Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM

BIOLOGI
LAPORAN RESMI
LINGKUNGAN ABIOTIK

SOFIA RIZKY AMALIA


20033010046

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM
SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan adalah segala sesuatu benda yang ada disekitar, baik mahkluk hidup
ataupun benda mati. Air, batu tanah, tanaman, hewan, debu adalah komponen
penyusun lingkungan. Komponen-komponen ini hampir selalu ada di dalam setiap
lingkungan. Ada beberapa macam lingkungan. Jika dilihat dari pengusunnya,
lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.
Lingkungan biotik adalah segala sesuatu benda yang memiliki nyawa. Lingkungan ini
biasanya dominan diisi oleh komponen flora dan fauna. Dan lingkungan abiotik
adalah benda yang mendukung keberlangsungan hidup lingkungan abiotik.
Sederhananya, lingkungan abiotik sangat berhubungan dengan lingkungan biotik.
Lingkungan abiotik memiliki banyak komponen, salah satunya adalah udara.
Udara sangatlah berkaitan dengan suhu. Dan jika terlah membahas suhu, maka akan
ada keterkaitannya dengan kelembaban. Di dalam kelembaban, ada namanya
kelembaban relatif atau kelembaban nisbi. Kelembaban nisbi adalah banyaknya air
yang terdapat dalam udara pada temperatur tertentu dibandingkan dengan
banyaknya uap yang dapat dikandung udara secara maksimum pada temperatur
tertentu (dalam bentuk persen). Pada umumnya organisme akan kehilangan lebih
banyak air dalam atmosfer dengan kelembaban nisbi lebih rendah daripada dalam
atmosfer dengan kelembaban nisbi tinggi. Oleh karena itu, salah satu faktor abiotik
yang sangat penting pada organisme darat adalah kelembaban nisbi.
1.2 Tujuan
Untuk mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik yang penting untuk
dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem.
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik untuk
membandingkan dalam membedakan ekosistem.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Para ahli biologi, lingkungan memberikan definisi tentang lingkungan yang agak
berbeda satu dengan yang lain namun memiliki substansi yang sama. Lingkungan
secara harfiah berarti "ruang lingkup" atau "sekitar" atau "alam sekitar" atau
"masyarakat sekitar", dll. Lingkungan juga dapat berarti segala sesuatu yang
mempengaruhi kehidupan makhluk-makhluk hidup secara kolektif atau lingkungan
adalah penjumlahan untuk semua yang ada di sekitar sesuatu atau seseorang atau
disekitar makhluk hidup termasuk semua makhluk hidup dan kekuatan-kekuatan
alaminya (Dantje, 2015)
Berdasarkan pengertian tersebut, maka lingkungan diartikan sebagai penjumlahan
dan hubungan satu dengan yang lain antara air udara dan tanah dengan organisme
organisme hidup yaitu flora dan fauna termasuk di dalamnya semua ruang lingkup baik
fisik maupun biologis dan interaksinya satu dengan yang lain. Menurut Wikipedia,
dalam ebook Toksikologi (2014), lingkungan dapat juga diartikan segala sesuatu yang
ada disekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.
Pada dasarnya, lingkungan terdiri dari dua komponen penting yaitu biotik dan
abiotik. Komponen biotik adalah segala sesuatu yang hidup atau bernyawa, seperti
tumbuhan, hewan, manusia, makanan, dan mikroorganisme, yaitu virus, bakteri,
cendawan, fitoplankton, zooplankton, dan jenis-jenis mikroorganisme lainnya.
Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak hidup atau bernyawa, seperti
