Anda di halaman 1dari 11

INSEKTA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOSISTEMATIK HEWAN KE 2

Ibaz Juangsih
1157020034

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Serangga adalah kelompok hewan yang paling sukses sekarang.
Meskipun mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis
habitat dan jumlah mereka lebih banyak (baik dalam jumlah spesies
maupun jumlah individu) dari pada jumlah semua hewan lain secara
bersama-sama. Sebagian besar dari kesuksesan mereka ini disebabkan oleh
evolusi sayap mereka dan mekanisme makan yang bervariasi. Mekanisme
makan berkisar dari bagian-bagian mulut untuk menggigit seperti terlihat
pada belalang sampai ke bagian-bagian mulut penghisap yang
memungkinkannya untuk memakan getah tanaman dan darah dari
sejumlah hewan. (Rizky, 2014).
Serangga (Classis Insecta) merupakan makhluk hidup dari
Kingdom Animalia yang tergolong kedalam Phylum Arthropoda yang
paling melimpah jumlahnya di muka bumi melebihi hewan-hewan dari
golongan lainnya sehingga mudah ditemukan di berbagai tempat (Borror et
al, 2002). Tubuh serangga terbagi atas tiga zona, yaitu kepala (caput), dada
(thorax), dan perut (abdomen). Serangga terdiri dari tidak kurang dari 20
segmen. Enam segmen pertama bergabung membentuk caput, tiga segmen
kedua membentuk thorax, dan sebelas segmen terakhir membentuk
abdomen. Ciri khas yang dimiliki serangga antara lain tubuhnya memiliki
khitin eksoskeleton, kemudian ia memiliki tiga pasang kaki yang bersendi-
sendi. Mata serangga merupakan mata majemuk dan memiliki sepasang
antenna (Chapman, 2009). .Dalam sejarah peradaban manusia, serangga
mempunyai peran yang sangat penting, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Salah satu peran serangga adalah sebagai agen polinasi
(pollinator) bunga (Borror et al, 2002). Selain itu didalam ekosistem
beberapa peran yang dimiliki oleh serangga antara lain sebagai predasi,
predator, parasitoid, dan herbivor (Losey dan Vaughan, 2006).
Ukuran tubuh Arthopoda sangat beragam, beberapa diantaranya
memiliki panjang dari 60 cm, namun kebanyakan berukuran kecil.
Begitupula dengan bentuk Arthopoda. Hewan Arthopoda memiliki bentuk
tubuh bilateral, tripoblastik dan dan tubuhnya bersegmen. Tubuh ditutupi
lapisan kutikula yang merupakan rangka luar (Susilowarno, 2005).
Adapun yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini yaitu
untuk mengamati hewan-hewan yang tergolong Insekta serta
mendeskripsikan dan menyusun klasifikasinya.

I.2 Tujuan
Memahami arti dari identifikasi serangga serta mengetahui cara-
cara identifikasi secara morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi
baik secara manual maupun multimedia.

II. Tinjauan Pustaka


Serangga hidup didalam tanah, darat, udara maupun di air tawar,
atau sebagai parasit pada tubuh mahluk hidup lain, akan tetapi mereka
jarang yang hidup di air laut. Serangga sering juga disebut
Heksapoda yang berarti mempunyai 6 kaki atau 3 pasang (Aziz,
2008).Sebagian besar spesies serangga memiliki manfaat bagi manusia.
Sebanyak 1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal,
lebih dari 7.000 spesies baru ditemukan hampir setiap tahun. Tingginya
jumlah serangga dikarenakan serangga berhasil dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang
bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan
menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror et.al, 2002).
Ciri-ciri umum serangga adalah mempunyai appendage atau alat
tambahan yang beruas, tubuhnya bilateral simetri yang terdiri dari sejumlah
ruas, tubuh terbungkus oleh zat khitin sehingga merupakan
eksoskeleton. Biasanya ruas-ruas tersebut ada bagian yang tidak
berkhitin, sehingga mudah untuk digerakkan. System syaraf tangga tali,
coelom pada serangga dewasa bentuknya kecil dan merupakan suatu
rongga yang berisi darah (Hadi, 2009).
Ruas yang membangun tubuh serangga terbagi atas tiga bagian
yaitu, kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya
serangga terdiri dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas
terkonsolidasi membentuk kepala, tiga ruas membentuk thoraks, dan 11
ruas membentuk abdomen serangga dapat dibedakan dari anggota
Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang kaki (sepasang pada
setiap segmen thoraks) (Hadi, 2009). Menurut Sastrodihardjo (2009), pada
serangga terjadi tiga pengelompokkan segmen, yaitu kepala, dada, dan
perut, secara umum satu daerah kesatuan ini disebut tagma. Prostomium
(suatu bagian terdepan yang tidak bersegmen) bersatu dengan kepala
sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang tidak bersegmen) bersatu
dengan perut.
Pada bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral)
dapat ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut,
mata majemuk, mata tunggal (ocelli), postgena, dan antena,
Sedangkan toraks terdiri dari protorak, mesotorak, dan metatorak.
Sayap serangga tumbuh dari dinding tubuh yang terletak dorso-lateral
antara nota dan pleura. Pada umumnya serangga mempunyai dua pasang
sayap yang terletak pada ruas mesotoraks dan meta torak. Pada sayap
terdapat pola tertentu dan sangat berguna untuk identifikasi (Borror dkk,
2002).

III. Metode pengamatan


III.1 Tempat dan waktu
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Biologi Instruk 1
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung
Djati Bandung. Dilaksanakan pada hari selasa tanggal 11 Oktober 2016
pada pukul 15. 30- 17.50 WIB.
III.2 Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah baki plastik, sarung
tangan, penggaris, kaca pembesar (lup) dan alat tulis. Lup digunakan
untuk melihat bagian yang kurang terlihat jelas dengan mata telanjang
pada belalang . Sedangkan alat tulis serta penggaris digunakan untuk
mencatat dan menggambar specimen setelah diamati.
Adapun bahan yang digunakan sebagai specimen pada percobaan
ini adalah dari kelas Insecta. Specimen hewan yang digunakan dari kelas
Myriapoda yaitu tiga jenis belalang belalang kayu (Valanga nigrocornis),
belalang hijau (Atractomorpha crenulata) dan belalang daun (Phillium
crurifolium).
III.3 Cara kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu dengan menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. kemudian amati perbedaan morfologi
pada setiap spesimen meliputi pembagian tubuh yaitu alat mulut, sayap,
kaki dan antena. Jika specimen terlalu kecil maka dapat digunakan kaca
pembesar ataupun mikroskop stereo. Untuk mendapatkan data morfologi
yaitu dengan cara digambar, dicatat morfologi yang terlihat, kemudian di
dokumentasikan.
III.4 Analisis data
Data yang diperoleh berasal dari data hasil pengamatan yang telah
didapatkan dari beberapa sumber. Perolehan data dari beberapa sumber
digunakan sebagai pembanding dan penguat dari data yang telah diperoleh.
Analisis data yang digunakan adalah dengan membandingkan kesesuaian
data yang diperoleh dengan data yang sudah ada sebelumnya. Atau dengan
data objek yang diamati oleh praktikan

IV. Hasil dan Pembahasan


1. Belalang kayu (Valanga nigrocornis)
Foto Literatur Keterangan
Tipe mulut
penggigit dan
pengunyah. Tipe
antena filiform.

(Hadi, 2009)
(Dokumen Pribadi, 2016)

Menurut Pracaya (2013), Secara sistematik hewan belalang kayu


diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Invertebrata
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Familia : Acrididae
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigrocornis
Pada praktikum kali ini mengenai pengamatan insekta jenis
belalang lebih difokuskan pada pengamatan morfologi hewan karena bisa
dilihat dengan mata telanjang. Pengamatan pertama adalah hewan belalang
kayu (Valanga nigrocornis). Belalang kayu ini bisa ditemukan disemak
semak bekang rumah dan juga sering ditemukan pada tanaman liar.
Menurut Alex (2004), Belalang kayu biasanya memilih tempat
perkembangbiakan terutama di hutan jati, kemudian setelah dewasa akan
muncul bersama-sama sampai ratusan ribu jumlahnya. Apabila makanan di
sekitar hutan jati telah habis maka belalang kayu ini akan berpindah
tempat secara bersama-sama untuk mencari sumber makanan.
Belalang kayu ini memiliki tipe mulut penggigit dan pengunyah.
Belalang kayu ini termasuk ke dalam hewan insekta yang bersayap (Aziz,
2008). Hewan ini memiliki tipe filiform antena berbentuk silindris,
memililiki segmen dan tiap segmen yang membentuk pada antena tersebut
ukurannya sama. Hal ini sama dengan pendapat Surtikanti (2008) tipe
filiform berbentuk seperti benang, setiap ruas memiliki ukuran yang
hampir sama dan biasanya berbentuk silindris, menyerupai tambang, tiap-
tiap segmen yang membentuk antena ukurannya sama. Hewan ini juga
mempunyai kaki yang termasuk ke dalam tipe saltatorial. Menurut
Budiharsanto (2006), Saltatorial, terdapat pada serangga peloncat Hewan
yang memiliki tipe kaki saltatorial biasanya memiliki femur kaki belakang
lebih besar dibandingkan femur kaki depan.
Belalang kayu (Valanga nigricornis) merupakan salah satu hama
daun yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi
rumput, padi, Jagung, kelapa, palem. Valanga nigricornis adalah sejenis
belalang berwarna kuning kehijauan. Mempunyai kisaran hidup yang hemi
metabola (tidak lengkap) yaitu bermula dari telur, beberapa peringkat
belum dewasa (nimpha) dan seterusnya peringkat serangga dewasa
(Pracaya, 2013)

b. Belalang hijau (Atracthomorpha crenulata)

Foto Literatur Keterangan


Antena tipe
filiform. Tipe kaki
saltatorial, dan tipe
mulut pengunyah.

(Aripin, 2012)
(Dokumen Pribadi, 2016)
Menurut Sugiyarto (2007), Secara sistematik hewan belalang hijau
diklasifikasikan sebagai berikut
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Pyrgomor phidae
Genus : Artactomorpha
Spesies : Artactomorpha crenullata
Belalang Atractomorpha crenulata memiliki tubuh yang terdiri
atas caput, toraks, dan abdomen, pada bagian toraks terdiri atas satu
pasang mata majemuk, satu pasang antenna, dan satu pasang alat-alat
mulut (mandible, maksila, dan labium), seluruh bagian tubuhnya
berwarna hijau. Kumpulan organ-organ tersebut berguna untuk
mengunyah makanan, indera persepsi, koordinasi aktivitas tubuh, dan
menjaga pusat-pusat koordinasi tubuh.

Pada kepala berbentuk lancip dan terdapat seta dan sepasang


antena yang berfungsi sebagai alat indera untuk mencium, penunjuk
jalan, pendengaran, dan indera lainnya. Antena pada belalang hijau ini
merupakan antena tipe filiform. Dua segmen toraks, yaitu mesotoraks
dan metatoraks, masing-masing dapat memiliki satu pasang sayap yang
berfungsi untuk terbang atau proteksi diri. Belalang ini termasuk ke
dalam kelas insekta yang memiliki sayap (Pterigota). Tipe mulut berupa
tipe mengunyah, merupakan tipe mulut yang sederhana. Pada belalang
hijau ini memiliki tipe kaki yang sama dengan belalang kayu yaitu tipe
saltatorial. Menurut Budiharsanto (2006), Saltatorial terdapat pada
serangga peloncat Hewan yang memiliki tipe kaki saltatorial biasanya
memiliki femur kaki belakang lebih besar dibandingkan femur kaki
depan.

Atractomorpha crenulata mempunyai habitat di daerah


perkebunan atau persawahan karena Atractomorpha crenulata
merupakan belalang yang menjadi hama yang memakan hasil
perkebunan seperti halnya bayam, jagung, dan tanaman lainnya. Menurut
Buhaira (2007), belalang ini mempunyai kemampuan polimorfisme
warna tubuhnya yaitu kemampuan untuk merubah warna tubuhnya dari
hijau menjadi coklat jika suhu lingkungannya semakin tinggi terutama
pada musim kemarau yang cukup panjang seperti pada musim kemarau
yang lalu. Semakin tinggi suhunya, semakin besar kecenderungan
terjadinya perubahan warna menjadi coklat tersebut.

c. Belalang Daun (Phillium crurifolium)


Foto Literatur Keterangan

Antena tipe filiform.


Tipe kaki saltatorial,
dan tipe mulut
pengunyah.
(John F dan John K, 2003)
(Dokumen Pribadi, 2016)
Klasifikasi menurut
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Phasmidae
Genus : Phasma
Spesies : Phillium crurifolium
Belalang daun berukuran 2,5 cm.Berwarna coklat seperti batang
kayu yang sudah kering.Terdapat garis-garis pada sekitar kepala hingga
punggung dan terdapat totol-totol pada kakinya. Pada sayapnya di
bentangkan punggung dan bawah sayap berwarna hijau muda. Dan pada
saat tidak di bentangkan sayapnya kembali menjadi coklat. Bentuk kaki
bergerigi dan warna kaki coklat kehitaman dan kaki memiliki 3 lekukkan.
Belalang ini dapat di bedakan dengan warna,bentuk kepalanya seperti
kayu,dan ekornya seperti ulat ketika ia melompat ia mengeluarkan suara
CRIK. Menurut Kristensen et.al (2011), belalang memiliki
kebiasaan,melompat diantara rerumputan.Belalang daun dapat ditemukan
dipersawahandan dia hidup secara berkelompok dan senang berkumpul
dengan hewan-hewan yang lain seperti capung.Belalang tersebar di
daerah persawahan,rerumputan,dan daerah pedesaan yang memiliki
banyak rumput.

V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut: Serangga adalah jenis hama aktifitasnya dapat menimbulkan kerugian
baik dalam segi kualitas maupun kuantitas maupun kuantitas hasil produksi.
Serangga sebagian besar memiliki sayap, tetapi ada juga serangga yang tidak
mempunyai sayap. Tempat hidup serangga ada yang di air, darat dan di udara
(terbang). Serangga memiliki morfologi yang terdiri dari caput (kepala) yaitu
mata, mulut, antena, dan cula serta dada yang terdiri dari kaki dan perut
(abdomen).

DAFTAR PUSTAKA

Alex. 2004. Growth and Survival of Penaeus monodon Postlarvae Fed With
Artemia Nauplii Enriched With n3-HUFA. Bull. Brackishwater Aqua.
Dev. Cent. Vol. 9 (1) : 1992 : 48-55.

Aripin, Nuzulul. 2012. Identifikasi Serangga Belalang hijau Atractomorpha


crenulata. Laporan Praktikum. FKIP. Universitas Mulawarman
Samarinda

Aziz. 2008. Naskah publikasi firelly garden sebagai pusat penelitian, pendidikan
dan pariwisata di kabupaten klaten. Universitas Muhammadiyah.
Surakarta: Fakultas teknik program studi arsitektur.
Borror. 2002. Taxonomy of rice insect pest and their arthropod parasites and
predators. In: Heinrichs EA (Eds.). Biology and Management of Rice
Insects. International Rice Research Institute, Philippines. Vol. 2(3) :
13362.

Budiharsanto. 2006. Entomologi. Padang: Andalas University Press.

Buhaira. 2007. Respons kacang tanah (Arachis hypogaeal.) Dan jagung (Zea
mays L.) Terhadap beberapa pengaturan tanam jagung pada Sistem tanam
tumpangsari. Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1
Chapman. 2009. Binatang Serangga. Jakarta. UIP.
Hadi. 2009. Keanekaragaman Arthropoda Pada Tanaman Jagung Transgenik.
Jurnal Agroteknologi. Vol 1(3) : 2337-6597.

John F dan John K. 2003. Ensiklopedia Mini Hewan. Jakarta: Erlangga.

Kristensen, N.P., M.J. Scoble, dan O. Karsholt. 2011. Lepidoptera Phylogeny and
Systematics : The State of Inventorying Moth and Butterfly Diversity.
Zootaxa. (1688): 699-747.

Losey and Faughan. 2006. Satisfaction : A Behavioral Perspective On The


Consumer. New York: McGraw Hill Companies, Inc.

Pracaya. 2013. Leaf litter selection by detritivor geophagous earthworms. Biol.


Fertil. Soils Vol.10(1) : 17-21.

Rizky, Rezha. N. 2014. Kelayakan teoritis media komik materi filum Arthopoda
untuk kelas X SMA. Jurnal Bioedu. Vol. 3(1) : 20-25

Sastrodihardjo. 2009. Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyanto. 2007. Efek Blok Refugia (Ageratum Conyzoides,


AgeratumHoustonianum, Commelina Diffusa) Terhadap Pola Kunjungan
Arthropoda di Perkebunan Apel Desa Poncokusmo. Jurnal Biotropika.
Vol 1(4) : 134-138.

Susilowarno, R. Gunawan, R. Sapto Hartono, dan Mulyadi. 2005. Biologi


(DIKNAS). Yogyakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai