Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN STUDI LAPANGAN

KEANEKARAGAMAN FAUNA VERTEBRATA


DI EKOSISTEM GUA NGINGRONG DAN SEKITARNYA

Disusun Oleh :
Kelompok 4

Yusnia Noer Rokhmawati (22308141051)


Muhammad Irfan Sutan (22308144003)
Abraham Husain (22308144022)
Fajar Retno Yuliyanti (22308144023)
Keishya Adilla Putri (22308144026)

BIOLOGI E 2022

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
BAB I
ABSTRAK

Vertebrata merupakan salah satu filum hewan yang memiliki ciri yaitu memiliki
tulang belakang atau vertebrata. Filum ini terdiri dari berbagai jenis hewan, baik hewan
yang hidup di daratan (terestrial) dan ada juga yang hidup di dalam air (akuatik). Jenis
hewan itu antara lain terdapat ikan, amfibi, reptil, burung, dan mamalia. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui berbagai jenis spesies yang ada di sekitaran daerah Geosite
Ngingrong yang terletak di Jalan Baron km.6 Mulo, Wonosari, Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta pada rentang waktu tanggal 18 - 19 Maret 2023. Penelitian ini
dilaksanakan untuk mengidentifikasi spesies hewan yang ada di sana yaitu jenis pisces,
mamalia, herpetofauna, dan aves. Identifikasi yang dilakukan ini menggunakan metode
mengidentifikasi spesimen lalu ada beberapa spesimen yang diawetkan dan beberapa
lainnya di lepaskan kembali. Spesies yang diidentifikasi menggunakan morfometri dan
indeks yaitu indeks Margalef, Shannon H., dan Evenness. Setelah dilakukan identifikasi
didapat lima kelas yang teridentifikasi pada lingkungan Goa Ngingrong, yaitu Pisces (1
spesies), Mamalia (4 Spesies), Reptil (4 spesies), Amphibi (10 spesies), dan Aves (17
spesies).

Absract
Vertebrates rank among the filaments of animals that have a remarkable feature of
having a spine or vertebrate. It consists of a variety of animals, both of which live on
land (terrestrial) and some of which live in water (acupuncture). Among these are fish,
amphibians, reptiles, birds, and mammals. The research was intended to identify the
different species around the ngingrong geosite area located on baron km.6 Mulo,
wonosari, mount kidul, special territory of yogyakarta at 18-19 March 2023. The study
was conducted to identify animal species found there - the kinds of Pisces, mammals,
herpetofauna, and aves. The identification used the method of identifying specimens and
then there were some preserved specimens and others released. The species identified
using morometric and indexing the index of margalef, shannon h., and evenness. After
identification has been identified five classes identified in the ngingrong goa
environment, the Pisces (1 species), mammals (4 species), reptiles (4 species), amphibi
(10 species), and aves (17 species).
BAB II
PENDAHULUAN

Bumi memiliki banyak sekali populasi hewan, baik jenis maupun jumlahnya,
dan telah banyak hewan hidup selama masa lampau dalam sejarah bumi. Hewan
berbeda beda dalam hal ukuran, struktur, proses fisiologis internal, cara hidup, dan lain-
lain. Lautan dan daratan, serta sungai dan danau, rawa dan padang rumput, berserta
semak-semak dan pepohonan di hutan alami serta tempat yang ditanami tumbuhan, dan
juga gurun sera berbagai macam jenis lingkungan masing-masing memiliki perbedaan
jenis hewan yang menempatinya, di antaranya ada yang melimpah dan ada juga yang
jarang. Berdasarkan struktur tubuhnya, hewan dibagi menjadi 2 yaitu, avertebrata dan
vertebrata.
Hewan vertebrata yaitu hewan yang bertulang belakang atau punggung.
Memiliki struktur tubuh yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan hewan
Invertebrata. Hewan vertebrata memiliki tali yang merupakan susunantempat
terkumpulnya sel-sel saraf dan memiliki perpanjangan kumpulan saraf dari otak.
Kelompok vertebrata terdiri dari beberapa kelas, di antaranya: ikan (pisces), amfibi
(amphibia), reptil (reptilia), burung (aves), dan mamalia (mammalia). Kelompok ini
memiliki ciri khas yaitu adanya tulang belakang, yang memungkinkan mereka memiliki
gerakan yang lebih kompleks dan terkoordinasi. Hewan vertebrata juga memiliki
beberapa karakteristik lain, seperti adanya kepala dengan otak yang lebih kompleks,
sistem pernapasan dengan paru-paru, sistem peredaran darah yang tertutup, dan
organ-organ indera yang lebih kompleks. Kelompok vertebrata juga cenderung memiliki
kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas, sehingga dapat
ditemukan di berbagai habitat, dari lautan hingga darat.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keanekaragaman hewan
vertebrata, di antaranya adalah ketersediaan habitat, perubahan iklim, interaksi antar
spesies geografis, eksploitasi, dan evolusi. Vertebrata memiliki beragam kebutuhan
habitat, seperti air, darat, atau udara. Ketersediaan habitat yang memadai dapat
mempengaruhi jumlah spesies yang dapat hidup di suatu daerah. Perubahan iklim dapat
mempengaruhi keanekaragaman vertebrata. Perubahan suhu dan curah hujan dapat
mempengaruhi kemampuan hewan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Interaksi
antara spesies dapat mempengaruhi keanekaragaman vertebrata, sebagai contoh,
predator dapat mempengaruhi jumlah mangsa dan herbivora dapat mempengaruhi
jumlah tumbuhan yang tersedia. Adanya batasan geografis seperti sungai atau gunung
dapat mempengaruhi migrasi hewan dan mengisolasi populasi, yang pada akhirnya
dapat menghasilkan spesies yang berbeda. Perburuan dan eksploitasi oleh manusia
dapat mempengaruhi keanekaragaman vertebrata dengan mengurangi jumlah populasi
dan bahkan memusnahkan spesies yang ada. Evolusi memainkan peran penting dalam
membentuk keanekaragaman vertebrata dengan menghasilkan spesies baru dan
mengubah spesies yang sudah ada.
BAB III
METODE
A. Tempat dan Waktu

1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di kawasan Gua Ngingrong, Kabupaten
Gunung Kidul, Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 18-19
Maret 2023.

2. Bahan dan Alat Penelitian


Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penggaris
logam, midline, benang, ember, pH meter air, BOD/COD meter,
salinometer/refractometer, toples plastik besar, botol spesimen, syringe,
glove lateks, penangkap ikan, stiker label, kamera, kunci identifikasi, LKM,
DSLR (Digital Single Lens Reflector), binokuler. Sedangkan, bahan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah formalin 4%, formalin 10%.

3. Metode Pengambilan data

a. Mamalia
Penelitian mamalia menggunakan metode life trap dan mist net.
Metode life trap digunakan untuk menangkap famili Muridae.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan perangkap tikus yang
terbuat dari kawat. Beberapa perangkap tikus berukuran sedang
digunakan untuk menangkap tikus dan mamalia lain. Pemasangan
dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi satwa yang akan hendak
ditangkap. Peletakan perangkap diletakan di 5 koordinat yang berbeda.
Penangkapan famili Chiroptera digunakan metode mist net, tepi jaring
diikatkan pada bambu dengan ketinggian kurang lebih 1-5 meter diatas
tanah. Pemasangan perangkap dilakukan di tempat yang menjadi jalur
tebak hewan yang hendak ditangkap pada penelitian ini jaring
dipasangkan di mulut goa. Kemudian hewan yang ditangkap diletakan
dalam kantong blacu. Hewan hasil tangkapan kemudian di identifikasi.

b. Amphibi
Kelompok Amphibi melakukan pengambilan data di tiga tempat
yang berbeda, yaitu di sungai kering, ladang, dan ladang yang berada di
atas goa. Teknik yang digunakan dalam kelas Amphibi ini yaitu dengan
menggunakan sarung tangan (tangkap menggunakan tangan langsung).
Metode ini dipilih karena Amfibi cenderung berada di lingkungan yang
sulit dijangkau dan bergerak dengan aktif setiap waktu. Penggunaan
tangan langsung ini juga bertujuan untuk meminimalisir suara yang
dihasilkan dan getaran yang dihasilkan agar spesimen tidak lari atau
kabur.

c. Reptil
Kelompok Reptil menggunakan pengambilan data dengan
mencari spesimen di tempat tertentu lalu mengidentifikasinya. Teknik
yang digunakan dalam kelas amphibi ini dengan menggunakan sarung
tangan dan beberapa alat bantu grab stick snake yang digunakan jika
dalam pengambilan spesimen terdapat ular yang memiliki bisa dan tidak
dapat disentuh langsung dengan tangan. Setelah spesimen ditangkap
kemudian dimasukkan ke dalam tas jaring lalu spesimen diidentifikasi di
tempat yang sudah disiapkan.

d. Aves
Metode yang digunakan dalam pengamatan kelas Aves yaitu
metode eksploratif. Pengambilan data pada metode eksploratif dilakukan
dengan menyusuri area di sekitar Gua Ngingrong, kemudian berhenti
pada titik-titik tertentu saat dijumpai burung. Dalam proses pengamatan
yang dilakukan digunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflector)
dan binokuler. Dengan cara mengamati burung yang bertengger di
pepohonan menggunakan binokuler, kemudian foto menggunakan
kamera DSLR.

e. Pisces
Pada studi lapangan yang telah dilakukan, pengambilan spesimen
dilaksanakan di Goa Ngingrong sebanyak satu kali di dalam mulut gua
sampai chamber/pool ke-3. Pengambilan data spesimen dilakukan
dengan menggunakan alat penangkap ikan selanjutnya ikan yang sudah
tertangkap dimasukkan ke dalam ember lalu dibawa kembali ke pendopo
untuk dilakukan identifikasi spesimen dan pengukuran morfometri
berupa panjang total, panjang tubuh, panjang kepala, dan panjang ekor.
Setelah identifikasi dan pengukuran selesai dilakukan, spesimen lalu
diawetkan menggunakan formalin 4% dan dimasukkan ke dalam botol
spesimen agar selanjutnya bisa dibawa kembali ke laboratorium
Vertebrata, Fakultas Biologi, Universitas Negeri Yogyakarta. Pada studi
lapangan ini hanya dilakukan analisis morfologi, tidak sampai pada
struktur anatominya.
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

A. HASIL

1) Berdasarkan hasil studi penelitian yang dilakukan di kawasan Gua Ngingrong,


Gunung Kidul kami berhasil menemukan beberapa kelompok vertebrata sebagai
berikut:
1. Mamalia
Pada Studi Lapangan Vertebrata, penelitian yang dilakukan di Gua
Ngingrong pada kelas Mamalia tepatnya berada di 2 tempat yaitu di mulut goa
ngingrong untuk hewan kelelawar dan di ladang Mulo, sekitar goa ngingrong
(masih satu kawasan) kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini telah berhasil mencatat 3 spesies dari 2 famili yaitu Miniopteridae
dan Hipposideridae di kawasan goa mulut serat 1 spesies pada famili Murdae di
ladang mulo. Detail spesies-spesies yang dijumpai di kawasan tersebut disajikan
dalam Tabel 1.

Tabel 1. Spesies Mamalia yang Berhasil Ditemukan di Kawasan Mulut Goa dan Ladang
Mulo Goa Ngingrong kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
No. Ordo Famili Genus Spesies Nama lokal Jumlah
1. Chiropetra Miniopteridae Miniopetrus Miniopterus Kelelawar 1
fuliginosus sayap
bengkok
timur
Hipposideridae Hiposideros Hiposideros Kelelawar 3
diadema berhidung
daun
diadem
Hiposideros Barong 1
larvatus sedang atau
horsfield
2. Rodentia Murdae Rattus Rattus Tikus pohon 2
tiomanicus
Total
4
Spesies
Total
7
individu

1.1. Tabel Morfometri Mamalia


MORFOMETRI RUMUS
Spesies Sex Berat TL HB FA E T Tib HF MAMAE

Miniopetrus - 15 gr - 54,4 cm 49,5 cm 8,8 cm 9,4 cm 17,8 cm 9,3 cm


fuliginosus

Hiposideros - 54 gr - 83,4 cm 88,8 cm 24,1 cm 38,9 cm 34,7 cm 11,5 cm


diadema (1)

Hiposideros - 58 gr - 90,5 cm 87,4 cm 23,0 cm 39,4 cm 28,0 cm 16,1 cm


diadema (2)

Hiposideros - 58 gr - 88,7 cm 89,7 cm 22,7 cm 45,3 cm 31,4 cm 14,8 cm


diadema (3)

Hiposideros - 16 gr - 56,2 cm 61,4 cm 16,3 cm 20,2 cm 26,2 cm 8,3 cm


larvatus

Rattus - 172 gr 36 cm 19,3 cm - 2,5 cm 20,5 cm - 3,7 cm 2x5, Dada


tiomanicus (1) 2x2,
Belakang
2x3

Rattus - 165 gr 41 cm 19,8 cm - 2,9 cm 21,5 cm - 3,7 cm Dada 2


tiomanicus (2) Pasang,
Belakang
3 Pasang

Spesies-spesies Mamalia yang dijumpai di kawasan Gua Ngingrong disajikan dalam


gambar 1 - 4 berikut ini:
Gambar 1. Rattus tiomanicus

Gambar 2. Miniopterus fuliginosus


Gambar 3. Hiposideros diadema

Gambar 4. Hiposideros lavartus


2. Amphibi
Penelitian yang dilakukan di kawasan Gua Ngingrong pada habitat
berbeda ini telah berhasil mencatat 6 spesies Amphibi dari ordo Anura. Famili
yang ditemukan terdiri dari Ranidae, Rhacophoridae, Bufonidae, dan
Microhylidae. Jumlah jenis Anura yang ditemukan berdasarkan jenis habitatnya
diantaranya yaitu 2 spesies dari 2 famili di pohon, 1 spesies dari 1 famili di jalan
setapak, 1 spesies dari 1 famili di tanah, 1 spesies dari 1 famili di kubangan, dan
4 spesies dari 3 famili di ladang kawasan Goa Ngingrong, Gunung Kidul. Detail
spesies-spesies yang dijumpai di kawasan tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Spesies Amfibi yang Berhasil Ditemukan kawasan Gua Ngingrong kabupaten
Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nama
No. Ordo Famili Genus Spesies Jumlah
lokal
1. Anura Ranidae Fejervarya Fejervarya Katak 5
limnocharis Tegalan
Fejervarya sp. Katak 10

Occidozyga Occidozyga sp. Bancet 2

Rhacophoridae Polypedates Polypedates Katak 5


leucomystax Panjat
Bergaris
Bufonidae Duttaphrynus Duttaphrynus Kodok 1
melanostictus Buduk
Microhylidae Kaloula Kaloula baleata Kodok 2
Bulat
Microhyla Microhyla Percil Bali 1
orientalis
Total
7
Spesies
Total
26
individu

2.1. Tabel Morfometri Herpetofauna (Amphibi)


MORFOMETRI
Panjang
Lebar Lebar Ujung Panjang
Spesies SVL Telapak
Kepala Jari Antebrachium
Kaki
MORFOMETRI

Duttaphyrnus 1,6 cm 5 cm - - -
melanostictus

Fejervarya 1,2 cm 4,1 cm - - -


limnocharis (1)

Fejervarya 1,2 cm 4,1 cm - - -


limnocharis (2)

Fejervarya 1,0 cm 2,5 cm - - -


limnocharis (3)

Polypedates 1,3 cm 3,6 cm - - -


leucomystax (1)

Polypedates 1,7 cm 6,3 cm 0,3 cm - -


leucomystax (2)

Polypedates 1,3 cm 4,0 cm - - -


leucomystax (3)

Kaloula baleata (1) 1,2 cm 4,5 cm - - -

Kaloula baleata (2) 1,0 cm 3,9 cm - - -

Microhyla 0,07 cm 1,7 cm - - -


orientalis

Spesies-spesies Amphibi yang dijumpai di kawasan Gua Ngingrong disajikan dalam


gambar 5 - 6 berikut ini:
Gambar 5. Polypedates leucomystax Gambar 6. Fejervarya limnocharis

3. Reptil
Pada Studi Lapangan Vertebrata Biologi Murni Universitas Negeri
Yogyakarta 2023, bertempat di Geosite Ngingrong yang terletak di Jalan Baron
km.6 Mulo, Wonosari, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada
rentang waktu tanggal 18 - 19 Maret 2023. Pada pengamatan Herpetofauna yang
dilakukan pada ladang, ladang sekitar goa, dan sungai kering ditemukan reptil
yang telah diidentifikasi, yaitu terdapat 6 spesies dari 3 famili yang berbeda
yaitu Agamidae dan Colubridae. Colubridae ditemukan di daerah bersubstrat
tanah dan bebatuan sedangkan Agamidae ditemukan di substrat berupa pohon.
Detail spesies-spesies yang dijumpai di kawasan tersebut disajikan dalam Tabel
3.

Tabel 3 Spesies Reptil yang Berhasil Ditemukan di Kawasan Mulut Goa dan Ladang
Mulo Goa Ngingrong kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ordo Famili Genus Spesies Nama lokal Jumlah
Squamata Agamidae Bronchocela Bronchocela Bunglon 1
jubata Surai
Draco Draco volans Cicak 1
Terbang
Colubridae Lycodon Lycodon Ular Cecak 1
capucinus
Dendrelaphis Dendrelaphis Ular 1
pictus Tambang
Flowlea Fowlea Bondotan 1
melanzostus Tutul
Gekkonidae Gekko Gekko gecko Tokek 5
Ordo Famili Genus Spesies Nama lokal Jumlah
Squamata Agamidae Bronchocela Bronchocela Bunglon 1
jubata Surai
Draco Draco volans Cicak 1
Terbang
Total
6
Spesies
Total
10
individu

3.1. Tabel Morfomoteri Herpetofauna (Reptil; Kadal dan Cicak)


MORFOMETRI
Spesies Jaw Body Tail Forelimb Hindlimb Tail
Law lenght SVL
Width Lenght Lenght Lenght Lenght Widht
Bronchocela 1,1 cm 1,5 cm - 27,9 cm 7,7 cm - - -

3.2. Tabel Morfometri Herpetofauna (Reptil; Ular)


MORFOMETRI
Panjang Panjang Panjang Diameter Jumlah
Spesies SVL
Kepala Ekor Total Mata Sisik

Lycodon capucinus - 8,5 cm 55,5 cm - 47 cm -

Dendrelaphis pictus - 27 cm 82,5 cm - 55,5 cm -

Fowlea melanzostus - 17 cm 61 cm - 44 cm -

Spesies-spesies Reptil yang dijumpai di kawasan Gua Ngingrong disajikan dalam


gambar 7 - 10 berikut ini:

Gambar 7. Bronchocela jubata Gambar 8. Lycodon capucinus


Gambar 9. Dendrelaphis pictus

Gambar 10. Gekko gecko

4. Aves
Penelitian yang dilakukan di Gua Ngingrong ini telah berhasil mencatat
17 spesies dari 14 famili di kawasan Gua Ngingrong. Detail spesies-spesies yang
dijumpai disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kelas Aves yang berhasil ditemukan di Kawasan Gua Ngingrong.


Nama
No. Ordo Famili Genus Spesies Jumlah
Lokal
1. Passeriformes Dicaeidae Dicaeum Dicaeum Cabai 1
trochileum Jawa

Campephagidae Pericrocotus Pericrocotus Sepah 2


cinnamomeus Kecil
Lalage Lalage nigra Kapasan 2
Kemiri
Pycnonotidae Pycnonotus Pycnonotus Cucak 17
aurigaster Kutilang
Nectariniidae Nectarinia Nectarinia Madu 3
jugularis Sriganti
Syliidae Orthotomus Orthotomus Cinenen 4
sutorius Pisang
Passeridae Passer Passer Gereja 3
montanus Erasia
2. Coraciiformes Alcedinidae Halcyon Halcyon Cekakak 8
cyanoventris Jawa
Todiramphus Todiramphus Cekakak 1
chloris Sungai
3. Columbiformes Columbidae Geopelia Geopelia Perkutut 5
striata Jawa
Spilopelia Spilopelia Tekukur 1
chinensis Biasa
4. Falconifomer Falconidae Falco Falco Alap - 1
moluccensis alap sapi
5. Pelecaniformes Ardeidae Ardelo Ardelo Blekok 1
speciosa sawah
6. Accipitriformes Accipitridae Spilornis Spilornis Elang 1
cheela Ular
Bido
7. Galliformes Laniidae Lanius Lanius schach Bentet 1
Kelabu
8. Strigiformes Strigidae Otus Otus lempiji Celepuk 1
Reban
9. Piciformes Picidae Dendrocopos Dendrocopos Caladi 1
macei Ulam
Total Spesies 17
Total Individu 53

Spesies-spesies Aves yang dijumpai di kawasan Gua Ngingrong disajikan dalam gambar
11 - 27 berikut ini:
Gambar 11. Dicaeum trochileum Gambar 12. Pericrocotus cinnamomeus

Gambar 13. Lalage nigra Gambar 14. Pycnonotus aurigaster

Gambar 15. Nectarinia jugularis Gambar 16. Orthotomus sutorius

Gambar 17. Passer montanus Gambar 18. Halcyon cyanoventris


Gambar 19. Todiramphus chloris Gambar 20. Geopelia striata

Gambar 21. Spilopelia chinensis Gambar 22. Spilornis cheela

Gambar 23. Lanius schach Gambar 24. Otus lempiji


Gambar 25. Dendrocopos macei Gambar 26. Falco moluccensis

Gambar 27. Ardeola speciosa

5. Pisces
Penelitian di Gua Ngingrong Gunung kidul ini telah berhasil menemukan
4 spesies yang berasal dari 1 famili di mulut Gua ringrong. Spesies ini
ditemukan di air yang mengalir. Pada saat ditemukan spesies ini berada di dalam
gua dengan jenis air berupa air tawar. Detail spesies-spesies yang dijumpai di
kawasan tersebut disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Spesies Pisces yang Berhasil Ditemukan didalam Gua Ngingrong.


