PENDAHULUAN
Kata Ekologi berasal dari Oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal
organisme atau rumah tangga makhluk hidup. Ekologi juga dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dengan sesamanya
dan dengan benda-benda mati disekitarnya (lingkungannya). Ekologi pertama kali
diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, seorang ahli biologi Jerman pada tahun 1869.
Ekologi menurut Ernest Haeckel adalah ilmu komprehensif yang mempelajari
hubungan antara organisme dan lingkungannya (Wardhana, 2001:1).
Menurut Silici (2014:4), ekologi pertanian atau agroekologi adalah
penerapan konsep ekologi dan prinsip-prinsip untuk mendesain dan manajemen
agroekosistem berkelanjutan yang memiliki tiga aspek, yaitu;
1. Suatu disiplin ilmu yang melibatkan studi holistik dari agroekosistem,
termasuk manusia dan unsur-unsur lingkungan.
2. Seperangkat prinsip dan praktek untuk meningkatkan ketahanan dan ekologi,
sosial-ekonomi dan keberlanjutan budaya sistem pertanian.
3. Gerakan mencari cara baru yang mempertimbangkan pertanian dan
hubungannya dengan masyarakat.
4. Semua hal terhubung tetapi sifat dan kekuatan dari hal-hal yang terhubung
tersebut bervariasi.
5. Gangguan membentuk karakteristik populasi, komunitas, dan ekosistem.
6. Pengaruh iklim darat, air tawar, dan ekosistem laut.
c. Air
Air adalah faktor biotik yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup.
Air sering disebut “Water is life”. Seluruh organisme yang ada di bumi
membutuhkan air. Tanpa air seluruh organisme menjadi lemah bahkan bisa mati
(Fontana, 2010).
d. Tanah
Tanah sebagai salah satu faktor abiotik dalam lingkungan tumbuh tanaman,
tidak hanya berfungsi sebagai tempat berpijak akar tanaman namun yang lebih
penting adalah sebagai media dimana akar tanaman dapat menyerap nutrisi, air, dan
oksigen. Bahkan lebih dari itu, tanah tidak boleh dianggap sebagai benda mati
melainkan harus diperlakukan sebagai benda hidup dengan segala dinamikanya
(Sugito,2009).
Tanah adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan
bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor: bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu. Tanah juga
memiliki tekstur yang berupa proporsi relatif dari pasir, debu, dan liat. Tanah
merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup.
Mengingat fungsi tanah itu sendiri yaitu; - sebagai pengendali air. - sebagai siklus
unsur hara. - tanah juga dapat sebagai tempat mempertahankan tanaman dan hewan.
- sebagai penyangga struktur (Harahap et al., 2014).
e. Angin
Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah. Pergerakan udara ini disebabkan oleh rotasi bumi
dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya (Affifudin, 2009 dan
Resmi et al., 2010). Faktor terjadinya angin ada 4 tahap, yaitu gradien barometris,
lokasi, tinggi lokasi dan waktu (Firmanda,2008: Resmi, Sarwono, dan
Hantoro,2010).
f. Iklim
Iklim merupakan salah salut faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Berdasarkan gambaran iklim dapat diidentifikasi tipe
vegetasi yang tumbuh di lokasi tersebut. Iklim memegang peran penting dalam
penentuan jenis dan kultivatur tanaman yang dapat dibudidayakan dan dalam
6
b. Kelembapan
Kelembapan udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembapan mutlak, kelembapan nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan uap air (Handoko, 1995: Setiawan, 2009). Kandungan uap udara di daerah
trofik biasanya lebih dari pada di daerah iklim sedang. Variasi musim sangat kecil
dan kelembaban relatif selalu diatas 80% (Hariadi, 2007).
c. Cahaya matahari
Radiasi matahari merupakan faktor utama diantara faktor iklim yang lain,
tidak hanya sebagai sumber energi primer tetapi karena berpengaruh terhadap
keadaan faktor yang lain seperti suhu, kelembapan, dan angin. Respon tanaman
terhadap radiasi matahari atau pengaruh radiasi matahari terhadap tanaman, pada
dasarnya dapat dibagi dalam tiga aspek, yaitu: intensitas, kualitas, dan
fotoperiodisitas (Sugito, 2009). Tanaman kopi merupakan tanaman C3 yang
memiliki karakteristik berbeda dengan tanaman C4 dalam memanfaatkan sinar
matahari (Careli et al., 2003). Sanger (1998) dalam Sholikhah et al. (2005),
Tanaman C3 membutuhkan intensitas cahaya yang tidak penuh untuk dapat tumbuh
optimal.
