PRAKTIKUM EKOLOGI
ANALISIS VEGETASI
HUTAN WANAGAMA
Oleh:
Roni Ardyantoro
13308141044
13308141050
Hana Widiyanti
13308144006
Salma Nadiyah
13308144013
Kelompok V
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai
komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain
suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk
hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga
berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu
populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu
sistem yang menunjukkan kesatuan (Ansari Fuad. 1975).
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan/ingin diteliti. Populasi ini sering
juga disebut Universe. Anggota populasi dapat berupa benda hidup maupun benda
mati, dimana sifat-sifat yang ada padanya dapat diukur atau diamati. Populasi yang
tidak pernah diketahui dengan pasti jumlahnya disebut "Populasi Infinit" atau tak
terbatas, dan populasi yang jumlahnya diketahui dengan pasti (populasi yang dapat
diberi nomor identifikasi), misalnya murid sekolah, jumlah karyawan tetap pabrik, dll
disebut "Populasi Finit". Suatu kelompok objek yang berkembang terus (melakukan
proses sebagai akibat kehidupan atau suatu proses kejadian) adalah Populasi Infinitif
(Duncan Robert et al. 1988).
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinam is. Dalam
ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi
yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring
dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung.
Dilakukan dengan membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi
yang ada.
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif
bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan
vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon
dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah,
pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi
pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung
pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh
vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung
struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.
(Hadisubroto, 1989)
B. TUJUAN
Mempelajari struktur vegetasi dan membuat interpretasi fungsi komunitas tumbuhan
tumbuhan pada tegakan yang dipelajari
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vegetasi
Vegetasi merupakan unsur yang dominan yang mampu berfungsi sebagai
pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan
sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang alamiah dari garis,
bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang,
akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga maupun
buahnya (Rochman, 2005).
Kimball
(2005)
menyatakan
bahwa
hutan
hujan
tropis
mencapai
perkembangan sepenuhnya pada bagian belahan bumi sebelah barat dan mencapai
perkembangan sepenuhnya di bagian tengah dan selatan,sangat beragam spesiesnya.
Disana,
jarang
dijumpai
dua
pohon
dari
spesies
yang
sama
tumbuh
dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak
digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode
garis petak (untuk risalah permudaan) dalam kegiatan-kegiatan penelitian di bidang
ekologi hutan seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang bersangkut paut
dengan Sumber Daya Alam (Latifah, 2005).
B. Struktur Vegetasi
Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu
area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas
(keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari
beberapa faktor seperti : flora setempat, habitat, (iklim,tanah dan lain-lain), waktu dan
kesempatan. Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari
pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah bagi tumbuhan di
sekitarnya. Ketersediaan air dalam tanah ditentukan oleh kemampuan partikel tanah
memegang air. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat dalam
ruang-ruang antar butir tanah yang membentuknya. Air tanah dapat dibedakan
menjadi dua yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal terdapat
pada bidang tanah yang mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembentukan
tanaman. Melalui profil, kedalaman air dapat diduga berdasarkan tinggi, maka air
tanah yang selalu mengalami periode naik turun sesuai dengan keadaan musim atau
faktor lingkungan luar lainnya. Kedalaman muka air tanah yang dimaksud adalah
kedalaman muka priotik yaitu kedalaman muka air tanah sumur-sumur gali yang ada
(Kusumawati, 2008).
Penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi
tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk
menjawab kebutuhan mahkluk hidup Mengingat tinggi dan pentingya nilai hutan,
maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan apapapun konsekuensi yang harus
dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta
perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang. Produktivitas
tegakan ataupun ekosistem hutan Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai
mata rantai pemeliharaan (Marsono, 2004).
Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan
atau pembinaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam satu
kesatuan pengelolaan hutan dalam rangka melindungi hutan berikut komponen yang
ada didalamnya dari berbagai macam faktor penyebab kerusakan. Hutan jika ditinjau
dari aspek kesehatannya terbagi atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni
pada tegakkan hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan
ekosistem yang lebih menjurus pada landscape (Marsono, 2004).
C. Hutan Wanagama
Kawasan Hutan Wanagama yang luasnya hampir mencapai 600 hektar
merupakan tumpuan harapan bagi banyak orang yang bermukim di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya untuk kepentingan ekonomis ataupun kebutuhan
akan jasa lingkungan sebagai paruparu kota dan sebagai media pembelajaran alamiah
ataupun oleh pemerintah daerah sebagai salah satu aset wisata alam bagi daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh
lewat kehadiran kawasan Hutan wanagama ini, maka upaya untuk mempertahankan
fungsi dan peran kawasan ini harus terus dilakukan (Irwanto, 2006).
Bahwa hutan yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik
dalam hutan tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan
pengelolaan hutan saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai
oleh adanya pohon-pohon yang tumbuh subur dan produktif, akumulasi biomasa dan
siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu
tumbuhan, serta membentuk ekosistem yang khas (Kimmins, 1987).
Ekosistem hutan yang sehat terbentuk setelah hutan mencapai tingkat
perkembangan klimaks, yang ditandai oleh tajuk berlapis, pohon-pohon penyusun
terdiri atas berbagai tingkat umur, didominasi oleh pohon-pohon besar, serta adanya
rimpang yang terbentuk karena matinya pohon. Ekosistem hutan yang sehat tercapai
bila tempat tumbuhnya dapat mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya
sendiri secara alami, mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin
stabilitas habitat untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di
antara komunitas tumbuhan, hewan dan lingkungan (Widyastuti, 2004).
Kesehatan hutan dan kesehatan ekosistem tersebut menunjukkan bahwa
keduanya merupakan tingkatan-tingkatan integrasi biologis. Konsekuensinya ialah
antara keduanya mempunyai karakteristik yang sama, namun demikian terdapat
perbedaan yang fundamental. Aspek kesehatan ekosistem lebih berhubungan dengan
pola penutupan vegetasi dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas, sedangkan
kesehatan hutan lebih menekankan pada kondisi untuk memperoleh manfaatnya
(Sumardi,2004).
pelaksanaannya
ukuran
kuadrat
disesuaikan
dengan
tingkat
Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama
(Gambar 6.10). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis
rintis digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan
garis rintis itu sendiri dan suatu garis yang tegak lurus terhadap gads rintis
tersebut melatui titik
contoh.
Di dalam metode ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan
ordinat khayalan, sehingga di setiap titik pengukuran terdapat empat buah
quadran. Pilih saw pohon di setiap quadran yang letaknya paling dekat dengan
titik pengukuran dan ukurjarak dari masing-masing pohon tersebut ke titik
pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat
pohon yang terpilih.
BAB 3
ALAT DAN BAHAN
A.
2.
Patok
(40 batang)
b.
(3 ball raksasa)
c.
(30 meter)
d.
Pisau tajam
(1 buah)
e.
(100 biji)
f.
(1 buah)
g.
Kertas label
(100 lembar)
h.
(1 buah)
i.
Kamera
( 1 buah)
Patok
20 buah)
b.
(1 buah)
c.
Thermometer
(1 buah)
Hygrometer
(1 buah)
(1 buah)
B.
LANGKAH KERJA
1. QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES
Menyiapkan alat dan baham yang dibutuhkan.
Membuat plot seluas 4x4 m. Kemudian mencatat dan menghitung jumlah spesies yang ada.
Memperluas plot sebesar dua kali lipat dari luas sebelumya dan kembali mencatat serta
menghitung jumlah spesiesyang ada. Teerus melakukan hal ini hingga tidak ditemukan
spesies baru pada plot tersebut.
Mengolah data yang diperoleh untuk mendapatkan grafik untuk menentukan luas minimal
plot.
Setelah luas miimal plot diketahui, membuat plot seluas plot minimal sebanyak beberapa kali.
Mencatat dan menghitung jumlah spesies yang ada.
Mengolah data yang diperolek untuk mendapatkan grafik penentuan jumlah minimal plot.
Melakukan perhitungan terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan nilai penting pada
setiap tegakan, dan selanjutnya menetapkan kedudukan (rank) masing-masing spesies
Membuat arah garis pertama yang arahnya disesuaikan dengan arah kompas (compass line).
Membuat garis kedua yang arahnya tegak lurus dengan garis pertama sehinnga saling
berpotongan membagi daerah masing-masing menjadi 4 quarter.
Menetukan / memilih point / titik yang diprioritaskan untuk diamati terlebih dahulu. Jumlah
point yang dibutuhkan disesuaikan dngan jumlah minimal plot yang dibutuhkan dalam teknik
kuadrat.
Mengukur jarak pohon yang memiliki diameter 1 cm atau lebih, yag terdekat dengan point
center, pada setiap quarter pada masing-masing point dengan point center.
Mencatat nama spesies dan mengukur diameter pohon yang dipilih dan mengukur luas
penutupan tajuk.
Melakukan perhitungan terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan nilai penting pada
tiap tegakan, dan selanjutnya menetapkan kedudukan (rank) masing-masing spesies
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
jumlah spesies
20
14
15
14
12
10
data pengamatan
10 persen
sejajar
0
0
50
100
150
200
250
300
m2
20
19.6
jumlah speseis
18.2
4, 14
15
5, 14
3, 12
10
1, 8
data pengamatan
2, 9
10 persen
sejajar
5
1.4
0
0
0
jumlah plot
ANALISIS DATA
Untuk menghitung niali penting setiap spesies pada masing-masing tegakan, perlu dihitung :
a. Densitas absolut =
b. Densitas relatif =
X 100 %
c. Dominansi absolut =
d. Dominansi relatif =
X 100 %
e. Frekuensi Absolut =
f. Frekuensi ralatif =
X 100 %
No Plot
Luas plot
Jumlah spesies
16 m2
32 m2
64 m2
12
128 m2
14
256 m2
14
Kuadrat 1
4m x 4m
Kuadrat II
4m x 8m
Kuadrat III
8m x 8m
Kuarat IV
8 mx 16 m
Kuadrat V
16 m x16m
Plot
Jenis Tumbuhan
Jumlah
Podocarpus macrophyllus
52
Glerecidae sepium
24
Hoplismenus bourmanii
Maclura coccinensis
Mimosa sp
Barleria prionitis
Pasifora
Mitragina specioca
Glerecidae sepium
16
10
Swietenia macropilla
11
Podocarpus macrophyllus
12
Pasifora
12
13
Maclura coccinensis
14
Barleria prionitis
15
Flacourtia indica
16
Mitragina specioca
Swietenia macropilla
18
Podocarpus macrophyllus
17
19
Glerecidae sepium
13
20
Pasifora
21
Ingu
17
II
III
PERHITUNGAN DATA
Luas minimal plot = 64 m2
Jumlah minimal plot = 3
Sepesies
Podocarpus macrophyllus
Glerecidae sepium
Hoplismenus bourmanii
Maclura coccinensis
Mimosa sp
Barleria prionitis
Pasifora
Mitragina specioca
Swietenia macropilla
Flacourtia indica
Ingu
Jumlah
Densitas absolut
Podocarpus macrophyllus
= 0,3803
Glerecidae sepium
= 0,2760
Hoplismenus bourmanii
= 0,0104
Maclura coccinensis
= 0,0156
Mimosa sp
= 0,0156
Barleria prionitis
= 0,0104
Pasifora
= 0,1041
Mitragina specioca
= 0,0208
Swietenia macropilla
= 0,0885
Flacourtia indica
= 0,0104
Ingu
= 0,0260
Jumlah
0,9919
Total
73
53
2
3
3
2
20
4
17
2
5
Luas
penutupan
9
0
0
0
2
0
0
0
10
0
0
21
Densitas relatif
Podocarpus macrophyllus
X 100% = 38,33%
Glerecidae sepium
X 100% = 27,82%
Hoplismenus bourmanii
X 100% = 1,05%
Maclura coccinensis
X 100% = 1,57%
Mimosa sp
X 100% = 1,57%
Barleria prionitis
X 100% = 1,05%
Pasifora
X 100% = 10,49
Mitragina specioca
X 100% = 2,09%
Swietenia macropilla
X 100% = 8,92%
Flacourtia indica
X 100% = 1,05%
Ingu
X 100% = 2,26%
Jumlah
96,56%
Frekuensi absolut
Podocarpus macrophyllus
=1
Glerecidae sepium
=1
Hoplismenus bourmanii
= 0,33
Maclura coccinensis
= 0,67
Mimosa sp
= 0,33
Barleria prionitis
= 0,67
Pasifora
=1
Mitragina specioca
= 0,67
Swietenia macropilla
= 0,67
Flacourtia indica
= 0,33
Ingu
= 0,33
Jumlah
Frekuensi relatif
Podocarpus macrophyllus
x 100%
= 14,28 %
Glerecidae sepium
x 100%
= 14,28 %
Hoplismenus bourmanii
x 100%
= 4,71%
Maclura coccinensis
x 100%
= 9,57%
Mimosa sp
x 100%
= 4,71%
Barleria prionitis
x 100%
= 9,57%
Pasifora
x 100%
= 14,28 %
Mitragina specioca
x 100%
= 9,57%
Swietenia macropilla
x 100%
= 9,57%
Flacourtia indica
x 100%
= 4,71%
Ingu
x 100%
= 4,71%
Jumlah
99,96%
Dominansi absolut
Podocarpus macrophyllus
= 0,75
Swietenia macropilla
= 0,48
Mimosa sp
= 0,095
Jumlah
1,325
Dominansi relatif
Podocarpus macrophyllus
x 100% = 56,6%
Swietenia macropilla
x 100% = 36,22%
Mimosa sp
x 100% = 12,58%
No Spesies
Nilai penting
Ranking
109,21
Podocarpus macrophyllus
Glerecidae sepium
42,1
Hoplismenus bourmanii
5,76
10
Maclura coccinensis
11,14
Mimosa sp
18,86
Barleria prionitis
10,62
Pasifora
24,77
Mitragina specioca
11,66
Swietenia macropilla
54,71
10
Flacourtia indica
5,76
10
11
Ingu
7,33
2. DATA ABIOTIK
komponen abiotik
Mikroklimat
Edafik
Suhu
Kelembaban
Keceptan angin
Intensitas cahaya
Stuktur
Tekstur
Ph
Kelembaban
Plot
I
II
35
34,5
65 cd
65 cd
0
0
103
85
Liat
Liat
Remah Remah
6,9
7
100
100
II
39,5
65 cd
0
64
Liat
Remah
6,8
100
Poin
I
III
III
Jumlah
Quarter
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
12
Spesies
Glerecidae sepium
Glerecidae sepium
Mimosa sp
Swietenia macropilla
Glerecidae sepium
Glerecidae sepium
Glerecidae sepium
Glerecidae sepium
Glerecidae sepium
Glerecidae sepium
Podocarpus macrophyllus
Podocarpus macrophyllus
Jarak
pohon
46
54
220
Diameter
batang
4,45
1,90
4,13
Basal
area
15,56
2,84
13,40
118
15
208
284
297
10
22
300
350
1924
2,23
7,95
3,18
12,09
2,54
4,77
6,36
7,95
11,77
3,90
49,66
7,94
114,85
5,07
17,87
31,78
49,66
108,84
PERHITUNGAN DATA
Jarak rata-rata antar pohon (D) =
= 1,6 m
Densitas absolut seluruh spesies (jumlah pohon seluruh spesies setiap 100 m2 =
