Anda di halaman 1dari 21

ARTRHOPODA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOSISTEMATIK HEWAN KE


1

Ibaz Juangsih
1157020034

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG
DJATI
BANDUNG
2016
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Arthropoda berasal dari bahasa yunani, yaitu artho yang berarti
ruas dan podos berarti kaki. Jadi arthropoda berarti hewan yang kakinya
beruas-ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki
yang berbuku-buku hewan ini memiliki ju,lah spesies yang saat ini telah
diketahui sekitar 900.000 spesies. Hewan yang tergolong arthopoda hidup
di air dapat ditemukan sampai kedalaman 10.000 meter, sedangkan yang
hidup di darat sampai ketinggian 6000 m (Rizky, 2014).
Arthropoda adalah filum yang paling besar dalam dunia hewan dan
mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan dan hewan sejenis lainnya.
Arthopoda adalah nama lain hewan berbuku-buku. Arthopoda biasa
ditemukan di air laut, air darat, air tawar dan lingkungan udara, termasuk
berbagai bentuk simbiosis dan parasit. Hampir 90% dari seluruh jenis
hewan yang diketahui adalah arthropoda. Arthopoda memilikibeberapa
karakteristik yang membedakan dengan filum yang lain yaitu, anggota
tubuh bersegmen, segmen biasanya bersatu menjadi dua atau tiga daerah
yang jelas, amggota tubuh bersegmen berpasangan (asal penamaan
Arthopoda). Secara berkala mengalir dan diperbarui sebagai pertumbuhan
hewan, ekskersi dengan insang atau trakea seperti spirakel dan tidak ada
silia atau nefridia (Yulipriyanto, 2010).
Dalam klasifikasi terdapat kingdom/dunia animalia (hewan).
Kingdom animalia dapat dibagi menjadi beberapa filum yaitu filum
fermes dan filum Arthopoda. Di bumi ini keanekaragaman hewan sangat
beragam jenisnya. Oleh karena itu, kita perlu mengklasifikasikannya.
Klasifikasi bertujuan untuk mempermudah mengenal objek yang
beranekaragam dengan cara melihat atau mencari persamaan dan
perbedaan ciri pada sifat objek tersebut (Rizky, 2014).
Ukuran tubuh Arthopoda sangat beragam, beberapa diantaranya
memiliki panjang dari 60 cm, namun kebanyakan berukuran kecil.
Begitupula dengan bentuk Arthopoda. Hewan Arthopoda memiliki bentuk
tubuh bilateral, tripoblastik dan dan tubuhnya bersegmen. Tubuh ditutupi
lapisan kutikula yang merupakan rangka luar (Susilowarno, 2005).
Menurut Yulipriyanto (2010), Arthopoda memiliki sistem
pencernaan yang sempurna (memiliki anus). Mulut dilengkapi dengan
rahang. Sistem peredaran darahnya terbuka dan darahnya berwarna biru,
karena mengandung disebabkan oleh hemosianin (bukan hemoglobin).
Sistem pernapasannya ada yang berupa trakea, insang, paru-paru buku,
atau melaui permukaan seluruh tubuhnya organ ekskresinyaberupa tubulus
malpighi yang bermuara pada usus belakang. Reproduksi dilakukan
denagan perkawinan, tapi ada juga hewan yang melakukan parthogenesis.
Parthenogenesis adalah proses perkembangan embrio dari telur yang tidak
dibuahi. Jenis kelaminnya terpisah (gonokiri) artinya ada hewan jantan dan
hewan betina. Sistem pernafasannya tangga tali. Arthropoda memiliki
empat kelas. Diantaranya yaitu:
1. Kelas Myriapoda
2. Kelas Crustaceae
3. Kelas Arachinida
4. Kelas Insekta
Arthopoda dianggap berkerabat dekat dengan Annelida, contohnya
adalah Pripetus di Afrika Selatan. Arthopoda mungkin salah satunya yang
dapat hidup di Antartika dan liang-liang batu terjal di peginungan yang
tinggi. Semua anggota filum ini mempunyai tubuh ruas-ruas dan kerangka
luar yang tersusun dari kitin. Rongga tubuh utama disebut hemocoel.
Hemocoel terdiri dari sejumlah ruangan kecil yang di pompa oleh
jantung-jantung terletak pada sisi dorsal daru tubuhnya (Rizky, 2014).
Berbagai jenis Arthopoda memberikan keuntungan dan kerugian
bagi manusia. Peran Arthopoda yang menguntungkan manusia misalnya di
bidang pangan dan sandang yaitu sumber makanan yang mengandung
protein tinggi, penghasil madu dan bahan industri kain sutera. Sementara
yang merugikan manusia diantarannya sebagai vektor perantara penyakit
bagi manusia, menimbulkan gangguan pada manusia dan juga hama
tanaman pangan dan industri.
Adapun yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini yaitu
untuk mengamati hewan-hewan yang tergolong Arthopoda serta
mendeskripsikan dan menyusun klasifikasinya.

I.2 Tujuan
Untuk memahami keragaman Arthropoda dan perbedaan prinsip
antara serangga dan Arthropoda lain.

II. Tinjauan Pustaka


Arthopoda merupakan filum terbesar dalam kingdom anilmalia dan
kelompok terbesar dan kelompok terbesar dalam fylum itu adalah insekta.
Diperkirakan terdapat 713.500 jenis Arthopoda dengan jumlah itu
diperkirakan 80% jenis hewan yang sudah dikenal. Menurut Susilowarno
(2005), Arthopoda merupakan salah satu kelompok hewan tanah yang
dikelompokan 2 kelompok yaitu Arthopoda dalam tanah dan Arthopoda
permukaan tanah. Arthopoda tanah berperan penting dalam peningkatan
kesuburan tanah dan penghancuran serasah serta sisa-sisa bahan organik.
Dalam klasifikasi terdapat kingdom atau dunia animalia (hewan).
Kingdom animalia dapat dibagi menjadi beberapa filum seperti filum vermes
dan filum Arthropoda. Di bumi ini, keanekaragaman hewan sangat beragam
jenisnya oleh karena itu, kita perlu mengklasifikasikannya. Klasifikasi
bertujuan untuk mempermudah mengenal objek yang beranekaragam dengan
cara melihat atau mencari persamaan dan perbedaan ciri dan sifat pada objek
tersebut (Tambunan, at all, 2013).
Ciri utama hewan yang termasuk ke dala mfilum ini adalah kaki yang
tersusun atas ruas-ruas. Jumlah spesies dari filum ini melimpah dibandingkan
dengan filum lain. Ciri-ciri umum Arthopoda diantaranya mempunyai
appendahe yang beruas-ruas, tubuhnya bilateral simetris terdiri dari sejumlah
ruas, tubuh terbungkus oleh zat chitine sehingga merupakan eksosketelon dan
sistem saraf tangga tali. Fauna-fauna dari filum ini yang terdapat dalam tanah
adalah ciri khas Arachnid, Crustaceae, Insekta dan Myriapoda (Rizky, 2014).
Menurut Yulipriyanto (2010), pada zona peralihan (lorong gua yang
dialiri sungai bawah tanah), Arthopoda yang diharapkan cukup banyak dan
beragam. Arthopoda yang jumlahnya paling banyak dan didominasi yakni
Rhapidopora sp.
Crustaceae adaah hewan yang tubuhnya beruas-ruas, memiliki kulit
luar yang keras. Udang dan kepiting termasuk ke dalam kelompok hewan
tersebut. Hewan air ini meliputi beberapa spesies yang bernilai ekonomis
tinggi, misalnya udang windu (Penaus monodon), udang galah
(Machrobracium rosenbergii) dan kepiting bakau (Scylla currata) (Yuwono,
2005).

III. Metode pengamatan


III.1 Tempat dan waktu
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Biologi Instruk 1
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung
Djati Bandung. Dilaksanakan pada hari selasa tanggal 27 september & 3
oktober 2016 pada pukul 15. 30- 17.50 WIB.
III.2 Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah baki plastik, sarung
tangan, penggaris, kaca pembesar (lup) dan alat tulis. Lup digunakan
untuk specimen yang berukuran makroskopis seperti semut. Sedangkan
alat tulis serta penggaris digunakan untuk mencatat dan menggambar
specimen setelah diamati.
Adapun bahan yang digunakan sebagai specimen pada percobaan
ini adalah dari kelas Myriapoda, Arachnida, Crustacea dan Insecta.
Specimen hewan yang digunakan dari kelas Myriapoda yaitu : Kelabang
dan Kaki Seribu. Sedangkan dari kelas Arachnida yaitu: Laba-laba.
Kemudian dari kelas Insecta yaitu: Kunang-kunang, Semut, dan Kumbang
dan dari kelas Crustacea yaitu : Udang.
III.3 Cara kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu dengan menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. kemudian amati perbedaan morfologi
pada setiap spesimen meliputi pembagian tubuh (dua atau tiga bagian), alat
tambahan yang tumbuh pada kepala, dan jumlah pasang kaki, jika
specimen terlalu kecil maka dapat digunakan kaca pembesar ataupun
mikroskop stereo. Untuk mendapatkan data morfologi yaitu dengan cara
digambar, dicatat morfologi yang terlihat, kemudian di dokumentasikan.

III.4 Aalisis data


Data yang diperoleh berasal dari data hasil pengamatan yang telah
didapatka dari beberapa sumber. Perolehan data dari beberapa sumber
digunakan sebagai pembanding dan penguat dari data yang telah diperoleh.
Analisis data yang digunakan adalah denaga membandingkan kesesuaian
data yang diperoleh dengan data yang sudah ada sebelumnya. Atau dengan
data objek yang diamati oleh praktikan
IV. Hasil dan Pembahasan
1. Insekta

a. Kunang kunang (Colophotia brevis)


Foto Literatur

(Sarvida M dkk, 2013)

(Dokumen Pribadi, 2016)


Menurut Sarvida, M dkk (2013)., Secara sistematik hewan kunang
kunang diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Invertebrata

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Familia : Lampyridae

Genus : Pteroptyx

Spesies : Pteroptyx tener

Pada praktikum kali ini lebih difokuskan pada pengamatan


morfologi hewan karena bisa dilihat dengan mata telanjang. Pengamatan
pertama adalah hewan kunang-kunang sawah. Menurut Sarvida, M dkk
(2013), Kunang-kunang dapat ditemukan di tempat-tempat lembab
seperti rawa-rawa dan daerah yang dipenuhi pepohonan. Di daerah lembab
itulah kunang-kunang menemukan banyak sumber makanan. Kunang-
kunang merupakan hewan yang mengeluarkan cahaya pada malam hari.
Sarvida, M dkk (2013), cahayanya teerlihat pada bagian abdomen paling
ujung. Kunang-kunang memancarkan berbagai warna cahaya dari hijau
dengan panjang gelombang maksimum 530 nm hingga merah dengan
panjang gelombang maksimum 635 nm. Perbedaan warna yang
ditimbulkan oleh kunang-kunang juga disebakan oleh cahaya lingkungan.
Menurut Kholid (2015) kunang-kunang menghasilkan cahaya dengan
beberapa alasan diantaranya untuk mencari pasangannya/kawin, sebagai
tanda untuk memperingatkan ad bahaya kepada yang lain dan melindungi
diri dari predator.
Bentuk kunang-kunang yang diamati berukuran kecil atau masih
muda. Hewan ini memiliki warna hitam, pada sayap terlihat warna kuning
garis. Menurut Oliver (2010), Sayap belakang berwarna hitam lebih
pendek dari elitra. Abdomen berwarna coklat, ditumbuhi oleh rambut-
rambut halus, memiliki ventrit abdominal 5 ruas, ruas abdomen bercahaya
pada jantan yaitu ruas 4 dan 5 sedangkan ruas abdomen bercahaya pada
betina yaitu ruas 4. Cahaya yang dipancarkan berwarna hijau. Pada kunang
kunang terdapat tiga segmen yaitu kepala, thorak, dan abdomen. Pada
kepala terdapat dua mata berwarna hitam berukuran kecil dan 2 antena
yang memiliki bentuk panjang dan tipis. Pada bagian abdomen terdapat
satu pasang sayap dan tiga pasang kaki. Abdomen terlihat berwarna coklat,
pada bagian atas abdomen terdapat satu pasang sayap, pada abdomen
terdapat lima ruas. Menurut Sarvida, M dkk (2013), Abdomen berwarna
coklat, ditumbuhi oleh rambutrambut halus, memiliki ventrit abdominal 5
ruas, ruas abdomen bercahaya pada jantan yaitu ruas 4 dan 5 sedangkan
ruas abdomen bercahaya pada betina yaitu ruas 4. Untuk lebih jelasnya
bagian abdomen yang ada pada bagian bawah tubuh dan tubuh bagian
atas/punggung.

b. Semut (Fomica yessensis)

Foto Literatur

(Susilowarno, 2005)

(Dokumen Pribadi, 2016)


Menurut Sugiyarto (2007), Secara sistematik hewan kunang
kunang diklasifikasikan sebagai berikut
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Formicidae
Genus : Formica
Spesies : Formica yessensis
Semut merupakan hewan kecil yang termasuk ke dalam kelas
insekta. Semut yang diamati termasuk ke dalam jenis semut famili
formiciodae spesies Fomica yessensis, semut ini berwarna hitam. Semut
yang diamati terdapat tiga segmen caput, thorax dan abdomen. Pada
caput terdapat satu pasang antena dan terdapat satu pasang mata bulat
kecil berwarna coklat kehitaman. Pada bagian thorax terdapat tiga
padang kaki. Abdomen pada semut mempunyai segmen. Warna
keseluluhan semut ini berwarna hitam tidak terdapat campuran warna
ataupun corak.
Menurut Panggalo (2014), Formica yessensis menangkap
mangsanya dengan menggunakan rahangnya dengan menggigit
mangsanya yang dimana semut mengeluarkan kelenjar yang beracun
yang dapat melumpuhkan mangsanya dan mulai mengisap cairan
mangsanya. Semut mampu mampu mengindera lingkungannya yang
kompleks untuk mencari makanan dan kembali sarangnya dengan
meninggalkan zat feromon pada jalur-jalur yang dilalui.
c. Kumbang
Foto Literatur
(Dokumen Pribadi, 2016)

(Dinarwika, dkk. 2014)


Klasifikasi menurut IOWA State Unversity Department of
Entimology
Kingdom : Animalia (Animals)
Phylum : Arthropoda (Arthropods)
Subphylum : Hexapoda (Hexapods)
Class : Insecta (Insects)
Order : Coleoptera (Beetles)
Family : Coccinellidae (Lady Beetles)
Genus : Microweisea (Minute Lady Beetles)
Species : (Coccinellidae sp)
Kumbang merupakan hewan yang termasuk ke dalam kelas
insekta. Kumbang yang diamati berwarna biru kehitaman. Hewan ini
memiliki tiga segmen yaitu caput, abdomen dan thorax. diamati tubuh
kumbang terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian thorax
dan bagian abdomen. Pada bagian thorax terdapat
sepasang antenna, sepasang mata dan promotom.
Sedangkan pada bagian abdomen sayap, kaki, dan bintik-
bintik pada sayap. lengan berbentuk bulat dan
mempunyai 6 buah kaki yang pendek, mempunyai sayap
yang berwarna cerah, menarik dan mengkilap dan
terdapat pola seperti bintik-bintik hitam. Bentuk tubuh
kumbang berbuku-buku, kepala berukuran kecil dan
membungkuk, serta mempunyai sepasang antenna dan
sungut.
Kumbang dapat ditemukan di semua habitat besar,
kecuali di lautan dan wilayah kutub. Mereka berinteraksi
dengan ekosistemnya dalam berbagai cara. Karakteristik
kumbang umumnya memiliki exoskeleton sangat keras
dan sayap depan keras (elytra). Exoskeleton kumbang
terdiri atas banyak lapisan yang disebut sclerite,
dipisahkan oleh jahitan tipis (Dinarwika, 2014).
2. Myriapoda
a. Kelabang (Scolopendra sp.)
Foto Literatur

(Sugiyarto, 2007)
(Dokumen Pribadi, 2016)
Menurut Anwar (2007), klasifikasi kelabang adalah :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Chilopoda
Ordo : Scolopendromorpha
Famili : Scolopendridae
Genus : Scolopendra
Spesies : Scolopendra gigantea

Menurut Anwar (2007), biasa juga disebut sebagai "kelabang


berkaki panjang", tubuhnya berwarna putih, agak pipih dan pendek
dengan 15 buah segmen, 15 pasang kaki yang sangat panjang, dan yang
pasangan kaki terakhir paling panjang yang berukuran lebih panjang bila
dibandingkan dengan kelabang-kelabang pada umumnya. Memiliki antena
sangat panjang.

Kelabang mudah ditemukan di daerah yang diarsir seperti bagian


bawah daun-daun mati, batu, gua, hutan, dan bahkan bagian dalam rumah.
Menurut Hendriksen (2010), Mereka biasanya ditemukan di daerah iklim
seperti padang pasir, pegunungan, dan hutan. Menurut EK. Anwar dan
Esantosa (2011), kelabang tersebar merata ke arah horizontal dan ke arah
vertikal dengan kedalaman sampai lapisan tanah kedua (20cm). Mereka
adalah arthropoda soliter (bila disatukan, Anda melawan dengan kematian
salah satu dari dua) dan malam. Pada siang hari mereka pergi untuk
mencari perlindungan di lahan basah dan gelap. Jika cuaca terlalu basah
atau terlalu kering, mereka mencari tempat lain untuk datang berlindung di
dalam rumah

Tubuhnya memanjang dan agak pipih. Pada kepalanya terdapat satu


pasang antena, mata dan mulut dengan sepasang mandibula dan dua
pasang maksila. Pada tiap segmen tubuhnya terdapat kaki dan sepasang
spirakel. Pasangan pertama kaki termodifikasi menjadi alat beracun. Alat
beracun ini digunakan sebagai pertahanan

b. Kaki seribu (Scolopendra gigantea)


Foto Literatur
(Dokumen Pribadi, 2016)
(Sugiyarto, 2007)

Menurut Hendriksen (2010)., Secara sistematik hewan kaki seribu


diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Myriapoda
Ordo : Chilopoda
Famili : Scolopendridae
Genus : Scolopendra
Spesies : Scolopendra gigantea

Julus virgatus atau kaki seribu adalah hewan yang termasuk ke


dalam ordo diplopoda. Hewan ini memiliki kaki berjumlah banyak
sehingga disebut kaki seribu walaupun jumlah kaki sebenarnya adalah
240 pasang kaki sehingga otomatis memiliki 60 segmen. Menurut Anwar
(2007), tubuh ordo diplopoda bentuknya bulat memanjang, memiliki
banyak segmen. Memiliki dua mata tunggal, dan sepasang antena
pendek. Hewan kelompok ini berabdomen panjang.

Warna tubuh nya coklat kekuning-kuningan, bentuk tubuh yang


terdiri atas kepala dan badan, bentuknya silindris dan beruas-ruas. Pada
caput memiliki sepasang antena yang pendek. Hewan ini berjalan dengan
lambat, biasanya ditemukan di darat terutama di tempat-tempat lembab
dan sering ditemukan di bawah batu.
Kaki seribu (Julus virgatus) tidak mempunyai cakar beracun
(maksiliped) seperti halnya pada lipan (Scolopendra morsitans). Pada
ruas ke tujuh, satu atau kedua kaki mengalami modifikasi sebagai organ
kopulasi. Pada kepala terdapat sepasang antena yang pendek dan dua
kelompok mata tunggal. Antena pada hewan ini berfungsi untuk melihat
arah perjalannya. Kaki seribu (Julus virgatus) memiliki toraks yang
pendek dan terdiri atas 4 somit yang memilki sepasang kaki kecuali somit
pertama. Abdomen yang panjang mempunyai 9 sampai 100 somit ganda
yang masing-masing dengan dua pasang kaki bersegmen tubuh. Alat
ekskresi pada hewan ini berupa dua buah saluran malphigi. terdapat
sebuah struktur lempengan yang mungkin merupakan maksila. Kaki
seribu (Julus virgatus) memiliki habitat hidup di tempat yang lembab dan
gelap, di bawah batu, atau di dalam kayu yang lapuk dan selalu
menghindari cahaya. Kaki seribu (Julus virgatus) akan menggulung
tubuhnya jika diganggu atau jika dirinya merasa terancam. Bentuk
tubuhnya yang memanjang menggulung menjadi spiral protektif.
Makanannya berupa tumbuhan yang telah membusuk dan juga hewan
lain (Erniwati, 2008).
3. Crustaceae
Udang Windu
Foto Literatur

(Maharani, 2009)
(Dokumen Pribadi, 2016)

Menurut Hendriksen (2010)., Secara sistematik hewan udang


diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
Udang merupakan hewan yang termasuk ke dalam kelas
Crustaceae. Udang yang diamati merupakan jenis udang, udang memiliki
kulit cangkang yang keras, dan memiliki dua pasang antena. Pada bagian
kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace. Pada bagian
depannya bentuknya meruncing dan melengkung huruf S (cucuk
kepala/rostrum). Pada udang ini terdapat sepasang mata majemuk, lima
pasang kaki jalan (kaki 1,2,3 pencepit/chela). Bagian perut tertutup oleh
6 ruas dan lima pasang kaki renang.
Morfologi dari genus penaeus yang termasuk decapoda, tubuhnya
terdiri atas dua bagian yaitu bagian kepala (cephalothorax) dan bagian
perut (abdomen). Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya
terdiri atas ruas-ruas (segmen). Cephalothorax terdiri atas 13 ruas yaitu
kepala yang terdiri 5 ruas dan dada 8 ruas, dan pada bagian perut terdiri
atas 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang
beruas-ruas pula. Seluruh tubuhnya tertutup oleh kerangka luar yang
disebut eksoskeleton yang terbuat atas chitin. Kerangka mengeras,
kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang
berdekatan, sehingga memudahkan udang untuk bergerak (Kontara &
Nurdjana, 2001).
Secara morfologis tubuh udang terdiri dari dua bagian, bagian
kepala dan bagian dada (cephalothorax) serta bagian perut (abdomen).
Udang windu hidup di dasar perairan, tidak menyukai cahaya terang dan
Bersembunyi di lumpur pada siang hari,bersifat kanibal terutama dalam
keadaan lapar dan tidak ada makanan yang tersedia, mempuyai ekskresi
amonia yang cukup tinggi dan untuk pertumbuhan diperlukan pergantian
kulit (moulting) (Sumeru dan Suzy Anna, 2002). Pada saat proses
pergantian kerangka baru inilah udang tumbuh dengan pesatnya dan
menyerap air lebih banyak sampai kulit luar yang baru mengeras (Dahril
dan Muchtar Ahmad, 2005). Pergantian kulit merupakan indikator dari
pertumbuhan udang, semakin cepat udang berganti kulit berarti
pertumbuhan semakin cepat pula.

4. Arachnida
Laba-laba
Foto Literatur

(Maharani, 2009)
(Dokumen Pribadi, 2016)
Laba-laba merupakan kelompok hewan yang termasuk ke dalam
kelas Arachnida. Ciri khusus yang paling utama pada laba-laba adalah
perutnya menghasilkan cairan sutera yang berfungsi untuk membuat
jaring dalam menjebak mangsanya. Hewan ini memiliki 2 pasang mulut
(kerileva dan pedil pupus), terdapat sistem saraf tangga tali dan terdiri
dari sepalothorax serta abdomen. Pada abdomen diujungnya terdapat
bagian yang ukuran kecil dan lonjong yaitu spinerets dan anaturbercla.
Tak seperti serangga yang memiliki tiga bagian tubuh, laba-laba
hanya memiliki dua. Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau
prosoma, yang sebetulnya merupakan gabungan dari kepala dan dada
(thorax). Sedangkan segmen bagian belakang disebut abdomen (perut)
atau opisthosoma. Antara cephalothorax dan abdomen terdapat
penghubung tipis yang dinamai pedicle atau pedicellus (kamal, 2008).
Laba-laba pembuat jaring sering ditemukan di ranting pohon dan
juga merayap di permukaan tanah. Menurut Herlinda (2014), Laba laba
pembuat jaring masih ditemukan di permukaan tanah adalah Araneidae
dan Tetragnathidae. Menurut Barrion (2004), meskipun laba-laba mampu
beradaptasi di berbagai habitat bahkan dapat hidup di gurun, puncak
gunung, gua, terowongan dan di bawah permukaan air, laba-laba sangat
sensitif terhadap gangguan yang terjadi di lingkungannya. Gangguan di
lingkungan tempat hidup laba-laba yang berdampak negatif terhadap
kelimpahan laba-laba, antara lain: penebangan hutan untuk dijadikan
lahan pertanian dan karena faktor alam , seperti gunung meletus dan
badai. Kamal (2008) menyatakan bahwa, keanekaragaman spesies
umumnya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya,keragaman
struktur habitat.

V. Kesimpulan
Tubuh Arthropoda bersegmen dengan jumlah segmen yang
bervariasi. Pada tiap segmen tubuh terseburt terdapat sepasang kaki yang
beruas. Segmen bergabung membentuk bagian tubuh , yaitu Kaput
(kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Ciri lain dari Arthropoda
adalah adanya kutikula keras yang membentukrangka luar
(eksoskeleton). Kesoskeleton tersusun dari kitin yang di sekresikan oleh
sel kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar E.K. 2007. Pengambilan contoh tanah untuk penelitian fauna
tanah dalam Rasti et.al, (eds) Metode Analisis Biologi Tanah. Balai
besar libang sumberdaya lahan pertanian badan penelitian dan
pengembangan pertanian departemen pertanian 2007.
Barrion AT & Litsinger JA. 2004. Taxonomy of rice insect pest and their
arthropod parasites and predators. In: Heinrichs EA (Eds.).
Biology and Management of Rice Insects. International Rice
Research Institute, Philippines. Vol. 2(3) : 13362.
EK. Anwar dan Esantosa. 2011. Uji efektifitas metoda sampling dan
kepadatan fauna tanah di lahan pertanian organik sayuran daratan
tinggi. Jurnal Bio. Vol. 22(2) : 213-220.

Erniwati. 2008. Fauna Tanah Pada Stratifikasi Lapisan Tanah Bekas


Penambangan Emas di Jampang, Sukabumi Selatan. Jurnal Zoo
Indonesia. Vol 17(2): 83-91.

Erwin, Mulyo. 2011. Binatang Serangga. Jakarta. UIP.

Hendriksen, N.B. 2010. Leaf litter selection by detritivor geophagous


earthworms. Biol. Fertil. Soils Vol.10(1) : 17-21.

Herlinda S, Hendri C.M, Rinda F.A, Suwandi, Andi W, Khodijah dan


Dewi M. 2014. Kelimpahan dan keanekaragaman spesies laba-laba
predator hama padi ratun di sawah pasang surut. J.HPT Tropika.
Vol. 14(1) : 1-7.

Kamal, Mustafa. 2008. Keanekaragaman jenis Arthropoda yang Ada di


Gua Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, Oku
Sumatra Selatan. Jurnal Penelitian Sains. Vol 14(1) : 33-37.

Kholid, Noor I. 2015. Naskah publikasi firelly garden sebagai pusat


penelitian, pendidikan dan pariwisata di kabupaten klaten.
Universitas Muhammadiyah. Surakarta: Fakultas teknik program
studi arsitektur.
Oliver, R. L. 2010. Satisfaction : A Behavioral Perspective On The
Consumer. New York: McGraw Hill Companies, Inc.

Sarvida Melly, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Pengaruh logam berat


terhadap sifat fisis pemancaran cahay dan bioluminisensi kunang-
kunang (pteroptyx tener). Pillar of Phisics. Vol. 2(1): 107-114.

Suana, I Wayan dan Haryanto, Hery. 2013. Keanekaragaman Laba-Laba


dan Potensinya Sebagai Musuh Alami Hama Tanaman Jambu Mete.
Jurnal Entomologi Indonesia. Vol 10(1) : 24-30.

Sugiyarto. 2007. Preferensi Berbagai Jenis Makrofauna Tanah Terhadap


Sisa Bahan Organik Tanaman Pada Intensitas Cahaya Berbeda.
Jurnal Biodiversitas. Vol 7(4) : 96-100.

Susilowarno, R. Gunawan, R. Sapto Hartono, dan Mulyadi. 2005.


Biologi (DIKNAS). Yogyakarta: Grasindo.

Maharani. 2009. Kerusakan dan jumlah hemosit udang windu (Cherax


quardicanatus) dan pada laba-laba yang mengalami Zoothamniosis.
Jurnal Ilmiah. Vol. 1(1) : 25-31.

Tambunan D.T, Darma. B, Fatimah Zahara. 2013. Keanekaragaman


Arthropoda Pada Tanaman Jagung Transgenik. Jurnal
Agroteknologi. Vol 1(3) : 2337-6597.

Wardani, Felvia. 2013. Efek Blok Refugia (Ageratum Conyzoides,


AgeratumHoustonianum, Commelina Diffusa) Terhadap Pola
Kunjungan Arthropoda di Perkebunan Apel Desa Poncokusmo.
Jurnal Biotropika. Vol 1(4) : 134-138.

Yuwono. E. 2005. Kebutuhan Nutrisi Crustacea dan Potensi Cacing Lur


(Nercis Policaeta) Untuk Pakan Udang Nutrition Requirment of
Crustacean And the Potential of Ragworm (Nercis Polchaeta) For
Feed of Shrimp. Jurnal Pembangunan Perdesaan. Vol 5(1) : 42-49.
Rizky, Rezha. N. 2014. Kelayakan teoritis media komik materi filum
Arthopoda untuk kelas X SMA. Jurnal Bioedu. Vol. 3(1) : 20-25

Yuliprianto, H. 2010. Biologi tanah dan strategi pengolahannya.


Yogyakarta : Graha Ilmu.

Yuwono, E. 2005. Kebutuhan nutrisi crustaceae dan potensi cacing Lur


(Nereis, Polychaeta) untuk pakan udang nutrition Requrement of
Crustacean and The Potential of Ragworm (Nereis, Polychaeta) for
Feed of Shrimp. Biotropika. Vol. 5(1) : 42-49.

Sumeru, S. U dan Kontara, E. K. 1987. Teknik Pembuatan Pakan Udang.


Jakarta : Direktorat Jendral Perikanan.

Dahril, T., dan Muchtar, A. 1989. Biologi Udang Yang Dibudidayakan


Dalam Tambak. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Kontara, E. K., and Nurdjana, M. L. 2001. Growth and Survival of


Penaeus monodon Postlarvae Fed With Artemia Nauplii Enriched
With n3-HUFA. Bull. Brackishwater Aqua. Dev. Cent. Vol. 9 (1) :
1992 : 48-55.

Dinarwika, P.,dkk. 2014. Identifikasi Morfologi Phyllotreta


sp. (Coleoptera: Chrysomelidae) pada Tanaman
Sayuran di Trawas, Mojokerto. Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan. Vol 2(2): 233-433.
Panggalo, Nova Alvianita, Mohammad Yunus, dan Nur Khasanah. 2014.
Invetarisasi Predator Hama Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae)
pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di Kecamatan Palolo
Kabupaten Sigi. AGROTEKBIS. Vol. 2(2): 63-72.

Anda mungkin juga menyukai