DISUSUN OLEH:
LEMBAR PENGESAHAN
Judul :
Disusun oleh :
NPM : E1K021034
Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktik Lapangan/Magang Program Studi Proteksi
Tanaman, Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
yang dilaksanakan mulai tanggal 21 September - 10 November 2023.
Mengetahui:
BAB II
KEGIATAN PENGAMATAN
2. 1 Waktu dan Tempat Pengamatan
Tempat pengamatan keragaman serangga arthopoda yaitu di lahan samping jurusan
peternakan, Universitas Bengkulu. Waktu pengamatan dilakukan pada tanggal 29 Desember
2023 sampai dengan tanggal 02 Desember 2023. Pengambilan sampel dengan menggunakan
teknik perangkap jebakan (pitfall trap) yang diletakkan secara acak dengan jarak antar sampel
7 meter sebanyak 5 sampel
2. 2 Deskripsi tempat pengamatan
Kawasan universitas bengkulu merupakan kawasan yang masih terdapat pohon-pohon
tinggi yang hidup secara liar dengan beranekaragan jenis tumbuh-tumbuhan.
2. 3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Cup
Air
Deterjen
Plastik
Karet
Ranting
2. 4 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada pengamatan kali ini adalah sebagai berikut:
Menyiapkan alat dan bahan berupa cup aqua sebanyak 5 cup,air ,deterjen,ranting,
plastik, dan karet.
Campurkan air dan deterjen
Kemudian gali tanah dan masukkan cup aqua hingga kedalam lubang rata sampai bibir
cup sehingga serangga dapat masuk dan terjebak
Mengisi cup dengan air larutan deterjen (1/8cup)
Memberi atap dengan 4 ranting pada sisi lubang supaya pada saat hujan air tidak
masuk ke dalam perangkap jebakan.
Pengamatan dilakukan selama 3 hari
Kemudian menghitung ekosistem serangga apa saja yang masuk ke dalam jebakan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Sampel Ordo Famili Jumlah
1 Semut(Hymenoptera) Semut(Formicidae) 6
Jangkrik(Orthoptera) Jangkrik(Gryllidae) 2
Laba-laba(Araneae) Laba-laba(Araneidae) 2
2 Jangrik(Orthoptera) Jangkrik(Gryllidae) 2
Semut(Hymenoptera) Semut(Formicidae) 4
Kelabang(Scolopendromorpha Kelabang(Scolopendridae) 1
)
3 Semut(Hymenoptera) Semut(Formicidae) 7
Laba-laba(Araneae) Laba-laba(Araneidae) 4
Belalang(Orthoptera) Belalang(Acrididae) 3
Jangkrik(Orthoptera) Jangkrik(Gryllidae) 1
4 Belalang(Orthoptera) Belalang(Acrididae) 1
Jangrik(Orthoptera) Jangkrik(Gryllidae) 2
Semut(Hymenoptera) Semut(Formicidae) 4
5 Semut(Hymenoptera) Semut(Formicidae) 6
Laba-laba(Araneae) Laba-laba(Araneidae) 4
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil selama pengamatan dengan menggunakan jebakan pitfall trap yang
di lakukan di kawasan jurusan peternakan didapat jenis serangga yang berbeda-beda yaitu
semut, laba-laba, belalang, jangkrik,dan kelabang.Jumlah serangga yang terperangkap paling
banyak dari famili Formicidae sebanyak 27 serangga,selanjurnya di ikuti dengan famili
Araneidae sebanyak 10 serangga, Gryllidae sebanyak 7 serangga, Araneidae sebanyak 10,
Acrididae sebanyak 4,Scolopendridae sebanyak 1.faktor lingkungan sangat berpengaruh
terhadap suhu,kelembaban,ketersediaan pakan,dan ketinggian tempat dengan kehadiran
serangga dalam suatu ekosistem.
Semut adalah semua serangga anggota famili Formicidae, ordo Hymenoptera. Semut
merupakan salah satu anggota Kelas Insekta/Hexapoda (serangga) yang memiliki
keanekaragaman hayati tinggi. Keragaman yang dimiliki semut meliputi keragaman jenis
serta keragaman peran ekologi. Semut berperan sebagai herbivor, karnivor / predator,
omnivor maupun detritivor. Sebagai detritivor atau pengurai, semut berperan dalam
merombak materi organik menjadi anorganik dalam tanah. Sebagai predator, semut potensial
untuk dimanfaatkan sebagai agen pengendali hayati dalam program pengelolaan hama terpadu
(PHT).
Formicidae yang ditemukan dalam jumlah individu paling banyak merupakan
famili yang meliputi semua jenis semut yang sangat penting dalam sebuah ekosistem. Jumlah
individu dari Famili Formicidae yang tinggi menunjukkan adanya pendukung baik dari segi
habitat dan makanan. Serangga dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi ini dikenal
sebagai soil enggineer karena dalam pembuatan sarang mereka membuat lubang atau
gundukan dari tanah (Siriyah, 2016). Lubang tanah yang dibuat oleh fauna ini
memungkinkan terjadinya pertukaran udara yang digunakan bakteri tanah dalam
mendekomposisi bahan-bahan organik. Bahan tersebut kemudian berfungsi sebagai
sumber hara bagi vegetasi di hutan (Amir, dkk., 2003).
Laba-laba yang terperangankap yaitu dari famili Araneidae sebanyak 10 laba laba
yang di temukan di kawasan jurusan peternakan. Laba-laba merupakan hewan pemangsa
(karnivora), bahkan kadang- kadang bersifat kanibal. Laba-laba adalah hewan yang dapat
ditemukan pada berbagai habitat terestrial.Laba-laba memiliki peranan penting pada suatu
ekosistem yaitu sebagai pemangsa terutama memangsa serangga sehingga berperan dalam
mengendalikan populasi serangga hama seperti ordo Colembola, Coleoptera, dan Orthopera.
Laba- laba dan vegetasi bersimbiosis satu sama lain, dimana laba-laba memanfaatkan vegetasi
sebagai tempat mencari makan dan berlindung serta vegetasi memanfaatkan laba-laba sebagai
pemangsa serangga hama. Berdasarkan peranan ini laba-laba mempunyai arti penting dalam
rantai makanan. Kerusakan hutan akan berdampak terhadap keanekaragaman laba-laba dan
mempengaruhi siklus nutrisi dan materi pada ekosistem.
Jangkrik termasuk dalam Ordo Orthoptera adalah omnivora yang memakan sisa-sisa
organik, bahan tanaman yang membusuk, dan jamur selain menjadi serangga pemakan
tumbuhan dalam suatu ekosistem, jangkrik berperan sebagai pemecah bahan organik dari
tanaman dan jamur.Ordo Orthoptera termasuk ke dalam anggota dari kelompok serangga
(kelas Insecta). Orthoptera memainkan peran dan fungsi penting dalam ekosistem hutan,
terutama dalam menjaga keseimbangan.
Keanekaragaman belalang pada kedua ekosistem secara umum juga ditentukan oleh
faktor lingkungan.warna belalang V. nigricornis abu-abu kecoklatan, paha berwarna coklat
dan betis kemerahan atau ungu.spesies belalang yang ditemukan di agroekosistem adalah dari
famili Acrididae sedangkan pada ekosistem hutan tanaman spesies belalang yang paling
banyak ditemukan adalah dari famili Acrididae. Beberapa hasil penelitian Baldi dan
Kisbenedek (1997) menunjukkan bahwa kenaeka- ragaman belalang lebih stabil pada
ekosistem yang tidak terganggu. Saha et al., (2011) menambahakan bahwa keanekaragaman
dan kelimpahan spesies (Acrididae: Ordo Orthoptera) di ekosistem yang tidak terganggu lebih
tinggi dibandingkan ekosistem yang terganggu.
Kelabang adalah hewan-hewan yang memanjang dan gepeng yang mempunyai 15 atau
lebih tungkai. Masing-masing ruas tubuh mengandung sepasang tungkai. Dua pasang terakhir
mengarah ke belakang dan sering kali berbeda dalam bentuk dari pasangan-pasangan lainnya.
Sungut terdiri dari 14 atau lebih ruas-ruas. Mata mungkin ada atau tidak, bila ada biasanya
terdiri dari banyak ommatidium. Kepala mengandung sepasang mandible dan dua pasang
maksila. Embelan ruas tubuh pertama di belakang kepala seperti kuku dan berfungsi sebagai
geraham racun. Kelabang hidup pada musim dingin, sebagai individu dewasa hidup di tempat
yang terlindung dan meletakan telur-telur mereka selama musim panas. Telur-telur tersebut
biasanya lengket dan tertutup dengan tanah dan mereka di letakan secara tunggal.
Menurut Soendjoto et al. (2014) suatu kawasan dapat digunakan sebagai habitat dan
tempat pemenuhan pakan dari kehidupan liar tergantung lanskap dari kawasan. Fluktuasi
jumlah dan jenis spesies hewan disebabkan kondisi habitat, ketersediaan sumber
pakan/nutrisi, keragaman dan komposisi vegetasi, kondisi keamanan dan kenyamanan di tipe
habitat, kedekatan atau kesinambungan tipe habitat pada hamparan lahan, karateristik spesies
yang unik, kondisi iklim (suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya), perlakuan dan aktivitas
manusia, serta kondisi dan keterbatasan pengamat (Soendjoto et al., 2016). Faktor lingkungan
sangat mempengaruhi keberadaan serangga pada suatu ekosistem.
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Amir, M., Noerdjito, W. A., & Kahono, S. (2003). Serangga Taman Nasional Gunung
Halimun Jawa Bagian Barat. Biodiversity Concervation Project. Jakarta.
Baldi, A. and Kisbenedek, T. 1997. Orthopteran assemblages as indicators of grassland
naturalness in Hungary. Agr. Ecosys. Environ, 66: 121-129.
Leksono, A.S. 2017. Ekologi Arthropoda. UB Press. Malang.
Saha, H.K., Sarkar, A. and Haldar, P. 2011. Effects of Antrophogenic Disturbance on the
Diversity and Composition of the Acridid Fauna of Sites in the Dry Deciduous
Forest of West Bengal, India. Jornal of Biodiversity and Ecological Science.
No 1. Issue 4. 313- 320.
Siriyah, S. L. (2016). Keanekaragaman dan Dominansi Jenis Semut (Formicidae) di Hutan
Musim Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Journal Biota, 1(2):85-90.
doi:10.24002/biota.v1i2.995
Soendjoto, M.A. Riefani, M.K. Mahrudin. Zen, M. (2014). Dynamics of avifauna species in
PT Arutmin Indonesia site - North Pulau Laut Coal Terminal, Kotabaru, South
Kalimantan. In: Karyanto P et al. (eds). Proceedings of National Seminar XI
Biology Education. 512-520.
Soendjoto, M.A. Riefani, M.K. Triwibowo, D. Wahyudi, F. (2016). Jenis Burung di Areal
Reklamasi PT Adaro Indonesia yang Direvegetasi 1996/1997. Proceeding
Biology Education Conference 13 (1): 723729.
LAMPIRAN