Anda di halaman 1dari 5

KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora) DI

PERSAWAHAN DESA BETET KECAMATAN NGRONGGOT KABUPATEN


NGANJUK

Oleh

Danning Wulan Sari (12208193070)

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN TULUNGAGUNG

PENDAHULUAN

Katak sawah merupakan salah satu hewan vertebrata dari kelas Amphibia yang
habitat alaminya di persawahan. Katak sawah (Fejervarya cancrivora) dikenal
dengan nama lain Rana cancrivora (Iskandar, 1998).Katak sawah dapat hidup di
hutan primer hingga area persawahan. Di hutan primer jenis ini sedikit dijumpai,
akan tetapi berlimpah di persawahan(Kurniati,2016).Salah satu ciri dari katak
sawah yaitu terdapat bintil–bintil memanjang paralel dengan sumbu tubuh, terdapat
satu bintil metatarsal dalam, selaput selalu melampaui bintil subartikular terakhir
jari-jari ke 3 dan ke 5.Tekstur kulit kasar, ukuran tubuh biasanya sekitar 100 mm
tetapi dapat mencapai 120 mm(Kusrini, 2013).

Secara alami, Kodok Hijau akan sangat berlimpah pada waktu umur padi
masih muda, karena ketersediaan air masih banyak dan menggenangi semua
permukaan tanah petak persawahan. Kelimpahannya akan menurun sejalan dengan
menyusutnya persediaan air dan menuanya tanaman padi. Persawahan merupakan
habitat Kodok Hijau berkembang biak, mencari makan dan tumbuh dewasa; jadi
seluruh siklus hudupnya berlangsung di tempat ini. Kodok ini dapat dijumpai pada
ketinggian tempat antara 0-1500 meter dari permukaan laut (dpl) (Kurniati 2000;
Kurniati 2003; Liem 1973), tetapi Kodok Hijau pada umumnya dijumpai melimpah
di areal persawahan yang terletak pada dataran rendah (0-300 meter dpl). Dari
kelompok suku Dicroglossidae, hanya jenis F. cancrivora yang dapat beradaptasi
dengan air payau (Kusrini 2013).

Populasi katak pada saat sekarang ini semakin terancam punah, terutama jenis
katak sawah yang habitat utamanya adalah sawah yang berair sebanyak 32% katak
di dunia, yaitu sebanyak 1.856 spesies katak tercatat dalam daftar merah IUCN
(IUCN Red List) dengan status terancam (Nuraini, 2009).
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab menurunnya populasi katak di alam.
Ancaman utama (90%) terhadap populasi katak adalah kerusakan habitat. Beberapa
jenis amfibi sensitif terhadap fragmentasi hutan karena mempunyai kemampuan
penyebaran yang terbatas. Perubahan habitat hutan seperti adanya pembalakan liar
atau aktifitas lainnya dapat mengurangi kemampuan satu jenis untuk bertahan hidup
(Rahman, 2009).

Desa betet merupakan salah satu desa di kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk
yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Area
persawahan disini sangat luas dengan berbagai macam tumbuhan seperti padi,
jagung, kacang tanah, tebu, semangka, melon, bawang merah dan sebagainya.
Dalam pemberantasan hama padi petani setempat menggunakan pestisida.
Penggunaan pestisida di sawah mengakibatkan terganggunya keseimbangan
lingkungan karena terbunuhnya organisme non-hama seperti katak sawah, sehingga
sedikit ditemukan telur dan berudu katak di sawah (Salikin, 2003).Hasil penelitian
menunjukkan bahwa amfibi rentan terhadap senyawa-senyawa seperti logam berat,
produk petroleum, herbisida dan pestisida (Sparling et al. 2000dalam Kusrini
2007).

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kepadatan populasi katak sawah fejervarya cancrivora) di
persawahan desa betet kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk ?
2. Apa faktor fisika kimia lingkungan yang mempengaruhi populasi katak sawah ?

TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kepadatan populasi katak sawah fejervarya cancrivora) di
persawahan desa betet kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk
2. Untuk mengetahui faktor fisika kimia lingkungan yang mempengaruhi
populasi katak sawah

METODE PENELITIAN

WAKTU DAN TEMPAT


Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober 2020 di persawahan desa betet
kecamatan ngronggot kabupaten nganjuk, sedangkan identifikasi sampel
langsung dilokasi penelitian.

ALAT DAN BAHAN


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, senter,
batrai, sarung tangan, kertas label, meteran, tangguk, tali rafia, suntik, kapas,
karung, botol koleksi, spidol dan alat-alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 70% dan 96% untukpembiusan dan pengawetan
sampel. Untuk pengukuran faktor lingkungan menggunakan termometer
(pengukuran suhu udara dan suhu air), Termohigrometer (pengukuran kelembaban
udara) dan kertas indikator pH air. (Fransiska Maryi P, Nurhadi, Reza F, 2017)

