Anda di halaman 1dari 12

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Hewan merupakan makhluk hidup yang mampu beradaptasi di berbagai lingkungan. Mereka
dapat hidup di laut, air tawar, kutub, dan padang pasir (gurun). Berdasarkan kerangka tulang
belakangnya hewan di kelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu invertebrata (hewan
yang tidak bertulang belakang) dan vertebrata (bertulang belakang). Berdasarkan persamaan dan
perbedaannya, kelompok hewan invertebrata di kelompokkan ke dalam beberapa filum. Hewan-
hewan tersebut di kelompokkan ke dalam 9 filum, yaitu: Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes,
Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda, Echinodermata, Chordata.

Diperkirakan bahwa populasi arthropoda di dunia, yang meliputi krustasea, laba-laba, dan
serangga, berjumlah sekitar 108 individu. Hampir 1 juta spesies Arthropoda telah dideskripsikan,
dan sebagian besar adalah serangga. Pada kenyataannya, dua dari setiap tiga organisme yang
dikenal adalah hewan arthropoda, dan anggota filum tersebut ada hampir pada semua habitat
yang ada d biosfer. Berdasarkan kriteria keanekaragaman, penyebaran, dan jumlah spesies, filum
Arthropoda harus dianggap sebagai yang paling berhasil di antara semua filum.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa dan bagaimana pengertian Arthropda?
2. Apa saja dan bagaimana karakteristik umum Arthropoda?
3. Apa sajakah contoh-contoh spesies Arthropoda dan bagaimana klasifikasinya?
4. Apa peranan dalam parasitologi?
5. Penyakit apa saja yang disebabkan oleh arathropoda?
6. Bagaimana pengendalian vektor arthropoda?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Arthropda.
2. Untuk mengetahui karakteristik umum Arthropoda.
3. Untuk mengetahui filogeni dan sistematika Arthropoda.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh spesies Arthropoda dan klasifikasinya.
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Arthropoda

Arthtropoda merupakan phylum terbesar dalam kingdom Animalia dan kelompokterbesar


dalam phylum itu adalah Insekta. Diperkirakan terdapat 713.500 jenis Arthropodadengan jumlah
itu diperkirakan 80% dari jenis hewan yang sudah dikenal. Menurut Suin(1997), Arthropoda
tanah merupakan salah satu kelompok hewan tanah yang dikelompokkanatas Arthropoda 2
dalam tanah dan Arthropoda permukaan tanah. Arthropoda tanah berperan penting dalam
peningkatan kesuburan tanah dan penghancuran serasah serta sisa-sisa bahanorganik
(Nurhadi,dkk, 2010).Arthropoda permukaan tanah sebagai komponen biotik pada ekosistem
tanah sangattergantung pada faktor lingkungan. Perubahan lingkungan akan berpengaruh
terhadap kehadiran dan kepadatan populasi Arthropoda. Perubahan faktor fisika kimia tanah
berpengaruh terhadap kepadatan hewan tanah. Keanekaragaman hewan tanah lebih rendah pada
daerah yang terganggu daripada daerah yang tidak terganggu (Najima danYamane, 1991).

Perubahan komunitas dan komposisi vegetasi tertentu pada suatu ekosistem secara tidak
langsung menunjukan pula adanya perubahan komunitas hewan dan sebaliknya (Adisoemarto,
1998). Ciri-ciri umum dari antropoda antara lain mempunyai anggota yang beruas, tubuhnya
bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruas-ruas, tubuh dibungkus oleh zat kitin
sehinggamerupakan rangka luar, biasanya ruas-ruas terdapat bagian-bagian yang tidak berkitin
sehingga ruas-ruas tersebut mudah digerakkan, sistem saraf berupa sistem saraf tangga
tali,coelom pada hewan dewasa adalah kecil dan merupakan satu rongga berisi darah dan disebut
haemocoel.

2.2 Klasfikasi Arthropoda

Klasifikasi antropoda terdiri dari klas crustae, contoh: udang ; klas onychophora,contoh :
preparatus ; klas chilopoda, contoh : kelabang ; klas diplopoda, contoh : kelemayar ; klas insecta,
contoh : belalang ; klas arachnoidae, contoh : laba-laba ; klas pauropoda, contoh: pauropus dan
klas symphyla, contoh : scutigerella (Muzzarelli,1985).

Crustacea adalah hewan yang tubuhnya beruas-ruas, memiliki kulit luar yang keras.
Udang dan kepiting termasuk kedalam kelompok hewan tersebut. Hewan air ini meliputi
beberapa spesies yang bernilai ekonomis tinggi, misalnya udang windu (Penaeus monodon),
udang galah (Macrobrachium rosenbergii) dan kepiting bakau (Scylla cerrata) (Yuwano, 2005).
BAB III

Pembahasan

3.1 Definisi Arthropoda

Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang
berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-ruas. Organisme yang
tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-buku. Hewan ini memiliki jumlah
spesies yang saat ini telah diketahui sekitar 900.000 spesies. Hewan yang tergolong arthropoda
hidup di darat sampai ketinggian 6.000 m, sedangkan yang hidup di air dapat ditemukan sampai
kedalaman 10.000 meter. Contoh anggota filum ini antara lain kepiting, udang, serangga, laba-
laba, kalajengking, kelabang, dan kaki seribu, serta spesies-spesies lain yang dikenal hanya
berdasarkan fosil. Habitat hewan anggota filum arthopoda di air dan di darat.

Arthtropoda merupakan phylum terbesar dalam kingdom Animalia dan kelompok


terbesar dalam phylum itu adalah Insekta. Diperkirakan terdapat 713.500 jenis Arthropoda
dengan jumlah itu diperkirakan 80% dari jenis hewan yang sudah dikenal. Menurut Suin(1997),
Arthropoda tanah merupakan salah satu kelompok hewan tanah yang dikelompokkan atas
Arthropoda 2 dalam tanah dan Arthropoda permukaan tanah. Arthropoda tanah berperan penting
dalam peningkatan kesuburan tanah dan penghancuran serasah serta sisa-sisa bahanorganik
(Nurhadi,dkk, 2010). Arthropoda permukaan tanah sebagai komponen biotik pada ekosistem
tanah sanga ttergantung pada faktor lingkungan. Perubahan lingkungan akan berpengaruh
terhadap kehadiran dan kepadatan populasi Arthropoda. Perubahan faktor fisika kimia tanah
berpengaruh terhadap kepadatan hewan tanah. Keanekaragaman hewan tanah lebih rendah pada
daerah yang terganggu daripada daerah yang tidak terganggu (Najima danYamane, 1991).

Cara hidup dan habitat Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit,
komensal, atau simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya
nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah. Habitat penyebaran Arthropoda
sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir, dan padang rumput. Serangga adalah
hewan-hewan yang bersegmen dengan eksoskeleton berkitin, dan alat-alat tambahan bersegmen.
Segmentasi itu tampak jelas secara eksternal. Jumlah jenis dalam filum ini lebih banyak dari
jumlah jenis dari semua filum lainnya. Baik laut, air tawar maupun habitat terrestrial didiami
oleh serangga. Coelom pada antropoda tereduksi. Hoemocoel merupakan sebagian dari sistem
sirkulasi. Jenis kelamin terpisah namun demikian pada jenis-jenis tertentu reproduksi
partogenesis merupakan karakteristiknya. Sirkulasi terjadi karena gerakan pulsasi jantung dorsal.
Pernapasan dengan trakea selalu dicirikan dengan adanya porus berpasangan pada tiap segmen
(Austin,1988).
3.2 Karakteristik Umum

Hewan Arthropoda memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, triploblastik selomata, dan
tubuhnya bersegmen. Tubuh ditutupi lapisan kutikula yang merupakan rangka luar
(eksosketelon). Ketebalan kutikula sangan bervariasi, tergantung dari spesies hewannya.
Kutikula dihasilkan oleh epidermis yang terdiri atas protein dan lapisan kitin. Pada waktu
serangga mengadakan pertumbuhan, kutikula akan mengalami pengelupasan.

Ciri-ciri umum yang dimiliki anggota filum arthropoda yaitu tubuh simetri bilateral,
triploblastik selomata, terdiri atas segmen-segmen yang saling berhubungan dibagian luar, dan
memiliki tiga lapisan germinal (germlayers) sehingga merupakan hewan tripoblastik. Tubuh
ditutupi lapisan kutikula yang merupakan rangka luar (eksosketelon). Ketebalan kutikula sangan
bervariasi, tergantung dari spesies hewannya. Kutikula dihasilkan oleh epidermis yang terdiri
atas protein dan lapisan kitin. Pada waktu serangga mengadakan pertumbuhan, kutikula akan
mengalami pengelupasan. Tubuh memiliki kerangka luar dan dibedakan atas kepala, dada, serta
perut yang terpisah atau bergabung menjadi satu. Setiap segmen tubuh memiliki sepasang alat
gerak atau tidak ada.

Arthropoda berespirasi dengan menggunakan paru-paru buku, trakea atau dengan insang.
Pada spesies terestrial bernafas menggunakan trakhea atau pada arachnida menggunakan paru-
paru buku atau menggunakan keduanya. Ekskeresi dengan menggunakn tubulus malpighi atau
kelenjar koksal. Saluran pencernaan sudah lengkap, terdiri atas mulut, usus dan anus. Sistem
peredaran darah berupa sistem peredaran darah terbuka, beredar melalui jantung→organ dan
jaringan→hemocoel (sinus)→ke jantung lagi. Sarafnya merupakan sistem saraf tangga tali.

Atrhropoda mempunyai kelamin terpisah, fertilisasi terjadi secara internal, dan bersifat
ovivar. Perkembangan individu baru terjadi secara langsung atau melalui stadium larva.
Pembagian tubuh pada arthropoda kemungkinan seperti annelida yang memiliki dinding tubuh
yang berotot dan tubuh tidak terbagi menjadi daerah tertentu, pada crustaceae, Insecta,
Chilopoda, dan Diplopoda tubuh dibedakn menjadi tiga daerah yang jelas yaitu kepala dada dan
abdomen atau kepala dan dada yang bergabung menjadi sefalotoraks. Tubuh dibungkus oleh zat
kitin, yang berfungsi sebagai kereangka luar atau eksoskeleton.

3.3 Klasifikasi Arthropoda

Klasifikasi antropoda terdiri dari klas crustae, contoh: udang ; klas onychophora, contoh :
preparatus ; klas chilopoda, contoh : kelabang ; klas diplopoda, contoh : kelemayar ; klas insecta,
contoh : belalang ; klas arachnoidae, contoh : laba-laba ; klas pauropoda, contoh : pauropus dan
klas symphyla, contoh : scutigerella (Muzzarelli,1985)
Crustacea adalah hewan yang tubuhnya beruas-ruas, memiliki kulit luar yang keras.
Udang dan kepiting termasuk kedalam kelompok hewan tersebut. Hewan air ini meliputi
beberapa spesies yang bernilai ekonomis tinggi, misalnya udang windu (Penaeus monodon),
udang galah (Macrobrachium rosenbergii) dan kepiting bakau (Scylla cerrata) (Yuwano, 2005).

Ciri-ciri umum dari kelas Crustacea yaitu habitatnya di danau, air tawar, kolam dan
sungai. Tubuhnya terdiri dari cephalothorax dan abdomen serta bersegmen. Kerangka luarnya
dari zat kitin dan ciri yang terakhir yaitu makanan pokoknya berupa zat organik hidup dan zat
yang busuk.

Ciri dari kelas Insecta yaitu mulutnya terdiri dari 3 bagian yaitu mandibula, maksilla dan
labium. Tubuhnya terdiri atas kepala, thorax dan abdomen. Mempunyai sepasang antenna dan
biasanya terdiri dari 2 pasang sayap. Yang terakhir yaitu thoraxnya terdiri atas 3 pasang kaki.
Ciri dari kelas Chilopoda yaitu terdiri dari 15-173 segmen. Tubuhnya rata, dorsal ventral dan
memiliki maxillipedes. Antenanya panjang dengan 12 segmen.

Ciri dari kelas Diplopoda yaitu habitatnya di darat dan bernapas dengan trakea. Makanan
pokoknya berupa sayuran yang membusuk. Sistem ekskresinya berupa pembuluh malpighi.

Ciri umum dari Pauropoda yaitu habitatnya di darat dengan tubuh terdiri dari 12 segmen.
Tidak memilki alat pernapasan khusus. Makanan pokoknya berupa binatang kecil dan sayuran.
Panjang tubuhnya lebih kecil dari 2 mm.

Ciri-ciri umum dari kelas Symphyla yaitu habitatnya di tempat yang basah dengan
tubuhnya yang bersegmen. Makanan pokoknya berupa sayuran yang membusuk. Panjang
tubuhnya bervariasi antara 2,8-6 mm (Robert W., 1968).

Ciri dari kelas Arachnida yaitu tubuhnya terdiri dari chelicerae, cephalothorax dan perut.
Bernapas dengan trakea dan paru-paru dan tidak memilki antena dan rahang sejati. Kelas
Pycnogonida ciri-cirinya yaitu hidup di laut serta perkawinannya terpisah san cephalothorax dan
perut mengalami reduksi.
Ciri-ciri dari kelas tardigrada yaitu hidup di lumut, air hangat dan air garam. Tubuhnya
terdiri dari 4 segmen dan tidak mempunyai sistem pernapasan, sirkulasi dan ekskresi tetapi
terdapat sistem saraf. Yang terakhir yaitu perkembangbiakannya terpisah.

Ciri dari kelas Pentastomida yaitu hidup di darat dengantubuh yang tidak memiliki
segmen tetapi memilki dinding. Sistem pernapasannya tidak ada dan juga sistem sirkulasi dan
ekskresi. Perkembangbiakannya terpisah (Herlinda S., 2004).

3.4 Peran Arthropoda Dalam Parasitologi

Kebanyakan arthropoda bersifat menguntungkan. Mereka memangsa arthropoda lain,


membantu dalam proses dekomposisi bahan organik, sebagai pollinator, dan dapat memproduksi
madu dan sutra. Arthopoda adalah komponen penting dalam ekosistem dan harus dilestarikan.
Namun ada juga arthropoda yang menjadi hama. Arthropoda dianggap sebagai hama ketika
mereka menggangu manusia, dalam hal ini merusak tanaman budidaya dengan berbagai mcam
cara. Karena hal ilmiah arthropda dianggap merugikan, walaupun sebenernya lebih banyak yang
menguntungkan (Smith dalam Ennis, Jr., 1979).
Peranan arthropoda yang menguntungkan antara lain :

a. Sumber makan yang mengandung protein tinggi, contohnya : udang windu, lobster,
kepiting, rajungan, laron, dan gangsir.
b. Menghasilkan madu, contohnya : lebah madu.
c. Bahan pakaian sutera, contohnya : kepompong ulat sutera.
d. Membantu penyerbukan tanaman.
e. Serangga predator sebagai pemberantas hama tanaman secara biologi.

Peranan arthropoda yang merugikan antara lain :


a. Perusak tanaman, yaitu semua larva atau ulat pemakan daun, wereng, dan belalang.
b. Ianang perantara (vektor) penyakit, misalnya nyamuk aedes aegypti sebagai vektor
penyakit demam berdarah, anopheles sebagai vektor penyakit malaria, lalat rumah
sebagai vektor penyakit tifus, lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur, dan laba-laba
sebagai vektor demam rocky mountain dan tularemia.
c. Parasit pada manusioa, contohnya caplak penyebab kudis, nyamuk, dan kutu rambut
kepala.
d. Merusak kayu bangunan, misalnya rayap.
e. Pengebor kayu galangan kapal atau perahu, contohnya crustacae kelompok isopoda.

Arthropoda keduanya dapat berbahaya dan membantu manusia. Beberapa spesies sebagai
transmitter bakteri atau virus yang menyababkan penyakit seperti malaria, demam kuning,
encephalitis, dan penyakit lyme. Scorpions, beberapa laba-laba dan lebah dantawonmemiliki
kelenjar racun dan bisa melukai atau bahkan (meskipun jarang) membunuh orang dengan
menyuntikkan racun melalui sengatan. Beberapa arthropda merupakan sumber makan bergizi di
banyak bagian dunia, dan serangga memainkan peran penting dalam penyerbukan (suatu proses
yang diperlukan untuk produksi di banyak tanaman).

3.5 Penyakit Yang Disebabkan Arthropoda

Manusia tertular penyakit yang ditularkan melalui arthropoda ketika patogen, seperti bakteri atau
virus, ditransmisikan dari reservoirnya (inang alami) ke manusia melalui vektor arthropoda.
Vektor arthropoda yang paling umum adalah lalat, kutu, kutu, nyamuk, dan kutu. Penularan dari
arthropoda ke manusia terjadi baik secara mekanis maupun biologis. Dalam transmisi mekanis,
arthropoda menyimpan patogen ke permukaan tempat inang menyerap atau menelannya.
Misalnya, lalat rumah dapat menyimpan bakteri pada makanan yang kemudian dimakan oleh
manusia. Dalam transmisi biologis, arthropoda menyuntikkan patogen langsung ke dalam tubuh
inang; misalnya nyamuk menggigit manusia. Efek dari penyakit yang ditularkan melalui
arthropoda berkisar dari ringan hingga parah. Penyakit yang ditularkan melalui arthropoda,
seperti ensefalitis dan malaria, ditandai dengan gejala seperti sakit kepala, demam, lemah, dan
anemia. Beberapa penyakit bisa berakibat fatal, dan yang lain, meski tidak menyebabkan
kematian, mungkin memiliki efek kronis yang menurunkan kualitas hidup.

Penyakit yang disebabkan atau ditransmisikan oleh artropoda antara lain: Caplak (ticks):
Lyme disease, Rocky Mountain spotted fever, relapsing fever, anaplasmosis, babesiosis,
tularemia. Lalat: tularemia, leishmaniasis, African trypanosomiasis, bartonellosis, loiasis.

3.6 Pengendalian Vektor Arthropoda

Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan memindahkan atau menjadi sumber
penularan penyakit pada manusia. Vektor yang berperan sebagai penular penyakit dikenal
sebagai arthropoda borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector borne diseases yang
merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis dan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan sampai kematian (Permenkes R.I No.374, 2010).

Penyakit menular bersumber vektor yang masih berjangkit di masyarakat diantaranya


penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kecoa yang umumnya berkembang pada
lingkungan dengan sanitasi yang buruk (Amalia, 2010).

“Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat
menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan
masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran vektor” (Permenkes
R.I No. 374, 2010).

Upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit menular seringkali mengalami


kesulitan karena banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit menular tersebut.
Lingkungan hidup di daerah tropis yang lembab dan bersuhu hangat menjadi tempat hidup ideal
bagi serangga yang berkembangbiak. Selain dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan vektor
pembawa penyakit, keberadaan serangga juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa
aman bagi masyarakat (Soedarto, 2009).

Menurut Komairah, dkk (2010) sekitar 10 juta spesies serangga yang hidup di dunia dan
telah teridentifikasi sekitar 1 juta spesies. Satu juta spesies tersebut terdiri dari beberapa spesies
serangga yang juga merupakan vektor pembawa suatu penyakit. Salah satu dari vektor tersebut
adalah kecoa yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kesehatan manusia.

Sesuai yang dikemukakan oleh Amalia dan Idham (2010:67) bahwa kecoa menyebarkan
berbagai penyakit, menimbulkan alergi, serta mengotori dinding, buku dan perkakas rumah
tangga. Kecoa juga dapat memindahkan beberapa mikroorganisme patogen antara lain,
Streptococus, Salmonella dan lain-lain, sehingga mereka berperan dalam penyakit tifus, disentri,
diare, cholera, virus hepatitis a dan polio pada anak-anak (Apriyani, 2017). Penularan penyakit
oleh kecoa dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada
sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh
lainnya dari kecoa. kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit
tersebut menkontaminasi makanan. Kecoa merupakan salah satu insekta yang berperan sebagai
vektor penyakit yang banyak ditemukan dalam rumah, gedung-gedung, termasuk dalam restoran
ataupun rumah makan. Kecoa dapat mengkontaminasi makanan manusia dengan membawa
agent berbagai penyakit yang berhubungan dengan pencernaan seperti diare, demam typoid,
disentri, virus hepatitis a, polio dan kolera ( Ginting, 2015). Penanggulangan penyakit yang
ditularkan oleh vektor ini selain dengan pengobatan terhadap penderita, juga dilakukan upaya-
upaya pengendalian vektor termasuk upaya mencegah kontak dengan vektor guna mencegah
penularan penyakit. Satu di antaranya adalah cara pengendalian vektor dengan menggunakan
insektisida (Kemenkes RI, 2012).

Penggunaan insektisida sintesis (kimia) dikenal sangat efektif dan praktis dalam
pengendalian vektor. Penggunaan insektisida sintesis (kimia) dalam jangka waktu yang lama
juga akan memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang disebabkan oleh insektisida yaitu
berupa pencemaran lingkungan yang dikarenakan residu yang ditinggalkan sangat sulit terurai di
alam. Selain itu, pengunaan insektisida juga dapat meracuni penghuni rumah. Berbagai macam
cara dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi dampak pencemaran oleh
insektisida, antara lain dengan pencegahan, pengurangan penggunaan insektisida dan dengan
menggunakan insektisida nabati. Insektisida nabati adalah insektisida yang terbuat dari berbagai
macam tumbuhan, bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan
relatif aman untuk manusia dan ternak karena residunya mudah terurai.

Tumbuhan salam adalah tumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Selain sebagai bumbu dapur yang banyak digunakan untuk penyedap masakan, daun salam
ternyata juga berkhasiat sebagai obat tradisional (Hariana, 2008). Daun salam dapat digunakan
untuk mengobati kolesterol tinggi, kencing manis, tekanan darah tinggi, sakit maag, dan diare
karena daun salam mengandung minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin, dan flavonoid
(Mahardika, 2014). Beberapa bahan alami yang secara tradisional diduga dapat digunakan untuk
mengusir kecoa adalah timun, daun salam, dan lavender. Daun salam secara turun-temurun telah
digunakan sebagai bahan alami penolak kecoa dengan meletakkannya ditempat-tempat yang
sering dilalui kecoa (Mahardika, 2014). Selain itu daun salam juga mengandung senyawa minyak
atsiri, flavonoid, dan tanin yang diduga pula dapat digunakan sebagai zat penolak serangga.
Aktifitas biologi minyak atsiri terhadap serangga adalah dapat bersifat sebagai repellent
(Hartati,2012)

Repellent merupakan zat penolak serangga yang terbuat dari berbagai macam tumbuhan
yang mengandung senyawa-senyawa yang tidak disukai serangga. Repellent bersifat mudah
terurai sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia. Mekanisme kerja
minyak atsiri sebagai repellent yaitu minyak atsiri menguap ke udara sehingga bau yang
dihasilkan akan terdeteksi oleh reseptor kimia yang terdapat pada tubuh serangga. Kemudian bau
yang tidak disukai serangga tersebut akan diterjemahkan di otak dan diekpresikan dengan
menjauhi atau menghindari sumber bau tersebut (Shinta, 2010).

BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang
berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-ruas. Organisme yang
tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-buku.

Ciri-ciri umum yang dimiliki anggota filum arthropoda yaitu tubuh simetri bilateral,
triploblastik selomata, terdiri atas segmen-segmen yang saling berhubungan dibagian luar, dan
memiliki tiga lapisan germinal (germlayers) sehingga merupakan hewan tripoblastik. Tubuh
ditutupi lapisan kutikula yang merupakan rangka luar (eksosketelon).

Filum Arthopoda dibagi menjadi empat subfilum yaitu Trilobita, Chelicerata,


Onychophora, dan Mandibulata. Arthropoda dapat dibagi menjadi 6 kelas, yaitu Crustacea,
Onychophora, Arachnida, Chilopoda, Diplopoda, dan Insecta. Tetapi kadang-kadang kelas
Chilopoda dan Diplopoda dimasukkan ke dalam satu kelas yaitu Myriapoda.

4.2 Saran

Agar mahasiswa dapat lebih memahami tentang pendeskripsian, pengidentifikasian dan


pengklasifikasian, baiknya mahasiswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang mencangkup
atau yang berhubungan dengan mata kuliah Biosistematik Hewan (khususnya hewan-hewan
Arthropoda) di luar jam kuliah, mencoba melakukan penelusuran-penelusuran sendiri atau
bersama siapa saja, mengamati setiap yang ada di lingkungan tempat tinggal maupun di tempat
yang dikunjungi.

Daftar Pustaka
Arief, Mudianto. 2001. Keanekearagaman ekosistem. Bandung: Cahaya Ilmu.

Brotowidjojo. 1989. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Rusyana, Adun. 2011. Zoology Invertebrata. Bandung: Alfabeta.

Putra, N. S. 1994. Serangga di Sekitar Kita. Yogyakarta: Kasinus.

Adisoemarto, S. 1998. Kemungkinan Penggunaan Serangga Sebagai Indikator Pengelolaan


Keanekaragaman Hayati. Biota. Vol. III. (1) : 25 – 33.

Anda mungkin juga menyukai