Nama
No. Ordo Famili Genus Spesies Jumlah
Lokal
1. Chordata Actinopterygii Poecilia Poecilia Ikan 4
reticulata Guppy

Total spesies 1

Total individu 4
5.1. Tabel Morfometri Pisces
MORFOMETRI
Spesies TL BL H T LL LL LL Keterangan

Poecilia 1,4 cm 0,7 cm 0,3 cm 0,4 cm - - - Mata = 0,1 cm (Ada


reticulata (1) Linea Lateralis)

Poecilia 2,0 cm 1,2 cm 0,3 cm 0,5 cm - - - Mata = 0,15 cm (Ada


reticulata (2) Linea Lateralis dan
Bintik Hitam di Ekor)

Poecilia 1,15 cm 0,75 cm 0,3 cm 0,1 cm - - - Mata = 0,1 cm (Ada


reticulata (3) Linea Lateralis)

Poecilia 1,5 cm 0,8 cm 0,3 cm 0,4 cm - - - Mata = 0,2 cm (Ada


reticulata (4) Linea Lateralis)

Spesies-spesies Pisces yang dijumpai di mulut Gua Ngingrong disajikan dalam gambar
28 berikut ini:

Gambar 28. Poecilia reticulata

2) Indeks keanekaragaman
1. Margalef
Indeks kekayaan Margalef membagi jumlah spesies dengan fungsi
logarima natural yang mengindikasikan bahwa pertambahan jumlah spesies
berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah individu. Hal ini juga
menunjukkan bahwa biasanya pada suatu komunitas/ekosistem yang memiliki
banyak spesies akan memiliki sedikit jumlah individunya pada setiap spesies
tersebut (Dewi, W. K., dkk, 2020).

2. Shannon H
Besarnya nilai Shannon H menentukan tinggi rendahnya
keanekaragaman jenis di suatu kawasan, dimana definisi besaran nilai
keanekaragaman jenis.

3. Evennes
Indeks kemerataan menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan
individu antara setiap spesies. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu
yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai evenness maksimum.
Sebaliknya, jika nilai kemerataan kecil, maka dalam komunitas tersebut terdapat
jenis dominan, sub-dominan dan jenis yang terdominasi, maka komunitas itu
memiliki evenness minimum.
Indeks keanekaragaman vertebrata di kawasan Gua Ngingrong Gunung
Kidul disajikan dalam Margalef, Shannon_H, dan Evennes_e^H/S. Indeks
Margalef dengan nilai tertinggi di kawasan Gua Ngingrong diperoleh oleh
kelompok Reptil dan terendah diperoleh oleh kelompok Pisces. Pada indeks
Shannon_H, Aves memperoleh nilai yang paling tinggi, sedangkan nilai terendah
berada di kelompok Pisces. Di samping itu, nilai tertinggi pada pada indeks
Evenness_e^H/S diperoleh kelompok Mamalia sementara nilai terendahnya
adalah Pisces.

Tabel 6. Indeks keanekaragaman vertebrata jenis Margalef, Shannon_H, dan


Evennes_e^H di Gua Ngingrong, Gunung Kidul.
Kelompok Margalef Shannon_H Evenness_e^H/S
Mamalia 1.542 1.277 0.8965
Reptil 2.502 1.666 0.7561
Amphibi 1.842 1.647 0.7415
Aves 4.03 2.315 0.5953
Pisces 0 0 1
Gambar 28. Indeks Margalef, Shannon_H, dan Evennes e^H/S

B. PEMBAHASAN

1. Mamalia
Berdasarkan hasil penelitian studi lapangan ini pada kelas Mamalia
diketahui telah tercatat bahwa terdapat 4 spesies Mamalia dengan 3 famili dan 2
ordo yang telah ditemukan di sejumlah tempat di kawasan Geosite Ngingrong.
Kelas Mammalia yang ditemukan merupakan hewan kelelawar yang terdapat 3
spesies yaitu Miniopterus fuliginosus, Hiposideros diadema, dan Hiposideros
lavartus, yang ditemukan di mulut Gua Ngingrong serta terdapat hewan tikus
yang terdapat 1 spesies yaitu Rattus timonacus, yang ditemukan di ladang Mulo
kawasan Gua Ngingrong, kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nilai indeks keanekaragaman Mammalia di Gua Ngingrong dan Ladang Mulo ini
menunjukkan bahwa jenis kelelawar dan tikus yang dijumpai tersebut beraktivitas
di kawasan tersebut.
Mamalia merupakan kelas vertebrata (bertulang belakang) yang memiliki
kelenjar susu yang digunakan untuk menyusui anaknya. Mamalia berasal dari
bahasa latin yaitu mammae berarti susu. Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi
menjadi mamalia kecil dan mamalia besar. Menurut batasan Internasional
berdasarkan faktor ekologi dapat diketahui melalui komposisi vegetasi suatu tipe
habitat. Di dunia, hewan mamalia terdiri dari 19 ordo, 122 famili, 1017 genus
dengan jumlah jenis kurang lebih 12.000. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal
kekayaan mamalia, jenisnya cukup beragam. Di Indonesia terdapat 515 jenis
mamalia (12% dari jenis mamalia yang ada di dunia) (Mudhi, 2021). Mamalia
merupakan salah satu komponen biotik selain memiliki dampak positif mamalia
juga mempunyai dampak negatif bagi para petani, perkebunan, dan perusahaan
sebagai contoh perusahaan yang bergerak di bidang hutan tanaman. Beberapa
mamalia sering dianggap sebagai hama karena dapat menimbulkan kerugian
seperti merusak lahan pertanian dan bibit tanaman, di samping memiliki dampak
negatif mamalia juga memiliki dampak positif seperti menyebarkan biji, dan
membantu penyerbukan bunga (Putra, 2020)
Jumlah spesies Mammalia yang berhasil ditemukan dalam penelitian di
kawasan Gua Ngingrong dan Ladang Mulo ini hampir sama namun tetap lebih
rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Tatag Bagus Putra Prakarsa pada jurnal penelitian “Diversitas Kelelawar penghuni
gua Di Kawasan Karst Pulau Nusa Kambangan: Studi Gua Kali Bener dan
Lempong Pucung”, yang bertempat di Gua Lempong Pucung dan Kali bener di
kawasan karst Nusa Kambangan ini telah berhasil mencatat 6 spesies dari 5 famili
di Gua Lempong Pucung dan 5 spesies dari 4 famili di Gua Kali Bener. Namun
hewan yang ditemukan dan yang berada dalam jurnal hanyalah kelelawar saja.
Penelitian di Gua Ngingrong dan sekitarnya seperti Ladang Mulo dalam
meneliti kelas Mammalia ini kami laksanakan pada hari sabtu dan minggu tanggal
18 dan 19 Maret 2023. Pada hari sabtu pukul 14.45 telah dimulai penelitian
dengan memberi dan menyebarkan perangkap tikus di ladang mulo kawasan Gua
ngingrong. Selanjutnya pada pukul 16.30 sampai 20.00 melanjutkan penelitian
dengan turun ke Goa ngingrong dan menangkap kelelawar dengan peralatan yang
telah disiapkan seperti jaring di mulut Goa. Selanjutnya pada hari minggu pagi
pukul 08.00, dilakukan pengambilan perangkap tikus yang telah disebar kemarin
di ladang mulo kawasan gua ngingrong. Terlihat tidak banyak tikus yang didapat
dikarenakan mungkin adanya faktor cuaca karena pada malam kemarin sedikit
hujan sehingga, mungkin tikus tidak berkeliaran di ladang dan tidak masuk
perangkap.
Keanekaragaman di Gua Ngingrong dan sekitarnya seperti Ladang Mulo
dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan dengan Gua Lempong Pucung dan Kali
Bener, dimana ditunjukkan dengan nilai indeks Shannon-Wiener yaitu 1,277
berbanding 1,256 dan 1,082. Dapat disimpulkan perbandingan perbedaannya
sangat tipis antara Gua Ngingrong dan sekitarnya dengan Gua Lempong Pucung
dengan selisih 21. Di lihat dari status konservasinya, di kedua tempat Gua
Lempong Pucung dan Kali Bener terdapat spesies dengan status konservasi
vurnerable (VU) atau rentan versi IUCN redlist yaitu Miniopetrus schreibersi,
yang memiliki trend menurun dandiperkirakan telah menurun setidaknya 30%
selama 16,5 tahun terakhir berbeda dengan yang ditemukan pada Gua Ngingrong
dan sekitarnya yaitu Miniopterus fuliginosus yang sama sama bergenus sama
tetapi beda spesies.
Pada Kelas Mammalia hewan tikus terdapat 1 famili yaitu Murdae dengan
spesies Rattus timonicus atau yang biasa disebut dengan tikus pohon (habitatnya
di ladang atau kebun) telah mendapatkan 2 ekor dari 10 perangkap. Dibandingkan
dengan penelitian lain, pada penelitian yang dilakukan oleh Hendri Anggi
Widayani tahun 2014 yang telah menemukan 3 spesies Murdae yang diantaranya
adalah spesies Rattus tanezumi (tikus rumah), Rattus tiomanicus (tikus pohon),
dan Suncus murinus (cecurut) (Widayani, 2014).
Selain itu, pada penelitian di Gua Ngingrong dan sekitarnya seperti
Ladang Mulo memiliki data abiotik diantaranya terbagi menjadi lokasi yaitu pada
mulut Goa dan ladang. Pada Mulut Goa sendiri, memiliki faktor abiotik udara
dengan suhu 29 °C, kelembaban 77%, kadar oksigen sebesar 1.010 ppm, dan
kecepatan angin 0,2 m/s. Sedangkan pada ladang mulo memiliki faktor abiotik
udara dengan suhu 27 °C, kelembaban 81%, dan kadar oksigen sebesar 1.011
ppm.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa spesies yang ada di
kawasan Geosite Ngingrong kurang beragam dibandingkan beberapa tempat
lainnya yang ada di dalam jurnal. Keanekaragaman yang lumayan sedikit ini dapat
dikarenakan beberapa faktor mulai dari faktor cuaca dan lingkungan hingga
maupun suhu yang tidak sesuai dengan suatu spesies.

2. Reptil
Berdasarkan hasil penelitian kelas reptilia yang telah dilaksanakan,
teridentifikasi 6 spesies dari 3 famili yang berbeda. Hasil temuan yang berada di
Geosite Ngingrong ini jauh dibawah dengan penelitian yang dilakukan pada
jurnal “Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Kawasan Ekowisata Goa
Kiskendo, Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” yang dilakukan
oleh Tony Febri Qurniawan dan Rury Eprilurahman (2012). Pada jurnal tersebut
spesies reptil yang ditemukan berjumlah 29 jenis reptil berbanding jauh dengan
yang ditemukan saat praktek studi lapangan Vertebrata kali ini yang hanya
menemukan 6 spesies saja.
Budhi Utami (2016) melakukan studi perbandingan keanekaragaman
Reptil dan Amfibi yang terdapat pada kawasan Ekowisata Air Terjun
Rorokuning dan Ironggolo yang masing-masing terletak di kabupaten Nganjuk
dan juga Kediri dan ditemukan 14 spesies reptil dan amfibi di kawasan
Ekowisata Air Terjun Rorokuning dan 13 spesies reptil dan amfibi di kawasan
Air Terjun Ironggolo. Hal ini membuktikan bahwa temuan spesies yang ada di
Geosite Ngingrong jauh di bawah kedua jurnal penelitian yang telah dipaparkan.
Reptil atau binatang melata adalah kelompok hewan yang bertulang
belakang (vertebrata) yang berdarah dingin dan memiliki kulit bersisik (Melly,
2022). Reptil yang ditemukan yang ditinjau dari karakteristik habitatnya dapat
hidup di ladang, pohon, tanah, kubangan, dan jalan setapak. Reptil yang
ditemukan di Geosite Ngingrong ini banyak ditemukan di daerah ladang dengan
ditemukan di substrat berupa batu, pohon, dan tanah. Pada substrat batu dan
tanah ditemukan Lycodon dan Dendrelaphis, pada substrat bebatuan dekat
perairan ditemukan Flowlea, dan yang terakhir pada substrat pohon ditemukan
Bronchocela.
Berdasarkan data abiotik yang telah teramati pada kawasan Geosite
Ngingrong sekitaran Goa Ngingrong pukul 19.00 - 21.00 memiliki suhu antara
26,6ºC hingga 27,1ºC dengan kelembaban udara 87% - 90%. dibandingkan
dengan suhu yang ada di Goa Kiskendo 21ºC-23ºC yang memiliki suhu yang
relatif lebih rendah dibandingkan dengan Geosite Ngingrong. Menurut
(Mattison,2005) reptil santa memerlukan suhu yang cukup untuk proses
metabolismenya. Sehingga pada saat penelitian pada Geosite Ngingrong tidak
banyak spesies yang ditemukan karena suhu yang ada di kawasan tersebut
lumayan tinggi dan kawasan tersebut beberapa saat sebelum penelitian dibasahi
oleh jatuhnya air hujan sehingga membuat spesimen yang di cari sukar untuk
didapat.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa spesies yang ada di
kawasan Geosite Ngingrong kurang beragam dibandingkan beberapa tempat
lainnya yang ada di dalam jurnal. Keanekaragaman yang lebih sedikit ini dapat
dikarenakan beberapa faktor mulai dari faktor cuaca hingga tempat yang sudah
tidak layak untuk ditinggali karena banyak polusi maupun limbah maupun suhu
yang tidak sesuai dengan suatu spesies.

3. Amphibi
Berdasarkan hasil penelitian pada kelas amphibi diketahui bahwa terdapat
7 spesies Anura yang ditemukan di sejumlah tempat di kawasan Geosite
Ngingrong. Jumlah spesies Anura yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini
lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian oleh Sari, Afriyansyah, dan
Hamidy (2022) di Taman Wisata Alam Jering Menduyung, Bangka Barat, yakni
ditemukan sebanyak 11 spesies Anura. Sama halnya dengan hasil penelitian
amfibi oleh Bobi dan Rifanjani (2017) di kawasan Tambling Wildlife Nature
Conservation (TWNC) mereka menemukan 11 spesies Anura. Perbedaan jumlah
spesies pada penelitian ini dapat terjadi karena faktor biotik dan abiotik. Selain
itu, waktu yang dibutuhkan selama penelitian di lapangan dan luas wilayah yang
disurvei juga mempengaruhi perbedaan hasil penelitian.
Anura ditinjau dari karakteristik habitatnya dapat hidup di ladang, pohon,
tanah, kubangan, dan jalan setapak. Berdasarkan bagian hasil kelas Amphibi
(Anura), diketahui bahwa ladang menjadi habitat dengan jumlah individu yang
paling banyak dijumpai. Hal ini karena telah ditemukan sebanyak 18 individu dari
4 spesies, yaitu Fejervarya limnocharis, Fejevarya sp., Microhyla orientalis, dan
Polypedates leucomystax. Spesies Polypedates leucomystax juga ditemukan pada
penelitian Kaprawi, dkk (2022) di Cagar Alam Leuweung Sancan, tetapi tidak
untuk F. limnocharis dan M. orientalis karena tipe habitat lokasi penelitian
tersebut berupa hutan dataran rendah dan hutan pantai. Hal ini sejalan dengan
teori yang menyatakan bahwa kedua spesies tersebut biasa ditemukan di area
persawahan atau padang rumput. (Alhadi, dkk. 2021). Sementara itu, di habitat
pepohonan ditemukan sebanyak 3 individu dari 2 spesies meliputi Polypedates
leucomystax dan Kaloula baleata. di kubangan dijumpai 2 individu dari 1 spesies,
yaitu Occidozyga sp. Satu individu Kaloula baleata ditemukan di tanah dan satu
individu Duttaphyrnus melanostictus dijumpai di jalan setapak.
Dari uraian jumlah Amfibi di atas menunjukkan rendahnya
keanekaragaman pada penelitian di kawasan Gua Ngingrong tersebut karena
habitatnya kurang beragam dan kondisi sungai yang kering. Jauh berbeda jika
dibandingkan dengan penelitian Kaprawi, dkk (2022) di Cagar Alam Leuweung
Sancang. Mereka menemukan 11 spesies di dua lokasi berbeda, yaitu Cikalongan
dan Cijeruk. Cikalongan memiliki beragam tipe habitat, seperti semak, kubangan
air, hutan sekunder, hingga sungai, sementara Cijeruk tipe habitatnya berupa hutan
sekunder dan sungai besar. Selain itu, dibandingkan dengan karakteristik habitat
pada penelitian Sari, Afriyansyah, dan Hamidy (2022) di Taman Wisata Alam
Jering Menduyung jelas jauh lebih beragam karena tipe lokasi penelitiannya
adalah rawa, mangrove, hutan dataran rendah, dan perkebunan. Perbedaan
keanekaragaman yang berbeda ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yani,
dkk (2015) bahwa Amfibi merupakan salah satu fauna penyusun ekosistem dan
merupakan bagian keanekaragaman hayati yang menghuni habitat perairan,
daratan hingga arboreal.
Menurut hasil pengukuran suhu udara yang dilakukan pada malam hari
pada ketiga lokasi (kecuali jalan setapak dan kubangan) diperoleh nilai yang tidak
jauh berbeda, yakni berkisar antara 26,6ºC - 27,1ºC, hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Berry (1975) bahwa amfibi mendapatkan suhu pertumbuhan
optimum antara 26°C - 33°C. Duellman dan Treub (1986) berpendapat bahwa
Anura adalah jenis satwa eksoterm, yakni suhu tubuhnya bergantung pada suhu
lingkungannya. Di samping itu, pengukuran kadar kelembaban udara diketahui
berkisar 87% hingga 90%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keadaan
kelembabannya cukup tinggi.

4. Aves
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan 17 jenis
burung yang terdiri atas 8 ordo, famili yang ditemukan sebanyak 13 famili.
Burung yang ditemukan merupakan jenis burung hutan, namun ada jenis burung
air yang ditemukan yaitu Todiramphus chloris. Nilai indeks keanekaragaman aves
di Goa Ngingrong menunjukkan bahwa jenis burung yang dijumpai tersebut
beraktivitas di kawasan tersebut.
Pada kelas aves diketahui bahwa terdapat 6 famili pada ordo Passeriformes
yang ditemukan di kawasan Goa Ngingrong. Jumlah famili pada ordo
Passeriformes yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian oleh Shanti (2021) di Suaka Margasatwa, Gunung
Kidul, DIY yakni ditemukan 13 famili. Perbedaan jumlah famili pada penelitian
ini dapat terjadi karena faktor geografi, perkembangan maupun fisik.
Eka, Y. W. (2019) melakukan penelitian di kawasan Cagar Alam Besowo
dan sekitarnya ditemukan beberapa ordo yang sama dengan penelitian yang
dilakukan di kawasan Goa Ngingrong yaitu ordo Passeriformes, Coraciiformes,
Columbiformes, Accipitriformes, Galliformes, Strigiformes, dan Piciformes.
Ditemukan 6 famili pada ordo Passeriformes, 1 famili pada ordo Coraciiformes, 1
famili pada ordo Columbiformes, 1 famili pada ordo Accipitriformes, 1 famili
pada ordo Galliformes, 1 famili pada ordo Strigiformes, 1 famili pada ordo
Piciformes, 1 famili pada ordo Falconifomer, dan 1 famili pada ordo
Pelecaniformes. Berdasarkan hasil perhitungan keanekaragaman jenis burung di
kawasan Cagar Alam dan sekitarnya nilai keanekaragaman yang didapatkan
adalah 2,64. Nilai keanekaragaman sangat berkaitan dengan seberapa banyak jenis
yang dijumpai.
Menurut hasil pengukuran suhu udara yang dilakukan pada pagi hari di
kawasan Goa Ngingrong yakni 26,9ºC dengan kecepatan angin 0,9 m/s.
Keanekaragaman jenis burung di Indonesia dikaitkan dengan kondisi lingkungan,
semakin tinggi keanekaragaman jenis burung maka semakin seimbang suatu
ekosistem di wilayah tempat hidup burung. Penyebaran jenis-jenis burung
dipengaruhi oleh habitat tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap
lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam seperti
ditemukan di daerah hutan, laut, perkotaan, dan perdesaan. Beberapa kawasan
hutan lebih banyak dijumpai berbagai jenis burung diantaranya di hutan dataran
tinggi seperti hutan gunung (Iwan, S. K., dkk, 2019).

5. Pisces
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan 1 jenis ikan
yang terdiri atas 1 famili. Ikan yang ditemukan merupakan jenis Ikan Guppy
yang mempunya nama spesies Poecilia reticulata. Ikan ini ditemukan di mulut
Gua Ngingrong. Spesies ini ditemukan di air yang mengalir. Pada saat
ditemukan spesies ini berada di dalam gua dengan jenis air berupa air tawar.
Penelitian ini dilakukan pada suhu 27ºC dengan pH 6 dan mempunyai kadar
oksigen nya 572 ppm.
Ikan Guppy saat ini sangat populer sebagai ikan hias. Ikan Guppy yang
juga banyak dikenal sebagai Million fish atau Rainbow Fish, adalah ikan yang
cukup banyak didistribusikan keberbagai negara khususnya daerah tropis. Ikan
Guppy berasal dari daerah kepulauan Karibia dan Amerika Selatan, dan dapat
digunakan sebagai pengendali nyamuk, sehingga tersebar dan dibawa oleh para
pelaut ikan Guppy sendiri pe rtama kali diteliti oleh Wilhelm C.H. Peters pada
tahun 1959 di daerah Venezuela dan diberi nama dengan nama Poecilia
reticulata akan tetapi nama yang paling populer adalah Guppy
Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri, diantaranya keindahan akan
warna, bentuk dan corak yang berbeda dari tiap jenis. Hal ini menjadikan ikan
hias diperdagangkan sebagai komoditas hidup sebagai produk hiburan yang
banyak diminati oleh masyarakat karena dapat menempati pasar pada setiap
tingkat sosial dan ekonomi masyarakat, tergantung dari jenis dan harga ikan
tersebut. Namun keberadaan ikan hias sendiri saat ini tidak lagi sebagai hiburan
atau hobi semata, tetapi telah berkembang menjadi objek yang dimanfaatkan
bagi kepentingan dunia pendidikan, penelitian, medis, maupun keperluan
konservasi alam (Adiguna, 2011)
Menurut (Wirjoatmodjo, 1993), ikan ini dapat ditemukan di berbagai
tempat di Nusantara dan mungkin telah menjadi ikan yang paling melimpah di
Jawa dan Bali. Di Jawa, ikan guppy ditemukan di berbagai tempat, baik di
perairan alami seperti sungai dan danau, maupun di kolam atau akuarium milik
penghobi ikan hias. Beberapa daerah di Jawa yang terkenal dengan produksi
ikan guppy antara lain Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Ciamis di Jawa
Barat, serta Kabupaten Jember di Jawa Timur. Di Bali, Ikan Guppy ditemukan di
beberapa lokasi seperti Danau Batur, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan.
Ikan Guppy (Poecilia reticulata) merupakan salah satu jenis ikan hias
yang hidup di air tawar. Ikan guppy jantan memiliki nilai ekonomis yang tinggi
dan banyak diminati masyarakat karena memiliki variasi warna yang menarik
dengan corak sirip yang beragam di bagian ekornya. Salah satu cara untuk
meningkatkan produksi ikan jantan adalah melalui pengarahan kelamin
(Priyono, et al. 2013).
Pada penelitian ini ditemukan 4 Ikan Guppy (Poecilia reticulata). Ikan
Guppy yang ditemukan mempunyai ukuran yang rata-rata ukuran tubuh nya
1,8625. Ikan Guppy yang kedua merupakan ikan yang memiliki panjang tubuh
yang palig besar yaitu 2,0 cm. Ikan Guppy yang pertama memiliki lebar mata
sebesar 0,1 cm dan memiliki linea lateralis. Ikan Guppy yang kedua memiliki
lebar mata sebesar 0,15 cm, memiliki linea lateralis dan memiliki bintik hitam
yang terdapat di ekor. Ikan Guppy yang ketiga memiliki lebar mata sebesar 0,1
cm dan memiliki linea lateralis. Ikan Guppy yang keempat atau yang terakhir
memilik lebar mata sebesar 0,2 cm dan memiliki linea lateralis.
Adapun beberapa faktor persebaran Poecilia reticulata yaitu suhu air,
ketersediaan makanan, kualitas air, kedalaman serta keadaan lingkungan sekitar.
Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi persebaran Ikan Guppy. Suhu air
yang dibutuhkan Poecilia reticlata adalah suhu yang hangat antara 22-26 derajat
Celsius. Oleh sebab itu, mereka akan lebih banyak ditemukan di perairan yang
memiliki suhu air yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ikan Guppy adalah
pemakan omnivora, yang berarti mereka memakan berbagai jenis makanan
seperti plankton, alga, dan serangga kecil. Oleh karena itu, mereka akan lebih
banyak ditemukan di perairan yang memiliki ketersediaan makanan yang cukup.
Kualitas air yang dibutuhkan adalah air yang bersih dan sehat untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Mereka akan lebih banyak ditemukan di perairan yang
memiliki kualitas air yang baik, seperti air yang tidak tercemar oleh limbah atau
bahan kimia berbahaya. Ikan Guppy lebih sering juga ditemukan di perairan
dangkal, seperti di kolam atau sungai yang dangkal. Hal ini dikarenakan ikan
Guppy lebih suka berenang di dekat permukaan air dan tidak bisa berenang
terlalu jauh di kedalaman yang lebih dalam. Poecilia reticulata cenderung
memilih lingkungan yang terlindung dan aman dari predator seperti pepohonan
atau tanaman air. Oleh karena itu, mereka lebih banyak ditemukan di perairan
yang memiliki lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, kami menyimpulkan
bahwa hewan vertebrata yang dijumpai di kawasan Gua Ngingrong terdiri dari 5
kelas, yaitu kelas Mamalia, Amphibia, Reptil, Aves, dan Pisces dengan kelas
yang paling banyak dijumpai adalah Aves. Jumlah individu yang ditemukan
sebanyak 101 individu dari 38 spesies yang telah ditemukan. Jumlah spesies
yang tercatat tersebut terdiri dari 25 famili, yaitu Miniopteridae, Hipposideridae,
Murdae, Ranidae, Rhacophoridae, Bufonidae, Microhylidae, Agamidae,
Colubridae, Gekkonidae, Dicaeidae, Campephagidae, Pycnonotidae,
Nectariniidae, Syliidae, Passeridae, Alcedinidae, Columbidae, Falconidae,
Ardeidae, Accipitridae, Laniidae, Strigidae, Picidae, dan Actinopterygii.
Keanekaragaman hewan vertebrata di kawasan Gua Ngingrong tersebut
dijumpai di lokasi yang berbeda-beda. Kami menemukan bahwa
keanekaragaman vertebrata di kawasan Goa Ngingrong ini tergolong lebih
sedikit menurut 3 perhitungan Margalef, Shannon H, dan Evennes.

B. SARAN
1. Pada saat melakukan penelitian terdapat kesulitan karena adanya alat
yang terbatas, sebaiknya praktikan menyediakan alat praktikum yang
lebih lengkap dan baik agar penelitian berjalan dengan lancar.
2. Sebaiknya praktikan memperhatikan cuaca, karena cuaca yang tidak
menentu dapat menghambat pelaksanaan penelitian dan dapat
mempengaruhi jumlah spesies yang didapat.
3. Praktikan harus memperhatikan dan lebih berhati-hati dalam melewati
medan yang cukup terjal.
DAFTAR PUSTAKA

Alhadi, F., dkk.(2021). Panduan Bergambar dan Identifikasi Amfibi Pulau Jawa.
Jakarta: Perkumpulan Amfibi Reptil Sumatra (ARS/NABU).

Berry. (1975). The Amphibian Fauna of Feninsular Malaysia. Kuala Lumpur: Tropical
Pr.

Bobi, M., & Rifanjani, S. (2017). Keanekaragaman herpetofauna di kawasan tambling


wildlife nature conservation (TWNC) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS) pesisir barat lampung. Jurnal Hutan Lestari, 5(2), 348 - 355.

Dewi, W. K., dkk. (2020). Keanekaragaman, Kemerataan, dan Kekayaan Spesies


Tumbuhan dari Geosite Potensial Benteng Otanaha sebagai Rintisan
Pengembangan Geopark Provinsi Gorontalo. Jurnal Biologi, 14(2), 264-274.

Duellman W. E., & Trueb, L. (1986). Biology of Amphibians. New York: McGraw-Hill.

Eka, Y. W., & Sunu, K. (2019). Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Burung di
Kawasan Cagar Alam Besowo Gadungan dan sekitarnya Kabupaten Kediri Jawa
Timur. Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya, 1(1).

Huda, N. (2018). Inventarisasi Keanekaragaman Amfibi di Kawasan Wisata Air Terjun


Bajuin Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Pendidikan Hayati, 4(2).

Iskandar, D. T. (1998). Amfibi Jawa dan Bali: Seri Panduan Lapangan. Bogor:
Puslitbang Biologi-LIPI.

Iwan, S. K., dkk. (2019). Keanekaragaman Aves di Kawasan Cagar Alam Pananjung
Pangandaran. Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 11(1).

Kaprawi, F., dkk. (2022). AMFIBI DI CAGAR ALAM LEUWEUNG SANCANG,


JAWA BARAT, INDONESIA. Zoo Indonesia, 31(1), 43-54.

Lubis, M. Z., & Pujiyati, S. (2013). Pengaruh aklimatisasi kadar garam terhadap nilai
kematian dan tingkah laku ikan guppy (Poecilia reticulata) sebagai pengganti
umpan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Jurnal teknologi perikanan dan
kelautan, 4(2), 123-129.
Mattison, C. (2005). “Encyclopedia of Reptiles and Amphibians”. Buku The Brown
Reference Group plc.Singapore. 79p.
Maya, S., & Nur, R. A. (2021). Zoologi Vertebrata.

Melly, A. (2022). MODUL TAKSONOMI VERTEBRATA (KELAS REPTIL) (Doctoral


dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).

Mudhi, M. U., & Fadillah, N. (2021). Deteksi Besar Hewan Mamalia Berdasarkan Luas
dan Keliling Menggunakan Metode K-MEANS. Jurnal Informatika dan Teknologi
Komputer (J-ICOM), 2(1), 06-11.

Putra, R. M., Erianto, E., & Dewantara, I. (2020). Keanekaragaman Jenis Mamalia
Diurnal di Beberapa Tipe Hutan pada Areal IUPHHK-HT PT. Hutan Ketapang
Industri Kabupaten Ketapang. Jurnal Hutan Lestari, 7(4).

Pratama, D. R., Wijayanti, H., & Yulianto, H. (2018). Pengaruh warna wadah
pemeliharaan terhadap peningkatan intensitas warna ikan guppy (Poecilia
reticulata). e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 7(1), 775-782.

Priyono, et al. 2013. Maskulinisasi Ikan Gapi (Poecilia Reticulata) Melalui Perendaman
Induk Bunting Dalam Larutan Madu Dengan Lama Perendaman Berbeda. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22.

Qurniawan, T. F., & Eprilurahman, R.”Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Kawasan


Ekowisata Goa Kiskendo, Kulon Progo” Provinsi Daerah Istimewa yogyakarta.

Sari, N., Afriyansyah, B., & Hamidy, A. (2022). Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura)
Taman Wisata Alam Jering Menduyung, Bangka Barat. Jurnal Biologi, 15(1),
1-15.

Setiawan, R. (2020). Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Ikan Guppy


(Poecilia reticulata)(Studi Kasus: Jalan Mentawai Kecamatan Medan
Kota) (Doctoral dissertation).

Shanti, Ulfa Rosyida & Agil, Muhamad. (2021). Keberagaman Jenis Burung Anggota
Ordo Passeriformes di Suaka Margasatwa Paliyan, Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta Pasca Rehabilitasi. Boneo Journal Of Science And
Mathematics Education, 1(3), 137-152.

Utami, B., Hanifa, B. F., & Choiriyah, N. N. (2016). Studi Perbandingan


Keanekaragaman Reptil dan Amfibi di Kawasan Ekowisata Air Terjun
Rorokuning, Nganjuk dan Ironggolo, Kediri sebagai Indikator Kualitas
Lingkungan yang baik. In Prosiding Seminar Nasional II, Kerjasama Prodi
Pendidikan Biologi FKIP Dengan Pusat Studi Lingkungan Dan Kependudukan
UMM (pp. 1047-1054).

Widayani, H. A., & Setiana, S. (2014). Identifikasi tikus dan cecurut di Kelurahan
Argasoka dan Kutabanjarnegara Kecamatan Banjarnegara Kabupaten
Banjarnegara tahun 2014. Balaba, 10(1), 27-30.

Wirjoatmodjo. (1993). Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus
Edition (HK) Ltd. dan Proyek EMDI KMNKLH Jakarta, 126-127.

Yani, A., & Said, S. (2015). Keanekaragaman Jenis Amfibi Ordo Anura di Kawasan
Hutan Lindung Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak
Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari, 3(1), 15-20.

Yudha, D. S., dkk. (2014). Keanekaragaman Jenis Katak dan Kodok (Ordo Anura) di
Sepanjang Sungai Opak, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Biologi,
18(2), 52-59.
LAMPIRAN

Tabel Mikroklimat
Kadar Kecepatan Intensitas
Faktor Suhu Kelemba Satinitas Kecepatan
Kelas Ph Oksigen angin Cahaya Komposisi
Abiotik °C ban (%) (%) arus (m/s)
(ppm) (m/s) (Cd)
Pisces Air 27,5 - 6 572 0 0 - - -
Mammalia Udara 29 77 - 1.010 - 0,2 - - -
(Ladang)
Mammalia Udara 27 81 - 1.011 - - - - -
(Goa)
Herpetofauna Udara 27,1 87 - - - 0 - - -
(Ladang )
Herpetofauna Udara 26,7 87 - - - 0 - - -
(Pohon 1)
Herpetofauna Udara 26,6 90 - - - 0 - - -
(Pohon 2)
Herpetofauna Udara 26,7 90 - - - 0 - - -
(Tanah)
Aves Udara 26,9 77 - - - 0,9 - - -

Anda mungkin juga menyukai