tanah, udara, air, curah hujan, foto periode, kelembaban, cahaya, bunyi, dan bahan
pencemar. Sering komponen abiotik juga dimasukkan faktor-faktor kimia, seperti PH,
aktivitas air, dan faktor-faktor kimia lainnya (I Putu, 2014)
Makhluk-makhluk hidup ini berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan abiotik
dan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan masing-masing individu.
Oleh sebab itu, maka setiap organisme atau makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor
biotik dan abiotik dan tidak hanya secara kebetulan hidup dalam suatu lingkungan.
Dengan kata lain, makhluk hidup dibentuk oleh lingkungan yang ada disekitarnya dan
dapat berubah-ubah untuk merespon adanya perubahan lingkungan yang terjadi di
sekitarnya (Dantje, 2015).
Spesies adalah salah satu unit dasar klasifikasi biologi dan paling sering mengacu
pada sekelompok organisme yang sama secara fisik yang dapat bertukar informasi
getik dan menghasilkan keturunan yang subur. Untuk secara efisien menempatkan
organisme dalam kelompok - kelompok yang berbeda, para ilmuwan mengembangkan
sistem klasifikasi organisme ini. Sistem ini mengambil semua organisme di Bumi dan
menempatkan mereka dalam kelompok berdasarkan bentuk tubuh, kesamaan genetik,
zat kimia dalam tubuh, perkembangan dan dengan perilaku. Studi organisme dengan
cara ini disebut sistematika.
Spesies atau jenis memiliki pengertian, indivdu yang mempunyai persamaan
secara morfologi, anatomis, fisiologi, dan mampu saling kawin dengan sesamanya
(interhibridasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur) untuk melanjutkan
generasinya. Kumpulan makhluk hidup satu spesies atau satu jenis inilah yang disebut
populasi (BMC, 2012).
Berbicara tentang lingkungan memang tidak dapat terlepas dari pemahaman
tentang ekologi dan ekosistem. Ekologi dalam arti yang sangat sederhana berarti
tempat atau rumah dimana kita hidup. Dalam kamus Webster memberikan definisi
ekologi sebagai totalitas atau kerangka berbagai hubungan antar organisme dengan
lingkungannya jadi ekologi sebetulnya merupakan bagian dari biologi (Dantje, 2015).
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh E. Haeckel (ahli
biologi Jerman). Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan logos =
ilmu), sehingga secara harfiah bisa berarti sebagai kajian organisme hidup dalam
rumahnya. Secara lebih formal, ekologi didefinisikan sebagai kajian yang mempelajari
hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungan fisik dan
biotik secara menyeluruh. Jadi, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ekologi itu
adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya (biotik dan abiotik) dalam suatu ekosistem (Anonim,2012).
Dalam lingkungan sendiri bisa berubah karena adanya pengaruh iklim seperti
pemanasan global atau pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh manusia.
Perubahan ini dapat terjadi adanya berbagai perubahan faktor biotik dan abiotik yang
terjadi dalam lingkungan tersebut (Dentje, 2015).
Faktor abiotik terbagi menjadi dua kategori yaitu sumber daya fisik (physical
resource) dan faktor fisik (physical factors). menurut Megurran, dalam jurnal Rahma,
dkk (2013) bahwa sumber daya fisik adalah faktor abiotik yang dibutuhkan oleh
organisme untuk bertaham hidup. sedangkan faktor fisik adalah faktor abiotik yang
dibatasi derajat atau kualitas hidup organisme untuk bertahan hidup (Rahma, 2013).
Menurut Risma, dkk (2019), Faktor lingkungan abiotik meliputi suhu, kelembaban,
kecepatan angin, intensitas cahaya, pH, kelembaban tanah, posisi geografi (ketinggian
tempat, garis lintang dan garis bujur), serta curah hujan. Faktor abiotik diukur
menggunakan alat pengukur spesifik, meliputi suhu, kelembaban, kecepatan angin,
intensitas cahaya, pH, kelembaban tanah, posisi geografi (ketinggian tempat, garis
lintang dan garis bujur), serta curah hujan.
Pengukuran temperatur udara dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif
pengukuran kuantitatif dinyatakan dalam satuan kalori yaitu gram kalori atau kg kalori
sedangkan pengukuran kualitatif dinyatakan dalam satuan derajat Celcius derajat
Fahrenheit Reamur atau Kelvin. Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan alat
termometer termometer bekerja berdasarkan prinsip pemuaian atau pengurutan suatu
zat padat atau cair akibat pemanasan dan pendinginan (Rahma, 2013).
Kelembaban dan suhu udara merupakan komponen iklim mikro yang
mempengaruhi pertumbuhan dan mewujudkan keadaan lingkungan optimal bagi
tumbuhan. Pertumbuhan meningkat jika suhu meningkat dan kelembaban menurun
(Widiningsih, dalam jurnal Risma, 2019). Produksi tanaman dipengaruhi oleh
tersedianya sinar matahari (Tjasyono, 2014).
Faktor Abiotik
1. Intensitas cahaya adalah intensitas yang lamanya radiasi sinar matahari tidak hanya
mempengaruhi variabel atmosfer, seperti suhu, kelembaban, dan angin tetapi juga
mempengaruhi jumlah energi untuk produksi bagi hewan dan tumbuhan.
Pengukuran intensitas cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan light meter
atau lux meter.
2. Kecepatan angin adalah jarak tempuh angin atau pergerakan udara per satuan
waktu dan dinyatakan dalam satuan meter per detik. Kecepatan angin bervariasi
dengan ketinggian dari permukaan tanah sehingga dikenal dengan profil angin.
Dimana semakin tinggi gerakan angin makin cepat. Kecepatan angin diukur dengan
menggunakan alat yang disebut Anemometer atau Anemograf.
3. Tanah merupakan faktor abiotik geografi dan geologi. Tanah merupakan sebuah
badan yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk akibat aktivitas iklim dan
organisme serta materi organik hasil proses dekomposisi yang mampu mendukung
kehidupan. Komposisi penyusun tanah terdiri dari partikel mineral bahan organik air
dan udara.
4. Kelembaban yang umum dipergunakan adalah kelembaban udara relatif
(kelembaban nisbi) yaitu berdasarkan perbandingan tekanan uap air di udara pada
waktu pengukuran dengan tekanan uap air jernih pada suhu yang bersamaan alat
yang dipergunakan untuk menentukan kelembaban udara relatif adalah sling
psychrometer (Rahma,2013).
Swarinoto (2011) mengatakan bahwa kelembaban nisbi juga dapat diartikan
sebagai nilai perbandingan antara tekanan uap air yang ada pada saat pengukuran
dengan nilai tekanan uap air maksimum yang dapat dicapai pada suhu udara dan
tekanan udara saat pengukuran. Menurut Umar (2011), tinggi rendahnya kelembaban
udara di suatu tempat sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Suhu
2. Tekanan udara
3. Pergerakan angin
4. Kuantitas dan kualitas penyinaran
5. Vegetasi
6. Ketersediaan air.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tujuan
Mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik yang penting untuk dipertimbangkan
dalam membedakan ekosistem
3.2 Alat dan Bahan
1. Stopwatch
2. Meteran
3. Termometer (0-10˚C)
4. Air
5. Tabel Nisbi
6. Kertas dan bulpoin
3.3 Cara Kerja

Mencari tempat untuk melakukan pengukuran


kelembaban di empat tempat.

Menyiapkan kertas dan bulpoin untuk mencatat hasil temperatur.


Mengisi bagian belakang termometer dengan air, untuk termometer
basah.

Meletakkan termoteter di dengan ketinggian 0, 75cm, 150cm


diatas tanah.

Melakukan tiga macam pengukuran bersamaan. Dalam


rentan waktu 15 menit.

Mencatat hasil kelembaban nisbi pada tabel


BAB IV
HASIL PENELITIAN

Ketinggian
No Lokasi
(cm)
0 cm 75 cm 150 cm
T. Kering = 29OC T. Kering = 28OC T. Kering = 30OC
1 Lantai 1,
T. Basah = 25OC T. Basah = 26OC T. Basah = 27OC
Gedung 1 FT
RH = 70% RH = 83 % RH = 79 %

T. Kering = 31OC T. Kering = 32OC T. Kering = 31OC


2 Lantai 3,
T. Basah = 28OC T. Basah = T. Basah =
Gedung 1 FT
RH = 79 % 28OC RH = 71 28OC RH = 79
% %

Parkiran FT T. Kering = 34OC T. Kering = 33,5OC T. Kering = 35OC


3 T. Basah = 28OC T. Basah = 27,5OC T. Basah = 27,5OC
RH = 63 % RH = 62 % RH = 58 %

Lapangan T. Kering = 33OC T. Kering = 33OC T. Kering = 35OC


4 Bola UPN T. Basah = 29OC T. Basah = 28OC T. Basah = 27,5OC
RH = 74 % RH = 68 % RH = 58 %

Gambar termometer
1. Lantai 1, Gedung 1 FT

2. Lantai 3, Gedung 1 FT
2. Lantai 3, Gedung 1 FT

3. Parkiran FT

4. Lapangan Bola UPN


BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Dalam Wikipedia (2014), lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar
manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Di lingkungan juga
ada komponen biotik, yaitu makhluk hidup bernyawa, dan komponen abiotik, yang
tidak bernyawa. Komponen komponen ini adalah penyusun dalam lingkungan. Baik
lingkungan alami maupun buatan. Teori ini ada pada buku Toksikologi tumbuhan
(2015).
Menurut I Putu (2014), lingkungan terdiri dari dua komponen penting yaitu biotik
dan abiotik. Komponen biotik adalah segala sesuatu yang hidup atau bernyawa.
Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak hidup atau bernyawa. Sering
komponen abiotik juga dimasukkan faktor-faktor kimia, seperti PH, aktivitas air, dan
faktor-faktor kimia lainnya. Dalam percobaan kali ini kita menguji keterkaitan
temperatur dan kelembaban nisbi.
Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan pengukuran suhu menggunakan
termometer kering dan basah pada empat tempat yang berbedaa. Tempat tempat itu
adalah gedung FT lantai 3, gedung FT lantai 1, parkiran gedung FT dan juga di
lapangan bola basket. Dantje (2015) mengatakan bahwa dalam lingkungan sendiri bisa
berubah karena adanya pengaruh iklim seperti pemanasan global atau pengaruh-
pengaruh yang disebabkan oleh manusia. Percobaan ini menjawab kebenaran dari
teori tersebut.
Percobaan mengukuran suhu ini dilakukan secara berkelompok dan dilakukan
sebanyak tiga pengukuran setiap tempat dengan total waktu ± 45 menit. Pada setiap
15 menit ada perubahan tata letak dari termometer tersebut. Di lima belas menit
pertama, termometer diletakkan di ketinggian 0 cm diatas tanah. Setelah itu mencatat
hasil temperatur. Lima belas menit berikutnya termometer diletakkan di ketinggian
75cm diatas tanah dan yang terakhir termometer diletakkan di ketinggian 150cm diatas
tanah.
Tujuan adanya perbedaan tata letak pada termometer ini agar mengetahui
pengaruh ketinggian terhadap suhu yang dapat mempengaruhi kelembaban dari
tempat itu. Umar (2011) menyebutkan bahwa kelembaban nisbi di pengaruhi oleh
faktor : Suhu, Tekanan udara, Pergerakan angin, Kuantitas dan kualitas penyinaran,
Vegetasi, dan Ketersediaan air. Literatur dari Umar (2011) akan terbukti jika kita
melakukan metode seperti saat ini.
Dari hasil penelelitian pengukuran kelembaban nisbi, literatur Umar (2011),
memang banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban nisbi. Ini terbukti
dengan persentasi kelembaban tiap tempat berbeda-beda. Dan juga pada ketinggian
yang beda walaupun tempat yang sama tetapi hasil kelembabannya juga berbeda. Hal
ini bisa dilihat pada tabel hasil pengamatan yang menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
Di tempat pertama, yaitu gedung FT lantai 1, menghasilkan cukup tinggi
persentase kelembaban nisbi. Pada ketinggian 0cm, didapat termometer kering yang
menghasilkan angka 29˚C dan termometer basah 25˚C, maka dihasilkan kelembaban
nisbi sebesar 70%. Hasil angka termomete ketingian 75cm juga tidak cukup berbeda
jauh dengan sebelumnya. Termometer kering menunjukkan angka 28˚C dan
termometer basah 26˚C sehingga menghasilkan kelembaban sebesar 71%. Ada sedikit
perbedaan suhu di ketinggian 150cm. Pada ketinggian 150cm, suhu kering yang
dihasilkan 30˚C dan suhu basah 27˚C. Kelembabannya pun berbeda, yaitu 79%.
Penjabaran keadaan suhu di gedung FT lantai 1, pada ketinggian 0cm, 75cm, dan
150cm, cukup bisa dibuktikan bahwa teori sebelumnya memang benar. Faktor
ketingian juga ikut memengaruhi suhu dan juga memengaruhi kelembaban nisbi
tempat tersebut. Jika dikaitkan hasil antara suhu kering dan suhu tinggi, maka akan
berdampak pada kelembaban nisbi.
Hasil pengamatan yang disajikan dalam bentuk tabel, dapat dilihat bahwa pada
gedung FT lantai 3, suhu basahnya relatif stabil. Begitupun juga dengan suhu
keringnya, yang memiliki selisih sangat sedikit. Dan hasil kelembabanya, di ketinggian
75cm, relatif rendah daripada ketinggian 0cm dan 150cm, yaitu 71%. Disini faktor
ketinggian saja tidak dapat dijadikan acuan mutlak dalam mengukur kelembaban suatu
ruangan. Teori dari Umar (2011) tidak cukup kuat pada data ini.
Pada pengambilan data suhu di parkiran FT dan di Lapangan bola UPN
menghasilkan angka termometer kering yang cukup tinggi, yaitu hingga 35˚C. Namun,
termometer basah menunjukkan angka yang cukup stabil. Dari kedua analisis itu,
kelembaban di kedua tempat ini rendah. Hanya pada lapangan bola UPN dengan
ketinggian 0cm saja yang memiliki kelembaban hampir sama dengan gedung Ft lantai
3 ketinggian 75cm.
Dari hasil pengamatan, gedung FT lantai 1 pada ketinggian 75cm memiliki
kelembaban yang tinggi, yaitu 83% dibandingkan yang lain. Dan kelembaban yang
terendah berada di parkiran FT dan lapangan bola UPN dengan ketinggian masing-
masing 150cm, yakni 58%. Hal ini terjadi karena faktor luar ruangan sangatlah banyak
daripada di dalam ruangan seperti gedung FT.
Di dalam gedung, adanya tembok penghalang cahaya matahari masuk secara
bebas, yang berbeda dengan di luar ruangan. Dan juga faktor angin yang
mempengaruhi kelembaban suatu tempat. Disamping itu, faktor angin juga
mempengaruhi kelembaban suatu daerah atau tempat.
Ketika keadan suhu kering meningkat, suhu basah belum tentu ikut meningkat.
Begitupun juga dengan kelembabannya. Hal ini dapat disimpulkan, jika selisih antara
suhu basah dan suhu kering sedikit, kelembaban akan memiliki nilai presentase yang
lebih tinggi daripada selisih antar kedua suhu kering dan basah banyak. Ini sesuai
dengan literatur dari Swarinoto (2011) bahwa kelembaban nisbi adalah perbandingan
nilai tekanan air pada suhu udara dan suhu saat pengukuran.
5.2 Jawaban Pertanyaan
1. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling dingin dan paling
lembab?
Pada gedung FT lantai 1 dengan ketinggian tanah 83%. Walaupun termometer
kering menunjukkan angka 28˚C dan termometer basah menunjukkan angka 26˚C
tetapi selisih antara keduanya hanya 2 angka sehingga kelembabannya yang
paling tinggi diantara lainnya.

2. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling panas dan kurang
lembab?
Pada tempat yang diluar ruangan, yaitu parkiran FT dan lapangan bola UPN.
Selisih antara kedua termometer sangat banyak sehingga kelembaban sangat
rendah.

3. Bagaimanakah perbandingan temperatur dan kelembaban di atas permukaan tanah


dari kedua habitat tersebut di atas?
Pada temperatur dengan kelembaban tinggi memiliki termometer kering
menunjukkan angka 28˚C dan termometer basah menunjukkan angka 26˚C
sehingga menghasilkan 83% kelembaban nisbi. Dan pada tempat yang
kelembabannya rendah, 58%, memiliki termometer kering sebesar 35˚C dan
termometer basah hanya 27,5˚C sehingga kelembabannya rendah.

4. Bagaimanakah perbandingan selisih temperatur terbesar dari satu habitat dengan


selisih temperatur terbesar dari habitat-habitat yang berbeda?
Selisih terbanyak adalah 7,5˚C. Perbandingan selisih terbesar yang berada di
parkiran dan di lapangan bola dengan ketinggian yang sama memiliki temperatur
yang sama antara temperatur kering dan basah sehingga kelembaban yang
dihasilkan pun sama.
5. Perbedaan-perbedaan apa yang terdapat di antara keempat habitat sehingga
menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur dan kelembaban nisbi?
Perbedaan dari faktor pencahayaan matahari, angin, dan air dalam tanah
mempengaruhi kelembaban suatu tempat masing-masing. Seperti pada ruangan,
maka ada pembatasan cahaya dan angin yang masuk, sehingga kelembaban
cukup tinggi. Berbeda dengan diluar ruangan yang tidak ada pembatas apapun
untuk sinar matahari yang masuk dan angin yang berhembus di tempat itu.

6. Bagaimana pengaruh interaksi faktor biotik dan abiotik terhadap ekosistem?


Abiotik adalah makhluk bernyawa. Makhluk tersebut memerlukan
penunjang/komponen lain untuk keberlangsungan hidup mereka. Tanpa adanya
air, makhluk bernyawa akan mengalami kesulitan dalam proses perkembangan
dan pertumbuhannya. Tanpa adanya media tanah, makhluk hidup akan
mengalami penguraian oleh dekomposer atau organisme organisme kecil di dalam
tanah.
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Simpulan
1. Untuk mengetahui kelembaban nisbi, suhu termometer kering dan basah sangat
diperlukan karena angka dari termometer kering dang basah akan mempengaruhi
tinggi rendahnya kelembaban suatu tempat.
2. Jika selisih antara termometer kering dan termometer basah banyak, kelembaban
nisbi akan cenderung rendah.
3. Ada beberapa faktor yang berperan penting unutk menentukan tinggi rendahnya
kelembaban suatu tempat, seperti penyinaran, angin, suhu, dan lainnya. Dan
adanya keterkaitan antara faktor satu dengan lainnya.
4. Luar ruangan lebih cenderung memiliki kelembaban yang lebih rendah daripada
di dalam ruangan karena semakin tinggi temperatur suhu, maka semakin rendah
kelembabannya. Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban.
DAFTAR PUSTAKA

A'yun, R. Q, dkk. 2013. Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.Ridha, R. M.,dkk. 2015. Ekologi. Bengkulu : Universitas
bengkulu.
Anonim. 2012. Ekologi Tumbuhan dan Ekosistem. http://rantanie.blogspot.com/.
Diakses pada 15 Oktober 2020. Surabaya.
Ardhana, I. P. G. 2012. Ekologi Tumbuhan. Bali: Universitas Udayana
BMC. 2012. Keanekaragaman Hayati Biodiversitas. https://biologimediacentre.com.
Diakses pada 15 Oktober. Surabaya.
Risma, dkk. 2019. Kajian Autekologi Harao Area vestiaria Giseke pada Hutan Dataran
Tinggi di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah . Vol. 13.
No 1 : 87-97
Sembel, D. T. 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta. Andi Offset.
Swarinoto, Y. S. dan Sugiyono. 2011. Pemanfaatan Suhu Udara dan Kelembaban
Udara dalam Persamaan Regenerasi untuk Simulasi Prediksi Total Hujan Bulanan
di Bandar Lampung. Meteorologi dan Geofisika. Vol. 12. No. 3 : 271-281

Anda mungkin juga menyukai