kedalaman masing masing lapisan
(Siarudin dan Rachman, 2008).

Pengukuran biomassa dilakukan pada tiga tempat yakni tegakan pohon (diatas
permukaan tanah), serasah (di permukaan tanah) dan akar yang ada di bawah permukaan
tanah yang semuanya dilakukan dalam petak contoh. Untuk mengukur biomassa vegetasi di
atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan dua tahap yakni :  Pertama, metode pendugaan
dengan menggunakan persamaan allometrik W= aDb Kedua, untuk pengukuran biomasa
tumbuhan bawah atau rumput-rumputan/semak dilakukan dengan petak contoh (Monde, dkk,
2008).

Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah, yaitu:

1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang


terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.
2. Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-
faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.
3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahanpecahan organik oleh makhluk
hidup yang melakukan dekomposisi (Fiqa dan Sofiah, 2011).

Kompetisi antarindividu dalam satu spesies yang terjadi pada area dengan cadangan
makanan yang terbatas akan membatasi pertumbuhan populasi tersebut. Jika dua spesies
menggunakan cadangan makanan yang sama juga akan mempengaruhi kepadatan dari dua
spesies tersebut.

Kompetisi dalam mendapatkan makanan dipercaya merupakan hal yang penting


dalam determinasi diversitas dari suatu spesies (Nugroho dan Sumardi, 2004).

Dalam kuadran hutan yang luas paling sedikit harus ada dua tempat yang berlainan
untuk mengambil sampel. Jenis komonitas yang lain pada kuadran yang lebih sempit, satu
sampel setiap kuadran sudah cukup. Jika pada tanah-tanah diantara gedung-gedung, ditepi-
tepi jalan kecil dan sebagainya mungkin tak ada peluang untuk mengambil sampel
(Soemartono,dkk, 1978).

Cahaya matahari memberikan energy yang menggerakan hampir seluruh ekosistem,


meskipun hanya tumbuhan dan organism fotosintetik lain yang menggunakan sumber energi
ini secara langsung. Intensitas cahaya bukan merupakan faktor terpenting yang membatasi
pertumbuhan tumbuhan dilingkungan darat, tetapi penaungan oleh kanopi hutan, membuat
persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari di bawah kanopi tersebut menjadi sangat
ketat (Campbell, dkk,  2008).
Produksi serasah kasar tersebut sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan
organik. Setiadi (1989) menyatakan bahwa proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adanya variasi produksi serasah kasar antara lain
dipengaruhi oleh kerapatan tajuk dan persaingan dalam mendapatkan cahaya (Alrasjid, 1986).
Peningkatan suhu tanah dapatmerangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk
mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO. Kerapatan
tajuk lahan Padang Rumput lebih rendah dibandingkan dengan hutan alami, sehingga cahaya
matahari yang masuk ke lantai lahan Padang Rumput lebih besar disbanding hutan Alami.
Kondisi tersebut mengakibatkan suhu tanah lantai meningkat, sehingga hal ini mempercepat
aktivitas dekomposer di dalam proses perombakan serasah tersebut (Repository UPI, 2009).

REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA

Ariani dan Arief Sudhartono. 2014. Biomassa Dan Karbon Tumbuhan


Bawah Sekitar Danau Tambing Pada Kawasan Taman Nasional Lore Rindu.
Warta Rimba . 2 (1) : 164-170

Ayu,N dan Bambang Hero. 2010.Pendugaan Biomassa Dan Potensi Karbon


Terikat di Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Rawa Gambut Bekas
Terbakar di Sumatera Selatan. Jurnal Pertanian Indonesia.15 (1) : 41-49

Nasrudin, dan Sri Wahyuni. 2017. Keragaman Dan Potensi Biomassa Tumbuhan
Bawah Pada Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.) di Desa Lambakara Kecamatan
Laeya Kabupaten Konawe Selatan. Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas
Halu Oleo Kendari. 3 (2) : 97-104
RESUME BAB III. DINAMIKA MASYARAKAT TUMUHAN BAWAH

