Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN LDMPL

Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Oleh: ARDIANSYAH DHANY ARDYANSYAH REZA RINDANI (3425102441) (3425102437) (3415102424)

RIZKY RACHMANIA AMANDA (3415100161) SITI CHAERUN NISA WAHYU FITRIA NINGRUM (3415101462) (3415102425)

MENTOR : AGUS TRIANTO

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA JUNI 2012

HALAMAN PENGESAHAN USUL PENELITIAN

1.

Judul Penelitian

: Keanekaragaman Amfibi di Berbagai

Tipe Habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak 2. 3. No 1. 2. 3. Mentor : Agus Trianto

Anggota Peneliti LDMPL : Nama Peserta LDMPL Ardiansyah Dhany Ardyansyah Reza Rindani No Reg. 3425102441 3425102437 3415102424 Program Studi Biologi Biologi Pendidikan Biologi

4.

Rizki Rachmania Amanda

3415100161

Pendidikan Biologi

5.

Siti Chaerun Nisa

3415101462

Pendidikan Biologi

6.

Wahyu Fitria Ningrum

3415102425

Pendidikan Biologi

4. 5.

Lokasi Penelitian : Taman Nasional Gunung Halimun Salak Waktu penelitian : 30 Juni sampai 3 Juli 2012

Mengetahui:

Mentor

Agus Trianto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis di suatu tempat merupakan salah satu variabel yang berguna bagi tujuan manajemen dalam konservasi. Perubahan dalam kekayaan jenis dapat digunakan sebagai dasar dalam memprediksi dan mengevaluasi respon komunitas tersebut terhadap kegiatan manajemen (Nichols et al. 1998). Namun keanekaragaman pun memiliki kemungkinan mengalami perubahan di setiap tahunnya, dan cenderung mengalami penurunan jumlah spesies atau individu. Bahkan penurunan keanekaragaman jenis bisa terjadi di daerah-daerah yang dilindungi seperti Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penurunan keanekaragaman di Taman Nasional Gunung Halimun Salak mungkin saja disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain deforestasi campur tangan manusia, banyaknya kegiatan yang dilakukan di daerah ini, perambahan lahan untuk perkebunan teh. Adanya beberapa faktor-faktor ini juga dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis-jenis amfibi. Amfibi merupakan hewan yang sangat keberadaan habitatnya. Hilangnya hutan tergantung dapat kepada

memusnahkan

beberapa jenis amfibi. Berdasarkan hasil penelitian Utama et al. (2003), menunjukkan keanekaragaman amfibi di hutan bekas tebangan dan

hutan

yang

belum

ditebang

sangat berbeda nyata. Hutan bekas

tebangan memiliki jumlah jenis lebih sedikit daripada hutan yang masih alami. Hal yang sama juga dikonfirmasi oleh penelitian Ul-Hasanah

(2006) yang menunjukkan berubahnya komposisi jenis amfibi di hutan yang masih baik dengan hutan yang telah terbuka. Untuk mengetahui perkembangan komunitas amfibi yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak perlu dilakukan monitring secara berkala. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

B. Perumusan Masalah Bagaimanakah keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dengan mengetahui

keanekaragaman amfibi untuk dapat meningkatkan upaya konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi Indonesia yang berfungsi selain melindungi flora dan fauna unik yang ada di dalamnya juga mempungai fungsi lain yang tak kalah pentingnya yaitu sebagai pengatur tata air, pendidikan, penelitian, sumber plasma nutfah, pengembangan budidaya, rekreasi dan pariwisata. Dari pengertian tersebut tergambar bahwa betapa besar manfaat Taman Nasional sebagai pelayanan jasa. Awalnya kawasan ini merupakan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) yang ditetapkan melalui SK Menhut No. SK 282/Kpts-II/Menhut/1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 hektar dan pada tanggal 23 Maret 1997 ditetapkan sebagai salah satu unit pelaksana teknis di Departemen Kehutanan. Seiring dengan tingginya proses degradasi hutan di Indonesia dan dengan adanya desakan parapihak yang peduli terhadap konservasi hutan, maka pada tahun 2003 kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan kawasan sekitarnya yang sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola oleh perum Perhutani selanjutnya dialih fungsikan menjadi kawasan konservasi melalui SK Menhut No. SK 175/Kpts-II/Menhut/2003 tanggal

