Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN MASYARAKAT DENGAN DINAS KEHUTANAN

TERKAIT STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA WILAYAH TAMAN HUTAN


RAYA RADEN SOERJO
A. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat melimpah, hal itu meliputi
flora dan fauna. Flora di Indonesia mencapai 10% dari yang ada di dunia dan 40% dari flora
di Indonesia merupakan flora endemik. Persebaran flora di Indonesia dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu bagian barat, bagian timur, dan bagian tengah. Pada bagian barat wilayah Indonesia
memiliki hutan hujan tropis terbesar dan terluas di dunia (Pusat Studi Ilmu Geografi
Indonesia, 2015). Salah satu hutan hujan tropis di Indonesia yaitu Taman Hutan Raya
(TAHURA) Raden Soerjo.
TAHURA Raden Soerjo berada di ketinggian 1000-3339 m dpl. TAHURA ini
memiliki curah hujan tahunan berkisar antara 2500-4500 mm. Kelembaban udara disana
cukup tinggi, terendahnya berkisar 42-45% dan tertingginya 90-97% (UPT Taman Hutan R.
Soerjo, 2014). TAHURA Raden Soerjo sebagian besar merupakan hutan lindung dan cagar
alam (Latif, 2014). Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, pihak kehutanan menjelaskan
bahwa banyak terdapat tumbuhan endemik yang dilindungi di TAHURA tersebut. Namun, di
kawasan TAHURA Raden Soerjo banyak tumbuhan yang belum diketahui namanya atau
belum diidentifikasi, salah satunya yaitu tumbuhan berhabitus liana. Hal ini karena
masyarakat sekitar tidak mengerti tentang pentingnya tumbuhan tersebut. Menurut Latif
(2014) bahwa Taman Hutan Raya didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang
ditujukan untuk pendidikan bahkan tempat rekreasi dengan banyaknya koleksi tumbuhan
ataupun satwa alami maupun buatan.
Hutan sebagai sebuah ekosistem merupakan suatu unit fungsional dasardalam ekologi
yang didalamnya mencakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik),
dan diantara keduanya saling mempengaruhi (Odum, 1993). Unsur-unsur yang menyusun
ekosistem hutan, baik biotik maupun abiotik, makhluk hidup maupun benda mati, semua
tersusun sebagai suatu kesatuan dalam ekosistem yang tidak bisa berdiri sendiri. Seluruh
unsur-unsur tersebut saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga
tidak dapat dipisahkan (Indriyanto, 2006). Keterkaitan satu unsur dengan yang lain di dalam
hutan memberikan banyak fungsi dan manfaat hutan untuk manusia dalam mencukupi seluruh
kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Hutan memproduksi
hasil hutan kayu dan hasil hutan non-kayu yang bernilai secara ekonomi, serta
menguntungkan energi penyokong kehidupan manusia. Secara terperinci dapat disebutkan
bahwa hutan bermanfaat sebagai penyedia udara bersih, penyimpan karbon, penyangga
perubahan iklim, habitat satwa liar, air dan rekreasi (Safei dan Tsani, 2016). Berdasarkan data
Departemen Kehutanan RI, luas kerusakan hutan Indonesia mulai terjadi tahun 1950,
kerusakan hutan semakin besar terjadi pada tahun 1970-an yaitu 1,2 juta ha. Sampai dengan
akhir tahun 2000 luas kerusakan hutan adalah 23 juta ha, dengan komposisi 35% adalah
kawasan dalam hutan, dan 65% kawasan luar hutan (FWI/GFW, 2001).
Berdasarkan pemetaan pemerintah Indonesia tahun 1999 bahwa laju kerusakan hutan
secara rata-rata dari tahun 1985-1997 adalah 1,7 juta ha/tahun. Beberapa pulau yang
mengalami kerusakan hutan terbesar dalam kurun waktu tersebut antara lain Sulawesi,
Sumatera, Kalimantan, dan kehilangan tutupan vegetasi tanaman lebih dari 20% (World
Bank, 2000). Jika laju kerusakan hutan berlangsung seperti tahun 1997, dan tidak ada
kegiatan penanaman hutan, maka hutan dataran rendah non rawa di wilayah Sumatera akan
habis pada tahun 2005, sementara untuk hutan dataran rendah non rawa di wilayah
Kalimantan habis pada tahun 2010 (FWI/GFW, 2001).
B. PEMBAHASAN
Taman Hutan Raya R. Soerjo atau yang dikenal dengan Tahura R. Soerjo
merupakan kawasan yang memiliki plasma nutfah yang sangat berlimpah. Kawasan ini
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggimulai dari kelompok fungi, lichen,
bryophyta, pteridophyta, dan spermatophyta. Tahura R. Soerjo merupakan kawasan
pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwayang
dimanfaatkan guna kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan, budaya,budidaya,
pariwisata, dan rekreasi (UPT Tahura R. Soerjo, 2014).
Kawasan Tahura R. Soerjo memiliki luas 27.868,30 Ha. Pengelolaan kawsan ini
terbagi dalam dua wilayah administrasi, yaitu KPPKH Malang UPT Tahura R. Soerjo
dan KPPKH Mojokerto UPT Tahura R. Soerjo.Keanekaragaman hayati yang sangat
berlimpah di Tahura R. Soerjo merupakan salah satu sumber belajar yang dapat
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Penelitianyang dilakukan di kawasan tersebut
merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh data dan informasi
keberadaan dan keanekaragaman suatu jenis. Jannah, dkk. (2009)dalam Jannah (2011)
melakukan penelitian mengenai keanekaragaman lichen foliose di hutan Cangar. Lichen
foliose yang ditemukan berjumlah 14 jenis yang tergolong ke dalam 10 marga dan 8
suku.Lichen foliose memiliki bentuk pertumbuhan seperti lembaran daun. Lichen foliose
ini mudah untuk dipisahkan dari substratnya. Hal ini dikarenakan adanya rhizine sebagai
struktur perlekatan talus ke substrat. Penelitian terkaitperludilanjutkanagar ada penambahan
dan pembaharuan informasi. Lingkup wilayah penelitian ini juga perlu diperluas agar
informasi mengenai keberadaan jenis lichen lainnya dapat diketahui. Oleh karena itu,
penelitian yang dilakukan lebih difokuskan kepada tipe foliose dari familiaPhysciaceae
dan Lobariaceae yang ada di lokasi-lokasi kawasan Tahura R. Soerjo.
Beberapa familia memiliki struktur khusus seperti struktur yang berperan sebagai
pori-pori tempat gas-gas masuk. Struktur tersebut dikenal dengan pseudocyphellae dan
cyphellae. Cyphellae merupakan pori bundar yang mencirikan foliose dari genus Sticta
yang merupakan salah satu anggota dari familia Lobariaceae. Struktur ini berkembang
sebagai celah bundar kecil pada permukaan bawah talus(Hale, dkk., 1973). Korteks bawah
meluas sebagai sebuah pinggiran yang menonjol keluar sehingga memasukkan bagian yang
tertekan seperti kawah kecil. Tekstur jaringan pada bagian bawah dari kawah ialah longgar,
hifa menjadi terpisah untuk membentuk sebuah lapisan dari sel globose. Cyphellae akan
semakin meluas dan membesar dengan garis tepi tidak beraturan seiring dengan
perkembangan talus. Pseudocyphellae merupakan pori-pori yang terbentuk pada
permukaan talus yang menyebabkan penyingkapan hifa-hifa medula yang menonjol keluar
karena patahan tidak dibatasi dengan lapisan hifa-hifa yang padat(Hale, dkk., 1973).
Pseudocyphellae terbentuk pada bagian permukaan atas dan bawah dari beberapa lichen
foliose dan fruticose. Pori-porinya terbentuk melalui margin-margin yang menipis. Pada
Pseudocyphellariayang merupakan salah satu genus dari familia Lobariaceae, struktur
ini berbentuk kutil tidak beraturan. Jaringan dari sel-sel pendek mengisi bagian patahan
tersebut. Ukuran pseudocyphellae biasanya tetap pada kebanyakan spesies dan memiliki
arti penting sekali dalam taksonomi.
Strategi dari aspek lingkunganyang dapat ditempuh adalah dengan penetapan
DesaSumber Brantassebagai daerah penyangga sehingga terdapat peraturan yang jelas
mengenai pemanfaatan lahan. Selama ini belum ada ketentuan secara tertulis
mengenai penetapan Desa Sumber Brantas sebagai daerah penyangga bagi kawasan
Tahura Raden Soerjo. Tindakan pengelolaan kawasan yang dapat dilakukan adalah
dengan penaataan daerah penyangga menjadi wilayah-wilayah atau zona berdasarkan
Bismark, M (2007) dalam jurnal Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi yang membagi daerah penyangga menjadi jalur hijau, jalur
interaksi dan jalur budidaya. Jalur hijau berfungsi untuk melindungi kawasan dari
gangguan yang berasal dari luar kawasan. Jalur interaksi berfungsi sebagai area
peralihan antara kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasanbudidaya
berfungsi sebagai aktifitas perekonomian masyarakat.Karena tidak adanya peraturan
mengenai penetapan jalur hijau pada daerah penyangga, maka penetapan jalur hijau
ditentukan berada pada lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan kawasan
Tahura dengan lebar 10 meter. Jalur hijau akan menjadi batas antara jalur interaksi
dengan kawasan Tahura. Pemanfaatan jalur hijau adalah dengan menanami tanaman
hutan berupa kayu yang dapat memberikan manfaat secara ekonomis bagi pemilik
lahan, juga dapat memberikan manfaat bagi kelestarian lingkungan dan hutan.
Tanaman yang dapat ditanam pada jalur hijau ini adalah kayu sengon.
Jalur interaksi daerah penyangga ditentukan berada pada lahan pertanian masyarakat
yang berada di sekitar kawasan Tahura. Hal ini berdasarkan pertimbangan karena pada
jalur interaksi lahan masih dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan dapat diambil
nilai ekonomisnya. Lahan pertanian yang termasuk pada jalur interaksi penyangga
tidak hanya yang berbatasan langsung dengan Tahura, namun dengan berpedoman
pada Permen PU Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis kawasan Budi
Daya, kelerengan untuk lahan pertanian hortikultura maksimal.
Pengelolaan Taman Hutan Raya R Soerjo menjadi bumi perkemahan sangatlah
membahayakan ekosistem cagar biosfir dan sistem penyangga kehidupan manusia dibagian
hilir atau bawahnya. Berdasarkan pengukuran di lapangan terhadap erosi maka dijumpai pada
areal hutan pinus pada bagian bawah bumi perkemahan terdapat bentuk erosi parit. Erosi parit
pertama dengan lebar 60 cm dan dalam 30 cm dengan panjang 150 m, sedang erosi parit
kedua dengan lebar 50 cm dan dalam 24 cm dengan panjang 150 m. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada pembangunan bumi perkemahan telah menyebabkan terjadi
limpasan permukaan, dan limpasan permukaan tersebut menyebab timbulnya erosi parit
Kegiatan konversi hutan alam dan proses degradasi di Taman Hutan Raya R Soerjo terus
berlangsung , sehingga dapat dipastikan perusakan lingkungan hidup semakin meningkat.
Perusakan yang terjadi akan berakibat langsung terhadap rusaknya tanah pada Taman Hutan
Raya R. Soerjo.
Pembangunan yang tepat dapat dilakukan apabila stakeholders yang terlibat telah
memahami permasalahan masyarakat di sekitar Taman Hutan Raya Raden Soerjo.
Permasalahan dalam pengelolaan daerah penyangga secara garis besar meliputi perbedaan
persepsi antara stakeholders dengan masyarakat dalam menunjuk daerah penyangga dan
kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo juga mencakup beberapa wilayah administratif
masyarakat, sehingga menyulitkan upaya koordinasi dalam pengelolaan daerah penyangga
yang akan ditunjuk. Kemudian, umumnya masyarakat yang berada di daerah penyangga
adalah masyarakat marginal, sehingga dalam memperoleh pendapatan dengan terpaksa
mengeksploitasi sumberdaya alam hayati Taman Hutan Raya Raden Soerjo. Dan terakhir,
tekanan kegiatan ekonomi produktif seperti pertanian, perkebunan, perladangan, dan lain
sebagainya kurang mendukung pelestarian dan perlindungan hutan sebagai kawasan
konservasi.
Kelembagaan dimaknai sebagai suatu kumpulan nilai, norma, peraturan dalam suatu
kumpulan orang, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (Awang, 2005).
Kelembagaan dapat pula diartikan sebagai sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang
melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta
memiliki struktur (Syahyuti, 2007).
1) Lembaga yang dimaksudkan sebagai norma atau nilai biasa disebut
sebagai kebudayaan. Kebudayaan adalah segala tingkah laku manusia
dalam kehidupannya yang diperoleh melalui proses belajar
(Koentjaraningrat, 1975). Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau
kebudayaan dalam hidup bermasyarakat yang biasanya tampak dalam
perilaku keseharian mereka. Wujud kebudayaan sebagai sistem aktivitas
merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan sosial yang berpola dari individu
dalam suatu masyarakat. Sistem ini terdiri atas aktivitas manusia yang
saling berinteraksi dan berhubungan secara kontinyu dengan sesamanya.
Wujud kebudayaan ini bersifat konkret, dapat difoto, dan dapat dilihat
secara nyata.
2) Lembaga kemasyarakatan terdapat dalam setiap lapisan masyarakat tanpa
memperdulikan masyarakat tersebut memiliki taraf kebudayaan bersahaja
atau modern. Untuk memberikan suatu batasan, dapat dikatakan bahwa
lembaga kemasyarakatan adalah himpunan jaringan segala tingkatan yang
berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kebutuhan masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia pada dasarnya memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka
harus bersikap dan berperilaku yang benar.
2. Menjaga keutuhan masyarakat.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial.
C. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
pelanggaran Konservasi Tahura R.Soerjo yang terjadi di wilayah SKPPKH Mojokerto
diantaranya tertuang dalam pasal 50 UUK. Bentuk-bentuk pelanggaran yang sering
dilakukan oleh masyarakat sekitar adalah memasuki kawasan hutan, memanen
atau memungut hasil hutan rebung, mengembala ternak di kawasan hutan tersebut,
merusak kawasan hutan, dan penebangan kayu.Berdasarkan ketentuan pidananya
maka sanksi pelanggaran tersebut diatur dalam pasal 78 dan 79 UUK, dalam pasal 78 ayat 1-
13 merupakan sanksi pidana yang hukum materilnya tertuang dalam pasal 50.
Pelanggaran yang sering dilakukan oleh masyarakat sekitar diantaranya
memasuki kawasan hutan, memanen ataumemungut hasil hutan rebung, mengembala
ternak di kawasan hutan tersebut, merusak kawasan hutan, dan penebangan
kayu.
Pihak TAHURA R.Soerjo sudah memberikan peringatan dan pembinaan bagi
pelaku pelanggaran serta membuat surat peryataan untuk tidak mengulangi
perbuatannya kembali. Akan tetapi, jika masyarakat sekitar tetap melakukan pelanggaran
tersebut serta bukti-bukti sudah cukup maka akan diserahkan ke pihak kepolisian.