d. Angin
Angin sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama angin yang tidak
terlalu kencang karena angin atau udara yang bergerak merupakan penyedia gas
CO2 yang sangat dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis. Angin, sebagai
komponen atmosfir, dapat mempengaruhi positif dan negatif terhadap tanaman
tergantung kepada kecepatan dan kondisi angin tersebut. Pengaruh positif, karena
angin dapat membawa tepungsari dan membantu penyebaran biji, buah, dan spora.
Seperti telah diuraikan dimuka, angin dapat membantu proses transpirasi. Angin
lembab yang banyak mengandung uap air menguntungkan tanaman seperti pada
tanaman cengkeh. Namun bila kecepatan angin terlalu tinggi, proses transpirasi
berlangsung secara berlebihan dan akibatnya tanaman kekurangan air. Keadaan ini
juga menyebabkan stomata menutup pada siang hari, absorsi CO 2 terhambat dan
proses fotosintesis berkurang. Pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil panen
menurun. Kecepatan angin yang lebih tinggi lagi (angin kencang: 62—74 km/jam,
badai: 89-102 km/jam, topan/praha: lebih dari 118 km/jam) dapat menyebabkan
8
kerusakan fisik, seperti daun robek, ranting dan dahan patah, batang tanaman roboh
dan bahkan tercabut bersama akar-akarnya. Kerebahan pada tanaman sering terjadi
karena pengaruh angin ini (Sugito, 2009).
2. Faktor tanah
Menurut Sugito (2009), tanah sebagai salah satu faktor dalam lingkungan
tumbuh tanaman, tidak hanya sebagai tempat berpijak akar tanaman namun yang
lebih penting adalah sebagai media dimana akar tanaman dapat menyerap nutrisi,
air, dan oksigen. Bahkan lebih dari itu, tanah tidak boleh dianggap sebagai benda
mati melainkan harus diperlakukan sebagai benda hidup dengan segala
dinamikanya.
Pengelolaan tanah dengan demikian harus bertumbuk kepada perbaikan
dalam kesuburan tanah, baik fisik, kimia, maupun biologi seingga tanaman yang
kita tanam disitu akan tumbuh baik dengan sendirinya, dan juga ketinggian tempat.
a. Sifat fisik tanah
Sifat fisik tanah, terutama struktur tanah dan kemampuan tanah memegang
air lebih banyak dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah karena melalui
aktivitas mikroorganisme tersebut akan diperoleh keadaan struktur tanah yang
gembur dan tingkat kemampuan tanah menahan air yang tinggi (Sugito, 2009).
b. Unsur Hara
Unsur hara atau nutrisi merupakan faktor penting bagi pertumbuhan
tanaman yang dapat diibaratkan sebagai zat makanan bagi tanaman. Sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu: unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara
yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, seperti nitrogen (N), fosfor(P),
kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Unsur hara primer
(N, P, dan K) dan unsur hara skunder (S, Ca, dan Mg) (Sugito, 2009).
c. Unsur kimia tanah (kemasaman)
Kemasaman (pH) tanah menunjukkan konsentrasi ion H pada larutan tanah.
Tanah pertanian pada umumnya memiliki pH antara 4 sampai 8. pengaruh
kemasaman tanah terhadap tanaman terkait dengan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman. Selain itu, pada tanah yang sangat masam, pertumbuhan tanaman
terhambat karena keracunan alumunium (Al).
9
No Alat Fungsi
Untuk menandai tali rafia sesuai dengan
1 Spidol hitam
panjang plot
2 Gunting Untuk memotong tali rafia
3 Alat tulis Untuk menulis hasil pengamatan
4 Form Pengamatan Untuk mendata hasil pengamatan
5 Termohigrometer Untuk mengukur suhu dan kelembapan udara
6 Luxmeter Untuk mengukur intensitas radiasi matahari
7 Kamera Untuk dokumentasi
8 Busur modifikasi Untuk mengukur tinggi pohon
No Bahan Fungsi
1 Tali rafia Untuk membuat plot besar pengamatan
2 Meteran jahit Untuk mengukur panjang plot dan tali rafia
Sebagai patok untuk memperkuat ujung-
3 Tongkat kayu
ujung plot
No Alat Fungsi
1 Pengaris besi Untuk mengukur ketebalan seresah
2 Cetok Untuk menggali tanah
3 Alat tulis Untuk menulis hasil pengamatan
4 Form Pengamatan Untuk mendata hasil pengamatan
5 Termometer tanah Untuk mengukur suhu tanah
6 Kamera Untuk dokumentasi
Tabel 4. Bahan Aspek Tanah
12
No Bahan Fungsi
1 Frame 50x50cm Untuk membuat plot pengamatan
2 Kapas Sebagai media alkohol
3 Alkohol 70% Untuk membius biota tanah
4 Plastik 1kg Sebagai wadah biota tanah
No Alat Fungsi
1 Spidol permanen Untuk memberi keterangan pada plastik
2 Alat tulis Untuk menulis hasil pengamatan
3 Form Pengamatan Untuk mendata hasil pengamatan
4 Sweepnet Untuk menangkap arthropoda
5 Kamera Untuk dokumentasi
No Bahan Fungsi
1 1 botol air 600ml Sebagai media perangkap yellowtrap
Sebagai wadah larutan detergen untuk
2 4 gelas air mineral
pitfall
Untuk membuat serangga yang
3 Larutan Detergen
terperangkap tetap berada di dasar wadah
4 Plastik 1kg Sebagai wadah arthropoda
Sebagai media alkohol untuk membius
5 Kapas
arthropoda
6 Alkohol 70% Untuk membius arthropoda
13
Menyalakan luxmeter
Menyalakan termohigrometer
3. Suhu Tanah
e. Seresah
b. Biota Tanah
Menyiapkan alat dan bahan
Mendokumentasikan serangga
b. Yellowtrap
Menyiapkan alat dan bahan
Mengambil yellowtrap
c. Pitfall
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dalam plot tanaman tahunan ukuran
20×5 meter diketahui intensitas radiasi matahari, kelembapan udara, dan suhu
udara. Pengukuran intensitas cahaya matahari dilakukan menggunakan luxmeter
dan didapat hasil sebesar 572 lux. Sedangkan pengukuran kelembaban dan suhu
udara dilakukan menggunakan thermohigrometer, masing-masing sebesar 61% dan
26,8°C.
3 Talas Colocasia 30
esculenta L.
Pomoea
4 Ubi Jalar 59
batatas L.
Melia azedarach
5 Rumput Mindi Banyak
L.
43
Rumput Pteridium
6 Banyak
Paku Garuda aquilum
Rumput Ageratum
7
Babadotan conyzoides
Banyak
Rumput Crassocephalum
9
Sintrong crepidioides Banyak
1. Rayap 1 Detritivor
Cacing
2. 1 Detritivor
tanah
Hasil pengamatan ditemukan dua biota tanah, antara lain rayap yang
jumlahnya hanya satu serta memiliki peranan sebagai detritivor, cacing tanah yang
jumlahnya hanya satu serta memiliki peranan sebagai detritivor; dan nimfa
serangga tonggeret yang berjumlah satu serta memiliki peran sebagai hama.
46
Predat
Jangkrik Orthoptera 1
or
Pitfall
Vekto
Nyamuk Diptera 1
r
Vekto
Lalat Diptera 1
r
47
Vekto
Lalat Diptera 1
r
Wereng
Homopter
Yellowtrap batang 1 Hama
a
coklat
Vekto
Nyamuk Diptera 3
r
Oteng-
Coleoptera 1 Hama
oteng
48
Kumbang
Kubah Coleoptera 1 Hama
Spot
Sweepnet
Predat
Laba-laba Araneae 1
or
Pada kegiatan aspek HPT yang diamati dilakukan tiga metode penangkapan,
yaitu sweepnet, pitfall, dan yellowtrap. Pengamatan pertama dilakukan
menggunakan metode sweepnet, metode ini menggunakan jaring serangga yang
diayunkan dengan mulut jaring terbuat dari kawat melingkar dengan pola
membentuk huruf U. Kemudian dari jaring tersebut ditemukan dua ordo yang
berbeda, yaitu coleopteran dan araneae. Metode pitfall dilakukan menggunakan
empat titik pengamatan menggunakan wadah (gelas bekas air mineral) yang terisi
dengan air campuran ditergen sebagai larutan pembunuh sample yang diletakan
pada masing-masing ujung plot tanaman tahunan yang diamati. Dari pitfall didapati
tiga ordo yang berbeda, yaitu orthoptera, hymenoptera, dan diptera. Pada pitfall ke-
1 terdapat serangga jangkrik, ke-2 tidak terdapat serangga sama sekali, ke-3 tidak
terdapat serangga sama sekali, sedangkan pitfall ke-4 terdapat serangga semut, lalat
dan nyamuk. Sementara, pada metode yellowtrap ditemukan paling banyak ordo
yaitu sebanyak tiga ordo, ordo tersebut adalah homoptera, diptera, dan coloeptera.
49
4.2 Pembahasan
Semut
Laba-laba
(predator)
(predator)
Rayap
(detritivor))
Tonggeret
(hama)
Kopi Arabika
(produsen)
b. Rantai makanan II
Semut
(predator)
Laba-laba
(predator)
Kumbang
kubah spot
Rayap
(hama)
(detritivor)
Kopi Arabika
(produsen)
Gambar 2. Rantai Makanan II
Hasil pengamatan rantai makanan II pada plot tanaman tahunan yang
diamati, menunjukan tingkat trofik pertama adalah organisme autotrof (produsen),
yaitu tanaman kopi. Organisme yang menduduki tingkat trofik kedua disebut
konsumen I (primer) yang diduduki oleh hewan herbivora, yaitu kumbang kubah
spot (hama). Organisme yang menduduki tingkat trofik ketiga disebut konsumen II
(sekunder), yaitu semut yang berperan sebagai musuh alami. Organisme yang
menduduki tingkat trofik tertinggi dalam rantai makanan II adalah laba-laba yang
merupakan pemakan segalanya, sedangkan rayap berperan sebagai pengurai bahan
organik.
57
Laba-laba
(predator)
Jangkrik
(predator)
Oteng-oteng
Rayap
(hama)
(detritivor)
Kopi Arabika
(produsen)
d. Rantai makanan IV
Laba-laba
(predator)
Jngkrik
(predator)
Cacing tanah
(dekomposer)
Wereng
batang coklat
(hama)
Kopi Arabika
(produsen)
e. Rantai makanan V
Laba-laba
(predator)
Lalat (vekor)
Cacing tanah
(dekomposer)
Kopi Arabika
(produsen)
Jaring-jaring makanan
Laba-laba (predator)
Lalat (vektor)
Cacing tanah
(dekomposer) Rayap (detritivor)
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan pada plot tahunan yang telah dilakukan, dapat
diambil kesimpulan bahwa ekosistem yang ada tergolong seimbang. Tanah pada
plot tahunan tersebut memiliki karakteristik yang gembur, dibuktikan dengan
ditemukannya cacing tanah pada pengamatan. Hal ini mendukung biodiversitas
yang ada baik pada ekosistem, tanaman budidaya maupun tumbuhan lain seperti
rumput-rumput liar.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, adapun saran yang dapat kami berikan adalah
supaya masyarakat tetap memperhatikan dan menjaga keseimbangan ekosistem
yang ada di UB Forest pada umumnya dan plot tahunan pada khususnya supaya
biodiversitas yang ada tidak menurun.
DAFTAR PUSTAKA
63
Affandi, Harahap, dan Aziza. 2014. Menentukan Faktor Tanah dengan Metode
Perasaan di Lahan Politani. J. Nasional Ecopedon JNEP 2(2): 13—15.
Albihad, Dennis. 2015. Pengaruh Ketebalan Seresah, Jdsa, Kelembaban, dan
Ketinggian Terhadap Keanekaragaman Anura di Hutan Pendidikan
Wanagama. J. Praktikum Riset dan Managemen Satwa Liar: 12—20.
Alrasjid et al dalam Sallata,M. 2012. Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan
Keberadaannya di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Info Teknis
EBONI. 10(2): 85—98.
Ambarwati, Indradewa, dan Ayu. 2011. Pertumbuhan Hasil dan Kualitas Pucuk
Teh (Camellia sinensis (L.) kuntze) di Berbagai Tinggi Tempat.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Anggradewi, Arunika. 2008. Identifikasi Tonggeret (Hemiptera: Cicadidae) di
Kebun Raya Bogor dan kebun Raya Cibodas Berdasarkan Rekaman Suara
(skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Anugrahini, Ayu Endah. Kumbang Koksi, Sang Pemangsa yang Cantik. BBPPTP
Surabaya.
BiodiversityBC. 2008. Ecological Concepts, Principles and Applications to
Conservation. Vancouver: BiodiversityBC.
Ditta P., Marina. 2012. Usaha Teknik Budidaya Tanaman Buah Mentimun
(Cucumis sativus L.) untuk Prospek Pengembangan Saruyan di UPT
Usaha Pertanian Aspakusa Makmur Teras Boyolali (skripsi). Surakarta:
Univeritas Sebelas Maret.
Erawati, Virgo. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang dan Kerabatnya
(Orthoptera) pada Dua Ekosistem Pegunungan di Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. J. Entomol 7(2): 100—115.
Fontana. 2010. Impacts of Invasive Species on Food Webs and Ecosystem:
Discover Files: Realitionships in Nature. New Heaven: Yale
Peabody Museum Event-Based Teacher Collaboration.
64
Gunawan, Kris Adhi. 2015. Rancang Bangun Alat Pengukur Suhu Tanah sebagai
Alat Bantu Penentu Benih Sayuran yang akan Dibudidayakan
Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Elektro. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Hariadi, Toni K.. 2007. Pengendali Suhu, Kelembapan, dan Cahaya dalam Rumah
Kaca. Jurnal Ilmiah Semesta Terbuka 10(1): 82—93.
Hidayat, P. 2006. Pengendalian Hama. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Karindah, Mudjiono, dan Pradhana. 2014. Keanekaragaman Serangga dan Laba-
laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional. Jurnal HPT 2(2):
58—66.
Kastawi, Y. et al. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang: UM Press.
Lestari, Maya. 2014. Kepadatan dan Distribusi Cacing Tanah di Area Larboretum
5(1): 93.
Mangkoedihardjo, Sarwoko. 2005. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah
Pesisir sebagai Penyangga Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan:
Sebuah kajian dengan pendekatan energi, ekosistem, dan ekologi.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya Press.
Munif, Amrul. 2009. Nyamuk Vektor Malaria dan Hubungannya dengan Aktivitas
Kehidupan Manusia di Indonesia. Aspirator 1(2): 94—102.
Nadiah, Annisrien. Bukan Jangkrik Biasa. BBPPTP Surabaya.
Nandika, D. Yudi R dan Farah Diba. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Harun Jp, ed. Surakarta: Muhammadiyyah Univ. Press.
Nuryanti dan Embriani. Mengenal Penggerek Ranting Kopi ( Xylosandrus
compactus). BBPPTP Suarabaya.
Pradnyawan, Sri Wahyudyana Hurip, Mudyantini, Marsusi. 2004. Pertumbuhan,
Kandungan Nitrogen, Klorofil dan Karotenoid Daun Gynura Procumbens
(Lour) Merr. pada Tingkat Naungan berbeda. Surakarta: Jurusan Biologi
Fmipa Universitas Sebelas Maret. Biofarmasi 3(1): 8.
Resmi, C., Sarwono., dan R. Hantoro. 2010. Eksperimental Sistem Pembangkit
Listrik pada Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Skala Kecil.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
65
Riyanto. 2007. Kepadatan, Pola Distribusi, dan Peranan Semut pada Tanaman di
Sekitar Lingkungan Tempat Tinggal. Jurnal Penelitian Sains 10(2): 241—
253.
Sagita. Siswanto, B. Hairiah, K. 2014. Studi Keragaman dan Kerapatan Nematoda
pada Berbegai Sistem Penggunaan Lahan di Sub DAS Konto. J. Tanah
dan Sumberdaya Lahan 1(1): 58.
Setiawan. 2009. Kajian Hubungan Unsur Iklim Terhadap Produktivitas Cabe
Jamu (Piper retrofractum vahl) di Kabupaten Sumenep. Agrovogor
2(1): 1—7.
Sholikhah dan Ummi. Karakteristik Fisiologis Klon Kopi Robusta BP 358 pada
Jenis Penaung yang Berbeda. Universitas Jember Press.
Silici, Laura. 2014. Agroecology What it is and what it has to offer. London:
International Institute for Environment and Development.
Sipahutar, Ardian Halomoan. 2013. Kajian Sifat Kimia dan Fisika Tanah yang
Mempengaruhi Sebaran Akar Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) pada
Ketinggian Tempat yang Berbeda di Tanah Inceptisol Kecamatan Lintong
Nihuta. Medan: Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Sitanggung, Totianto. 2001. Studi Potensi Lalat sebagai Vektor Mekanik Cacing
Parasit Melalui Pemeriksaan Eksternal (Skripsi). Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Siwi, Sri Suharni. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta: Kanisius.
Soedijo, Pramudi. 2015. Keanekaragaman Arthropoda Laba-laba pada
Persawahan Tadah Hujan di Kalimantan Selatan 1(6): 1307—1311.
Sucipta, Kartini, Soniari. 2015. Pengaruh Populasi Cacing Tanah dan Jenis Media
Terhadap Kualitas Pupuk Organik. J. Agroekoteknologi Trofika 4(3):
213-223.
Sugiato, Yogi. 2009. Ekologi Tanaman: Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap
Pertumbuhan Tanaman dan Beberapa Aspeknya. Malang: UB pers.
Sunarno. 2013. Pengendalian Hayati (biologi control) sebagai salah satu
Komponen Pengendalian Hama Terpadu (OHT). Maluku. Jurnal
Pengendalian Hayati.
66
Supriadi, Handi. 2014. Budidaya Tanaman Kopi untuk Adaptasi dan Mitigasi
Perubahan Iklim. Sukabumi: Balai Penelitian Tanaman Indutri dan
Penyegar. J. Perspektif 13(1): 36.
Totianto Sitanggung. 2001. Studi Potensi Lalat sebagai Vektor Mekanik Cacing
Parasit melalui Pemeriksaan Eksternal (skripsi). Bogor.
Wardhana, Wisnu. 2001. Dasar-dasar Ekologi. Depok: Universitas Indonesia
Press.
Widiarta, Kusdiaman, dan Suprihanto. 2006. Keragaman Artyhropoda pada Padi
Sawah dengan Pengeloloaan Tanaman Terpadu. J. HPT Trofika 6(2):
61—69.
Wijayanto, Nurunnajah. 2012. Light Intensity, Temperature, Humidity and Rooting
System of Mahogany (Swietenia macrophylla K.) Ni Babakan Madang
Bogor. Journal Silvicultur Tropica 3(1): 8—13.
Wijayanto, Nurheni, N, Nurunnajah. 2012. Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban
dan Perkiraan Lateral Mahoni (Swietenia Macrophylla King.) Di RPH
Bababakan Madang, BKPH Bogor. J. Silvikultur Tropika 3(1): 9.
Wulandari, Gusti Endah. 2009. Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap
(Isoptera : Rhinotermitidae) (Skripsi). Medan: Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Yatno, Pasaru, dan Wahid. 2013. Keanekaragaman Arthropoda pada Pertanaman
Kakao(Theobroma cacao L.) di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. J.
Agrotekbis 1(5): 421 – 428.
67
LAMPIRAN
Sudu
t Tinggi Jarak Tinggi
Pengamatan
(m) (m) Pohon (m)
Keterangan:
X = Jarak pengamat dengan pohon (m)
𝛼 = Sudut kemiringan yang ditunjukkan busur modifikasi ketika ditembakkan oleh
pengamat ke titik tertinggi pohon
T = Tinggi pengamat (m)
Oleh :
Kelompok K1
Asisten:
Alief Rodhlian Wahyudi ( 135040201111210 )