10 Juni2003 menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan luas 113.357 ha. Secara administratif, kawasan konservasi TN Gunung Halimun Salak termasuk ke dalam wilayah tiga kabupaten, Barat, berbukit-bukit dan yakni Kabupaten dan Lebak di bergunung-

Bogor dan Sukabumi

di Jawa ini

ropinsi Banten. Topografi wilayah

gunung, pada kisaran ketinggian antara 5002.211 m dpl. Wilayah ini merupakan daerah tangkapan air yang penting di sebelah barat Jawa Barat. Tercatat lebih dari 115 sungai dan anak sungai yang berhulu di kawasan Taman Nasional. Tiga sungai besar mengalir ke utara, ke Laut Jawa, yakni Ci Kaniki dan Ci Durian (yang bergabung dalam DAS Ci Sadane), serta Ci Berang, bagian dari DAS Ci Ujung. Sementara terdapat 9 daerah aliran sungai penting yang mengalir ke Samudera Hindia di selatan, termasuk di antaranya Cimandiri (Citarik, Cicatih), Citepus, Cimaja, dan Cisolok. Kawasan TN Gunung Halimun Salak memang merupakan daerah yang basah. Curah hujan tahunannya berkisar antara 4.000 6.000 mm, dengan bulan kering kurang dari 3 bulan di antara Mei hingga September. Iklim ini digolongkan ke dalam tipe A hingga B menurut klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson. Suhu bulanannya berkisar antara 19,7 31,8 C, dan kelembaban udara rata-rata 88% Hutan-hutan primer dan berbagai kondisi habitat lainnya menyediakan tempat hidup bagi aneka jenis margasatwa di TN Gunung Halimun

Salak.

Catatan

sementara herpetofauna di

taman

nasional

ini

mendapatkan sejumlah 16 spesies kodok, 12 spesies kadal dan 9 spesies ular. Daftar ini kemudian masing-masing bertambah dengan 10, 8, dan 10 spesies, berturut-turut untuk jenis-jenis kodok, kadal dan ular. Namun demikian, daftar ini belum lagi mencakup jenis-

jenis biawak dan kura-kura yang hidup di sini.

B. Amfibi Menurut Goin & Goin (1971), klasifikasi dan sistematika amfibi adalah sebagai berikut: Kingdom Animalia, Filum Chordata, Sub-filum Vertebrata, Kelas Amphibia, serta Ordo Gymnophiona, Caudata dan Anura. Amfibi adalah satwa bertulang belakang yang memiliki jumlah jenis terkecil, yaitu sekitar 4,000 jenis. Walaupun sedikit, amfibi merupakan satwa bertulang belakang yang pertama berevolusi untuk kehidupan di darat dan merupakan nenek moyang reptil (Halliday & Adler 2000). Di Indonesia terdapat 10 famili dari Ordo Anura yang ada di dunia. Famili-famili Megophryidae tersebut adalah Bombinatoridae Bufonidae, (Discoglossidae), Lymnodynastidae,

(Pelobatidae),

Myobatrachidae, Microhylidae, Pelodryadidae, Ranidae, Rhacophoridae dan Pipidae (Iskandar 1998). Sudrajat (2001) membagi amfibi menurut perilaku dan habitatnya menjadi tiga grup besar yaitu: 1). Jenis yang terbuka pada asosiasi dengan manusia dan tergantung pada manusia, 2). Jenis yang dapat

berasosiasi dengan manusia tapi tidak tergantung pada manusia, 3). Jenis yang tidak berasosiai dengan manusia

C. Keanekaragaman Jenis Menurut Primack dkk (1998), keanekaragaman jenis menunjuk seluruh jenis pada ekosistem, sementara Desmukh (1992) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis sebagai jumlah jenis dan jumlah individu dalam satu komunitas. Jadi keanekaragaman jenis menunjuk pada jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis. Odum (1993) menyatakan bahwa ada dua komponen keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan kesamarataan. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Kekayaan jenis dapat dihitung dengan indeks jenis atau area yakni jumlah jenis per satuan area. Kesamarataan atau akuitabilitas adalah pembagian individu yang merata diantara jenis. Namun pada kenyataan setiap jenis itu mempunyai jumlah individu yang tidak sama. Satu jenis dapat diwakili oleh 100 hewan, yang lain oleh 10 hewan dan ketiganya diwakili oleh 1 hewan. Kesamarataan menjadi maksimum bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama atau rata. Cara sederhana mengukur keanekaragaman jenis adalah menghitung jumlah jenis (S) atau species richnes (Soegianto, 1994 dalam Widodo, 2005).

Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis, maka digunakan rumus indeks diversitas dari Shannon (Maguran, 1988) H = - ni / N Ln ni / N atau

Keterangan : ni = nilai kepentingan tiap jenis (jumlah individu tiap jenis) N = nilai kepentingan total (jumlah total semua individu) Pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis (ni/ N)

Menurut Maguran (1988), nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,5-3,5. Nilai <1,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah, selanjutnya nilai 1,5-3,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang sedang. Dan nilai >3,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang tinggi.

2. KERANGKA BERPIKIR

Banyak kegiatan di TNGHS yang menimbulkan hilangnya hutan dan lahan basah, pencemaran lingkungan dan penyakit

Mempengaruhi populasi amfibi

Dibutuhkan kegiatan monitoring keanekaragaman jenis di TNGHS

Sehingga dapat diketahui tingkat keanekaragaman dan trend populasi amfibi di TNGHS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Operasional 1. Mengidentifikasi jenis-jenis amfibi yang terdapat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2. 3. Menghitung jumlah jenis amfibi yang ditemukan Menghitung indeks keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Jalur Cikaniki pada tanggal 30 Juni-3 Juli 2012, pada pukul 19.0023.00 WIB.

C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

D. Prosedur Kerja 1. Melakukan observasi jalur Penelitian ini diawali dengan cara menentukan beberapa lokasi di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Lokasi tersebut meliputi area persawahan, sungai dan hutan.

2. Melakukan pengambilan data Setelah menentukan lokasi, dilakukan pengambilan data pada malam hari dengan cara personel lapang berjalan pada suatu area atau habitat untuk waktu yang telah ditentukan sebelumnya untuk mencari hewan. Setelah menemukan jenis amfibi kemudian ditangkap lalu dilakukan pencatatan berupa nama jenis, substrat, panjang Snout Vent Length (SVL) dan melakukan dokumentasi menggunakan kamera digital.

3. Mengidentifikasi jenis Mengidentifikasi jenis amfibi yang belum diketahui dengan menggunakan buku panduan identifikasi.

E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengambilan data adalah VES (Visual Encounter Survey) yakni menentukan jalur yang digunakan untuk penelitian kemudian mencatat spesies yang ditemukan. VES merupakan modifikasi dari

metode jelajah bebas dan belt transect. VES dilakukan dengan cara menyusuri berbagai badan air dan mendata jenis yang ditemukan serta keadaan daerah tempat jenis tersebut ditemukan. Menurut Susanto (2006), metode ini cocok untuk digunakan mendata jenis dan mikrohabitat amfibi. Akan tetapi, data yang didapatkan tidak dapat

mencerminkan keadaan populasi seperti kepadatan. Dalam VES, peneliti melakukan perjumpaan langsung dengan hewan yang diteliti, lalu melakukan pengamatan dari segi morfologinya. Selama penelitian berlangsung, peneliti menelusuri lokasi pengambilan sampling secara acak (random). Penggunaan metode ini didasari pada keefisiensian waktu selama penelitian berlangsung.

F. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini kami meghitung indeks keanekaragaman dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (odum) yaitu sebagai berikut: H = - ni / N Ln ni / N atau

Keterangan : ni = nilai kepentingan tiap jenis (jumlah individu tiap jenis) N = nilai kepentingan total (jumlah total semua individu) Pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis (ni/ N)

Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,5 - 3,5. Nilai < 1,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah, Nilai 1,5 - 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang sedang, dan > 3,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang tinggi (Maguran, 1988).

JADWAL PELAKSANAAN Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian (bisa di edit sendiri yahh, sesuai kebutuhan) Bulan No. Uraian Kegiatan III 1. Pengumpulan Literatur 2. 3. 4. Briefing Konsultasi Penyusunan Proposal 5. 6. 7. 8. 9. Revisi Proposal I Revisi Proposal II Seminar Proposal Persiapan penelitian Pengambilan Data Juni IV V I II Juli III IV V

PERSONALIA PENELITI 1. Nama : Ardiansyah

No. Registrasi : 3425102441 Tanggal lahir : 21 Juni 1993 Email No. HP : ardsclaw@gmail.com : 089630178609

2.

Nama

: Dhany Ardyansyah

No. Registrasi : 3425102437 Tanggal lahir : 21 Juni 1992 Email No. HP : dsora28@gmail.com : 085780556252

3.

Nama

: Reza Rindani

No. Registrasi : 3415102424 Tanggal lahir : 4 Februari 1993 Email No. HP : reza_rindani@yahoo.co.id : 083873356370

4.

Nama

: Rizky Rachmania Amanda

No. Registrasi : 3415100161 Tanggal lahir : 22 September 1992

Email No. HP

: rizkyrachmaniaamanda@gmail.com : 089634661186

5.

Nama

: Siti Chaerun Nisa

No. Registrasi : 3415101462 Tanggal lahir : 27 September 1992 Email No. HP : shinobi_jockher19@yahoo.com : 085719876402

6.

Nama

: Wahyu Fitria Ningrum

No. Registrasi : 3415102425 Tanggal lahir : 16 April 1991 Email No. HP : wahyufitrian@gmail.com : 08567114089

DAFTAR PUSTAKA Gillespie G, Howard S, Lockie D, Scroggie M, Boeadi. 2005. Herpetofaunal richness and community structure of offshore islands of Sulawesi, Indonesia . Biotropica 37(2): 279-290.

Goin CJ, Goin OB. 1971. Introduction to Herpetology. Second Edition. SanFrancisco: Freeman. Halliday T, Adler K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. New York: Facts on File Inc. Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan BaliSeri Panduan Lapangan. Bogor: Puslitbang LIPI. Iskandar DT, Colijn E. 2000. Premilinary checklist of Southeast Asian and New Guinean Herpetofauna. Treubia: A Journal on Zoology of the Indo- Australian Archipelago. 31(3):1133. Nichols JD, Boulinier TJE, Hines KH, Pollock, Sauer JR. 1998. Estimating rates of local species extinction, colonization and turnover in animal communities. Ecological Application 8 (4): 1213 1225. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders. Stebbins RC, Cohen NW. 1997. A Natural History of Amphibians. New Jersey: Princeton Univ. Pr.

Sudrajat. 2001. Keanekaragaman dan ekologi Herpetofauna (Reptil dan Amfibi) di Sumatera Selatan. Skripsi Sarjana Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ul-Hasanah AU. 2006. Amphibian diversity in Bukit Barisan Selatan National Park, Lampung-Bengkulu. Skripsi Sarjana Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai