Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Provinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan

sumberdaya alam yang melimpah, termasuk keanekaragaman jenis flora dan

faunanya.Wilayah Provinsi Gorontalo termasuk daerah agraris dengan keadaan

topografi datar, berbukit-bukit sampai dengan bergunung sehingga berbagai jenis

tanaman pangan dapat tumbuh dengan baik di daerah ini. Jika dilihat dari data

luas kawasan hutan Provinsi Gorontalo pada Tahun 2004 berdasarkan TGHK

(Tata Guna Hutan Kesepakatan) maka luas Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo

seluas 826.378,12 ha yang terdiri dari hutan lingdung, hutan produksi dan hutan

konservasi (Anonim, 2013).

Dalam Tumbuhan bawah adalah suatu tipe vegetasi dasar yang terdapat di

bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, yang meliputi

rerumputan, herba dan semak belukar. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika,

tumbuhan bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan

lapisan tumbuhan penutup tanah pada stratum E (Soerianegara dan Indrawan

2008).

Lombongo merupakan salah satu Desa yang berada di kecamatan Suwawa

Timur dengan luas wilayah kecamatan 489,20 Km2atau mencapai 24,65 % dari

luas Kabupaten Bone Bolango.

Lombongo juga menjadi desa yang memiliki berbagai macam tumbuh-

tumbuhan diantaranya yakni herba, perdu, pohon yang terdiri dari kayu, bambu,

palem, dan tumbuhan bawah, sehingga berperan dalam keseimbangan ekosistem.

1
Tumbuhan herba, perdu dan pohon merupakan penampakan luar vegetasi

(fisiognomi), sehingga menampakan keanekaragaman flora yang terdapat di

kawasan hutan Desa Lombongo Kecamatan Suwawa Timur. Keanekaragaman

hayati tersebut terlihat dari banyaknya jenis flora endemik yang terdapat di Pulau

Sulawesi. Menurut Indriyanto (2006), nilai konservasi merupakan ukuran kualitas

suatu area untuk mendeteksi seberapa besar suatu kawasan yang dikelola

mencapai tujuan konservasi.dari penjelasan tersebut jelas bahwa

Uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul: Analisis

Struktur Dan Komposisi Tumbuhan Bawah Di Jalur 1 Lombongo Kecamatan

Suwawa Timur Kabupaten Bonebolango.

A. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah struktur dan komposisi tumbuhan bawah yang hidup di Jalur

Lombongo Kecamatan suwawa Timur Kabupaten Bone bolango ?

2. Jenis Tumbuhan Bawah apa saja yang ada di jalur Lombongo Kecamata

Suwawa Timur Kabupaten Bonebolango ?

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan

komposisi tumbuhan bawah di Jalur Lombongo Kecamatan Suwawa Timur

Kabupaten Bonebolango.

2
C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah memberikan informasi

terkait struktur dan komposisi tumbuhan bawah yang ada di Resort 1 Lombongo

Suwawa Timur Kabupaten Bonebolango dan sebagai salah satu masukan kepada

instansi terkait dalam rangka pengelolaan kawasan hutan di Resort Rombongo

Kabupaten Bone Bolango.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur dan Komposisi Jenis

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari

beberapa spesies yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme

kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama

individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya

sehingga merupakan suatu sistem yang hidup serta dinamis (Irwanto, 2007).

Keberadaan tumbuhan bawah di lantai hutan dapat berfungsi sebagai

penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan

bahaya erosi. Selain itu, tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai

indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan

tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah

diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif. Namun tidak

jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang

menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tanaman

monokultur yang dibudidayakan.

Ditegaskan pula bahwa elemen pokok dari struktur adalah bentuk

pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan (coverage). Komposisi vegetasi

merupakan susunan dan jumlah individu yang terdapat dalam suatu komunitas

tumbuhan. Komposisi dan struktur vegeatsi salah satunya dipengaruhi oleh faktor

tempat tumbuh (habitat) yang berupa situasi iklim dan keadaan tanah (Indriyanto

2009).

4
Indrawan (2002), mengemukakan pentingnya mengetahui komposisi.

Dikatakan bahwa komposisi hutan alam merupakan salah satu aspek ekologis

yang penting bagi pengetahuan pengelolaan hutan. Istilah komposisi digunakan

untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon dalam hutan. Selanjutnya

dinyatakan pula bahwa salah satu ciri hutan hujan tropika adalah mayoritas

penutupnya terdiri dari tumbuhan berkayu berbentuk pohon (Martini, 2009).

komposisi dan kelimpahan jenis dapat berbeda berdasarkan perbedaan tempat dan

waktu.

Struktur tegakan juga dapat memberikan informasi mengenai dinamika

populasi suatu jenis atau kelompok jenis mulai dari tingkat semai, pancang, tiang

dan pohon (Marsono, 2010). Berdasarkan struktur tegakan dapat diduga tingkat

mortalitas dan dengan mengetahui riap diameter pada tiap kelas diameter dapat

diduga volume produksi pada rotasi tebang berikutnya berdasarkan asas

kelestarian. Suatu jenis tumbuhan dalam hubungannya dengan keadaan

lingkungan dari suatu ekosistem akan membentuk suatu sistem fungsi tertentu.

Setiap individu jenis tersebut mempunyai toleransi yang berbeda dalam

beradaptasi dengan lingkungan dan masing-masing individu tersebut mempunyai

kondisi lingkungan tertentu dimana ia dapat tumbuh secara optimal. Oleh karena

itu pada umumnya penyebaran jenis tumbuhan akan berbeda terutama dalam hal

kehadiran dan kelimpahannya

B. Tumbuhan Bawah

Tumbuhan bawah pada suatu komunitas merupakan tumbuhan yang hidup

secara liar dan berkembang secara alami.Tumbuhan bawah juga mempunyai

5
korelasi nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis,

kerapatan, dan dominansinya. Vegetasi tumbuhan bawah dapat digunakan

sebagai penahan pukulan air huj an dan aliran permukaan , selain itu dapat

juga di jadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah

dalam meningkatkan kesuburan tanah (Dahlan , 2011).

Salah satu komponen dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah adanya

tumbuhan bawah. Masyarakat tumbuhan bawah ini hidup dan berkembang biak

secara alami dan selalu menjadi bagian dari komponen komunitas ekosistem hutan

tersebut. Sebagai bagian dari suatu komunitas, tumbuhan bawah mempunyai

korelasi yang nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam halpenyebaran jenis,

kerapatan, dan dominansinya (Soerianegara dan Indrawan, 2008).

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008), tumbuhan bawah adalah

suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali

permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan dan vegetasi semak belukar.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa jenis -jenis pohon kecil (perdu), semak -semak,

dan tumbuhan bawah serta lia na perlu dipelajari juga karena tumbuh-tumbuhan

ini antara lain :

1. Merupakan indikator tempat tumbuh

2. Merupakan pengganggu bagi pertumbuhan permudaan pohon-pohon

penting

3. Penting sebagai penutup tanah

4. Penting dalam pencampuran serasah dan pembentukan bunga tanah.

6
Pada lahan-lahan atau tegakan hutan tanaman, tumbuhan bawah seringkali

dianggap sebagai gulma. Menurut Nazif M dan Pratiwi (2009), gulma adalah

tumbuhan yang mengganggu tanaman budidaya, sebab gulma memiliki

kemampuan bersaing dengan tanaman pokok dalam hal unsur hara, cahaya, air

dan tempat tumbuh. Selain itu juga dapat berperan sebagai perantara dari hama

penyakit dan juga dapat bersifat alelopati yang dapat menimbulkan gangguan

fisiologis bagi tanaman pokok.

Rahmawaty (2008), mengklasifikasikan tumbuhan berdasarkan bentuk

pertumbuhannya ke dalam tiga klasifikasi, yaitu:

1. Pohon yaitu tanaman tahunan, berkayu, berukuran besar dengan satu

batang

pokok tajuk yang jelas, dengan tinggi lebih dari 5 meter.

2. Semak yaitu tumbuhan berkayu dengan tinggi antara 1-5 meter, biasanya

mempunyai cabang pada pangkal batang dan dekat tajuk.

3. Herba yaitu tumbuhan tanpa batang berkayu yang hidup di tanah. Herba

dibagi dalam tiga kelompok yaitu ferns (paku-pakuan), graminoids

(rumput-rumputan), dan forbs (herba selain paku-pakuan dan rumput -

rumputan).

C. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi

Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri.

Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

semai, liana, epifit, maupun tumbuhan bawah. Vegetasi merupakan kumpulan

tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa spesies yang hidup bersama-

7
sama pada suatu tempat. Mekanisme kehidupan bersama tersebut memiliki

interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri

maupun dengan organism lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup

serta dinamis (Irwanto, 2007).

Menurut Fachrul (2007), secara garis besar struktur vegetasi dibatasi oleh

tiga komponen, yaitu sebagai berikut;

1. Stratifikasi yang merupakan diagram profil menggambarkan lapisan

(strata) pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi

tersebut.

2. Penyebaran horizontal dari jenis penyusun vegetasi tersebut, yang

menggambarkan letak dan kedudukan dari satu anggota terhadap anggota

yang lain. Bentuk penyebaran tersebut dapat digolongkan menjadi tiga tipe

yaitu acak, berkelompok, dan teratur.

3. Kelimpahan atau banyaknya individu dari jenis penyusun tersebut.

Selanjutnya menurut Keershaw, (1973 dalam Fachrul, 2007), Struktur

vegetasi dibatasi oleh tiga komponen yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal

atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran

individu dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Kelimpahan (abundance)

tumbuhan yang ada dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan nilai kerapatan

(density) atau berat kering bahan atau bagian tumbuhan yang dihasilkan persatuan

luas.

8
Suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di

dalam suatu ruang. Onrizal, (2007), menjelaskan bahwa Struktur vegetasi

merupakan dasar utama kajian ekologi.

Michael (2008), menjelaskan struktur vegetasi didasarkan oleh parameter

vegetasi seperti densitas (kerapatan) dan frekuensi.

1. Densitas (Kerapatan)

Densitas atau yang lebih dikenal dengan kerapatan merupakan jumlah

individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100

individu/ha. Kerapatan suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh

dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat.

Biasanya kerapatan dinyatakan dalam besaran persentase (Irwanto, 2007).

Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan jumlah atau

banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis,

makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas.

2. Frekuensi

Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis-jenis dalam

suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi

yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang

kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Frekuensi spesies

tumbuhan merupakan sejumlah petak contoh tempat ditemukannya suatu

spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan

besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies organisme dalam

pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem.

9
Pengamatan yang dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak

petak contoh yang terdapat di dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti

makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit petak

contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi

spesies spesies tersebut. Dengan demikian, frekuensi tersebut dapat

menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari,

meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya.

3. Dominansi

Dominansi adalah proyeksi luas tajuk pada permukaan tanah dari

masing-masing jenis pohon tercacah. Data ini biasanya dinyatakan dengan

persentase dari total daerah tutupan terhadap luas petak secara keseluruhan.

Data ini bisa diperkirakan dengan serentetan titik-titik cuplikan. Penaksiran

dapat dilakukan secara langsung, dan perlu diketahui bahwa cabang

berbagai jenis pohon hutan sering tumpang tindih. Oleh karena itu,

penghitungan total penutupan semua jenis dalam suatu petak cuplikan akan

sering mencapai > 100%.

4. Indeks Nilai Penting

Indriyanto (2009), menjelaskan bahwa Indeks nilai penting merupakan

parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat

penguasaan spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies-

spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki

indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan

tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling tinggi.

10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan direncanakan, dilaksanakan pada Kawasan Taman

Nasional Nani Wartabone Resort 1 Desa Lombongo Kecamatan Suwawa Timur,

Kabupaten Bonebolango. Penelitian direncanakan selama 2 bulan terhitung,

mulai bulan April 2017 sampai dengan bulan Mei 2017 mulai dari tahap persiapan

sampai penyusunan laporan hasil penelitian.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah , GPS (Global Posistion

System) Kamera Digital, Meteran Roll, kompas, meteran, caliper, dan alat tulis

menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tali sheet, dan tali rafia.

C. Populasi dan sampel

Pada penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah semua jenis

populasi tumbuhan bawah seluas 32 hektar yang ada dikawasan Jalur Lombongo

Kecamatan Suwawa Timur. Adapun luas penelitian ini diambil dengan sampel

perwakilan 12,5% dari total keseluruhan 32 hektar sehingga mendapat 4 hektar.

Dan metode yang digunakan adalah Transek atau Jalur ..

D. Teknik pengambilan data

Teknik pengambilan data pada penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

1. Menentukan posisi awal penentuan titik patok pembuatan plot

menggunakan GPS (Global Positioning System).

2. Menentukan garis transek sebanyak lima jalur transek, setiap transek

panjangnya 200 m dan jarak antara garis transek 50 m.

11
3. Pada setiap jalur transek dibuat plot-plot pengamatan sebanyak 10 plot

dengan ukuran masing-masing plot 10x10 m, kemudian jarak antara plot

10 m.

4. Mencatat semua jenis tanaman yang terdapat dalam plot pengamatan

dalam tally shet yang telah disediakan

5. Jenis-jenis yang belum diketahui dibuat herbarium untuk identifikasi lebih

lanjut

Untuk lebih jelasnya dapat dilakukan pengamatan pada gambar di bawah

ini:

Gambar 1. Desain Plot Pengamatan

12
E. Analisis Data

Menurut Muller Dambois dan Ellenobero (1994), menyatakan bahwa

untuk mendapatkan struktur dan komposisi suatu vegetasi, maka digunakan rumus

sebagai berikut :

1. Kerapatan

Total Individu Suatu Spesies


Kerapatan (K) =
Luas daerah yang di sampling

Kerapatan Suatu Spesies


Kerapatan Relatif (KR) = X 100 %
Kerapatan Seluruh Spesies

2. Frekwensi

Jumlah titik yang ditemukannya suatu spesie


Frekuensi (F) =
Jumlah seluruh titik pengukuran

Frekuensi Suatu Spesies


Frekuensi Relatif (FR) = X 100 %
Frekuensi Seluruh Spesies

3. Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting = Kerapatan R elatif + Frekuensi relative

Menurut Indriyanto (2009) Indeks Nilai Penting (INP) adalah parameter

kuantitatif yang dapat di pakai untuk menyatakan tingkat dominasi

(tingkat penguasaan) spesies-spesies komunitas tumbuhan. Indeks Nilai

Penting (INP) di peroleh dari penjumlahan Densitas Relatif (DR) dengan

Freekuensi Relatif (FR).

Rumus : INP = DR + FR

13
4. Indeks keanekaragaman (Diversitas)

Menurut Fachrul (2007) penentuan indeks keanekaragaman

(Diversitas) digunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon dan

Wiener :

H = log
i=1

dimana :

H' = Indeks diversitas

s = Jumlah seluruh spesies

pi = ni/N (Jumlah individu suatu spesies/Jumlah total seluruh spesies)

ni = Jumlah individu spesies ke-i (i = 1,2,3, ...)

N= Jumlah total seluruh spesies

Dengan Kriteria :

Nilai Indeks Kriteria


diversitas
H<1 Menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis adalah rendah
atau sedikit, dimana produktivitas rendah, kondisi ekosistem
rendah, dan tekanan ekologis rendah;
H 1 s/d 3 Menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis adalah sedang,
dimana produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup
seimbang, dan tekanan ekologis sedang;
H>3 Menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis adalah tinggi,
dimana produktivitas tinggi, kondisi ekosistem tinggi, dan
tekanan ekologis tinggi.
(Sumber: Fachrul, 2006)

5. Indeks kemerataan (Indeks of Evennes)


E=

14
Dimana E = Indeks Kemerataan jenis, H = Indeks Keanekaragaman

Shannon-Wiener, dan S = Jumlah jenis yang teramati.

6. Indeks kekayaanMargalef (R)

Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan

Indeks Kekayaan Margalef (1958) dalam Fachrul (2006), sebagai berikut:

Dimana :

R = Indeks kekayaan jenis (indices of species richness)

S = Jumlah total jenis dalam suatu habitat (species per habitat)

NO = Jumlahindividupadasuatu habitat (individu per habitat)

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Umum Tentang Lokasi Penelitian

Lombongo merupakan salah satu Desa yang berada di kecamatan Suwawa

Timur dengan luas wilayah kecamatan 489,20 Km2 atau mencapai 24,65 % dari

luas Kabupaten Bone Bolango.

Lombongo juga menjadi desa yang memiliki berbagai macam tumbuh-

tumbuhan diantaranya yakni herba, perdu, pohon yang terdiri dari kayu, bambu,

palem, dan tumbuhan bawah, sehingga berperan dalam keseimbangan ekosistem.

Tumbuhan herba, perdu dan pohon merupakan penampakan luar vegetasi

(fisiognomi), sehingga menampakan keanekaragaman flora yang terdapat di

kawasan hutan Desa Lombongo Kecamatan Suwawa Timur. Keanekaragaman

hayati tersebut terlihat dari banyaknya jenis flora endemik yang terdapat di Pulau

Sulawesi.

4.2 Hasil penelitian

A. Komposisi Vegetasi Tumbuhan Bawah

Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi yang dilakukan di Wilayah

Taman Nasional Nani Warta Bone, Kabupaten Boalemo terdapat 18 spesies

tumbuhan bawah yang ditemukan disemua jalur transect pada Kawasan Taman

Nasional Nani Wartabone Resort 1 Desa Lombongo Kecamatan Suwawa Timur,

18 spesises yang ditemukan yaitu : Acriopsis javanica, Aglonema simplex,

Alstonia scholaris, Callamus sp, Caryota rumphiana, Cissus hastata Miq,

Colocasia sp, Corylopsis glabrescens, Davallia denticulata, Dynaria quercifolia

sporangia, Eupatrium odoratum, Juvenile scindapsus sp, Lopatherum gracile

16
Brogr, Lygodium, Nephrolepis biserrata, Robinia pseudoacacia L, Syngonium

podophyllum schott, Tetracera scandens. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

table 4.1 berikut.

Table 4.1 Jumlah jenis dan Individu yang ditemukan pada lokasi
pengamatan
Jumlah
No Nama Jenis Spesies/Jenis
Individu
1 Anggrek Acriopsis javanica 143
2 Tanaman Hias (Sri rejeki) Aglonema simplex 153
3 Pulai Alstonia scholaris 44
4 Rotan Tikus Callamus sp 78
5 Palem Caryota rumphiana 89
6 Siri Hutan Cissus hastata Miq 167
7 Talas Hutan Colocasia sp 142
8 Paku daun Corylopsis glabrescens 154
9 Daun Kepala Tupai Davallia denticulate 124
10 Ketumbar Hutan Dynaria quercifolia sporangia 87
11 Rumput Menjangan Eupatrium odoratum 67
12 Talas Kecut Putih Juvenile scindapsus sp 29
13 Rumput Bambu Lopatherum gracile Brogr 59
14 Hata Lygodium 66
15 Paku Pedang Nephrolepis biserrata 112
16 Lamtoro Robinia pseudoacacia L 121
17 Paku Ekor Kuda Syngonium podophyllum schott 119
18 Daun Batu Tetracera scandens 87

(Sumber : Data primer 2017)

Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi, jenis tumbuhan bawah yang

ditemukan di Resort 1 Suwawa, bahwa dari jumlah spesies yang ditemukan ada

beberapa spesies yang mendominasi, yakni sirih hutan (Cissus hastata Miq)

dengan jumlah individu 167, dan jenis yang paling sedikit ditemukan adalah jenis

talas kecut putih (Juvenile scindapsus sp) hanya 29 individu, banyak atau tidaknya

ditemukan suatu individu pada lokasi kajian ini disebabkan pada kondisi ekologis

17
dari masing-masing spesies yang diamati, dimana jenis talas kecut putih lebih

sedikit ditemukan dikarenakan jenis ini sangat rentan terhadap sinar matahari,

fakta dilapangan pada saat melakukan penelitian telah terjadi fragmentasi habitat

yang mengakibatkan terbukanya kanopi hutan yang dengan secara langsung sinar

matahari langsung menembus kedalam kanopi hutan karena sinar matahari tidak

lagi tertahan oleh adanya kanopi hutan, selain itu pada beberapa jenis tumbuhan

lain yang ditemukan diperkirakan mampu beradaptasi terhadap kondisi ekologis

yang dimaksut, hal ini dibuktikan dengan tingkat kehadiran jenis-jenis lain pada

plot pengamatan.

B. Indeks Nilai Penting

Berdasarkan penjumlahan nilai kerapatan/densitas relative, dan Frekwensi

relative sehingga memperoleh nilai INP tumbuhan bawah pada semua jalur

pengamatan, spesies Aglonema simplex memiliki nilai INP tertinggi dibanding

semua spesies lain yang ditemukan. Spesies Aglonema simplex memiliki Indeks

nilai penting 16.35 %, kemudian disusul spesies Caryota rumphiana memiliki

nilai penting 12.87 %. Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan kepentingan suatu

jenis tumbuhan serta peranannya dalam komunitas,dari hasil perhitungan

Aglonema simplex memiliki INP tertinggi hal ini disebabkan jenis ini sangat

mendominasi Vegetasi tumbuhan bawah di resort 1 Suwawa. Sedangkan spesies

yang memiliki nilai penting terendah dari semua spesies yang ditemukan yakni

spesies Alstonia scholaris dengan nilai INP 5.12%.Beragamnya nilai INP ini

menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh seperti kelembaban,

suhu dan tidak mampu atau kalah berkompetisi, seperti perebutan akan zat hara,

18
sinar matahari dan ruang tumbuh dengan jenis-jenis lainnya yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan .Selanjutnya penjumlahan nilai frekwensi seluruh

spesies tumbuhan bawah memiliki nilai frekwensi yang berbeda hal ini

dikarenakan suluruh spesies tidak dapat dijumpai pada seluruh plot pengamatan.

Adapun perbandingan nilai perhitungan vegetasi tumbuhan bawah baik kerapatan,

frekwensi maupun INP pada seluruh stasiun pengamatan dapat dilihat pada tabel.2

berikut.

Tabel 4.2 Perhitungan Vegetasi Tumbuhan Bawah pada Kawasan Taman


Nasional Nani Wartabone Resort 1 Desa Lombongo
No Spesies/Jenis K KR F FR INP
1 Acriopsis javanica 0.036 7.77 0.6 4.823 12.59
2 Aglonema simplex 0.038 8.311 1 8.039 16.34
3 Alstonia scholaris 0.011 2.391 0.34 2.734 5.12
4 Callamus sp 0.020 4.237 0.54 4.341 8.58
5 Caryota rumphiana 0.023 4.835 1 8.039 12.87
6 Cissus hastata Miq 0.042 9.072 0.32 2.573 11.64
7 Colocasia sp 0.036 7.714 1 8.039 15.75
8 Corylopsis glabrescens 0.039 8.365 0.64 5.145 13.51
9 Davallia denticulate 0.031 6.736 0.54 4.341 11.077
10 Dynaria quercifolia sporangia 0.022 4.726 1 8.039 12.76
11 Eupatrium odoratum 0.017 3.639 0.86 6.914 10.55
12 Juvenile scindapsus sp 0.007 1.576 0.76 6.112 7.68
13 Lopatherum gracile Brogr 0.015 3.205 0.92 7.396 10.60
14 Lygodium 0.017 3.586 1 8.039 11.62
15 Nephrolepis biserrata 0.028 6.084 0.7 5.627 11.71
16 Robinia pseudoacacia L 0.031 6.573 0.44 3.537 10.10
17 Syngonium podophyllum schott 0.030 6.464 0.36 2.894 9.36
18 Tetracera scandens 0.022 4.726 0.42 3.377 8.10
(Sumber : Data Primer 2017)

C. Indeks Keanekaragaman, kemerataan dan indeks kekayaan Jenis


Tumbuhan Bawah

19
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis indeks diversitas, kemerataan dan

kekayaan jenis tumbuhan bawah dijalur 1 lombongo kecamatan suwawa timur

yang telah dilakukan maka diperoleh hitungan untuk indeks diversitas tumbuhan

bawah Di Jalur 1 Lombongo Kecamatan Suwawa Timur Kabupaten

Bonebolango dapat yang disajikan dalam gambar. 1 berikut.

5
5.881
4
2.809
3

2 0.972

0
INDEKS INDEKS INDEKS
DIVERSITAS KEMERATAAN KEKAYAAN

Gambar 4.1 Histogram Indeks Diversitas Tumbuhan Bawah Di Jalur


1 Lombongo Kecamatan Suwawa Timur
Berdasarkan Gambar 4.1 diatas menunjukan bahwa indeks diversitas

tumbuhan bawah di jalur 1 lombongo kecamatan suwawa timur, menunjukan

Rata-rata nilai indeks diversitas sebesar 2.809 nilai tersebut jika dikonfirmasikan

pada kriteria diversitas termasuk dalam kategori diversitas sedang (1,0 < H' < 3),

produktivitasnya cukup dan kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan

ekologis sedang.

Indeks kemerataan menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu

antara setiap spesies. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama,

20
maka komunitas tersebut mempunyai nilai evenness maksimum. Sebaliknya, jika

nilai kemerataan kecil, maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan,

sub-dominan dan jenis yang terdominasi, maka komunitas itu memiliki evenness

minimum. Nilai kemerataan memiliki rentang antara 0 - 1, jika nilai indeks yang

diperoleh mendekati satu berarti penyebarannya semakin merata (Gambar 4.1).

Pada gambar di atas menunjukkan bahwa penyebarannya cukup merata (5.881).

Artinya, tidak ada jenis yang sangat mendominasi pada area tersebut, jumlah

individu pada setiap jenisnya hampir bervariasi dan relatif sama.

Kekayaan jenis adalah jumlah jenis (spesies) dalam suatu komunitas.

Semakin banyak jumlah jenis yang ditemukan maka indeks kekayaannya juga

semakin besar. Indeks kekayaan Margalef membagi jumlah spesies dengan

fungsi logarima natural yang mengindikasikan bahwa pertambahan jumlah

spesies berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah individu. Hal ini juga

menunjukkan bahwa biasanya pada suatu komunitas/ekosistem yang memiliki

banyak spesies akan memiliki sedikit jumlah individunya pada setiap spesies

tersebut.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat dikemukakan bahwa komposisi

spesies tumbuhan bawah yang hidup di jalur 1 Lombongo kecamatan suwawa

timur berjumlah 18 spesies, baik yang dijumpai di daerah tanpa tegakan pohon

naungan maupun di daerah yang dijumpai tegakan beberapa jenis pohon sepertin

Ficus benjamina, Musa paradisiaca. Jumlah rata-rata spesies yang dijumpai di

daerah terbuka lebih banyak dibandingkan dengan daerah ternaungi oleh tegakan.

21
Indeks Nilai Penting jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan

salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan tersebut dalam

komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah

menunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar

terhadap kondisi lingkungan. Semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar

tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya (Soegianto, 1994).

Penguasaan spesies tertentu dalam suatu komunitas apabila spesies yang

bersangkutan berhasil menempatkan sebagian besar sumberdaya yang ada

dibandingkan dengan spesies yang lainnya (Saharjo dan Cornelio, 2011).

Keanekaragaman jenis pada tingkat tumbuhan bawah/semai lebih tinggi

dibandingkan keragaman jenis pada tingkat pohon. Berdasarkan hasil inventarisasi

pada petak cuplikan/plot pada tingkat tumbuhan bawah/semai ditemukan 18 jenis

dengan total 1841 individu (Tabel 4.1). Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah

dapat dilihat pada Tabel 4.2. Jenis-jenis tumbuhan bawah didominasi oleh herba

seperti: Aglonema simplex, Colocasia sp, Acriopsis javanica, Corylopsis

glabrescens, Cyrtandra sp. dan Dynaria quercifolia sporangia. INP Tumbuhan

Aglonema simplex lebih tinggi dari jenis lainnya, ini menunjukkan tumbuhan

tersebut tersebar dan mendominasi tumbuhan bawah. Hal ini patut diwaspadai

karena Aglonema simplex merupakan tumbuhan invasif. Menurut Tjitrosoedirjo

(2007) keberadaan tumbuhan asing invasif dapat mengintervensi habitat alami dan

mengancam keberadaaan jenis tumbuhan asli. Sementara jenis tumbuhan bawah

lainnya sebanyak 5 jenis memiliki nilai INP dibawah 10% yakni Alstonia

scholaris, Callamus sp, Juvenile scindapsus sp, Syngonium podophyllum schott

22
dan Tetracera scandens. Nilai INP yang merata pada banyak jenis dapat dijadikan

sebagai indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu

ekosistem.

Berdasarkan dari hasil indeks diversitas Tumbuhan bawah yang ditunjukan

pada Gambar 4.1 diperoleh rata-rata indeks diversitas tumbuhan bawah pada

lokasi penelitian yang terbagi pada 5 line transec sebesar 2.809. Jika dilihat dari

nilai tolok ukur indeks diversitas maka pada kelima titik sampling termasuk

dalam kategori sedang yang yang aartinya produktivitas cukup dan kondisi

ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis sedang.

Menurut Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai

diversitas spesies tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan

kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu

disusun hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka diversitas spesiesnya

rendah. Selanjutnya, Indriyanto (2009) mengungkapkan bahwa apabila indeks

diversitas Shannon suatu komunitas kurang dari 1,00 berarti komunitas tersebut

kurang beragam.

Suatu komunitas dikatakan mempunyai diversitas yang tinggi jika

komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama

dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan

jika hanya sedikit spesies yang dominan maka diversitas spesies rendah. Odum

(1998) mengatakan bahwa keanekaragaman identik dengan kestabilan suatu

ekosistem, yaitu jika diversitas suatu ekosistem tinggi, maka kondisi ekosistem

tersebut cenderung stabil. Diversitas tinggi, sedang dan rendah dapat disebabkan

23
oleh beberapa faktor yaitu umur suatu komunitas, tingkat kestabilan lingkungan,

waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemasangan, produktivitas dan

penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi di

komunitas tersebut.

Pada lokasi penelitian yaitu di jalur 1 lombongo kecamatan suwawa timur

masih tampak alami akan tetapi hal ini tidak menjamin bahwa diversitas

tumbuhan bawah yang ada didalamnya berada pada kondisi ekologis yang tahan

terhadap tekanan. Tekanan ekologis yang dimaksud yaitu adanya aktivitas

masyarakat. Aktivitas masyarakat yang dimaksut adalah adanya aktifitas

kunjungan didaerah jalur 1 lombongo tersebut, berhubungan dengan aktifitas

tersebut lombongo yang merupakan daerah kajian adalah termasuk kedalam salah

satu onjek wisata yang cukup popular di daerah gorontalo lebih khusus lagi di

kabupaten Bone Bolango,secara tidak langsung akan merubah ekosistem yang ada

lebih khususnya lagi berdampak pada komunitas tumbuhan bawah dalam hal ini

keberadaan spesies dari tumbuhan bawah.

Magurran (1988) menjelaskan bahwa nilai indeks Keanekaragaman (H)

berhubungan dengan kekayaan spesies pada lokasi tertentu, tetapi juga

dipengaruhi oleh distribusi kelimpahan spesies. Semakin tinggi nilai indeks H

maka semakin tinggi pula keanekaragaman spesies, produktivitas ekosistem,

tekanan pada ekosistem dan kestabilan ekosistem Kekayaan jenis adalah jumlah

jenis (spesies) dalam suatu komunitas. Semakin banyak jumlah jenis yang

ditemukan maka indeks kekayaannya juga semakin besar. Indeks kekayaan

Margalef membagi jumlah spesies dengan fungsi logarima natural yang

24
mengindikasikan bahwa pertambahan jumlah spesies berbanding terbalik dengan

pertambahan jumlah individu. Hal ini juga menunjukkan bahwa biasanya pada

suatu komunitas/ekosistem yang memiliki banyak spesies akan memiliki sedikit

jumlah individunya pada setiap spesies tersebut.

Indeks kemerataan menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu

antara setiap spesies. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama,

maka komunitas tersebut mempunyai nilai evenness maksimum. Sebaliknya, jika

nilai kemerataan kecil, maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan,

sub-dominan dan jenis yang terdominasi, maka komunitas itu memiliki evenness

minimum. Nilai kemerataan memiliki rentang antara 0-1, jika nilai indeks yang

diperoleh mendekati satu atau lebih berarti penyebarannya semakin merata

(Gambar 4.2).

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat dikemukan beberapa

kesimpulan sebagai berikut ;

1) Spesies yang dijumpai di jalur 1 lombongo Kecamatan Suwawa Timur

Kabupaten Bonebolango sebanyak 18 spesies yaitu : Acriopsis javanica,

Aglonema simplex, Alstonia scholaris, Callamus sp, Caryota rumphiana,

Cissus hastata Miq, Colocasia sp, Corylopsis glabrescens, Davallia

denticulate, Dynaria quercifolia sporangia, Eupatrium odoratum, Juvenile

scindapsus sp, Lopatherum gracile Brogr, Lygodium, Nephrolepis

biserrata, Robinia pseudoacacia L, Syngonium podophyllum schott,

Tetracera scandens.

2) Spesies yang mendominasi dengan Indeks Nilai Penting (INP) tinggi

adalah Aglonema simplex, Dynaria quercifolia sporangia, Caryota

rumphiana, dan yang mempunyai INP kategori sedang adalah Alstonia

scholaris, Juvenile scindapsus sp.

3) Indeks Keanekaragaman Spesies (H) Tumbuhan Bawah di jalur 1

lombongo Kecamatan Suwawa Timur sebesar 2.809, nilai ini berdasarkan

kriteria diversitas Shanon winner berada dalam kategori diversitas sedang.

5.2 Saran

1) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di KawasanTaman Nasional

Bogani Nani Wartabone wilayah Lombongo disarankan kepadmasyarakat

26
khususnya yang berada di sekitar kawasan agar menjaga kelestarian

ekosistem sehingga keseimbangan lingkungan tetap stabil.

2) Pemerintah yang terkait lebih tegas dan bertanggung jawab dalam upaya

pengelolaan dan pengawasan kawasan Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone untuk tetap menjaga kelestarian ekosistem didalamnya.

3) Diharapkan hasil penelitian ini merupakan informasi ilmiah bagi seluruh

kalangan seperti pemerintah, dan masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arrijani., Dede., Edi, dan Ibnul. Q. 2007. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Biodiversitas Volume 7

Dahlan, M. 2011. Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon


(Paraserianthes falcataria L. Nielsen). [Skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : PT Bumi


Aksara

Indriyanto, 2009. Ekologi Hutan. Jakarta : PT Bumi Aksara

Irwanto, 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan


Lindung Pulau Margesu, Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi
Maluku. Tesis. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Kehutanan. Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Indrawan, M. Richard, B.P, dan Jatna, S. 2007. Biologi Konservasi. Penerbit


Yayasan Obor Indonesia, ConservationI nternational, Pusat Informasi
Lingkungan Indonesia (PILI), Yayasan WWF Indonesia, Uni Eropa, dan
YABSHI, Jakarta.

Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi.PT. Penerbit Institut Pertanian


Bogor. Bogor.

Martini. 2009 . Struktur dan Komposisi Pada Naungan Tectona


GrandisL.F.Di RPH Kelapa Nunggal Kabupaten Pemalang (Skripsi)
Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.

Marsono, D. 2010. Vegetasi Tumbuhan Bawah Tanaman Jati Di KPH


Kendal. Bulitin Fakultas Kehutanan Yogyakarta:Fakultas Kehutanan
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Magurran AE. 1988. Ecological diversity and its measurement. Princeton


University Press, New Jersey.

Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai.


Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Michael, P. 2009. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan Dan


Laboratorium. Judul Asli Ecological Methodes For Field And

28
Laboratory Investigation. Alih BahasaYanti R. Koestoer. Jakarta: UIP
ress

Muller D. Ellenbeng.1994.Aim and Methods of Vegetation Ecology. Jhon


Willey. New York.

Nazif M, Pratiwi. 2009. Teknik Pengendalian Gulma di Persemaian di


bawah Tegakan Para serian thesfalcataria. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hutan.

Onrizal. 2008. Ekologi dan manajemen mangrove Indonesia. Buku Ajar.


Departemen Kehutanan FP USU. Medan.

Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi (Terjemahan). Edisi III. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Rahmawaty. 2008. Hutan: Fungsi dan peranannya bagi masyarakat.


Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode analisis populasi dan


komunitas. Usaha Nasional, Surabaya.

Saharjo BH, Cornelio G. 2011. Suksesi alami paska kebakaran pada hutan
sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten
ErmeraTimor Leste. Jurnal Silvikultur Tropika 2

Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam


Hubungannya dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di
Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. Bogor:
Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB.

Soeria negara, I dan A. Indrawan. 2008. Ekologi Hutan Indonesia.


Departemen Manajemen Hutan. Bogor:IPB

Sune, Nawir N. 2012. Pemodelan Spasial Ekologis Zona Inti Taman Nasional
(StudiKasus Taman Nasional Bogani Nani Wartabone)Provinsi
Gorontalo-Sulawesi Utara. UGM. Yogyakarta

Tjitrosoedirjo SS. 2007. Notes on the profile of Indonesian invasive alien plant
species. Biotropia

29

Anda mungkin juga menyukai