I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serangga termasuk filum Arthropoda yaitu kelompok hewan yang mempunyai kaki beruas-ruas,
tubuh bilateral simetris dan dilapisi oleh kutikula yang keras (exosceleton). Serangga
digolongkan dalam kelasinsecta (hexapoda), karena memiliki 6 buah (3 pasang) kaki yang
terdapat di dadaerah dada (thorax). Jumlah kaki menjadi ciri khas serangga yang
membedakannya dengan hewan lain dalam phylum Arthropoda seperti laba-laba (arachnida),
kepiting (decapoda), udang (crustacea), lipan dan luwing (myriapoda), Kehidupan serangga
sudah dimulai sejak 400 juta tahun (zaman devonian). Kira-kira 2 - 3 juta spesies serangga telah
terindentifikasi. Diperkirakan, jumlah serangga sebanyak 30-80 juta spesies yang meliputi sekitar
50% dari keanekaragaman spesies di muka bumi. (Angga, 2009 ).
Serangga juga memiliki keanekaragaman luar biasa dalam ukuran, bentuk dan perilaku.
Kesuksesan eksistensi kehidupan serangga di bumi ini diduga berkaitan erat dengan rangka luar
(eksoskeleton) yang dimilikinya, yaitu kulitnya yang juga merangkap sebagai rangka penunjang
tubuhnya, dan ukurannya yang relatif kecil serta kemampuan terbang sebagian besar jenis
serangga. Ukuran badannya yang relatif kecil menyebabkan kebutuhan makannya juga relatif
sedikit dan lebih mudah memperoleh perlindungan terhadap serangan musuhnya. Serangga juga
memiliki kemampuan bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, dan keragaman genetik
yang lebih besar. Dengan kemampuannya untuk beradaptasi, menyebabkan banyak jenis
serangga merupakan hama tanaman budidaya, yang mampu dengan cepat mengembangkan sifat
resistensi terhadap insektisida. (Angga, 2009 ).
Beberapa jenis serangga juga berguna bagi kehidupan manusia seperti lebah madu, ulat sutera,
kutu lak, serangga penyerbuk, musuh alami hama atau serangga perusak tanaman, pemakan
detritus dan sampah, dan bahkan sebagai makanan bagi mahluk lain, termasuk manusia. Tetapi
sehari-hari kita mengenal serangga dari aspek merugikan kehidupan manusia karena banyak di
antaranya menjadi hama perusak dan pemakan tanaman pertanian dan menjadi pembawa
(vektor) bagi berbagai penyakit seperti malaria dan demam berdarah. Walaupun demikian
sebenarnya serangga perusak hanya kurang dari 1 persen dari semua jenis serangga. Dengan
mengenal serangga terutama biologi dan perilakunya maka diharapkan akan efisien manusia
mengendalikan kehidupan serangga yang merugikan ini(Angga, 2009 ).
(Valanga nigricornis)
Keterangan :
1. prothorakx
2. Mesothorakx
3. Metathorakx
Keterangan :
1. Membran lateral
2. Tergum
3. Serkus
4. Epiprok
5. Anus
6. Paraprok
7. Spirakel
8. Sterhum (1-9)
Keterangan :
1. Kosta
2. Subkosta
3. Radius
4. Median
5. Kubitus
6. Anal
7. Radius
Gambar 6. Anatomi luar sayap belalang (Valanga nigricornis)
Keterangan :
1. Koska
2. Tibia (betis)
3. Tarsus
4. Arolium
5. Femur (paha)
6. Trokhanter
Keterangan :
1. Faring
2. Esofagus
3. Tombolok
4. Proventrikulus
5. Ventrikulus
6. Saluran Buntu Gastrium
7. Tabung Malpighi
8. Usus
9. Rectum
10 Anus
Keterangan :
1. Membrane Pentorial
2. Testis
3. Tabung Sperma
4. Vas Eferens
5. Vas Deferens
6. Kelenjar Areson
7. Vesikula Seminalis
8. Tabung Ejakulasi
4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan anatomi luar belalang ( Valanga nigricornis ), bahwa terdapat Kepala
(caput), Antena, Dada (Thorax), Tungkai, Sayap dan Perut (Abdomen).
Belalang (Valanga nigricornis), merupakan hewan yang berciri-ciri antenna pendek, pronotum
tidak memanjang ke belakang, tarsi beruas 3 buah, femur kaki belakang membesar, ovipositor
pendek. Ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan yang jantan. Sebagian besar
berwarna abu-abu atau kecoklatan atau beberapa lainnya berwarnah cerah di bagian beberapa
lainnya (Riordi, 2009 ).
Berdasarkan pengamatan anatomi luar caput belalang (Valanga nigricornis), diperoleh frons,
Maxilla, Maxilla, Mata Majemuk, Mata oceli, Antenna, Mandibula dan Labirin.
Berdasarkan pengamatan anatomi luar antena belalang
(Valanga nigricornis) diperolehFlagelium, Pedisel dan Scape.
Mengenai antena pada serangga, dimana pada umumnya antena serangga terbagi menjadi 3 ruas
utama yaitu scape yang merupakan ruas pertama melekat pada kepala, ruas kedua disebut dengan
pedisel, dan dan ruas ketiga disebut dengan flagellum. Bentuk dan ukuran antena pada setiap
jenis serangga berbeda beda. Beberapa bentuk antena tersebut adalah : filiform yaitu bentuknya
menyerupai benang dan pada setiap ruas mempunyai ukuran bentuk silindris yang
sama. Sedangkan Adapun fungsi antena pada setiap jenis serangga sangat beragam, namun pada
umumnya fungsi utama dari antena tersebut adalah sebagai alat peraba dan pencium. Selain dua
fungsi utama antena yang telah disebutkan diatas beberapa fungsi lain dari antena serangga yang
sama pentingnya adalah sebagai alat untuk mengetahui tempat-tempat makanan
(mangsa) (Jumar, 2000).
Berdasarkan pengamatan anatomi luar thoraks belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas 3
bagian prothorakx, Mesothorakx dan Metathorakx.
Pada dasarnya tiap ruas toraks pada serangga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Prothorax : bagian depan dari thoraks dan sebagai tempat atau dudukan bagi sepasang tungkai
depan. Mesothorax : bagian tengah dari thorax dan sebagai tempat atau dudukan bagi sepasang
tungkai tengah dan sepasang sayap depan. Metathorax : bagian belakang dari thorax dan sebagai
tempat atau dudukan bagi sepasang tungkai belakang dan sepasang sayap
belakang (Riordi, 2009 ).
` Berdasarkan pengamatan anatomi luar abdomen
belalang (Valanga nigricornis)terdiri atas Membran lateral, Tergum, Serkus, Epiprok,
Anus, Paraprok, Spirakel, dan Sterhum (1-9).
Abdomen pada serangga primitive tersusun atas 11-12 ruas yang dihubungkan oleh bagian
seperti selaput (membran). Jumlah ruas untuk tiap spesies tidak sama. Pada serangga primitif
(belum mengalami evolusi) ruas abdomen berjumlah 12. Perkembangan evolusi serangga
menunjukkan adanya tanda-tanda bahwa evolusi menuju kepengurangan banyaknya ruas
abdomen. Serangga betina dewasa yang tergolong apterygota, seperti Thysanura, memiliki
ovipositor yang primitive dimana bentuknya terdiri dari dua pasang embelan yang terdapat pada
bagian bawah ruas abdomen kedelapan dan kesembilan. Sesungguhnya, terdapat sejumlah
serangga yang tidak memiliki ovipositor, dengan demikian serangga ini menggunakan cara lain
untuk meletakkan telurnya. Jenis serangga tersebut terdapat dalam ordo Thysanoptera,
Mecoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Serangga ini biasanya akan menggunakan
abdomennya sebagai ovipositor. Beberapa spesies serangga dapat memanfaatkan abdomennya
yang menyerupai teleskop sewaktu meletakkan telur-telurnya (Jumar, 2000).
Berdasarkan pengamatan anatomi luar sayap belalang (Valanga nigricornis) terdiri atas Kosta,
Subkosta, Radius, Median, Kubitus, Anal dan Radius
Sayap pada serangga merupakan tonjolan integumen dari bagian mesothorax dan
metathorax. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena
menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-
vena yang teratur. Tiap sayap tersusun atas permukaan atas dan bawah yang terbuat dari bahan
khitin yang tipis. Bagian-bagian tertentu dari sayap yang tampak sebagai garis tebal disebut
sebagai pembuluh sayap atau rangka sayap (Jumar, 2000).
Berdasarkan pengamatan anatomi luar
tungkai belalang (Valanga nigricornis)terdiri atas Koska, Tibia (betis), Tarsus,
Arolium, Femur (paha), dan Trokhanter.
Serangga dewasa dan beberapa serangga muda (pradewasa) memiliki tungkai pada bagian
toraksnya. Akan tetapi, terdapat serangga muda yang apodous (tidak bertungakai), seperti pada
larva lalat (sering disebut tampayak). Bahkan pada serangga dewasa yang tidak bertungkai
secara jelas, misalnya kutu perisai betina. Sejumlah bentuk tungkai serangga yang khas beserta
fungsinya dijelaskan sebagai berikut: Tipe cursorial, adalah tungkai yang digunakan untuk
berjalan dan berlari. Misalnya pada lipas (Periplaneta sp.) dan kumbang. Tipe fossorial, adalah
tungkai yang digunakan untuk menggali, ditandai dengan adanya kuku depan yang keras sekali.
Misalnya tungkai depan orong-orong (Gryllotalpa africana). Tipe saltatorial, adalah tungkai yang
berfungsi untuk meloncat, ditandai dengan pembesaran femur tungkai belakang. Misalnya: pada
belalang dan jangkrik. Tipe raptorial, adalah tungkai yang berfungsi untuk menangkap dan
mencengkeram mangsa, ditandai dengan pembesaran femur tungkai depan. Misalnya: kaki depan
belalang sembah. Tipe natatorial, adalah tungkai yang berfungsi untuk berenang, ditandai dengan
bentuk yang pipih serta adanya sekelompok “rambut-rambut renang” yang panjang. Misalnya:
pada kumbang Dytiscidae dan kepinding kapal (family Corixidae). Tipe ambolatorial, adalah
tungkai yang berfungsi untuk berjalan ditandai dengan femur dan tibia yang lebih panjang dari
bagian tungaki lainnya. Tungkai ini merupakan bentuk umum tungkai serangga (Jumar,2000).
Berdasarkan pengamatan anatomi dalam saluran pencernaan belalang
(Valanga nigricornis)terdiri atas faring, esophagus, tombolok, proventrikulus, ventrikulus,
saluran buntu gastrium, tabung Malpighi, usus rectum dan anus.
Sistem pencernaan serangga di bagi atas beberapa bagian yaitu Bagian terdepan disebut
stomodeum atau usus depan (foregut), usus tengah (midgut), dan usus belakang
(kindgut). Saluran makanan serangga terdiri dari tiga bagian dengan katup-
katup (sphincters, volves). Seluruh saluran makanan di bagian dalamnya dilapisi selapis sel
epitel, berkedudukan pada membran dasar. Stomodeum dan proktodeum mempunyai lapisan
kutikula sedang mesentron tidak. Stomodeum : Pada dasarnya stomodeum terbagi menjadi
bagian-bagian sebagai berikut, dari depan: faring (pharynx), oesofagus (oesophagus) dan
tembolok (crop) yang merupakan tempat penyimpanan makanan. Pada serangga yang memakan
makanan padat kerapkali ada organ penghalus (grinding organ) disebut proventrikulus
(proventriculus atau gizzard). Proventrikulus itu khususnya berkembang baik pada serangga
Ordo Orthoptera, misalnya belalang, lipas, cengkerik, dan rayap. Mesenteron : secara umum
mesenteron terdiri dari dua bagian, yaitu dari depan kantung gastrik (gastric caeca) dan
ventrikulus (ventriculus). Mikrovili adalah tonjolan-tonjolan halus berbentuk jari-jari. Mikrovili
itu memperluas permukaan sel-sel epitel yang berhubungan dengan makanan, untuk
memfasilitasi penyerapan nutrisi. Di ventrikulus, pada sebagian besar jenis serangga, terdapat
membran peritrofik yang memisahkan epitel dan makanan. Proktodeum : Bagian awal (terdepan)
proktodeum ditandai oleh tempat kedudukan tabung-tabung Malpighi, kerapkali pada pilorus
yang merupakan katup otot. Bagian selanjutnya secara berurutan adalah ileum, kolon (colon)
dan rektum (rectum). Di ujung rektum terdapat anus (lubang pelepasan). Fungsi utama
proktodeum adalah absorpsi air, garam-garam dan bahan-bahan lain yang berguna (Riordi,
2009).
Berdasarkan pengamatan anatomi dalam saluran pernafasan belalang (Valanga nigricornis)terdiri
atas dinding tubuh, sel-sel epithelial, intima, tanpa epithelium, trakheolum, jaringan tubuh,
percabangan trachea, trokea, trakhea utama dan stigma/spirakel.
Serangga mempunyai sistem Alat pernafasan utama yang berupa tabung dalam atau sistem
trakea, yang mengantarkan udara dari luar tubuh ke sel-sel tubuh dan sistem itu melaksanakan
respirasi atau pernafasan. Pada tiap ruas, dari batang trakea itu muncul beberapa trakea cabang,
berpasangan dari batang kiri dan kanan. Trakea itu mengelompok-kelompok pada tiap ruas, dan
mendapatkan udara dari luar melalui sepasang bukaan pada sisi lateral tiap ruas; bukaan ini
disebut spirakel (spiracles). Spirakel itu berhubungan langsung dengan batang trakea
utama (main tracheal trunk), yang biasanya ada sepasang menjulur sepanjang tubuh (Riordi,
2009).
Berdasarkan pengamatan anatomi dalam saluran reproduksi belalang jantan
(Valanganigricornis) terdiri atas membrane pentorial, testis, tabung sperma, vas eferens, vas
deferens, kelenjar areson, vesikula seminalis dan tabung ejakulasi
Pada serangga jantan terdapat sepasang testes yang terletak di ujung system reproduksi . Tiap
testes terdiri atas sejumlah tabung sperma dan folikel testikel. Tiap folikel memiliki vas eferens
pada bagian pangkalnya yang menghubungkan dengan vas deferens. Selanjutnya vas deferens
menuju saluran ejakulasi (ejaculatory duct). Sistem reproduksi serangga jantan juga memiliki
kelenjar pelengkap yang terletak di dekat pertemuan komponen lateral. Saluran ejakulasi ini
bermuara pada gonopore (lubang penis) (Riordi, 2009).
Berdasarkan pengamatan anatomi dalam saluran reproduksi belalang betina
(Valanganigricornis) terdiri atas filamen terminal, ovarial, ovum, ovary, spermatika, kelenjar
spermatika, saluran spermatika, saluran telur lateral, kelenjar aseson, saluran telur utama dan
ruang genital (vagina).
Serangga betina memiliki sepasang indung telur (ovari). Tiap ovari terdiri atas sejumlah ovariol
yang berbentuk seperti tabung dan di dalamnya terdapat sejumlah ovom (telur). Bagian ujung
ovariol disebut filamin terminal. Ovarium bermuara pada saluran telur lateral bersatu menjadi
saluran telur utama yang selanjutnya bermuara pada vagina. Sistem reproduksi betina biasanya
memiliki satu atau beberapa kelenjar pe-lengkap yang terletak di dekat pertemuan saluran telur
dan vagina (Riordi, 2009).
FITOPATOLOGI TUMBUHAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi jamur Trichoderma,sp. sebagai agensia pengendali hayati sudah tidak terbantahkan.
Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan aplikasi jamur Trichoderma,sp.
Diantaranya adalah busuk pangkal batang pada tanaman panili yang disebabkan oleh
jamur Fusarium,sp., Jamur Akar Putih (JAP) yang menyerang tanaman lada dan karet dan
beberapa penyakit terbawa tanah (soil borne) lainnya (Sri Sukamto, 1994).
Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan
penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam
usaha pengendalian organism pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai
antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma,sp. Juga berfungsi sebagai decomposer dalam
pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna
mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani
akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh. Penggunaan
jamur Trichoderma secara luas dalam usaha pengendalian OPT perlu disebarluaskan lebih lanjut
agar petani-petani Indonesia dapat memproduksi jamur Trichoderma secara mandiri. Diharapkan
setelah mengetahui langkah-langkah perbanyakan massal jamur Trichoderma, petani dapat
mempraktekkan dan mengaplikasikannya (Sri Sukamto, 1994).
Media adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang disesuaikan dengan
lingkungan hidupnya. Media kultur berasarkan konsistensinya dibedakan atas tiga macam, yaitu
media cair, media semi padat, dan media padat. (Sri Sukamto, 1994).
Gambar 4. Ekstrak Air Kentang Yang Direbus Kembali Bersama Agar-Agar dan Gula Putih.
4.2 Pembahasan
Kentang ditimbang sebanyak 200 gram dengan menggunakan timbangan reaksis, kemudian
dikupas dan dipotong dengan ukuran kecil-kecil dan timbang kembali kemudian dicuci. Timbang
agar bubuk sebanyak 20 gram dan juga gula 20 gram. Siapkan aquades sebanyak 1000 ml.
Setelah itu rebus kentang sebanyak 200 gram dengan air sebanyak 1000 ml, sampai kentang
benar-benar matang. Kemudian kentang yang telah direbus di saring untuk mengambil
sarinya/air ekstraknya. Sebelum melakukan isolasi, sterilkan inkubator yang akan di gunakan
dengan menggunakan alkohol dengan menggunakan alat penyemprot berupa ekspayer dan melap
inkubator dengan menggunakan tissue. Kemudian kentang diangkat dan airnya di ambil dengan
menggunakan saringan dan dimasukkan ke dalam beker glass. Setelah airnya selesai disaring
kemudian air kentang direbus kembali kemudian masukkan agar-agar bubuk sebanyak 20 gram
dan aduk hingga rata, kemudian masukkan gula sebanyak 20 gram dan aduk kembali
sampai mendidih, kemudian masukkan kembali ke dalam beker glass untuk didinginkan. Setelah
itu ambil botol fokta yang telah dipanaskan dalam oven dan masukkan media PDA yang telah
dibuat dan di saring ke dalam botol fokta 250 ml. Setelah itu siapkan plastik dan gunting dengan
ukuran sedang untuk menutup botol fokta tersebut dan dililit dengan karet agar media PDA tetap
steril (Setiawati, N, 1999).
Pengamatan pada hari pertama cendawan Trichoderma sp. Blm menunjukan
bahwaTrichoderma sp. Mengalami pertumbuhan karna belum beradaptasi dengan media tanam.
Trichoderma sp. umumnya penghuni tanah, khususnya pada tanah organik. Cendawan ini dapat
hidup sebagai saprofitik atau parasitik terhadap cendawan lain, bersifat antagonistik dan banyak
digunakan sebagai pengendalian. Trichoderma sp. juga ditemukan pada permukaan akar
bermacam-macam tumbuhan, pada kulit kayu yang busuk, terutama kayu busuk yang terserang
cendawan dan pada sklerotia atau propagul lain dari cendawan lain. Cendawan Trichoderma sp.
dapat hidup pada beberapa macam kondisi lingkungan (Setiawati, N, 1999).
Pada pengamatan hari kedua cendawan Trichoderma sp. Mulai muncul tanda-tanda kontaminasi
pada setiap cawan yang digunakan dalam melakukan percobaan ini ditandai dengan cendawan
lain yang berkembang.
Cendawan Trichoderma sp. dapat hidup pada beberapa macam kondisi lingkungan.Trichoderma
hamatum dan Trichoderma pseudokoningii dapat berdaptasi pada kondisi kelembaban tanah
yang sangat tinggi. Trichoderma viride dan Trichoderma polysporum terbatas pada daerah yang
mempunyai suhu rendah. Trichorderma harzianum sangat umum ditemukan di daerah yang
beiklim panas, sedangkan Trichorderma hamatum dan Trichorderma koningii tersebar luas pada
kondisi iklim yang bermacam–macam. Kondisi kering dalam waktu yang lama mengakibatkan
populasiTrichorderma sp. menurun (Setiawati, N, 1999).
Pada pengamatan ketiga semua cawan telah terkontaminasi oleh jamur lain sehingga
menyebabkan pengamatan menjadi gagal.