Densitas absolut tiap spesies
Spesies
Jumlah pohon tiap
quarter
Glerecidae sepium
8/12 = 0,67
Mimosa sp
1/12 = 0,08
Swietenia macropilla
1/12 = 0,08
Podocarpus macrophyllus 2/12 = 0,17
Jumlah
Basal area
No
Glerecidae
sepium
1
15,56
2
2,84
3
49,66
4
7,94
5
114,85
6
5,07
7
17,87
8
31,78
Jumlah
244,77
Rata-rata 30,60
= 39,06
Mimosa sp
13,40
3,90
49,66
108,84
13,40
13,40
3,90
3,90
158,5
79,25
Dominasi absolut tiap spesies tiap area 100 m2 (dasar basal area)
Glerecidae sepium
= 30,60 x 26,18
= 801,11 cm 2 tiap area 100 m2
Mimosa sp
= 13,40 x 3,12
= 41,80 cm 2 tiap area 100 m2
Swietenia macropilla
= 3,90 x 3,12
= 12,16 cm 2 tiap area 100 m2
Podocarpus macrophyllus = 79,25 x 6,64
= 526,22 cm 2 tiap area 100 m2
Jumlah
1381,29 cm 2 tiap area 100 m2
Frekuensi absolut tiap spesies
Glerecidae sepium
= x 100 % = 100 %
Mimosa sp
= x 100 % = 33,33 %
Swietenia macropilla
= x 100 % = 33,33 %
Podocarpus macrophyllus
= x 100 % = 33,33 %
199,99 %
Jumlah
Densitas relatif tiap spesies
Glerecidae sepium
x100%
= 67,02 %
Mimosa sp
x100%
= 7,99 %
Swietenia macropil
x100%
= 7,99 %
Podocarpus macrophyllus
x100%
= 17,00 %
Jumlah
100 %
x100%
= 57,99 %
Mimosa sp
x100%
= 3,03 %
Swietenia macropil
x100%
= 0,88 %
Podocarpus macrophyllus
x100%
= 38,09 %
Jumlah
99,99 %
x100%
= 50 %
Mimosa sp
x100%
= 16,66 %
Swietenia macropil
x100%
= 16,66 %
Podocarpus macrophyllus
x100%
= 16,66 %
Jumlah
99,98 %
Nilai penting tiap spesies (dengan menggunakan harga dominansi, yang didasarkan atas luas
penutupan)
Rank
catatan
Glerecidae sepium = 67,02 + 57,99 + 50 =175,01
1
pohon
Mimosa sp
pohon
Swietenia macropil
pohon
pohon
B. PEMBAHASAN
1. Quadrat Sampling Techniques
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit
contoh atau sampel. Dalam praktikum kali ini kami mengunakan teknik ploting
dengan menggunakan Quadrat Sampling Techniques. Teknik ini merupakan suatu
teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas
tumbuhan.
Langkah awal kami menentukan luas minimal plot. Kami mengambil data
dimulai dari plot 4x4 kemudian diperbesar hingga tidak ada tambahan spesies
pada pertambahan plot. Kami tidak mendapatkan penambahan spesies pada plot
ke 5 sehingga didapatkan hasil maksimal pada plot 4 dengan jumlah spesies 14
pada luas 8x16 (128 m2). Data tersebut dianalisis didapatkan luas minimal plot
8x8 m2. Kemudian kami menentukan jumlah minimal plot dengan menghitung
jumlah spesies pada setiap plot dan kami berhenti menghitung jumlah minimal
plot jika tidak mendapatkan tambahan spesies baru. Kami tidak mendapatkan
tambahan jenis spesies baru pada plot ke 5 sehingga hanya didapatkan pada plot 4
dengan jumlah spesies 14. Kemudian kami analisis didapatkan jumlah minimal 3
plot.
Dari perolehan nilai penting diperoleh ranking tumbuhan sesuai banyaknya
tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang menjadi sampel pengamatan kami di
Wanagama. Ranking pertama diperoleh Dari perolehan nilai penting ini, diperoleh
ranking tumbuhan sesuai banyaknya tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang
menjadi sampel pengamatan kami di Wanagama. Ranking pertama diperoleh oleh
Podocarpus. Ranking kedua diperoleh oleh Swietenia. Ranking ketiga diperoleh
oleh Glerecidae . Ranking keempat diperoleh oleh Pasifora. Ranking kelima
diperoleh oleh Mimosa. Ranking keenam diperoleh oleh Mitragina. Ranking
ketujuh diperoleh oleh Maclura. Ranking kedelapan diperoleh oleh Barleria.
Ranking kesembilan diperoleh oleh Ingu. Ranking kesepuluh terdiri dari dua jenis
spesies, yaitu diperoleh oleh Hoplismenus dan Flacourtia. Namun, dalam
penghitungan nilai penting ini, tidak semuanya memiliki nilai dominansi relatif,
hanya tumbuhan tumbuhan yang termasuk dalam kategori dominan saja.
Di areal pengamatan kami, Podocarpus macrophyllus
merupakan
Jika
tumbuhan-tumbuhan
ini
tidak
mampu
beradaptasi
diukur dengan alat sebab hampir tidak ada angin, struktur tanahnya liat dengan
tekstur tanah remah, pH tanah 6,9 dan kelembapan tanah 100 % karena pada saat
pengamatan dilakukan pada saat musim hujan.
Pada plot 2 juga tidak jauh berbeda dengan plot 1 yaitu suhu udaranya sebesar
34,5 0C, kelembaban udaranya 65 cd, kecepatan angin 0, intensitas cahaya 85,
sedangkan komponen edafik yang meliputi struktur tanahnya liat, dengan tekstur
renah, pH tanah netral yaitu sebesar 7, dan kelembaban tanah 100 %.
Begitu juga dengan plot 3 komponen abiotik yang diukur juga sama dengan
plot1 dan plot 2, dimana suhu udara sebesar 39,5, kelembaban udaranya 65 cd,
kecepatan angin 0, intensitas cahaya 64 dimana plot 3 terdapat pohon Swietenia
macropilla yang mempunya kanopi sehingga cahaya tidak bisa masuk secara
optimal karena terhalang oleh tajuk pohon Swietenia macropilla, komponen
edafik yang meliputi struktur tanahnya liat, dengan tekstur renah, pH tanah
mendekati netral yaitu sebesar 6,8, dan kelembaban tanah 100 %.
KESIMPULAN
Dari analisis data yang kami lakukan pada pengamatan vegetasi hutan Wanagama,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Quadrat Sampling Techniques
Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati dengan
Quadrat Sampling, vegetasi yang mendominasi yaitu tumbuhan Podocarpus
macrophyllus . Sehingga dapat diketahui melalui tekhnik pengamatan ini produsen
utama yaitu Podocarpus macrophyllus .
2. Point Quarter Techniques
Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati dengan
Teknik Point Quarter, vegetasi yang bertindak sebagai produsen berdasarkan data
hasil peringkat adalah Glerecidae sepium yangmenduduki peringkat pertama.
Sehingga dapat diketahui Glerecidae sepium merupakan produsen pertama dalam
ekosistem tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . Analisis Vegetasi Metode Kuadrat, (online), www.2dix.com/pdf/analisis-vegetasimetode-kuadrat-pdf.php diakses Senin, 22 November 2010.
Anonim.
Apa
dan
Bagaimana
Mempelajari
Analisis
Vegetasi,
(online),
www.boymarpaung.wordpress.com/apa-dan-bagaimana-mempelajari-analisis-vegetasi/
diakses Senin, 22 November 2010.
Anonim.Hutan,(online),www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/968/1/hutansiti12.pdf. diakses Senin, 22 November 2010.
Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Duncan Robert et al. 1988. Biostatistics For Health.New York: Wiley Medical Publication
Fuad, Ansari. 1975. Prinsip- prinsip dan Dasar Statistika dalam perencanaan Kesehatan.
Surabaya. Airlangga University Press
Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi Dasar. Deptdikbud. Jakarta.
Syafei, 1990. Dinamika Populasi: Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.