Hutan sebagai salah satu sumber daya alam mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, baik ditinjau dari segi ekonomi, pendidikan maupun ilmu
pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal dan lestari. Hutan di
Indonesia berdasarkan statusnya dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok besar yaitu hutan
negara dan hutan hak (hutan adat). Hutan negara adalah kawasan hutan yang tumbuh diatas
tanah yang tidak dibebani hak milik, sedangkan hutan adat merupakan kawasan hutan yang
telah dibebani hak milik masyarakat adat. Masyarakat adat telah

melakukan pengelolaan secara bijaksana. Mereka mengelola dan memanfaatkan hutan


berdasarkan pola-pola yang diterapkan secara turun temurun ( Arief, 2001). Kawasan hutan
Bukit Tunggal memiliki luas ± 20 Ha yang terletak di sekitar perkebunan kelapa sawit di
Desa Batu Nanta Kecamatan Belimbing Kabupaten Melawi. Pada tahun 2009 atas
kesepakatan dan musyawarah dewan adat, pemerintah Desa Batu Nanta, dan masyarakat
Desa Batu Nanta, kawasan hutan Bukit Tunggal ditetapkan sebagai hutan adat supaya
kelestarian hutan tersebut tetap terjaga. Kegiatan manusia serta ketergantungan terhadap
sumberdaya hutan semakin hari semakin meningkat, sehingga seringkali menimbulkan
dampak negatif terutama terhadap kelestarian sumberdaya hutan itu sendiri beserta
ekosistemnya. Pemanfaatan yang berlebihan serta alih fungsi lahan hutan menjadi
perkebunan sawit mengancam keberadaan hutan. Hutan adat Bukit Tunggal adalah
sumberdaya yang sangat penting karena merupakan kawasan sumber penghasil benih
tumbuhan, penyangga ekosistem, serta fungsi sosial dan tempat pendidikan salah satu sebagai
tempat penelitian. Informasi jenis vegetasi pada kawasan hutan adat Bukit Tunggal di Desa
Batu Nanta Kecamatan Belimbing Kabupaten Melawi sampai saat ini belum diketahui,
terutama mengenai keanekaragaman vegetasi yang ada di dalamnya.

Perubahan fenologi beragam spesiessebagai suatu komunitas akan


membawaperubahan terhadap struktur komunitas itu sendiriyang dikenal dengan istilah
suksesi (Irwanto, 2006).Di Cagar Alam Gunung Ambang menggambarkanperubahan-
perubahan pertumbuhan vegetasi dalamkelompok fungsional tumbuhan. Kelompokfungsional
tumbuhan dimaksud adalah pertumbuhantingkat semai, pancang, tiang, dan pohon.Perubahan
dalam komunitas terjadi baik dalamkomunitas stabil maupun komunitas yang
banyakpembukaan tajuk hutan, seperti pada kawasan yangterambah akibat pembukaan lahan
atau menjadiareal peruntukan lain (APL). Kondisi ini dapatmengarah pada perubahan demi
perubahan dalamkomunitas tumbuhan (Kendeigh, 1980).Perubahan penyusun pertumbuhan
spesiesdalam suatu komunitas tumbuhan yang telahdikonversi, areal transisi dan hutan yang
memiliki,tingkat vegetasi yang rapat, tentunya akan berbedabeda,baik dari segi populasi
spesies maupundominasi spesies dalam suatu komunitas. Spesiesyang mendominasi suatu
komunitas tumbuhantergantung pada tipe kawasan hutan diasumsikanberbeda (Gopal dan
Bhardwaj, 1979).
REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA

Amon,H dan Jhony Tasrin. 2013. Dinamika Komunitas Tumbuhan Pada Ekosistem Batas
Cagar Alam Gunung Ambang. Fakultas Pertanian Unsrat Manado. 19 (3) : 183-196

Manurung,S dan Abdul Rauf. 2013. Kajian Total Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Dan
Pengaruhnya Terhadap Tata Air Tanah di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Jurnal Online
Agroteknologi. 1 (4) : 1319-1329

Putra,A dan Setia Budi. 2017. Keanekaragaman Vegetasi Pada Hutan Adat Bukit Tunggal di
Desa Batu Nanta Kecamatan Belimbing Kabupaten Melawi. Jurnal Hutan Lestari. 5 (2) : 234-240

Anda mungkin juga menyukai