Hukuman tersebut akan diberikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh
pejabat yang berwenang.Sanksi pelanggaran konservasi Tahura R.Soerjo di wilayah
SKPPKH Mojokerto dalam hukum Islam belum dijelaskan, akan tetapi tindakan
tersebut dinyatakan dalam perbuatan fasad (perusakan hutan), serta dalam perspektif
hukum Islam termasuk dalam jarimah hududdengan hukuman ta’zir. Hal ini berdasarkan
pada pelanggaran merupakan jarimah ta’zir,yang baik jenis maupun sanksinya belum
ditentukan oleh syara’ .
Sejak diumumkanya status pandemi di seluruh indonesia berbagai aktivitas
perekonomian mulai dari sektor pariwisata hingga perdagangan terpaksa harus menutup
usahanya karena tidak diperbolehkan melakukan aktivitas, tak terkecuali wisata pemandian
air panas Cangar yang berada di area taman hutan raya Raden Soeryo hal tersebut akan
berdampak terhadap valuasi serta perekonomian kawasan hal terebut juga akan berdampak
secara tidak langsung terhadap pelaksanan PES. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
valuasi dan implementasi Pay Ecosystem for Services(PES) dari ekowisata pemandian air
panas cangar di era pandemi serta menganalisis permasalahan ekonomi yang timbul akibat
penutupan kawasan wisata pemandian air panas cangar. Data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif dari fenomena dan kejadian yang sebenarnya terjadi di
lapangan yang dihasilkan dari observasi dan quisioner. Waktu dan tempat penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Desember 2020-Januari 2021 di pemandian air panas Cangar
kawasan tahura R.Soerjo.

D. DAFTAR PUSTAKA
Maisyaroh, W. (2010). Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar, Malang Structure of Ground Cover Plant Community R. Soerjo Grand
Forest Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari, 1(1), 1-9.
Fatma, Y., Mahanal, S., & Sari, M. S. (2017). Keanekaragaman familia physciaceae dan
lobariaceae di taman hutan raya raden soerjo sebagai bahan ajar pada matakuliah
mikrobiologi. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2(2), 179-185.
Listyarini, L., Sari, N., & Sutikno, F. R. (2011). Optimalisasi Fungsi Daerah Penyangga
Kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo (Studi Kasus: Desa Sumber Brantas Kota
Batu). Jurnal Tata Kota dan Daerah, 3(1), 47-53.
Samti, A., Susilo, H., & Saptasari, M. (2016). Potensi Hepaticopsida di Taman Hutan Raya R
Soerjo Sebagai Bahan Ajar Mahasiswa Calon Guru Biologi.
Wasis, B., Surat, K. I. D. K., & Barat, B. J. (2003). Dampak Kebakaran Hutan Pada Taman
Hutan Raya R Soerjo Pacet Terhadap Kerusakan Tanah. IPB. Bogor.
Lastiur, D. (2019). Kekuatan Ekologi Sosial Masyarakat Daerah Penyangga Kawasan Taman
Hutan Raya Raden Soerjo (Studi di Dusun Jurang Kuali, Desa Sumber Brantas,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu) (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).
Zulaihah, Z. (2014). Sanksi terhadap Pelanggaran Konservasi Taman Hutan Raya R. Soerjo di
Mojokerto. Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, 4(01), 25-44.
Tunggal, R., Triwanto, J., & Ramadhan, R. (2021). Valuasi Ekonomi Dan Implementasi Pes
(Payment For Ecosystem Service) Pada Wisata Pemandian Air Panas Cangar Di Era
Pandemi Covid-19. Journal of Forest Science Avicennia, 4(2), 86-95.
PUSPITA, Y. D. Kekayaan Jenis Tumbuhan Liana Di Kawasan Taman Hutan Raya Raden
Soerjo Sub Wilayah Mojokerto Dan Pemanfaatannya Sebagai Buku Nonteks.
FEBRIYANTI, S. (2018). Identifikasi dan Uji Potensi Ligninolitik Macrofungi di Hutan Cangar
Taman Hutan Raya Raden Soerjo Serta Pemanfaatannya sebagai Buku Ilmiah Populer.

Anda mungkin juga menyukai