METODE PENGAMBILAN DATA

Metode yang dipakai untuk mengetahui kepadatan populasi kodok di areal


persawahan daerah Karawang Timur adalah metode transek. Metode transek yang
digunakan adalah modifikasi dari metode transek yang dibuat oleh Jaeger (1994).
Cara kerjanya adalah sebagai berikut:

a. Transek sepanjang 300 meter dibentang di bagian tepi pematang sawah


dengan mengikuti bentuk alur tepi pematang sawah. Tali rafia digunakan
sebagai pengukur jarak transek. Tali rafia sepanjang 300 meter diberi nomor
sebanyak 31 untuk menandakan jarak setiap 10 meter. Awal dari nomor
pada 10 meter pertama adalah 1 dan nomor terakhir adalah 31. Tali rafia
dibentang satu jam sebelum sensus atau pengamatan, agar pada waktu
sensus dimulai posisi kodok di mikrohabitatnya kembali ke posisi semula.
b. Pengamatan dilakukan dengan berjalan perlahan menyusuri tepi pematang
sawah antara pukul 20.00-24.00 malam hari menggunakan lampu senter
kepala yang bersinar kuat. Kuatnya sinar bertujuan untuk menyilaukan mata
kodok supaya tetap diam ditempat sewaktu diamati atau ditangkap.
c. Luas areal yang diamati adalah 2,5 meter ke kanan dan 2,5 meter ke kiri tepi
pematang sawah, karena keterbatasan pada kemampuan senter yang
digunakan selain itu pada beberapa transek tanaman padi sudah tinggi,
sehingga jangkauan areal pengamatan tidak bisa lebih dari 2,5 meter.
d. Tiap kodok yang dijumpai dicatat di atas lembar data perlu dicatat posisi
jaraknya dari pematang sawah dan posisi tingginya dari air atau tanah.
e. Jumlah orang yang terlibat minimal 3 orang dalam satu bentangan transek
dengan jalan selalu beriring dengan kecepatan yang sama. Jarak 100 meter
dilakukan minimal selama satu jam untuk sensus, penghitungan individu dan
pengamatan.
f. Dalam penelitian di areal persawahan daerah Karawang Timur, dua transek
yang masing-masing panjang 300 meter dibentang; untuk total panjang
transek 3000 meter seperti yang direncanakan dapat dilakukan sekitar 10
malam. Jumlah personal yang bekerja untuk satu transek sepanjang 300
meter adalah 3 orang. (Kurniati, H & Eko S, 2016)
g. Pembiusan sampel dilakukan dengan cara memasukkan katak ke dalam
kotak plastik yang sudah berisi kapas dan diberi Klorofom, setelah katak
lemas suntikkan alkohol 96% dari belakang kepala sampai masuk ke dalam
otak.
h. Penyuntikan dengan alkohol ini akan membuat katak mati dalam keadaan
lemas sehingga bentuk dari spesimen mudah diatur. Kemudian sampel
dimasukan kedalam botol koleksi yang sudah sudah berisi alkohol 70 % dan
diberi label nomor masing-masing plot. (Fransiska Maryi P, Nurhadi, Reza
F, 2017)
i. Data lingkungan yang dicatat adalah suhu air, suhu udara, kelembapan air,
dan pH air.

ANALISIS DATA
Analisis data bertujuan untuk menghitung kepadatan populasi katak sawah
yang ditemukan pada sawah. Dalam penelitian ini dilakukan analisis
menggunakan rumus sebagai berikut:
K= Jumlah individu/ Luas areal plot (m2)
(Suin, 2006)

\
DAFTAR PUSTAKA

Fransiska Maryi P. Nurhadi. Reza F. 2017. Kepadatan Populasi Katak Sawah


(Fejervarya Cancrivora) Di Persawahan Jorong Koto Tinggi Kecamatan
Sangir Kabupaten Solok Selatan. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP
PGRI Sumatera Barat : Solok selatan.

Iskandar,D.T. 1998. Amphibia Jawa Dan Bali LIPI Seri Panduan Lapangan.
Puslitbang LIPI: Bogor

Jaeger, RG. 1994. Transect sampling. In : W. Heyer, M. Donnely, R. McDiarmid, L.


Hayek & MS. Foster (eds.). Measuring and monitoring biological diversity,
standard method for amphibians. Pp. 103-107.

Kurniati, H., W. Crampton, A. Goodwin, A.Locket & A. Sinkins. 2000. Herpetofauna


diversity of Ujung kulon National Park: An inventory results in 1990. Journal
of Biological Researches 6 (2): 113-128.
Kurniati, H. 2003. Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park, West
Java, Indonesia. Research Center for Biology-LIPI. Cibinong
Kusrini. 2007. Konservasi Amfibi Di Indonesia: Masalah Global Dan Tantangan.
Media Konservasi Vol. XII, No. 2 : 89-95

Kusrini. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amphibia Jawa Barat. Fakultas


Kehutanan IPB & Direktorat Konservasi Dan Keanekaragaman Hayati: Bogor.

Kurniati, H & Eko S. 2016. Kepadatan Kodok Fejervarya cancrivora Di Persawahan


Daerah Kabupaten Kerawang, Jawa Barat Pada Tahun 2016. Puslitbang
Biologi LIPI: Cibinong..

Liem, DSS. 1973. The frogs and toads of Tjibodas National Park Mt. Gede, Java,
Indonesia. The Philippine Journal of Science 100 (2): 131-161.

Nuraini, LR. (2009). Penurunan Populasi Amfibia Dunia Apa Penyebab dan upaya
Pencegahannya. Departemen Konservasi Sumber daya Hutan dan Ekowisata.
Jurnal Fakultas Kehutanan IPB
Rahman, Luthfia Nuraini. 2009. Penurunan Populasi Amfibi Dunia: Apa Penyebab
Dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Fakultas Kehutanan IPB.

Salikin, AK. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius

Suin. N.M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta. Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai