Anda di halaman 1dari 89

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua makhluk hidup saling berinteraksi dengan makhluk hidup lainnya.


Interaksi tersebut dapat kita temui dalam kehidupan sehari – hari di sekitar kita.
Hal ini dikarenakan setiap mahluk hidup pasti bergantung pada mahluk hidup lain
dalam menjalani kehidupannya. Begitupun dengan dunia pertanian, terdapat
hubungan antara komunitas tanaman atau vegetasi dan hewan dengan lingkungan
hidupnya baik secara fisik maupun kimia. Hubungan tersebut dapat dimodifikasi
oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya baik pangan, sandang dan papan,
atau lebih dikenal dengan istilah agroekosistem.
Faktor yang menunjang kehidupan makhluk hidup ada dua, yakni faktor biotik
dan faktor abiotik. Penting bagi kita untuk mempelajari setiap faktor tersebut,
sehingga kita dapat mengetahui peranannya bagi ekosistem. Mempelajari faktor-
faktor penunjang makhluk hidup tidak bisa hanya berdasarkan buku-buku
pembelajaran. Kita juga harus mempelajarinya secara langsung dengan
pengamatan di lapangan, sehingga kita dapat lebih paham mengenai keberadaan
faktor biotik dan faktor abiotik di alam.
Melalui pengamatan di lapangan, kita dapat mempraktikkan secara langsung
teori yang telah didapat dalam pembelajaran di kelas dan cara kerja alat-alat yang
dipergunakan dalam dunia pertanian. Sehingga mahasiswa tidak hanya
membayangkan pembelajaran yang didapat dan cara kerja alat-alat tersebut, tapi
juga dapat mengaplikasikannya secara langsung. Mahasiswa juga perlu
melakukan praktik penanaman dengan berbagai perlakuan, dengan begitu
diharapkan mahasiswa mampu membedakan perkembangan tanaman dari
perlakuan yang berbeda.

1
Laporan ini kami susun berdasarkan praktik penanaman pakcoi dan kedelai
pada 12 Oktober 2014 – 12 November 2014 yang dilaksanakan di UPT Nerseri,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dan fieldtrip pada hari Minggu, 26
Oktober 2014 yang dilaksanakan di Kebun Percobaan di Jatikerto dan Cangar,
Kabupaten Malang. Kami harap laporan pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan
kedepannya.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana pengaruh faktor biotik dan abiotik terhadap vegetasi pada
plot?
 Apa saja arthropoda yang terdapat pada plot dan peranannya dalam
agroekosistem?
 Bagaimana pengaruh faktor lingkungan terhadap tanaman (polybag)?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui analisis vegetasi dan faktor abiotik
 Untuk mengetahui faktor biotik dan abiotik tanah
 Untuk mengetahui peran arthropoda dalam agroekosistem
 Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap tanaman
polybag

1.4 Manfaat
 Dapat mengetahui pengaruh faktor biotik dan abiotik terhadap vegetasi
pada plot
 Dapat mengetahui faktor biotik dan abiotik tanah
 Dapat mengetahui peran arthropoda dalam agroekosistem
 Dapat mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap tanaman
polybag

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ekologi dan Ekologi Pertanian

 Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara


organisme dengan lingkungannya (biotik dan abiotik) (Djajadirana, 2000).
 Ekologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik
antara mahluk hidup dengan sesamanya dan mahluk hidup dengan
komponen sekitarnya (Sugito, 2010).
 Ekologi pertanian adalah lmu yang mempelajari tentang mahluk hidup dan
lingkungan budidaya tanaman yang diusahakan oleh manusia (Cahyana,
2001).
 Ekologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan) dengan lingkungannya
(Tjitrosomono, 2002).

2.2 Pengertian Ekosistem Alami dan Ekosistem Buatan

 Ekosistem alami adalah ekosistem yang proses pembentukan dan


pengembangan sepenuhnya berjalan secara alami tanpa ada campur tangan
pihak lainnya (Cahyana, 2001).
 Ekosistem alami adalah ekosistem yang terbentuk secara alami tanpa
adanya campur tangan manusia (Wirakusumah, 2003).
 Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya (Irwan, 2000) .
 Ekosistem buatan adalah ekosistem yang proses pembentukan dan
pengembangannya serta peruntukannya untuk memenhi kebutuhan
manusia sehingga campur tangan atau tindakan manusia menjadi unsur
yang sangat dominan (Sugito, 2010).

3
2.3 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Faktor abiotik berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena


dalam proses kehidupan tanaman faktor abiotik berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Faktor abiotik itu antara lain
meliputi :

a) Tanah
Tanah berperan penting bagi pertumbuhan tanaman karena tanah
berfungsi sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman, serta
juga sebagai pelindung tanaman dari serangan hama penyakit dan dampak
negatif pestisida dan limbah industri berbahaya.
Tanah yang subur merupakan media yang terbaik bagi tumbuhan.
Kesuburan tanah mencakup tiga aspek yaitu kesuburan fisik, kimia dan
biologi. Kesuburan fisik antara lain mencakup, struktur, tekstur, dan
kemampuan tanah memegang air. Kesuburan kimia terutama terkait
dengan status terutama terkait dengan status nutrisi atau unsur hara dalam
tanah. biologi menyangkut adanya aktivitas mikroorganisme dalam tanah
(Hanafiah, 2013).
b) Suhu
Suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.
Suhu lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar
dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat celsius. Keadaan
pergerakan molekul ditentukan oleh suhu.
Peran suhu bagi pertumbuhan tanaman ialah dalam proses
transpirasi. Makin tinggi suhu permukaan tanah maka makin cepat proses
transpirasinya. Makin rendah suhu permukaan tanah akan memperlambat
proses transpirasi. Suhu juga mempengaruhi penyerapan air oleh akar
tanaman. Semakin rendah suhu tanah semakin sedikit air yang diserap oleh
akar. Oleh karena itu akan mengakibatkan tanaman menjadi layu (Hakim,
2002).

4
c) Cahaya matahari
Sinar matahari merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh
tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Radiasi matahari dalam
suatu lingkungan berasal dari dua sumber utama:
a. Temperatur matahari yang tinggi.
b. Radiasi termal dari tanah, pohon, awan, dan atmosfir (Nyakpa,
2010).
d) Ketersediaan Air dan Udara
Air sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup. Tubuh mahluk hidup
tersusun sekitar 80-90% air. Zat ini digunakan sebagai pelarut di dalam
sitoplasma untuk menjaga tekanan osmosis sel dan mencegah sel dari
kekeringan. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan,
perkecambahan dan penyebaran biji Bagi hewan dan manusia, air
diperlukan untuk pertumbuhan dan lain sebagainya. Di alam, air dapat
berbentuk gas, cair, dan padat. Air sangat berpengaruh terhadap
metabolisme makhluk hidup dan dipengaruhi pula oleh suhu, salinitas, dan
pH.
Udara dibutuhkan oleh tanaman dalam bentuk gas CO 2 dalam
proses fotosintesis. Udara di atmosfer tersusun atas gas Nitrogen (N 2,
78%), gas Oksigen (O2,21%), dan gas Karbondioksida (CO2,0,003%)
(Hardjowigeno, 2007).
e) Kelembaban

Kelembaban merupakan Jumlah uap air yang terkandung di udara.


Besar kecilnya kelembaban tergantung pada jumlah uap air di udara.
Kelembaban udara adalah Jumlah uap air yang terkandung di udara. Besar
kecilnya kelembaban tergantung pada jumlah uap air di udara. Kapasitas
udara adalah Jumlah uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara
pada suhu tertentu. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada
keadaan jenuh) tergantung pada suhu udara jika Suhu tinggi maka kapasitas
udara besar jika uap air jenuh maka kapasitas udara maksimal.
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air diudara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi(relatif) maupun

5
defist tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandugan uap air (dapat
dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) persatu air aktual dengan
keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.
Kapasitas udara untuk menampung uap air tersbeut (pada keadaan jenuh)
ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan deficit tekanan uap air adalah slisih
antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual
Kelembaban udara akan berpengaruh lansung pada transpirasi tanaman.
Transpirasi adalah hilangnya air (uap air) dari tanah melalui tubuh tanaman
ke ruangan sekelilingnya dan berusaha menjenuhi ruangan. Transpirasi
terjadi melalui stomata dan membutuhkan energi. Stomata membuka bila
ada intensitas cahaya matahari yang cukup di siang hari (Salikin, 2003).

2.4 Faktor Biotik dan Abiotik Tanah

 FaktorAbiotik
 Suhu
Pengertian suhu mencakup dua aspek, yaitu : derajat dan insolasi.
Insolasi menunjukkan energy panas dari matahari dengan satuan gram
kalori/ 〖 cm 〗 ^2/jam. Satu gram kalori adalah sejumlah energy yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 (satu) gram air sebesar 1°C. Jumlah
insolasi atau suhu suatu daerah tergantung kepada (a). Latitude (letak
lintang) suatu daerah; (b). Altitude (tinggi tempat dari permukaan laut);
(c). Musim berpengaruh terhadap insolasi dalam kaitannya dengan
kelembaban udara dan keadaan awan; dan (d). Angin juga sering
berpengaruh terhadap insolasi, apalagi bilaangin tersebut membawa uap
panas.Suhu juga bervariasi berdasarkan waktu, baik suhu udara maupun
suhu tanah. Tanah lebih cepat menerima panas dari pada udara, akan tetapi
semakin siang panas yang diterima akan sama karena udara selaim
menerima radiasi dari matahari juga konduksi dari tanah. Masih dalam
kaitannya dengan terminology suhu, ada istilah lain yang sering digunakan
dalam bidang pertanian yaitu satuan panas (heat unit). Satuan panas adalah
jumlah panas yang dibutuhkan tanaman selama siklus hidupnya. Pada

6
tanaman yang sama, umur panen akan lebih panjang bila ditanam pada
daerah yang bersuhu rendah karena untuk mendapatkan sejumlah satuan
panas tertentu (Chambers,2001).
 Radiasi Matahari
Radiasi matahari merupakan factor utama diantara factor iklim yang
lain, tidak hanya sebagai sumber energy primer karena berpengaruh
terhadap keadaan factor-faktor yang lain seperti: suhu, kelembaban, dan
angin.Intensitas radiasi matahari adalah banyaknya energy yang diterima
oleh suatu tanaman per satuan waktu. Biasanya diukur dengan satuan:
kal/ 〖 cm 〗 ^2/hari, sehingga pengertian intensitas disini sudah termasuk
didalamnya “lama penyinaran” (lama matahari bersinar dalm satu hari)
karena satuan waktunya menggunakan hari.
Besarnya intensitas radiasi yang diterima oleh tanaman tidak sama
untuk setiap tempat dan waktu, antara lain tergantung kepada: (1). Jarak
antara matahari dan bumi; (2). Besarnya intensitas radiasi matahari
tergantung pada musim; (3). Intensitas radiasi matahari yang diterima oleh
tanaman juga tergantung kepada letak geografis. Berdasarkan kebutuhan
dan adaptasi tanaman terhadap radiasi matahari, pada dasarnya tanaman
dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
 Golongan sciophytes/shadespecies/shade loving
Tanaman yang tumbuh baik pada tempat yang ternaung
dengan intensitas radiasi matahari rendah. Tanaman kopi
misalnya, ia tumbuh baik pada intensitas sekitar 30-50 persen
dari radiasi penuh.
 Golongan heliophytes/sunspecies/sun loving
Tanaman yang tumbuh baik pada intensitas radiasi mahari
penuh. Tanaman-tanaman golongan ini sudah barang tentu
tidak akan tumbuh baik bila ternaung oleh tanaman lain.
Tanaman padi, jagung, tebu, ubi kayu dan sebagian besar
tanaman pertanian termasuk kelompok ini. Bila tanaman
tumbuh pada intensitas radiasi matahari rendah sepintas lebih
subur karena tanaman lebih tinggi, daun-daun rimbun, tetapi

7
sebenarnya tanaman tersebut lemah. Sebaliknya bila intensitas
terlalu tinggi pertumbuhan tanaman terhambat, batang pendek
dan daun-daun kecil. Dengan demikian yang terbaik ialah
intensitas yang optimum, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah agar didapatkan pertumbuhan dari hasil yang
maksimum (Wisnubroto, 2005).
 Ketersediaan Air dan Udara
Air sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup. Tubuh mahluk hidup
tersusun sekitar 80-90% air. Zat ini digunakan sebagai pelarut di dalam
sitoplasma untuk menjaga tekanan osmosis sel dan mencegah sel dari
kekeringan. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan,
perkecambahan dan penyebaran biji Bagi hewan dan manusia, air
diperlukan untuk pertumbuhan dan lain sebagainya. Di alam, air dapat
berbentuk gas, cair, dan padat. Air sangat berpengaruh terhadap
metabolisme makhluk hidup dan dipengaruhi pula oleh suhu, salinitas, dan
pH.
Udara dibutuhkan oleh tanaman dalam bentuk gas CO 2 dalam
proses fotosintesis. Udara di atmosfer tersusun atas gas Nitrogen (N 2,
78%), gas Oksigen (O2,21%), dan gas Karbondioksida (CO2,0,003%)
(Hardjowigeno, 2007).
 Kelembaban

Kelembaban merupakan Jumlah uap air yang terkandung di udara.


Besar kecilnya kelembaban tergantung pada jumlah uap air di udara.
Kelembaban udara adalah Jumlah uap air yang terkandung di udara. Besar
kecilnya kelembaban tergantung pada jumlah uap air di udara. Kapasitas
udara adalah Jumlah uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara
pada suhu tertentu. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada
keadaan jenuh) tergantung pada suhu udara jika Suhu tinggi maka kapasitas
udara besar jika uap air jenuh maka kapasitas udara maksimal.
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air diudara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi(relatif) maupun
defist tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandugan uap air (dapat

8
dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) persatu air aktual dengan
keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.
Kapasitas udara untuk menampung uap air tersbeut (pada keadaan jenuh)
ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan deficit tekanan uap air adalah slisih
antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual
Kelembaban udara akan berpengaruh lansung pada transpirasi tanaman.
Transpirasi adalah hilangnya air (uap air) dari tanah melalui tubuh tanaman
ke ruangan sekelilingnya dan berusaha menjenuhi ruangan. Transpirasi
terjadi melalui stomata dan membutuhkan energi. Stomata membuka bila
ada intensitas cahaya matahari yang cukup di siang hari (Salikin, 2003)

 Faktor Biotik
 Organisme

Pengaruh organisme dalam proses pembentukan tanah tidaklah


kecil. Akumulasi ahan organik, siklus unsur hara, dan
pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi
oleh kegiatan organise dalam tanah. Disamping itu usur
nitrogen dapat diikatkedalam tanah dari udara oleh
mikroorganise, baik yang hidup sendiri didalam tanah maupun
yang bersimbiose dengan tanaman (Hardjowigeno, 2010).

9
2.5 Peran Arthropoda Dalam Ekosistem

Arthropoda adalah kelompok hewan yang kakinya beruas 2. Ada 4 kelompok:


- Crustacea :Udang, kepiting, lobster, zooplankton
- Arachnida : Kalajengking, laba2, caplak
- Myriapoda : Kelabang, keluwing
- Insecta : Semua serangga
1. Crustacea :
- Sebagai sumber makanan (udang, kepiting)
- Berperan sebagai komponen rantai makanan dalam ekosistem air (zooplankton)
2. Arachnida :
- Pada beberapa jenis bisa membahayakan makhluk lain termasuk manusia
(kalajengking, laba-laba, tarantula)
- Berperan sebagai vektor penyakit kulit/kudisan (caplak, kkutubusuk)
- Berperan sebagai komponen rantai makanan darat
3. Myridapoda
- Berperan sebagai komponen rantai makanan detritus (pengurai sampah)
- Berperan dalam rantai makanan darat

4. Insecta :
- Merugikan manusia karena menimbulkan kerusakan (kutu buku, rayap)
- Berperan sebagai vektor penyerbukan (kupu-kupu)
- Berperan sebagai hama pertanian/perkebunan (kumbang,wereng)
- Sebagai sumber protein hewani (di thailand insecta, kecoa, jangkrik, dan lain-
lain diolah menjadi makanan kalengan)
- Berperan dalam rantai makanan darat (Suhardjono, 2000).

10
BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik

a. Alat, Bahan, dan Fungsi

 Alat :
1. Alat Tulis :Untuk mencatat hasil pengamatan
2. Kamera :Untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan
3. Luxmeter :Untuk mengukur intensitas radiasi
matahari
4. Thermohygrometer :Untuk mengukur kelembapan udara
5. Thermometer :Untuk mengukur suhu
 Bahan :
1. Tali rafia :Untuk membuat sub plot
2. Plastik :Sebagai tempat menyimpan vegetasi

11
b. Metode (Diagram Alir)

 Metode Analisa Vegetasi

Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati vegetasi di plot

Menghitung jumlah vegetasi

Mendokumentasi setiap vegetasi

Mencatat hasil vegetasi

Mengambil sampel vegetasi dan menyimpan ke dalam plastik

Membuat Laporan

12
 Metode Analisis Faktor Abiotik

 Suhu
Menyiapkan alat dan bahan

Meletakkan alat di tempat yang akan diukur suhunya

Menunggu alat sampai keadaan stabil

Membaca skala pengukurannya

Mencatat hasil pengukuran

Membuat laporan

13
 Kelembaban

Menyiapkan alat dan bahan

Meletakkan alat di tempat yang akan diukur


kelembabannya

Menunggu alat sampai keadaan stabil

Membaca skala pengukurannya

Mencatat hasil pengukuran

Membuat laporan

14
 Intensitas cahaya Matahari

Menyiapkan alat dan bahan

Menggeser tombol “off/on” ke arah on pilih kisaran range yang akan di ukur
(1x untuk dalam ruang, 10x untuk ternaungi dan 100x utuk di luar ruangan )
pada tombol range

Mengarahkan sensor cahaya pada daerah yang akan


diukur intensitasnya

Membaca skala pengukurannya

Mencatat hasil pengukuran

Membuat laporan

15
c. Analisa Perlakuan
1. Analisa vegetasi
 Tanaman tahunan
Hal pertama yang dilakukan saat mengamati vegetasi adalah menyiapkan
alat dan bahan kemudian mengamati vegetasi apa saja yang ada di plot
tersebut dengan menghitung jumlah pada setiap vegetasi lalu
mendokumentasikan setiap vegetasinya . Selanjutnya mencatat hasil
vegetasi yang sudah didapat dan membuat laporan
 Tanaman semusim

Hal pertama yang dilakukan saat mengamati vegetasi adalah menyiapkan


alat dan bahan kemudian mengamati vegetasi apa saja yang ada di petak
ke-1 sampai ke-5 dan menghitng D1 (diameter terkecil) dan D2 (diameter
terbesar) pada setiap vegetasi selanjutnya menghitung SDR pada setiap
vegetasi lalu mendokumentasikan. kemudian mencatat hasil vegetasi yang
sudah didapat dan membuat laporan

2. Faktor Abiotik (Suhu Udara, intensitas cahaya Matahari)


 Suhu udara
Yang pertama dilakukan saat mengamati suhu udara adalah
menyiapkan alat thermometer. Kemudian letakkan alat ini di
tempat yang akan diukur suhunya selanjutnya meunggu alat sampai
keadaan stabil lalu bacalah skala pengukurannya dan mencatat
hasil pengukuran
 Radiasi Matahari

Yang pertama dilakukan saat mengamati intensitas cahaya


Matahari adalah menyiapkan alat luxmeter. selanjutnya geser
tombol “off/on” ke arah on pilih kisaran range yang akan di ukur
(1x untuk dalam ruang, 10x untuk ternaungi dan 100x utuk di luar
ruangan ) pada tombol range . kemudian arahkan sensor cahaya
dengan menggunakan tanagn pada permukaan daerah yang akan
diukur kuat penerangannya . bacalah skala pengukurannya di layar
panel dan catat hasil pengukuran

16
 Kelembaban

Yang pertama dilakukan saat mengamati kelembaban adalah


menyiapkan alat thermohigrometer. Kemudian letakkan alat ini di
tempat yang akan diukur kelembabannya selanjutnya meunggu alat
sampai keadaan stabil lalu bacalah skala pengukurannya dan mencatat
hasil pengukuran

3.2 Tanah

3.2.1 Faktor Abiotik Tanah (Suhu Tanah)

a. Alat, Bahan dan Fungsi

 Alat:
1. Thermometer : Untuk mengukur suhu
2. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengukuran
 Bahan:
1. Tanah : Sebagai objek pengamatan

b. Metode (Diagram alir)

Menyiapkan alat thermometer

Meletakkan thermometer di tempat yang akan diukur suhunya

Membaca skala pengukurannya

Mencatat hasil pengukuran

17
a. Analisa Perlakuan

Yang pertama dilakukan saat mengamati suhu tanah adalah menyiapkan alat
thermometer, gunanya untuk mengukur suhu tanah. Kemudian meletakkanalat
thermometer di tempat yang akandiukursuhunya supaya memudahkan dalam
proses pengamatan. Setelah itu membaca skalapengukurannya yang terdapat pada
thermometer dan mencatat hasil pengukuran.

Yang pertama dilakukan saat mengamati suhu tanah adalah menyiapkan alat
thermometer. Kemudian meletakkan alat ini di tempat yang akan diukur suhunya
lalu membaca skala pengukurannya dan mencatat hasil pengukuran.

3.2.2 Faktor Biotik Tanah (Biota tanah, Seresah)

a. Alat, Bahan dan Fungsi

 Alat:
1. Cetok : Untuk menggali tanah
2. Penggaris besi : Untuk mengukur kedalaman tanah
3. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
4. Kamera : Untuk dokumentasi
 Bahan:
1. Plastik : Sebagai wadah hama
2. Tali rafia : Untuk membuat sub plot

18
b. Metode (Diagram alir)

 Biota Tanah

Menyiapkan alat dan bahan

Menentukan dua titik di dalam plot

Menggali tanah sedalam 20 cm dan mengamati biota yang ada di dalam tanah tersebut

Mendokumentasikan biota tanah yang di dapat

Menaruh biota yang ada di dalam tanah ke dalam plastik

Mencatat hasil biota tanah yang di dapat

Membuat laporan

 Seresah

19
Menyiapkan alat dan bahan

Membuat sub plot pada 5 titik berukuran 50x50 cm

Menekan seresah yang berada dalam sub plot

Mengukur ketinggian sersah menggunakan penggaris besi

Mencatat hasil pengamatan

c. Analisa Perlakuan

 Biota Tanah
Sebelum melakukan praktikum sebaiknya menyiapkan alat dan bahan.
Selanjutnya menentukan dua titik di dalam plot secara acak yang diperkirakan
memiliki banyak biota dan sedikit biota, dengan melihat apakah tanahnya
ternaungi atau tidak ternaungi. Setelah tempat ditentukan, menggali tanah
sedalam 20 cm menggunakan cetok sambil mengamati biota yang ada di
dalam tanah tersebut. Lalu mendokumentasikan biota tanah yang di dapat.
Kemudian, menaruhnya ke dalam plastik yang berisi kapas dengan alkohol
untuk membius biota tanah. Selanjutnya mencatat hasil biota yang didapat.
Lalu membuat laporan.

 Seresah

20
Sebelum melakukan praktikum sebaiknya menyiapkan alat dan bahan,
yaitu penggaris besi, alat tulis dan tali rafia. Setelah itu membuat 5 sub plot di
dalam plot yang masing-masing sub plot berukuran 50 x 50 cm, yang
bertujuan untuk mendapatkan rata-rata ketebalan seresah di dalam plot
tersebut. Kemudian, menekan seresah yang terdapat pada sub plot dengan
menggunakan tangan agar di dapatkan ketebalan seresah yang sebenarnya.
setelah itu mengukur ketebalan sersah menggunakan penggaris besi untuk
mendapatkan pengukuran yang akurat. Setelah itu mencatat hasil pengukuran
ketebalan sersah dari sub plot tersebut. Lalu lakukan perlakuan yang sama
pada setiap sub plot yang lainnya. Terakhir, setelah mendapatkan data
ketebalan seresah dari 5 sub plot, menghitung rata-rata dari seluruh
pengukuran ketebalan seresah pada tiap sub plot tersebut yang bertujuan untuk
mewakili hasil data ketebalan seresah dari satu plot tersebut. Lalu membuat
laporan.

3.2.3 Tinggi Tanaman (Tahunan)

a. Alat, Bahan dan Fungsi

 Alat:
1. Busur modifikasi : Untuk mengukur derajat
2. Meteran : Untuk mengukur jarak pengamat
3. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
4. Kamera :Untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan
 Bahan :

1. Pohon : Sebagai objek pengamatan

b. Metode (Diagram alir)

Menyiapkan alat dan bahan

21
Memilih pohon yang ingin di amati

Mentukan jarak antara pohon dan pengamat

Mengukur tinggi pengamat dari mata hingga telapak kaki pengamat

pohon yang diamati

Melihat besar sudut pada busur modifikasi

Mencatat hasil pengamatan pengukuran sudut


tinggi pohon

Menghitung tinggi pohon dari data yang didapatkan

Membuat laporan

c. Analisa Perlakuan

22
Sebelum melakukan praktikum sebaiknya menyiapkan alat dan bahan,
yaitu meteran, busur modifikasi dan alat tulis. Setelah itu megukur jarak antara
pengamat berdiri dengan pohon yang diamati. Kemudian posisikan busur
modifikasi pada mata pengamat, karena tinggi pengamat diukur dari mata
hingga telapak kaki. Setelah itu mengarahkan ujung busur modifikasi hingga
tepat mengarah pada ujung pohon yang sedang diamati. Lalu melihat besar
sudut pada busur modifikasi, setelah itu menghitung tinggi pohon yang diamati
dengan menggunakan data yang telah didapatkan. Kemudian membuat laporan.

3.3 Arthropoda ( HPT)


3.3.1 Sweepnet
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
 Alat
1. Sweepnet : Untuk menangkap serangga
2. Kamera : Untuk mendokumentasikan serangga
3. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
 Bahan
1. Kapas : Sebagai media resapan alkohol
2. Alkohol : Untuk membius serangga
3. Tali rafia : Untuk membuat sub plot
4. Plastik 2 kg : Sebagai tempat meletakkan serangga

b. Metode (Diagram alir)


Menyiapkan alat dan bahan

23
Memasukkan serangga yang ada di dalam sweepnet ke dalam plastik yang
berisi kapas dan alkohol

Mengulangi sampai mengelilingi seluruh bagian plot

Mendokumentasikan dan mencatat hasil pengamatan

Membuat laporan

c. Analisa Perlakuan
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan, terutama sweepnet. Kemudian
mengayunkan sweepnet sebanyak tiga kali ke kanan dan ke kiri dan langsung
menutup ujung sweepnet agar serangga dalam sweepnet tidak lepas. Lalu
memasukkan serangga yang ada di dalam sweepnet ke dalam plastik berukuran 1
kg yang telah diberi kapas secukupnya dan alkohol dengan konsentrasi 70% yang
berfungsi untuk membius serangga. Setelah itu mengulangi setiap langkah sampai
mengelilingi seluruh bagian plot. Mendokumentasikan dan mencatat serangga
yang didapat. Lalu membuat laporan dari hasil pengamatan.

3.3.2 Pitfall
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
 Alat

24
1. Cetok : Untuk menggali tanah
2. Kamera : Untuk mendokumentasikan serangga
3. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan

 Bahan
1. Air : Sebagai media jebakan serangga
2. Detergen : Sebagai media jebakan serangga
3. Gelas plastik : Sebagai tempat campuran air dan detergen
4. Plastik 1 kg : Sebagai tempat meletakkan serangga

b. Metode (Diagram alir)


Menyiapkan alat dan bahan

25
Menggali tanah pada setiap sudut plot

Menaruh gelas plastik yang berisi campuran air dan detergen


pada lubang

Mendiamkan selama satu hari satu malam

Mengambil serangga yang terjebak di dalam pitfall dan meletakkannya ke dalam


plastik

Mendokumentasikan dan mencatat hasil pengamatan

Membuat laporan

c. Analisa Perlakuan
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu menggali tanah pada
setiap sudut plot sedalam ± 10 cm sebagai tempat meletakkan gelas plastik yang
berisi campuran air dan deterjen untuk membuat pitfall, detergen sendiri berfungsi

26
untuk mengurangi tegangan permukaan. Kemudian menaruh gelas plastik yang
berisi campuran air dan deterjen ke dalam lubang tersebut. Lalu mendiamkanya
selama satu hari satu malam untuk menunggu serangga-serangga terjebak dalam
pitfall. Lalu mengambil serangga yang terjebak dalam pitfall danmeletakkannya
ke dalam plastik berukuran 1 kg untuk disimpan lalu diidentifikasi. Selanjutnya
mendokumentasikan dan mencatat serangga yang didapat. Lalu membuat laporan
dari hasil pengamatan.

3.3.3 Yellowtrap
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
 Alat
1. Botol plastik : Untuk tempat menempelkan kertas yellow trap
2. Kayu : Untuk meletakkan botol plastik yang telah diberi
kertas yellow trap
3. Kamera : Untuk mendokumentasikan serangga
4. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
 Bahan
1. Kertas yellow trap : Sebagai media penjebakan serangga

b. Metode (Diagram alir)


Menyiapkan alat dan bahan

27
Menancapkan kayu ditengah-tengah plot

Menempelkan kertas yellow trap pada botol plastik

Menaruh botol plastik yang sudah ditempeli yellow trap pada ujung atas kayu

Membiarkan yellow trap selama sehari

Mendokumentasikan dan mencatat serangga yang terjebak

Membuat laporan

c. Analisa Perlakuan
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Lalu menancapkan kayu
ditengah-tengah plot. Lalu menempelkan yellow trap pada botol plastik, kemudian
menaruh botol plastik yang sudah ditempelkan yellow trap pada ujung atas kayu
agar mudah dalam penjebakan serangga-serangga yang terbang. Kemudian
membiarkan yellow trap selama satu hari satu malam untuk menunggu serangga
terjebak pada yellow trap. Setelah itu mendokumentasikan dan mencatat serangga
yang terjebak pada yellow trap. Selanjutnya membuat laporan hasil pengamatan.

3.4 Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman (Polibag)


a. Alat, Bahan, dan Fungsi
 Alat
1. Cetok : Untuk mengambil tanah

28
2. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
3. Penggaris : Untuk alat pengukur tinggi tanamn
4. Botol plastik : Untuk mengambil air
 Bahan
1. Polybag : Untuk media penanaman
2. Tanah biasa : Untuk media tanam
3. Bahan organik tanah : Untuk media tanam
4. Benih pak coi dan kedelai : Sebagai cikal bakal tanaman yang
akan diamati

b. Metode (Diagram alir)

Menyiapkan alat dan bahan

Mengisi tanah ke dalam 16 polybag dengan perbandingan tanah biasa dan


bahan organik tanah 1:1

29
Meletakkan benih ke dalam 16 polybag, dimana 8 polybag diisi benih kedelai
(tiap polybag 3 benih kedelai) dan 8 polybag sisanya diisi benih pakcoi (tiap
polybag diisi 5 benih)

Sebelum tumbuh, menyiram benih setiap hari

Sebelum tumbuh polybag kedelai yang ternaungi dan tidak ternaungi disiram
sebanyak 2 kali sehari pagi dan sore

Polybag pakcoi kapasitas lapang 50% disiram 2 hari sekali dengan volume
300ml/polybag dan polybag pakcoi kapasitas lapang 100% disiram 2 hari
sekali dengan volume 600ml/polybag

Mengukur tinggi tananam dan menghitung jumlah daunnya

Mencatat hasil pengamatan

Mendokumentasikan

c. Analisa perlakuan

Pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang


sudah dibersihkan terlebih dahulu kemudian mengisi tanah ke dalam 16 polybag
dengan perbandingan tanah biasa dan bahan organik tanah 1:1. Penambahan

30
bahan organik ini berfungsi untuk nutrisi bagi tumbuhan agar tampak subur.
Setelah itu Meletakkan benih ke dalam 16 polybag, dimana 8 polybag diisi benih
kedelai (tiap polybag 3 benih kedelai) dan 8 polybag sisanya diisi benih pakcoi
(tiap polybag diisi 5 benih). Selanjutnya sebelum tumbuh, menyiram benih setiap
hari untuk nutrisi tanaman supaya cepat tumbuh. Kemudian sebelum tumbuh
polybag kedelai yang ternaungi dan tidak ternaungi disiram sebanyak 2 kali sehari
pagi dan sore lalu Polybag pakcoi kapasitas lapang 50% disiram 2 hari sekali
dengan volume 300ml/polybag dan polybag pakcoi kapasitas lapang 100%
disiram 2 hari sekali dengan volume 600ml/polybag. Selanjutnya mengukur tinggi
tananam dan menghitung jumlah daunnya setiap hari. Kemudian mencatat hasil
pengamatan dan mendokumentasikan. Lalu membuat laporan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasilPengamatan
4.1.1 AnalisaVegetasi dan Faktor Abiotik

31
a. Analisa Vegetasi + Interpretasi Tiap Tabel
 Cangar

NO Spesies Jumlah
.
1. Wortel 473
2. Ludwigia 9
octovalvis

3. Lantana camara 2
4. Physalis 7
angulata
5. Teki 52
Intepretasi data: Data diatas diketahui bahwa setiap spesies
mempunyai jumlah yang berbeda yaitu wortel dengan jumlah
spesies sebanayak 473, Ludwigia octovalvisdengan jumlah spesies
sebanyak 9, Lantana camaradengan jumlah spesies sebanyak
2,Physalis angulata dengan jumlah spesies sebanyak 7,serta teki
dengan jumlah spesies sebanyak 52. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa spesies wortel lebih dominan diantara spesies
lain dengan jumlah 473

 Jatikerto
NO Spesies Jumlah
.
1. Pohon jati 10

32
2. Petai belanang 2
3. Bidara upas 7
Intepretasi data: Data diatas diketahui bahwa setiap spesies
mempunyai jumlah yang berbeda yaitu pohon jati dengan jumlah
spesies sebanyak 10, petai belanang dengan jumlah spesies
sebanyak 2,bidara upas dengan jumlah spesies sebanyak 7.Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa spesies pohon jati lebih
dominan diantara spesies lain dengan jumlah 10

b. Analisa Vegetasi (Semusim) + Interpretasi Tiap Tabel


 Cangar
Tabel Semusim
NO. Spesies D1 D2 Petak contoh ke-
(cm) (cm) 1 2 3 4 5
1. Wortel 45 20 263 102 43 25 40
2. Ludwigia 17,5 7 - 4 2 - 3
octovalvis
3. Lantana 14 9 - 2 - - -
camara
4. Physalis 35 26 5 2 - - -
angulata
5. Teki 15 8,5 8 10 15 1 8
Interpreatasi Data: Data diatas diketahui bahwa spesies wortel memiliki lebar
kanopi pertama (D1) sepanjang 45 cm dan lebar kanopi kedua (D2) sepanjang 20
cm,dan spesies ini memiliki jumlah spesies pada petak ke-1 sebanyak 263
spesies,pada petak ke-2 sebanyak 102 spesies,pada petak ke-3 sebanyak 43
spesies,pada petak ke-4 sebanyak 25 spesies dan pada petak ke-5 sebanyak 40
spesies. Lalu spesies Ludwigia octovalvis memiliki lebar kanopi pertama (D1)
sepanjang 17,5 cm dan lebar kanopi kedua (D2) sepanjang 7 cm,dan spesies ini
tidak memiliki jumlah spesies pada petak ke-1,pada petak ke-2 memiliki spesis
sebanyak 4 spesies,pada petak ke-3 sebanyak 2 spesies,pada petak ke-4 tidak ada
spesies dan pada petak ke-5 sebanyak 3 spesies. Kemudian spesies Lantana

33
camaramemiliki lebar kanopi pertama (D1) sepanjang 14 cm dan lebar kanopi
kedua (D2) sepanjang 9 cm,dan spesies ini tidak memiliki jumlah spesies pada
petak ke-1,pada petak ke-2 sebanyak 2 spesies,pada petak ke-3 jumlah spesiesnya
tidak ada,pada petak ke-4 jumlah spesiesnya tidak ada dan pada petak ke-5 jumlah
spesiesnya juga tidak ada. Kemudian spesies Physalis angulata memiliki lebar
kanopi pertama (D1) sepanjang 35 cm dan lebar kanopi kedua (D2) sepanjang 26
cm,dan spesies ini memiliki jumlah spesies pada petak ke-1 sebanyak 5
spesies,pada petak ke-2 sebanyak 2 spesies,pada petak ke-3 jumlah spesiesnya
tidak ada,pada petak ke-4 jumlah spesiesnya tidak ada dan pada petak ke-5 jumlah
spesiesnya juga tidak ada. Kemudian spesies teki memiliki lebar kanopi pertama
(D1) sepanjang 15 cm dan lebar kanopi kedua (D2) sepanjang 8,5 cm,dan spesies
ini memiliki jumlah spesies pada petak ke-1 sebanyak 8 spesies,pada petak ke-2
sebanyak 10 spesies,pada petak ke-3 jumlah spesiesnya sebanyak 15 spesies,pada
petak ke-4 jumlah spesiesnya sebanyak 1spesies dan pada petak ke-5 jumlah
spesiesnya sebanyak 8 spesies.

34
Tabel Perhitungan SDR

No Spesies Kerapatan Frekuensi Dominasi IV SDR


Mutlak Nisbi Mutlak Nisbi LBA Mutlak Nisbi (%) (%)
(%) (%) (%)
1. Wortel 94,6 87,108 1 31 143,31 5,73 41 159,108 53,036
2. Ludwigia 1,8 1,657 0,6 18 19,5 0,78 5,6 25,257 8,419
octovalvis
3. Lantana camara 0,4 0,368 0,2 6,25 20,06 0,8 5,7 12,318 4,106
4. Physalis angulata 1,4 1,749 0,4 12,5 144,9 5,8 41,7 55,949 18,64
5. Teki 10,4 9,576 1 31 20,3 0,81 6 46,576 15,52

Intepretasi Data:
Dari data diatas diketahui bahwa spesies wortel memiliki kerapatan mutlak(KM) sebesar 94,6 dan kerapatan nisbi(KN)
sebesar 87,108%. Untuk frekuensi mutlak(FM) sebesar 1 dan frekuensi nisbi(FN) sebesar 31%. Lalu LBA nya sebesar 143,31.Untuk
dominasi mutlak(DM) sebesar 5,73 dan dominasi nisbi(DN) sebesar 41%. Lalu nilai IV nya sebesar 159,108% sehingga nilai SDR
nya didapatkan sebesar 53,036%. Kemudian untuk spesies Ludwigia octovalvismemiliki kerapatan mutlak(KM) sebesar 1,8 dan
kerapatan nisbi(KN) sebesar 1,657%. Untuk frekuensi mutlak(FM) sebesar 0,6 dan frekuensi nisbi(FN) sebesar 18%. Lalu LBA nya
sebesar 19,5. Untuk dominasi mutlak(DM) sebesar 0,78 dan dominasi nisbi(DN) sebesar 5,6%. Lalu nilai IV nya sebesar 25,257%
sehingga nilai SDR nya didapatkan sebesar 8,419%. Selanjutnya untuk spesies Lantana camara memiliki kerapatan mutlak(KM)

35
sebesar 0,4 dan kerapatan nisbi(KN) sebesar 0,368%. Untuk frekuensi mutlak(FM) sebesar 0,2 dan frekuensi nisbi(FN) sebesar
6,25%. Lalu LBA nya sebesar 20,06. Untuk dominasi mutlak(DM) sebesar 0,8 dan dominasi nisbi(DN) sebesar 5,7%. Lalu nilai IV
nya sebesar 12,318% sehingga nilai SDR nya didapatkan sebesar 4,106%. Selanjutnya untuk spesies Physalis angulata memiliki
kerapatan mutlak(KM) sebesar 1,4 dan kerapatan nisbi(KN) sebesar 1,749%. Untuk frekuensi mutlak(FM) sebesar 0,4 dan frekuensi
nisbi(FN) sebesar 12,5%. Lalu LBA nya sebesar144,9.Untuk dominasi mutlak(DM) sebesar 5,8 dan dominasi nisbi(DN) sebesar
41,7%. Lalu nilai IV nya sebesar 55,949% sehingga nilai SDR nya didapatkan sebesar 18,64%. Kemudian untuk spesies teki
memiliki kerapatan mutlak(KM) sebesar 10,4 dan kerapatan nisbi(KN) sebesar 9,576%. Untuk frekuensi mutlak(FM) sebesar 1 dan
frekuensi nisbi(FN) sebesar 31%. Lalu LBA nya sebesar20,3.Untuk dominasi mutlak(DM) sebesar 0,81 dan dominasi nisbi(DN)
sebesar 6%. Lalu nilai IV nya sebesar 46,576% sehingga nilai SDR nya didapatkan sebesar 15,52%.

36
c. Klasifikasi Vegetasi

 Cangar

1.Wortel

Kingdom : Plantae
Divis :Spermatophyta
Kelas :Dicotyledon
Ordo :Umbelliferales
Family :Umbelliferae
Genus :Daucus
Species :Daucuscarota (Arief,2004).
2. Ludwigia octovalvis

Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Myrtales
Family :Onagraceae
Genus :Ludwigia
Spesies :Ludwigiaoctovalvis (Cahyana,2001).
3. Lantana camara
Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Lamiales
Famili :Verbenaceae
Genus :Lantana
Spesies :Lantana camara (Djajadirana,2000).

4. Physalis angulata

37
Kingdom :Plantae
Divisi :Spermatophyta
Kelas :Dicotyledonnae
Ordo :Solanales
Famili :Solanaceae
Marga :Physalis
Spesies :Physalis angulata (Indriyanto, 2006).
5.Teki
Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Liliopsida
Ordo :Cyperales
Famili :Poaceae
Marga :Panicum
Spesies :Panicum repens (Marlina, 2010).
 Jatikerto
1.Pohon Jati

Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Lamiales
Famili :Verbenaceae
Genus :Tectona
Species :Tectona grandislinn (Siregar, 2008).

38
2.Bidari Upas

Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Solanales
Famili :Convolvulaceae
Genus :Merremia
Spesies :Merremiamammosachois (Rasidi,2004).

3.Petai Belanang

Kingdom :Plantae
Divisi :Spermatophyta
Kelas :Dicotyledonnae
Ordo :Solanales
Famili :Solanaceae
Genus :Physalis
Spesies :Physalis angulata (Sugito, 2010).

d.Faktor Abiotik

Lokasi Suhu Udara RH RM


(%) Ternaungi/ Tidak
Bedengan ternaungi/
irigasi
Jatikerto 32,1 32 989 252
Cangar 20,05 60 1103 1103

Intepretasi Data: Dari data di atas diketahui bahwa faktor abiotik pada
aspek BP (budidaya pertanian) di daerah Jatikerto memiliki suhu udara
sebesar 32,1̊C dan kelembaban 32%.

39
Radiasi matahari pada tempat yang ternaungi sebesar 989 sedangkan
radiasi matahari pada tempat yang tidak ternaungi sebesar 252. Sedangkan
untuk daerah Cangar memiliki suhu udara sebesar 20,05̊C dan kelembaban
60%. Radiasi matahari pada bedengan dan irigasi sama, yakni sebesar
1103.

4.1.2 Tanah

a.Faktor Abiotik +Interpretasi

NO. Lokasi Suhu Tanah


Ternaungi Tidak
Ternaungi
1. Cangar - -
2. Jatikerto - 26,8

Intepretasi Data: Dari data di atas diketahui bahwa di daerah


Cangar tidak ada daerah yang ternaungi dan tidak ternaungi .
Sedangkan di Jatikerto tidak ada daerah ternaungi melainkan
hanyak daerah tidak ternaungi saja, yaitu suhunya adalah 26,8℃

b. Faktor Biotik Tanah

 Biota Tanah+Interpretasi

No Lokasi Spesies Jumlah Peran


1 Cangar Kumbang 2 Menjadi
spot M musuh
alami

2 Jatikerto - - -

Intepretasi Data: Dari data di atas diketahui bahwa biota


tanah pada aspek tanah di daerah Cangar ditemukan 2 ekor
kumbang spot m, peran dari spesies tersebut dalam

40
ekosistem adalah sebagai musuh alami. Namun pada daerah
Jatikerto tidak ditemukan biota tanah apapun.

 Ketebalan Seresah + Interpretasi

No Lokasi Titik Ketebalan


Pengamatan Seresah
1 Cangar 1 2,36 cm
2 3,7cm
3 3,68cm
4 2,56cm
5 3,2cm
2 Jatikerto 1 2cm
2 2cm
3 3,5cm
4 2,5cm
5 5cm

Intepretasi Data: Dari data di atas diketahui bahwa


ketebalan seresah pada aspek tanah di daerah Cangar yang
didapat dari penghitungan setiap sub plot adalah sebagai
berikut : 2,36cm ; 3,7cm ; 3,68cm ; 2,56cm dan 3,2
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada daerah Cangar
memiliki rata-rata tinggi seresah sebesar 3,1cm. Sedangkan
di daerah Jatikerto diketahui ketebalan seresah dari setiap
sub plot adalah sebagai berikut : 2cm ; 2cm ; 3,5cm ; 2,5cm
dan 5cm, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada daerah
Jatikerto memiliki rata-rata tinggi seresah sebesar 3cm.

41
c. Tinggi Tanaman (Tahunan) + Interprestasi

 Jatikerto

No Spesies Pengamatan Tinggi Pohon Lebar


Sudut Tinggi Jarak Tinggi DB canopy
Pengamat(cm) (m) Pohon H (m)
(m) (cm)
1. Pohon Jati 1 45° 160 19 27,9 89 4
2. Pohon Jati 2 45° 146 12 13,46 91 3,7
3. Pohon Jati 3 45° 146 6 7,46 43 3
4. Pohon Jati 4 45° 146 11 12,46 84 4
5. Pohon Jati 5 45° 146 9,5 10,96 69 3,5
6. Pohon Jati 6 45° 156 10 11,56 72 4
7. Pohon Jati 7 45° 156 10 11,56 53 4,3
8. Pohon Jati 8 45° 160 4,8 6,2 97 3,2
9. Pohon Jati 9 45° 160 10 11,6 51 4
10. Pohon Jati 10 45° 160 10,5 12,1 64 3,7

Intepretasi Data: Dari data diatas dapat diketahui bahwa spesies pohon jati 1pada
pengamatan tinggi pohon bahwa sudut yang digunakan adalah sebesar 45 ° dengan
tinggi pengamat 160cm dan jarak 19m sehingga tinggi pohon diketahui 27,9m
dengan DBH 89cm dan lebar canopynya 4m. Untuk spesies pohon jati 2 pada
pengamatan tinggi pohon bahwa sudut yang digunakan adalah sebesar 45 ° dengan
tinggi pengamat 146cm dan jarak 12m sehingga tinggi pohon diketahui 13,46m
dengan DBH 91cm dan lebar canopynya 3,7m. Untuk spesies pohon jati 3 pada
pengamatan tinggi pohon bahwa sudut yang digunakan adalah sebesar 45 ° dengan
tinggi pengamat 146cm dan jarak 6m sehingga tinggi pohon diketahui 7,46m
dengan DBH 43cm dan lebar canopynya 3m. Untuk spesies pohon jati 4 pada
pengamatan tinggi pohon bahwa sudut yang digunakan adalah sebesar 45 ° dengan
tinggi pengamat 146cm dan jarak 11m sehingga tinggi pohon diketahui 12,46m
dengan DBH 84cm dan lebar canopynya 4m.

42
Untuk spesies pohon jati 5 pada pengamatan tinggi pohon bahwa sudut yang
digunakan adalah sebesar 45° dengan tinggi pengamat 146cm dan jarak 9,5m
sehingga tinggi pohon diketahui 10,96m dengan DBH 69cm dan lebar canopynya
3,5m. Untuk spesies pohon jati 6 pada pengamatan tinggi pohon bahwa sudut
yang digunakan adalah sebesar 45° dengan tinggi pengamat 156cm dan jarak 10m
sehingga tinggi pohon diketahui 11,56m dengan DBH 72cm dan lebar canopynya
4m. Untuk spesies pohon jati 7 pada pengamatan tinggi pohon bahwa sudut yang
digunakan adalah sebesar 45° dengan tinggi pengamat 156cm dan jarak 10m
sehingga tinggi pohon diketahui 11,56m dengan DBH 53cm dan lebar canopynya
4,3m. Untuk spesies pohon jati 8 pada pengamatan tinggi pohon bahwa sudut
yang digunakan adalah sebesar 45° dengan tinggi pengamat 160cm dan jarak
4,8m sehingga tinggi pohon diketahui 6,2m dengan DBH 97cm dan lebar
canopynya 3,2m. Untuk spesies pohon jati 9 pada pengamatan tinggi pohon
bahwa sudut yang digunakan adalah sebesar 45° dengan tinggi pengamat 160cm
dan jarak 10m sehingga tinggi pohon diketahui 11,6m dengan DBH 51cm dan
lebar canopynya 4m. Untuk spesies pohon jati 10 pada pengamatan tinggi pohon
bahwa sudut yang digunakan adalah sebesar 45° dengan tinggi pengamat 160cm
dan jarak 10,5m sehingga tinggi pohon diketahui 12,1m dengan DBH 64cm dan
lebar canopynya 3,7m.

43
d. Denah Strata

 Cangar

Interpretasi data: Pada lahan Cangar yang kami amati, kenampakan yang
ada pada daerah tersebut digolongkan tanaman musiman. Berdasarkan
pengamatan yang kami lakukan di daerah Cangar terdapat banyak wortel dengan
bentuk dan tinggi yang beragam lalu disekitar lahan wortel terdapat beberapa jenis
gulma.

 Jatikerto

44
Interpretasi Data: Dari data di atas diketahui bahwa pada lahan Jatikerto yang
kami amati, kenampakan yang ada pada daerah tersebut termasuk daerah
tanaman tahunan, berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, dilihat dari
pohon yang paling tinggi, yaitu pohon Jati yang mempunyai tinggi 27,9 m.
Pada permukaan lahan di daerah yang kami amati, terdapat banyak sisa-sisa
dari daun pohon jati yang berjatuhan di atas permukaan tanah yang disebut
seresah.

4.1.3 Arthropoda + Interpretasi

a. Tabel Pengamatan Arthropoda

 Cangar

Jenis Perangkap Nama Spesies Jumlah Peran


Pitfal Tungau 10 Hama
Yellow Trap Lalat 26 Vektor
Kutu daun 11 Hama
Lalat Buah 4 Hama
Sweep Net Kutu daun putih 7 Hama
Kumbang spot 1 Hama
Kumbang spot M 1 Predator
Lalat buah 1 Hama
Mekanik Tomket 1 Predator
Kumbang spot 2 Hama

Intepretasi Data: Dari data di atas diketahui arthropoda yang terjebak perangkap
yang dipasang di daerah Cangar. Pada perangkap pitfall, spesies yang terjebak
adalah tungau sejumlah 10 ekor. Peran dari tungau tersebut dalam ekosistem
adalah sebagai hama. Pada perangkap yellow trap, spesies yang terjebak adalah
lalat, kutu daun dan lalat buah. Lalat yang terperangkap berjumlah 26 ekor, kutu
daun berjumlah 11 ekor dan lalat buah berjumlah 4 ekor. Lalat pada ekosistem
berperan sebagai vektor sedangkan kutu daun dan lalat buah berperan sebagai
hama. Pada perangkap sweep net, spesies yang terjebak adalah kutu daun putih,

45
kumbang spot, kumbang spot M dan lalat buah. Kutu daun putih yang
terperangkap pada sweep net berjumlah 7 ekor, kumbang spot berjumlah 1 ekor,
kumbang spot M berjumlah 1 ekor dan lalat buah berjumlah 1 ekor. Kutu daun
putih, kumbang spot dan lalat buah berperan sebagai hama sedangkan kumbang
spot M berperan sebagai predator. Arthropoda yang ditangkap secara mekanik
adalah tomket dan kumbang spot.

Tomket yang ditangkap berjumlah 1 ekor dan kumbang spot berjumlah 1 ekor.
Peran dari tomket adalah sebagai predator sedangkan peran kumbang spot adalah
sebagai hama.

 Jatikerto

Jenis Perangkap Nama Spesies Jumlah Peran


Pitfal Semut 3 Predator
Yellow Trap Lalat 2 Vektor
Ngengat 2 Polinator
Sweep Net Belalang 1 Hama
Mekanik Rayap 37 Dekomposer
Semut hitam 2 Predator
Belalang cokelat 1 Hama

Intepretasi Data: Dari data di atas diketahui arthropoda yang terjebak perangkap
yang dipasang di daerah Jatikerto. Pada perangkap pitfall, spesies yang terjebak
adalah semut sejumlah 3 ekor. Peran semut dalam ekosistem adalah sebagai
predator. Pada perangkap yellow trap spesies yang terperangkap adalah lalat dan
ngengat yang masing-masing berjumlah 2 ekor. Peran lalat dalam ekosistem
adalah sebagai vektor sedangkan ngengat berperan sebagai polinator. Pada
perangkap sweep net , spesies yang terjebak adalah belalang sejumlah 1 ekor.
Belalang tersebut berperan sebagai hama. Arthropoda yang tertangkap secara
mekanik adalah rayap, semut hitam dan belalang cokelat. Rayap yang ditangkap
berjumlah 37 ekor, semut hitam berjumalah 2 ekor dan belalang coklat berjumlah

46
1 ekor. Rayap dalam ekosistem berperan sebagai dekomposer, semut hitam
berperan sebagai predator dan belalang cokelat berperan sebagai hama.

b. Klasifikasi Arthropoda dan Bioekologi Serangga (Siklus Hidup)

1.Lalat

 Klasifikasi:
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Diptera
Famili :Calliphoridae
Genus :Stomorhina
Spesies :Stomorhina lunata

 Bioekologi:
Dalam siklus hidupnya lalat mempunyai 4 stadium hidup
yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat betina
memasukkan telur kedalam kulit buah atau di dalam luka
atau cacat buah secara berkelompok. Lalat betina bertelur
sekitar 15 butir. Telur berwarna putih transparan berbentuk
bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva
lalat hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-
9 hari. Larva mengorek daging buah sambil mengeluarkan
enzim perusak atau pencerna yang berfungsi melunakkan
daging buah sehingga mudah diisap dan dicerna. Enzim
tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain
bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan
buah. Jika aktivitas pembusukan sudah mencapai tahap
lanjut, buah akan jatuh ke tanah, bersamaan dengan
masaknya buah, larva lalat siap memasuki tahap pupa, larva
masuk dalam tanah dan menjadi pupa. Pupa berwarna
kecoklatan berbentuk oval dengan panjang 5 mm. Lalat

47
dewasa berwarna merah kecoklatan, dada berwarna gelap
dengan 2 garis kuning membujur dan pada bagian perut
terdapat garis melintang. Lalat betina ujung perutnya lebih
runcing dibandingkan lalat jantan. Siklus hidup dari telur
menjadi dewasa berlangsung selama 16 hari. Fase kritis
tanaman yaitu pada saat tanaman mulai berbuah terutama
pada saat buah menjelang masak. Lalat yang mempunyai
ukuran tubuh relatif kecil dan siklus hidup yang pendek
peka terhadap lingkungan yang kurang baik. Suhu optimal
untuk perkembangan lalat buah adalah 26º C, sedangkan
kelembaban relatif sekitar 70%. Kelembaban tanah sangat
berpengaruh terhadap perkembangan pupa. Kelembaban
tanah yang sesuai untuk stadia pupa adalah 0-9%. Cahaya
mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan
lalat buah. Lalat betina akan meletakkan telur lebih cepat
dalam kondisi yang terang, sebaliknya pupa lalat buah tidak
akan menetas apabila terkena sinar. Lalat paling banyak
menyerang pada pamelo (Citrus grandis) dan sedikit yang
menyerang jeruk manis (C. sinensis) maupun keprok (C.
reticulata). Pada pamelo diidentifikasi sebagai B.
carambolae dan B. papayae Pada pamelo serangan lalat
buah kadang-kadang bersamaan dengan serangan
penggerek buah Citripestis sagitiferella, sehingga agak sulit
membedakan serangga tersebut.
Siklus hidupnya adalah:
Telur ->Larva ->Pupa->Lalat dewasa (Sugito,2010).

2.Kutu daun putih

 Klasifikasi:
Kingdom :Animalia

48
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Homoptera
Genus :Ferrisia
Species :Ferrisiavirgata

 Bioekologi:
Serangga ini tidak bertelur tetapi melahirkan nimfa (kutu
daun muda/pradewasa). Kutu daun umumnya hidup dalam
koloni pada bagian tanaman yang masih muda. Kutu daun
tinggal pada bagian bawah daun, batang bunga, bakal bunga
dan dalam lipatan daun yang keriting. Kerusakan terjadi
karena nimfa dan imago mengisap cairan daun. Tubuh
nimfa berwarna kuning pucat, hijau, merah jambu, atau
merah yang biasanya bercampur di dalam suatu koloni
dengan panjang tubuh instar terakhir 0,8 –1,0 mm. Fase
dewasa kutu daun ada dua bentuk, yaitu bentuk
bersayap/alatae dan bentuk tidak bersayap/apterae. Imago
bersayap biasanya muncul kalau populasi sudah padat dan
sumberdaya yang ada tidak mendukung lagi. Mereka
berperan untuk melakukan pemencaran. Tubuh imago
bersayap berwarna hitam atau abu – abu gelap, sementara
yang tidak bersayap berwarna merah, kuning atau hijau.
Panjang tubuh 2 mm; pada fase dewasa kutu daun ini
panjang antena = panjang tubuh. Tubuh imago tidak
bersayap berwarna hijau keputihan, kuning hijau pucat, abu
- abu hijau, agak hijau, merah atau hampir hitam. Warna
tubuh hampir seragam dan tidak mengkilap. Imago
bersayap memiliki bercak pada bagian punggunggnya,
ukuran panjang tubuh antara 1,2 – 2,1 mm. Siklus hidup 7 –
10 hari, dan seekor kutu dapat menghasilkan keturunan 50
ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai 2 bulan.

49
Siklus hidupnya dimulai dari Telur ->Nimfa ->Dewasa
(Hardjowigeno,2007).

3.Tomket

 Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Staphylinidae
Genus : Paederus
Spesies : Paederus littoralis

 Bioekologi:
1) telur (4 hari) :dari siklus telur hingga pupa proses
masih berada di dalam tanah yang ber air atau yang
lembab biasanya barada di tanah sawah,tepi sungai
di daerah berawa dan hutan.
2) larva selama 9 hari
3) pre pupa selama 1 hari
4) pupa selama 4 har
5) imago :dari imago keluar dari tanah dan hidup pada
tajuk tanaman.
6) dan 18 hari kemudian tomcat akan mati.
Daur hidupnya sebagai berikut :
Telur->Larva->Pre Pupa->Imago (Djajadirana,2000).

4.Kumbang spot

 Klasifikasi:
Kingdom :Animalia

50
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Coleoptera
Genus :Epilachna
Spesies :Epilachna sparsa

 Bioekologi:
Telur di letakkan di permukaan daun dengan posisi berdiri,
warna kuning. Proses perkawinan akan terjadi setelah
kumbang dewasa muncul. Siklus hidup 1-2 minggu dan
mampu menghasilkan 150 – 200 keturunan dalam 6-10
minggu.
Daur hidupnya sebagai berikut :
Telur->Larva->Pupa->Imago (Cahyana,2001).

5.Kumbang spot M

 Klasifikasi:
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Coleoptera
Famili :Minochilas
Genus :Menochilus
Spesies :Menochilus sexmaculatus

 Bioekologi:
Telur->Larva->Pupa->Kumbang dewasa (Marlina, 2010).

6. Lalat buah

51
 Klasifikasi:
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Diptera
Famil :Drosophilidae
Genus :Drosophila
Spesies :Drosophila Melanogaster

 Bioekologi:
Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi,
yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di
dalam telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva
muda menetas dari telur dan ini terjadi dalam waktu kurang
lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-
berhenti untuk makan. Periode kedua adalah periode setelah
menetas dari telur dan disebut perkembangan post
embrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa,
dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada sayap).
Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi
pada saat dewasa. Telur lalat buah berbentuk benda kecil
bulat panjang dan biasanya diletakkan di permukaan
makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua
setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga
seminggu sampai betina meletakkan 50-75 telur per hari
dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10 hari. Telur
Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput
vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput
tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya
terdapat dua tangkai.tipis. Korion mempunyai kulit bagian
luar yang keras dari telur tersebut (Borror, 2002).
Daur hidupnya adalah :

52
Telur->Ulat->Pupa->Lalat (Suprianto,2001).

7.Rayap

 Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum : Artropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Isoptera
Family : Rhinotermitidae
Genus : Coptotermes
Spesies : Coptotermes curvignathus

 Bioekologi:
Siklus hidup rayap dimulai dari telur lunak berwarna jingga
transparant yang selanjutnya akan menetas menjadi larva.
Larva kemudian akan tumbuh menjadi rayap muda yang
disebut nymph. Ketika beranjak dewasa, rayap muda ini
akan memilih peran mereka dalam koloni. Rayap
reproduksi ini sering kita sebut sebagai laron dan muncul
sebelum hujan. Bentuk tubuh mereka yang indah untuk
golongan rayap (ramping dan bersayap) tidak akan bertahan
lama. Sayap mereka sangat rapuh, dan akan segera rontok
begitu mereka telah menemukan tempat untuk membangun
koloni baru. Jika terpilih menjadi ratu, tubuh laron betina
tidak akan ramping lagi dan akan mengalami obesitas,
karena tujuan hidupnya hingga ajal adalah bertelur untuk
koloni. Habitat rayap terbagi menjadi rayap-rayap hidup di
dalam tanah, di dalam kayu kering, di pohon-pohon hidup,
atau di kayu-kayu lembab. Pada lingkungan perkotaan dua
kelompok rayap yang penting adalah rayap tanah dan rayap
kayu kering. Rayap tanah hidup bersarang di dalam tanah.
Kelompok rayap ini di dunia dikenal sebagai kelompok

53
subterranean termites. Kehadirannya terutama dipengaruhi
oleh suhu, kelembaban tanah, tipe tanah serta vegetasi.
Tanah merupakan tempat hidup rayap, dimana tanah dapat
mengisolasi rayap dari suhu dan kelembaban yang ekstrim.
Keberadaan jenis rayap tertentu dapat meningkat kan
kesuburan tanah, karena aktivitas rayap daapt mengubah
profil tanah, mem pengaruhi tekstur tanah dan
pendistribusian bahan organik. Secara umum rayap tanah
menyukai tipe tanah yang mengandung liat dan tidak
menyukai tanah berpasir dikarena kan tanah berpasir
memiliki kandungan bahan organik yang rendah.
Siklus hidupnya adalah:
Telur lunak->Larva->Rayap muda->Rayap dewasa
(Indriyanto, 2006).

8.Semut hitam besar

 Klasifikasi:
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Hymenoptera
Famili :Formicidae
Genus :Dolichoderus
Spesies :Dolichoderusbituberculatus
 Bioekologi:
Telur-telur tersebut diletakkan di dalam sarangnya yang
berada di lubang-lubang pohon atau di balik dedaunan
(Elzinga, 1978 dalam Rahmawadi, 1997). Telur-telur semut
di sarang dirawat oleh semut pekerja. Semut pekerja akan
memindahkan telur dari sarang jika kondisi sarang berubah
lembab atau memburuk, dan mengembalikannya ke dalam
sarang jika keadaan sudah normal. Telur-telur semut

54
selanjutnya akan menetas menjadi larva. Larva semut
tampak seperti belatung, berwarna putih, kepala terdiri atas
13 segmen, dan lama fase larva adalah 15 hari (Cadapan
dkk., 1990). Larva semut hitam mendapatkan pakan berupa
cairan ludah dari kelenjar saliva ratu, dari cadangan lemak
otot terbang ratu, atau jika koloni sudah memiliki pekerja
maka diberi makan oleh pekerjanya (Samiyanto, 1990).
Larva biasanya makan sepanjang waktu karena mereka
harus menyimpan energi yang cukup untuk memasuki fase
pupa. Para pekerja memberi makan larva dengan embun
madu dan serangga-serangga kecil atau jika makanan sulit
didapatkan, larva akan memakan telur yang tidak menetas.
Larva semut kemudian akan berubah menjadi pupa. Pupa
semut hitam berwarna putih, tidak terbungkus kokon seperti
kebanyakan serangga yang lain, dan lama fase pupa adalah
14 hari. Pada saat berbentuk pupa, semut hitam mengalami
periode tidak makan atau non-feeding periode (Cadapan
dkk., 1990).
Fase terakhir dalam metamorfosis semut adalah imago.
Imago berwarna hitam, organ-organ tubuh mulai berfungsi,
dan mulai terpisah menurut kastanya masing-masing.
Koloni akan lebih banyak menghasilkan pekerja daripada
kasta- kasta yang lain pada awal-awal terbentuknya koloni.
Hal ini dilakukan untuk meringankan tugas ratu karena
sebagian besar aktivitas koloni akan dilaksanakan oleh
pekerja. Lama siklus hidup semut hitam sekitar 40 hari dan
semut dapat bertahan hidup selama 2-3 tahun (Cadapan
dkk., 1990).
Daur hidupnya adalah :
Telur->Larva->Pupa->Dewasa (Rasidi,2004).

9.Belalang coklat

55
 Klasifikasi:

Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Orthoptera
Famili :Acaridae
Genus :Valarga
Spesies :Valarga nigricornis

 Bioekologi:
Telur belalang menetas menjadi nimfa, dengan tampilan
belalang dewasa versi mini tanpa sayap dan organ
reproduksi. Nimfa belalang yang baru menetas biasanya
berwarna putih, namun setelah terekspos sinar matahari,
warna khas mereka akan segera muncul. Selama masa
pertumbuhan, nimfa belalang akan mengalami ganti kulit
berkali kali (sekitar 4-6 kali) hingga menjadi belalang
dewasa dengan tambahan sayap fungsional. Masa hidup
belalang sebagai nimfa adalah 25-40 hari nimfa belalang
akan berhenti menjalani proses ganti kulit setelah memiliki
sayap, yang berarti nimfa sudah menjadi imago (belalang
dewasa) Setelah melewati tahap nimfa, dibutuhkan 14 hari
bagi mereka untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah
itu hidup mereka hanya tersisa 2-3 minggu, dimana sisa
waktu itu digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur
mereka. Total masa hidup belalang setelah menetas adalah
sekitar 2 bulan (1 bulan sebagai nimfa, 1 bulan sebagai
belalang dewasa), itu pun jika mereka selamat dari serangan
predator. Setelah telur yang mereka hasilkan menetas, daur
hidup belalang yang singkat akan berulang (Pracaya,2008 ).
Daur hidupnya adalah :
Telur-> nimfa -> Belalang dewasa (Arief,2004).

56
4.1.4 Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman (Polibag)

a. Tabel Hasil Pengamatan

 Tinggi tanaman

No Perlakuan Tanaman Pengamatan ke

1 2 3 4 5

1. Ternaungi Kedelai 18 25 30 37 44

2. Tanpa Naungan Kedelai 10 20 27 30 35

3. Kapasitas 100% Pakcoi 15 20 27 32 35

4. Kapasitas 50% Pakcoi 12 15 21 25 30

 Jumlah Daun

No Perlakuan Tanaman Pengamatan ke

1 2 3 4 5

1 Ternaungi Kedelai 10 15 23 27 32

2 Tanpa Naungan Kedelai 7 13 18 20 25

3 Kapasitas 100% Pakcoi 9 12 15 17 20

4 Kapasitas 50% Pakcoi 8 10 14 16 18

b. Grafik Hasil Pengamatan + Interpretasi

 Tinggi tanaman
Perlakuan cahaya

57
50
45
40
35
Tinggi Tanaman
30
25
20 Ternaungi
Tidak Ternaungi
15
10
5
0
1 2 3 4 5
Minggu Ke-

Interpretasi data :

Dari data yang diperoleh terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman


untuk tanaman kedelai yang terenaungi pengamatan ke-1 mencapai 18 cm, ke-2
mencapai 25 cm, ke-3 mencapai 30 cm, ke-4 mencapai 37 cm dan ke-5 mencapai
44 cm . Untuk tanaman kedelai yang tidak ternaungi . Untuk tanaman kedelai
yang tidak ternaungi pengamatan ke-1 mencapai 10 cm, ke-2 mencapai 20 cm, ke-
3 mencapai 27 cm, ke-4 mencapai 30 cm dan ke-5 mencapai 35 cm .

Perlakuan Air

58
40
35
30

Tinggi Tanaman
25
20
Kapasitas 100%
15 Kapasitas 50%
10
5
0
1 2 3 4 5
Kapasitas Air

Interpretasi :

Dari data yang diperoleh terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman


untuk tanaman pakcoi dengan kapasitas lapang 100% pengamatan ke-1 mencapai
15 cm, ke-2 mencapai 20 cm, ke-3 mencapai 27 cm, ke-4 mencapai 32 cm dan ke-
5 mencapai 35 cm . Untuk tanaman pakcoi dengan kapasitas lapang 50%
pengamatan ke-1 mencapai 12 cm, ke-2 mencapai 15 cm, ke-3 mencapai 21 cm,
ke-4 mencapai 25 cm dan ke-5 mencapai 30 cm .

59
 Jumlah daun
Perlakuan cahaya

35

30

25
Jumlah Daun

20

15
ternaungi
10 tidak ternaungi

0
1 2 3 4 5
minggu ke-

Interpretasi data :

Dari data jumlah daun untuk tanaman kedelai yang ternaungi pengamatan
ke-1 terdapat 10 helai daun, pengamatan ke-2 terdapat 15 helai daun, pengamatan
ke-3 terdapat 23 helai daun . pengamatan ke-4 terdapat 27 helai daun dan
pengamatan ke-5 mencapai 32 helai daun, . Untuk tanaman kedelai yang tidak
ternaungi pengamatan ke-1 terdapat 7 helai daun, pengamatan ke-2 terdapat 13
helai daun, pengamatan ke-3 mencapai 18 helai daun, pengamatan ke-4 terdapat
20 helai daun dan pengamatan ke-5 terdapat 25 helai daun

60
Perlakuan air

25

20

15
jumlah daun

10 kapasitas 100%
kapasitas 50%

0
1 2 3 4 5
minggu ke

Interpretasi data :

Dari data jumlah daun untuk tanaman pakcoidengan kapasitas lapang


100% pengamatan ke-1 terdapat 9 helai daun, pengamatan ke-2 terdapat 12 helai
daun, pengamatan ke-3 terdapat 15 helai daun . pengamatan ke-4 terdapat 17 helai
daun dan pengamatan ke-5 mencapai 20 helai daun, . Untuk tanaman
pakcoidengan kapasitas lapang 50% pengamatan ke-1 terdapat 8 helai daun,
pengamatan ke-2 terdapat 10 helai daun, pengamatan ke-3 mencapai 18 helai daun
.

61
4.2 Pembahasan

4.2.1. Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik + Literatur

Berdasarkan hasil pengamatan di Cangar diperoleh data bahwa spesies


wortel lebih dominan diantara spesies lain dengan jumlah 473 wortel dengan
perhitungan SDR 53,036% karena jumlah vegetasinya mendominasi dengan
faktor abiotik yang mendukung yaitu yang pertama dipengaruhi oleh suhu yang
rendah pada daerah Cangar yang merupakan daerah dataran tinggi dengan suhu
rata-rata 20,05° C sehingga berpengaruh juga pada kelembabannya yaitu sebesar
60% karena semakin rendah suhu suatu tempat maka semakin tinggi pula
kelembabanya sehingga cocok untuk tanaman holtikultura seperti wortel, hal ini
diperkuat dengan literatur menurut Arief (2004) jika suhu tinggi maka
kelembaban akan rendah, begitu pula sebaliknya. Untuk intensitas radiasi pada
daerah Cangar memakai perbesaran 1x1000 dengan nilai 1103 karena pada daerah
Cangar tanamannya tidak ternaungi dan itulah sebabnya mengapa wortel lebih
mendominasi daripada tanaman lain.

Sedangkan hasil pengamatan di daerah Jatikerto diperoleh data bahwa


spesies pohon jati lebih dominan dari pada spesies lainnya dengan jumlah spesies
10 pohon. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu yang pertama dipengaruhi
suhu yang tinggi pada daerah Jatikerto yaitu sebesar 32,1̊C , suhu yang tinggi ini
dipengaruhi oleh bentuk topografi yang datar pada daerah Jatikerto sehingga,
dikarenakan suhu di daerah Jatikerto tersebut tinggi itu yang menyebabkan
kelembabannya rendah yaitu sebesar 32% sehingga cocok untuk tanaman tahunan
seperti pohon jati dikarenakan pohon jati merupakan pohon yang dapat
beradaptasi pada suhu yang tinggi, hal ini diperkuat dengan literatur menurut
Cahyana (2001) jati tidak dapat tumbuh dengan baik akibat suhu yang rendah.
Itulah sebabnya mengapa pohon jati lebih mendominasi daripada tanaman
lainnya.

Dari hasil pengamatan vegetasi di dua daerah tersebut dapat disimpulkan


bahwa keragaman vegetasi di Cangar lebih banyak dibandingkan dengan di
Jatikerto dikarenakan suhu di daerah Cangar lebih rendah daripada di Jatikerto

62
sehingga tanaman yang dapat beradaptasi di daerah Jatikerto hanya tanaman
tertentu yang dapat menyesuaikan dengan suhu serperti di daerah Jatikerto.

Di daerah Cangar wortel memiliki SDR yang lebih tinggi dari semua
vegetasi karena jumlah spesies yang tinggi dan daerah yang cocok untuk ditanami
wortel .

4.2.2. Faktor abiotik dan Faktor Biotik Tanah + Literatur

Berdasarkan pengamatan faktor abiotik di daerah Jatikerto memiliki suhu


udara sebesar 32,1̊C dan kelembaban 32%. Radiasi matahari pada tempat yang
ternaungi sebesar 989 sedangkan radiasi matahari pada tempat yang tidak
ternaungi sebesar 252. Sedangkan di daerah Cangar memiliki suhu udara sebesar
20,05̊C dan kelembaban 60%. Radiasi matahari pada bedengan dan irigasi sama,
yakni sebesar 1103.

Dari data kedua tempat tersebut dapat dinyatakan bahwa pada daerah
Cangar suhunya lebih rendah dan kelembabannya tinggi sehingga kandungan
airnya tinggi sehingga ketersediaan nutrisi di dalam tanah banyak menyebabkan
keragaman biota dalam tanah banyak pula. Untuk daerah Jatikerto suhunya lebih
tinggi dam kelembabannya rendah sehingga ketersediaan air dan nutrisi dalam
tanah itu sedikit itu yang menyebabkan keragaman biota tanahnya juga sedikit
pula dan ini diperkuat dengan literatur menurut Odum (2006) suhu dan
kelembapan udara berpengaruh terhadap proses perkembangan biota tanah,
sedangkan sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk fotosintesis dan
metabolisme tubuh bagi beberapa jenis hewan.

Dari data yang didapatkan tanaman yang ada pada daerah cangar termasuk
tanaman musiman karena penanamannya serentak. Dan di daerah cangar terdapat
banyak wortel dengan bentuk dan ukuran yang beragam, lalu disekitar tanaman
wortel terdapat berbagai jenis gulma dan gulma ini berlebihan dapat menimbulkan
kerugian pada tanaman budidaya tersebut.

63
4.2.3. Peran Arthropoda Terhadap Ekosistem + Literatur

Berdasarkan hasil pengamatan arthropoda yang terjebak perangkap


yang dipasang di daerah Cangar didapatkan spesies yang mempunyai peran
dalam ekosistem sebagai hama yaitu tungau,kutu daun,lalat buah,
Ferrisiavirgata, kumbang spot. Kemudian untuk spesies yang mempunyai
peran dalam ekosistem sebagai vektor yaitu lalat. Selanjutnya spesies yang
mempunyai peran dalam ekosistem sebagai musuh alami adalah kumbang
spot M dan tomket.

Sedangkan pengamatan arthropoda yang terjebak perangkap yang


dipasang di daerah Jatikerto didapatkan spesies yang mempunyai peran dalam
ekosistem sebagai hama yaitu belalang hijau dan belalang coklat. Kemudian
untuk spesies yang mempunyai peran dalam ekosistem sebagai vektor yaitu
lalat. Selanjutnya spesies yang mempunyai peran dalam ekosistem sebagai
predator adalah semut dan Dolichoderus bituberculatus. Selanjutnya spesies
yang mempunyai peran dalam ekosistem sebagai polinator adalah ngengat.
Kemudian spesies yang mempunyai peran dalam ekosistem sebagai
dekomposer adalah rayap . Diketahui bahwa Di daerah Cangar banyak
terdapat hama karena daerah tersebut banyak terdapat tanaman monokultur,
sehingga makanan untuk hama tersedia terus menerus . Sedangkan di daerah
Jatikerto jumlah hamanya lebih sedikit dibandingkan di Cangar karena
tanaman di daerah tersebut beraneka ragam sehingga makanan untuk hama
jumlahnya sedikit . ini diperkuat dengan literatur menurut Hardjowigeno
(2007) bahwa sistem pola tanam monokultur berpotensi terjadi ledakan hama
yang besar karena pada sistem pola tanam ini rotasi tanam tidak ada sehingga
pada sistem pola tanam ini dapat memutus siklus organisme pengganggu .

4.2.4. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman (Polibag)

a. Perlakuan Cahaya + Literatur

64
Dari data tersebut bahwa tanaman dengan perlakuan ternaungi
pertumbuhannnya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman dengan
perlakuan tidak ternaungi . Dikarenakan pada daerah yang ternaungi
tidak ada cahaya yang dapat menguraikan hormon auksin sehingga
pada daerah yang ternaungi pertumbuhannya lebih cepat daripada
tanaman yang tidak ternaungi, hal ini diperkuat dengan literatur
menurut Marlina (2010) cara kerja hormon auksin dipengaruhi oleh
cahaya. Selain itu perlakuan dengan pemberian naungan pada kedelai
akan mempengaruhi sifat morfologi tanaman. Morfologi tanaman
kedelai yang bisa dipengaruhi oleh naungan adalah batang tidak
kokoh, karena garis tengah batang lebih kecil sehingga tanaman
menjadi mudah rebah. Tanaman dengan perlakuan yang ternaungi
menyebabkan batang tumbuh lebih cepat, susunan pembuluh kayu
lebih sempurna, internode menjadi lebih pendek, daun lebih tebal
tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan tanaman yang
terlindung.

b. Perlakuan Air + Literatur


Dari data tersebut bahwa tanaman dengan perlakuan kapasitas
lapang 100% pertumbuhannnya lebih cepat dibandingkan dengan
tanaman dengan perlakuan kapasitas lapang 50% . Dikarenakan air
sebagai pelarut bahan-bahan yang diserap dan sebagai pengantar dalam
siklus yang ada dalam tubuh tanaman . Dan air juga bermanfaat untuk
penetral suhu atau menyeimbangkan penguapan sehingga tanaman
yang memiliki kandungan air yang optimal pertumbuhannya akan
optimal pula . Jika kebutuhan air tercukupi maka tanaman tersebut
pertumbuhan tinggi akan meningkat dan jumlah daunnya semakin
banyak pula . ini diperkuat dengan literatur menurut Rasidi (2004)
ketersediaan air berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman .

65
BAB V

KESIMPULAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa di Cangar


diperoleh data bahwa spesies wortel lebih dominan diantara spesies lain dengan
jumlah 473 dengan spesies wortel dengan perhitungan SDR 53,036% karena
jumlah vegetasinya mendominasi dengan faktor abiotik yang mendukung,
sedangkan hasil pengamatan di daerah Jatikerto diperoleh data bahwa spesies
pohon jatilebih dominan dari pada spesies lainnya dengan jumlah spesies 10
pohon . Pada daerah Jatikerto tidak dilakukan perhitungan SDR karena pohon jati
adalah tanaman tahunan. Dari hasil pengamatan vegetasi di dua daerah tersebut
dapat disimpulkan bahwa rata-rata vegetasi di Cangar lebih banyak di bandingkan
dengan di Jatikerto dikarenakan tanah di daerah Jatikerto memiliki bahan organik
yang sedikit daripada tanah di daerah Cangar ditandai dengan warna tanahnya
yang tidak gelap. Ketebalan seresah pada daerah Jatikerto lebih besar
dibandingkan pada daerah Cangar, hal tersebut dikarenakan pada daerah Jatikerto
merupakan lahan agroforestry (tahunan) yang tidak membutuhkan perawatan
intensif sehingga seresah yang ditemukan sangat banyak.

Kemudian, daerah Cangar suhunya lebih rendah dan kelembabannya


tinggi itu dikarenakan oleh faktor topografi yang lokasinya pada daerah dataran
tinggi, yang kedua dipengaruhi oleh sudut datangnya sinar matahari yang kecil
sehingga suhunya rendah dan kelembabannya tinggi. Sedangkan pada daerah
Jatikerto suhunya lebih tinggi dan kelembabanya rendah itu dikarenakan oleh
faktor topografi yang lokasinya pada daerah dataran rendah, yang kedua
dipengaruhi oleh sudut datangnya sinar matahari yang besar sehingga suhunya
tinggi dan kelembabanya rendah.

Selanjutnya untuk pengamatan peran arthropoda bagi agroekosistem lebih


banyak ditemukan arthropoda yang merugikan bagi agroekosistem baik di Cangar

66
maupun di Jatikerto dikarenakan oleh faktor-faktor seperti ketersediaan bahan
makanan bagi hama, tidak adanya tempat hidup bagi musuh alami.

Selanjutnya pengamatan terhadap pengaruh faktor lingkungan


terhadap tanaman (polibag), tanaman dengan perlakuan ternaungi
pertumbuhannnya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan
tidak ternaungi . Dikarenakan pada daerah yang ternaungi tidak ada cahaya yang
dapat menguraikan hormon auksin sehingga pada daerah yang ternaungi hormon
auksinnya tidak terurai seperti daerah yang tidak ternaungi. Tanaman dengan
perlakuan kapasitas lapang 100% pertumbuhannnya lebih cepat dibandingkan
dengan tanaman dengan perlakuan kapasitas lapang 50% . Dikarenakan air
sebagai pelarut bahan-bahan yang diserap dan sebagai pengantar dalam siklus
yang ada dalam tubuh tanaman . Dan air juga bermanfaat untuk penetral suhu atau
menyeimbangkan penguapan sehingga tanaman yang memiliki kandungan air
yang optimal pertumbuhannya akan optimal pula .

5.2 Saran

Pada pengamatan yang telah dilakukan pada dua tempat yang berbeda
yaitu Cangar dan Jatikerto. Pada daerah Cangar banyak ditemukan spesies hama,
dan untuk mengendalikannya dapat dilakukan dengan menanam tanaman penutup
agar tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik tanpa diganggu oleh
hama, dikarenakan tanaman penutup dapat menjadi tempat berlindung bagi musuh
alami dari hama-hama tersebut. Sedangkan pada daerah Jatikerto, khususnya pada
tanaman tahunan seperti pohon jati, tanah di daerah tersebut tidak terdapat biota
tanah, dikarenakan kondisi tanah yang kurang bahan organik, jadi tidak ada biota
tanah yang dapat hidup di dalamnya. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan
mengolah tanah, agar tanah tidak kering dan tanaman serta biota dapat hidup
dengan baik dan tanah dapat menjadi subur.

67
DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2004.Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan

Obor Indonesia: Jakarta

Cahyana. 2001. Hubungan Timbal Balik. Kanisius: Yogyakarta

Djajadirana. 2000. Ekologi Pertanian. Kanisius: Yogyakarta

Hakim. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung: Lampung

Hanafiah, Kemas Ali.2013.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Graffindo Persada:

Jakarta

Hardjowigeno. 2007. Biologi Tanah. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta

Indriyanto, 2006.Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Irwan, Z. O.2000. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem,


Komunitas, Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Marlina, Ani. 2010. Ekologi Lingkungan Hidup. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Wisnubroto, S., 2006. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya,


Jakarta.
Rasidi, Suswanto. 2004. Ekologi Tumbuhan. Universitas Terbuka: Jakarta

Santoso B. 2010. Faktor-faktor pertumbuhan dan penggolongan tanaman hias.


Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.

Sugito, Ahmad. 2010. Ekosistem. Penebar Swadaya: Jakarta

Suprianto, Bambang. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Dzs UPI:

Bandung

Wirakusumah, S. 2003 Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu


Lingkungan. UI Press:Jakarta.

68
PERHITUNGAN SDR

PERHITUNGAN

Jumlahspesiestersebut
Kerapatan Mutlak (KM) =
jumlahplot

Jumla h spesiestersebut
 Wortel =
jumla h plot

473
=
5

= 94.6
Jumla h spesiestersebut
 Bunga Kuning =
jumla h plot
9
=
5
= 1.8
Jumla h spesiestersebut
 Bunga Ungu =
jumla h plot

2
=
5

= 0.4

Jumla h spesiestersebut
 Tidak Berbunga =
jumla h plot

7
=
5

= 1.4
Jumla h spesiestersebut
 Teki =
jumla h plot

69
52
=
5

= 10.4

Jumlah Kerapatan Mutlak = 94.6 + 1.8 + 0.4 + 1.4 +10.4

= 108.6

KMspesiestersebut
Kerapatan Nisbi (KN) = x 100 %
JumlahKMseluruhspesies

KMspesiestersebut
 Wortel = x 100 %
Jumla h KMseluru h spesies

94.6
= x 100 %
108.6

= 87.108%

KMspesiestersebut
 Bunga Kuning = x 100 %
Jumla h KMseluru h spesies

1.8
= x 100 %
108.6

= 1.657%

KMspesiestersebut
 Bunga Ungu = x 100 %
Jumla h KMseluru h spesies

0.4
= x 100 %
108.6

= 0.368%
KMspesiestersebut
 Tidak berbunga= x 100 %
Jumla h KMseluru h spesies

70
1.4
= x 100 %
108.6

= 1.749%
KMspesiestersebut
 Teki = x 100 %
Jumla h KMseluru h spesies

10.4
= x 100 %
108.6

= 9.576%

plotyangterdapatspesiestersebut
Frekuensi Mutlak ( FM) =
Jumlahsemuaplot

plotyangterdapatspesiestersebut
 Wortel =
Jumla h semuaplot

5
=
5

=1
plotyangterdapatspesiestersebut
 Bunga kuning =
Jumla h semuaplot

3
=
5

= 0.6

plotyangterdapatspesiestersebut
 Bunga Ungu =
Jumla h semuaplot

1
=
5

71
= 0.2

plotyangterdapatspesiestersebut
 Tidak berbunga =
Jumla h semuaplot

2
=
5

= 0.4

plotyangterdapatspesiestersebut
 Teki =
Jumla h semuaplot

5
=
5

=1

Jumlah Frekuensi Mutlak = 1+0.6+0.2+0.4+1

= 3.2

FMspesiestersebut
Frekuensi Nisbi (FN) = x 100 %
JumlahFMseluruhspesies

FMspesiestersebut
 Wortel = x 100 %
Jumla h FMseluru h spesies

1
= x 100 %
3.2

= 31%

FMspesiestersebut
 Bunga Kuning = x 100 %
Jumla h FMseluru h spesies

0.6
= x 100 %
3.2

72
= 18%
FMspesiestersebut
 Bunga Ungu = x 100 %
Jumla h FMseluru h spesies

0.2
= x 100 %
3.2

= 6.25%

FMspesiestersebut
 Tidak berbunga = x 100 %
Jumla h FMseluru h spesies

0.4
= x 100 %
3.2

= 12.5%

FMspesiestersebut
 Teki = x 100 %
Jumla h FMseluru h spesies

1
= x 100 %
3.2

= 31%

Luas Basal Area (LBA) = ( d 14xd 2 ) x π2


 Wortel = ( d 14xd 2 ) x π2
= ( 45 4x 20 ) x 3.142
= 143.31

 Bunga kuning = ( d 14xd 2 ) x π2

73
= ( 17.54 x 7 ) x 3.142
= 19.50

 Bunga ungu = ( d 14xd 2 ) x π2


= ( 144x 9 ) x 3.142
= 20.06

 Tidak berbunga = ( d 14xd 2 ) x π2


= ( 35 x 26
4 )x
2
3.14

= 144.90

 Teki = ( d 14xd 2 ) x π2
= ( 15 x48.5 ) x 3.142
= 20.30

LBA S p esies tersebut


Dominasi Mutlak (DM) =
Luas area

LBA S p esies tersebut


 Wortel =
Luas area

1 43.31
=
25

= 5.73
LBA S p esies tersebut
 Bunga Kuning =
Luas area

74
19.50
=
25

= 0.78
LBA S p esies tersebut
 Bunga ungu =
Luas area

20.06
=
25

= 0.8
LBA S p esies tersebut
 Tidak berbunga =
Luas area

144.90
=
25

= 5.8
LBA S p esies tersebut
 Teki =
Luas area

20.30
=
25

= 0.81

Jumlah Dominasi Mutlak = 5.73+0.78+0.8+5.8+0.81

= 13.92

DM s p esies tersebut
 Dominasi Nisbi (DN) = x 100 %
Jumla h DMseluru h spesies

DM s p esies tersebut
 Wortel = x 100 %
Jumla h DMseluru h spesies

75
5.73
= x 100 %
13.92
= 41%
DM s p esies tersebut
 Bunga kuning = x 100 %
Jumla h DMseluru h spesies

0.78
= x 100 %
13.92
= 5.6%
DM s p esies tersebut
 Bunga ungu = x 100 %
Jumla h DMseluru h spesies

0.8
= x 100 %
13.92
= 5.7%
DM s p esies tersebut
 Tidak berbunga = x 100 %
Jumla h DMseluru h spesies

5.8
= x 100 %
13.92
= 41.7%
DM s p esies tersebut
 Teki = x 100 %
Jumla h DMseluru h spesies

0.81
= x 100 %
13.92
= 6%

Importance Value (IV) = KN + FN + DN

76
 Wortel = KN + FN + DN
= 87.108% + 31% + 41%
= 159.108%

 Bunga kuning = KN + FN + DN
= 1.567% + 18% + 5.6%
= 25.257%

 Bunga ungu = KN + FN + DN
= 0.368% + 6.25% + 5.7%
=12.318%

 Tidak berbunga = KN + FN + DN
= 1.749% + 12.5% + 41.7%
= 55.949%
 Teki = KN + FN + DN
= 9.576% + 31% + 6%
= 46.576%

IV
Summed Dominance Ratio (SDR) =
3

77
IV
 Wortel =
3

159.108
=
3
= 53.036%
IV
 Bunga kuning =
3

25.257
=
3
= 8.419%
IV
 Bunga ungu =
3

12.318
=
3
= 4.106%
IV
 Tidak berbunga =
3

55.949
=
3
= 18.64%
IV
 Teki =
3

46.576
=
3
= 15.52%

Jumlah SDR = 53.036% + 8.419% + 4.106% + 18.64% + 15.52%

= 99.72%

78
PERHITUNGAN TINGGI TANAMAN

1. Pohon jati 1

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
19 m

Tinggi tanaman
1 =
19 m

Tinggi tanaman = 19 m + tinggi pengamat

= 19 m + 1,6 m = 20,6 m

2. Pohon jati 2

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
12 m

Tinggi tanaman
1 =
12 m

Tinggi tanaman = 12 m + tinggi pengamat

= 12 m + 1,46 m = 13,46 m

3. Pohon jati 3

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
6m

79
Tinggi tanaman
1 =
6m

Tinggi tanaman = 6 m + tinggi pengamat

= 6 m + 1,46 m = 7,46 m

4. Pohon jati 4

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
11m

Tinggi tanaman
1 =
11m

Tinggi tanaman = 11 m + tinggi pengamat

= 11 m + 1,46 m = 12,46 m

5. Pohon jati 5

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
9 ,5 m

Tinggi tanaman
1 =
9 ,5 m

Tinggi tanaman = 9,5m + tinggi pengamat

= 9,5 m + 1,46 m = 10,96 m

6. Pohon jati 6

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
10 m

80
Tinggi tanaman
1 =
10 m

Tinggi tanaman = 10 m + tinggi pengamat

= 10 m + 1,56 m = 11,56 m

7. Pohon jati 7

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
10 m

Tinggi tanaman
1 =
10 m

Tinggi tanaman = 10 m + tinggi pengamat

= 10 m + 1,56 m = 11,56 m

8. Pohon jati 8

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
4 ,8m

Tinggi tanaman
1 =
4 ,8m

Tinggi tanaman = 4,8 m + tinggi pengamat

= 4,8 m + 6,4 m = 97 m

9. Pohon jati 9

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
10 m

81
Tinggi tanaman
1 =
10 m

Tinggi tanaman = 10 m + tinggi pengamat

= 10 m + 1,6 m = 11,6 m

10. Pohon jati 10

Tinggi tanaman
Tan ∝ =
Jarak

Tinggi tanaman
45º =
10 , 5 m

Tinggi tanaman
1 =
10 , 5 m

Tinggi tanaman = 10,5 m + tinggi pengamat

= 10,5 m + 1,6 m = 12,1 m

82
GAMBAR HASIL DOKUMENTASI FIELDTRIP JATIKERTO Y2

ARTHROPODA

NAMA GAMBAR
SEMUT

LALAT

NGENGAT

83
BELALANG

RAYAP

BELALANG COKELAT

SEMUT HITAM BESAR

TUMBUHAN

NAMA VEGETASI GAMBAR DOKUMENTASI


POHON JATI

BIDARA UPAS

84
PETAI BELANANG

CANGAR Y2

ARTHROPODA

NAMA GAMBAR DOKUMENTASI


TUNGAU

LALAT

85
KUTU DAUN

LALAT BUAH

TOMKET

KUMBANG KUBAH SPOT M

KUMBANG SPOT

86
TUMBUHAN

NAMA GAMBAR DOKUMENTASI


WORTEL

Ludwigia octovalvis

87
Lantana camara

Physalis angulata

TEKI

ALAT MENGHITUNG INTENSITAS CAHAYA MATAHARI DAN


KELEMBAPAN

MENGHITUNG INTENSITAS MATAHARI

ALAT GAMBAR DOKUMENTASI


LUX METER

88
TERMOHIGROMETER

89

Anda mungkin juga menyukai