Anda di halaman 1dari 9

INTERAKSI GEN

Dosen Pengampu :

Noor Aini Habibah, S.Si, M.Si

Kelompok 3 :

1. Arum Mulyani (4411416002)

2. Annur Hidayat (4411416006)

3. Reni Rahayu (4411416023)

JURSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018
A. Judul : Interaksi Gen
B. Tanggal Praktikum : Jum’at, 18 Mei 2018
C. Tujuan :
1. Mengetahui berbagai macam epistasis yang dapat terjadi pada
jagung
2. Menguji rasio fenotip yang dihasilkan pada jagung dengan
menggunakan Chi-Kuadrat
D. Landasan Teori :
Interaksi dapat terjadi diantara alel-alel dari dua gen atau lebih.
Interaksi yang terjadi antara alel-alel dari dua gen atau lebih disebut alel
interaksi non alelik. Ada dua macam interaksi non alelik yaitu epistasis
dan hipostasis(Widianti, T.W & Habibah, N.A,2018).
Pola interaksi non epistasis, dua gen saling berinteraksi sehingga
pertemuan alel antara kedua gen tersebut membentuk fenotip yang baru.
Pada pola interaksi epistasis, alel dari gen yang satu akan menutup
ekspresi alel gen yang lain. Gen yang menutupi gen lain disebut gen
epistasis, sedangkan gen yang tutupi disebut gen hipostasis (Widianti, T.W
& Habibah, N.A,2018).
Berbagai bentuk penyimpangan Hukum Mendel yang telah banyak
diteliti dan salah satunya adalah epistasis dan hipostasis. Konsep kejadian
yang disebut epistasis adalah suatu interaksi antara 2 gen yang berlainan,
dimana suatu gen menutupi ekspresi gen yang lainnya. Sedangkan
hipostasis merupakan gen yang tertutupi ekspresinya tersebut (Suryo,
1998).

Epistasis terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :

1. Epistasis dominan

Kunci dari epistasis ini adalah bahwa suatu gen dominan (misal A)
epistasis terhadap gen lain (B dan b). Contoh dapat ditemui pada persilangan pada
bawang (Allium sp). Sedangkan dengan sifat berupa warna pada umbinya. Hasil
persilangan bawang berumbi lapis kuning denagn merah homozigot akan
menghasilkan F1 merah dan F2 nya 12 merah : 3 kuning : 3 putih (12 : 3 : 3).
2. Epistasis resesif

Pada epistasis ini gen resesif (misalnya 22) epistasis terhadap gen lain (B
dan b), kombinasi F2 nya berupa rasio fenotip 9 : 3 : 4.

3. Epistasis dominan dan resesif

Epistasis ini terjadi dimana gen dominan (A) bersifat epistasis terhadap
gen (B dan b) dan gen resesif tersebut (Bb) epistasis terhadap A dan a. turunan F2
dari epistasis ini menghasilkan individu baru dengan rasio fenotip 13 : 3.

4. Gen dominan rangkap (Epistasis dominan duplikat)

Kunci dari epistasis ini, yaitu suatu gen dominan (misalnya A) epistasis
terhadap A dan a. Penyilangan pada Bursa sp merupakan contoh konkrit dari
epistasis ini, dimana F2 nya akan menghasilkan rasio fenotip 15 : 1 dari parental
buah oval dengan buah segitiga homozigot.

5. Gen resesif rangkap

Pada epistasis ini ketidakhadiran salah satu dari gen dominan akan
menyebabkan gen resesif segera terekspresi. Kombinasi rasio fenotip pada F2 nya,
yaitu 9 : 7. contoh persilangan seperti ini, yaitu pada tanaman Lathirus odoratus
(kacang manis).

6. Adanya gen-gen rangkap yang mempunyai pengaruh komulatif.

Epistasis ini dapat diamati pada tanaman gandum (Holdeum vulgare),


yaitu pada warna kulit bijinya, kombinasi 9 : 6 : 1 (Suryo, 1998). Penentuan jenis
epistasis yang cocok untuk hasil percobaan yang dilakukan biasanya dianalisa
dengan metoda Chie- square test (X2) dalam analisis statistik ini, sehingga
hipotesa awal harus berpedoman pada kombinasi rasio fenotip yang telah ada
sehingga penolakan atau penerimaan terhadap hipotesa tersebut dapat ditentukan
denagn jelas dan ringkas (Burns, 1984).

Balai Penelitian Tanaman Serealia telah membentuk galur-galur jagung


manis yang memiliki jarak genetik cukup jauh antar galur dengan memanfaatkan
marka mikrosatelit. Galur-galur tersebut dievaluasi daya gabungnya melalui
persilangan dialel dalam rangka mendapatkan tetua terbaik untuk membentuk
varietas hibrida. Menurut Chaudary (1971) daya gabung merupakan kemampuan
relatif suatu galur atau tetua yang bila disilangkan dengan galur lain akan
menghasilkan hibrida. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan,
berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan
kombinasi keturunannya. Menurut Sujiprihati et al. (2008)

E. Alat dan bahan :


1. Jangung dengan variasi warna
2. Alat tulis
F. Cara kerja :

Dipilih jagung yang memiliki Dilihat berapa variasi

butir penuh warna bulir jagung yang


terdapat pada tongkol
jagung
Ditulis pada tabel
pengamatan

Dihitung masing – masing


Ditentukan epistasis yang warna bulir jagung
dimiliki oleh jagung tersebut
tersebut

Diuji menggunakan Chi-


Kuadrat

G. Hasil pengamatan :
Jangung Jumlah Fenotip Jumlah
fenotip Putih Merah tua Ungu
I 2 142 28 3 173
II
4 219 6 - 225
Jumlah
Rasio

H. Analisis data dan pembahaasan


Analisi data
1. Putih : merah tua : ungu
142 : 28 : 3
12,003 : 2,367 : 0,254
(12) ( 3) (1)
Fh = 12/16 x 173 = 129,75 (putih)
Fh = 3/16 x 173 = 32,438 (merah tua)
Fh = 1/16 x 173 = 10,813 (ungu)

𝑓ℎ 𝑓0 (𝑓0 − 𝑓ℎ ) |𝑓𝑜 − 𝑓ℎ |2 2
|𝑓0 − 𝑓ℎ |2
𝑥 =Ʃ
𝑓ℎ
129,75 142 12,25 150,063 1,157
32,438 28 -4,438 19,696 0,607
10,813 3 -7,813 61,043 5,645
Jumlah 7,409

dB = jumlah fenotip – 1 = 3-1 = 2

kesalahan relatif = 0,05

𝑥 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 5,99

𝑥 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 7,409

X2 hitung > dari X2 tabel, maka data yang diambil atau diperoleh tidak valid

2. Putih : merah tua

219 : 6
15 : 0,41

Fh = 15/16 x 225 = 210,93 (putih)

Fh = 1/16 x 225 = 13,837 (merah tua)

Fenotip

𝑓ℎ 𝑓0 (𝑓0 − 𝑓ℎ ) |𝑓𝑜 − 𝑓ℎ |2 2
|𝑓0 − 𝑓ℎ |2
𝑥 =Ʃ
𝑓ℎ
210,93 219 8,07 65,125 0,309
13,837 6 -7,837 61,419 4,439
Jumlah 4,748

dB = 1

kesalahan relatif = 0,05

x2 hitung = 4,748

x2 tabel = 3,84

x2 hitung > x2 tabel , maka data yang diambil tidak valid

Pembahasan

Pola interaksi alelik pada gen tunggal antara lain dominan-resesif,


kodominan, semidominan dan alel gada. Selain itu ada interaksi alel dari dua gen
atau lebih disebut interaksi non alelik. Pada percobaan kali ini berujuan untuk
mengetahui interaksi non alelik apa saja yang terjadi pada biji jagung. Pola
inteaks yang kami amati adalah interaksi non alelik epistasis, yaitu pola interaksi
yang gen-gennya ada yang bersifat menutupi (gen epistasis) dan yang ditutupi
(gen hipostasis).

Untuk percobaan ini kami menggunakan tongkol jangung. Dalam satu


bongkol jangung yang kami amati terdapat beberapa warna. Kami menggunakan 2
tongkol jagung. Tongkol jagung yang pertama kami menjumpai 3 warna yang
berbeda yaitu putih, merah tua dan ungu. Kemudian dihitung jumlah keseluruhan
warna dan jumlah masing-masing warna. Setelah dihitung, di lakukan
perbandingan dan dicari pola epistasisnya yang mana. Pada percobaan pertama di
peroleh rasio perbandinga fenotipnya yaitu putih: merah tua: ungu = 12,003:
2,367 : 0,254. Hasilnya hampir mendekati rasio perbandingan epistasis Dominan
yaitu 12 : 3 : 1. Setelah dilakukan uji Chi-Kuadrat, diperoleh hasil X2 hitung =
7,409 dan X2 tabel = 5,99 dengan derajat kebebasan 2 dan kesalahan relatif 0,05.
Dari hasil tersebut, karena X2 hitung > X2 tabel maka data yang diambil tidak
valid.

Untuk percobaan kedua kami menemukan dua perbedaan warna yaitu merah tua
dan putih. Setelah dihitung jumlah keseluruhan warna dan jumlah untuk masing –
masing warna diperoleh rasio perbandingan warnanya adalah putih : merah = 15 :
0,41. Hasil tersebut hampir mendekati rasio perbandingan dominan rangkap yaitu
15 : 1. Setelah diuji dengan chi-kuadrat diperoleh hasil x2 hitung = 4,748 dan x2
tabel = 3,84, karena x2 hitung > x2 tabel, maka data yang diambil tidak valid.

Dari kedua data percobaan diatas, kedua data yang kami ambil tidak valid.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah tongkol
jagung yang kami gunakan adalah tongkol jagung asli, variasi warnanyapun asli
dari alam, tidak direkayasa. Jadi variasi warna tersebut asli terbentuk dialam.
Karena terbentuk di alam, maka banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses
pembentukannya. Faktor yang paling menentukan adalah faktor keadaan
lingkungan. Untuk dapat membuktikan pola-pola epistasis yang terjadi, sampel
yang diambil harus dalam keadaan terkontrol. Sedangkan sampel yang kami
gunakan berasal dari alam yang faktor eksternalnya tidak dapat kami kontrol
sehingga penyimpangan hasil sangat mungkin terjadi.

Dari hasil pengamatan diatas, biji jagung berwarna putih jumlahnya lebih
banyak dari yang berwarna merah atau ungu. Hal ini dapat menjunjukan bahwa
warna putih epistasis terhadap warna yang lain yaitu warna merah dan ungu. Pola
epistasis ada banyak macam, namun yang kami temui pada pengamatan adalah
epistasis dominan dan epistasis dominan rangkap.

I. Kesimpulan
1. Epistasis yang terdapat pada biji jagung yang kami teliti adalah
epistasis dominan dan dominan rangkap.
2. Rasio yang dihasilkan untuk percobaan pertama yaitu putih:
merah tua: ungu = 12,003: 2,367 : 0,254 sedangkan untuk
percobaan kedua yaitu putih : merah = 15 : 0,41.
J. Daftar pustaka
Widianti T & Habibah N.A.2018.Petunjuk Praktikum Genetika.Semarang:
Fakultas MIPA UNNES
Suryo. 1998. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Burns, G.W. 1984. The Science of Genetics. Mc Millan Publishing
Company Inc. New York
Purba, D. W. (2018). Pengaruh Pemberian Sludge Kelapa Sawit dan
Berbagai Jenis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Jagung Manis (Zea mays). Jurnal Pionir, 2(4).
K. Jawaban permasalahan
1. Pada percobaan pertama di peroleh rasio perbandinga fenotipnya yaitu
putih: merah tua: ungu = 12,003: 2,367 : 0,254. warnanya adalah putih
: merah = 15 : 0,41.
2. Epistasis yang kelompok saya peroleh adalah Dominan. Sedangkan
kelompok lain epistasis yang diperoleh adalah Dominan rangkap.
3. Setelah dilakukan uji Chi-Kuadrat, diperoleh hasil X2 hitung = 7,409
dan X2 tabel = 5,99 dengan derajat kebebasan 2 dan kesalahan relatif
0,05. Dari hasil tersebut, karena X2 hitung > X2 tabel maka data yang
diambil tidak valid. Untuk percobaan kedua diperoleh hasil x2 hitung
= 4,748 dan x2 tabel = 3,84, karena x2 hitung > x2 tabel, maka data
yang diambil tidak valid.
L. Jawaban pertanyaan
1. Epistasis adalah gen yang menutupi ekspresi gen yang lain.
2. Contoh epistasis resesif rangkap adalah kelainan bisu tuli. Dimana
orang yang memiliki fenotip normal adlaah yang memiliki gen D dan
E. Jika hanya ada salah satu gen dominan, maka orang tersebut
mengalami kelainan bisu tuli. Keberadaan dd dan akan menutupi
ekspresi E dan e, dan adanya ee juga akan menutupi D dan d.
3. P = Aabb >< aaBB
(merah) (kuning)
F1 = AaBb (merah)
F2
Gamet AB Ab aB ab
AB AABB AABb AaBB AaBb
(merah) (merah) (merah) (merah)
Ab AABb Aabb AaBb Aabb
(merah) (merah) (merah) (merah)
aB AaBB AaBb aaBB aaBb
(merah) (merah) (kuning) (kuning)
ab AaBb Aabb aaBb Aabb
(merah) (merah) (kuning) (putih)

Rasio Fenotip : Merah : Kuning : Putih


12 : 3 : 1

Anda mungkin juga menyukai