Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA TUMBUHAN

ACARA IV
PERSILANGAN DIHIBRID

Semester:
Ganjil 2015

Oleh:
Wida Fauziah Gustianti
A1L014233 / 10

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN BIOTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu aspek yang penting pada organisme hidup adalah kemampuannya

untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapat melestarikan jenisnya.

Pada organisme yang berbiak secara seksual, individu baru adalah hasil kombinasi

informasi genetis yang disumbangkan oleh dua gamet yang berbeda yang berasal

dari kedua parentalnya.

Sifat-sifat diwariskan oleh induk kepada keturunanya, dan Mendel

melakukan suatu model pewarisan sifat-sifat tersebut yang kebenaranya diakui

sampai saat ini. Teori ini diajukan berdasarkan penelitian persilangan berbagai

varietas kacang kapri (Pisum sativum).

Persilangan dihibrid yaitu persilangan antara dua individu sejenis dengan

dua sifat beda. Mendel menyatakan pada persilangan ini bahwa gen-gen dari

kedua induk akan mengelompok secara bebas, pernyataan ini disebut dengan

Hukum Mendel II. Persilangan dihibrid dapat membuktikan kebenaran Hukum

Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan

bersegregasi secara bebas. dan dihasilkan empat macam fenotip dengan

perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah membuktikan Hukum Mendel II pada

persilanga dihibrid.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat yang diwariskan, cara sifat

diwariskan, dan variasinya yang terjadi pada keturunannya disebut ilmu keturunan

atau genetika. Seorang tokoh yang berjasa dalam mempelajari sifat-sifat yang

diwariskan dari induk pada keturunannya ialah Gregor J. Mendel (1822 - 1884)

sehingga ia dikenal sebagai bapak genetika (Wels, 1991).

Menurut teori Mendel, karakter-karakter ditentukan oleh unit-unit yang

mempunyai ciri tersendiri yang diturunkan secara utuh ke generasi berikutnya.

Model ini dapat menjelaskan berbagai hasil pengamatan yang tidak dapat

dijelaskan oleh teori keturunan campuran. Teori Mendel juga dapat digunakan

dengan baik sebagai kerangka untuk pengertian tentang mekanisme hereditas

lebih lanjut dan terinci (Suryo, 1996).

Hukum mendel dapat dibedakan menjadi 2, yaitu Hukum Mendel I dan

Hukum Mendel II. Hukum Mendel I mengatakan bahwa pemisahan gen yang

sealel terlihat ketika pembuktikan gamet individu yang memiliki genotipe

heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel itu. Sedangkan

hukum Mendel II mengatakan bahwa hukum ini berlaku ketika pembentukan

gamet dimana gen alel secara bebas pergi kemasing-masing kutub ketika meiosis

(Yatim, 1983).

Penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda, Mendel memperoleh

hasil yang secara tetap sama dan tidak berubah-ubah dengan rasio fenotipe F2

9:3:3:1. Pengamatan ini menghasilkan formulasi Hukum Mendel II (asortasi


bebas) yang menyatakan bahwa gen-gen menentukan sifat-sifat yang berbeda

dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain dan akan terjadi pilihan secara

acak pada keturunannya (Agus dan Sjafaraenan, 2013). Menurut Goodenough

(1984), pengamatan ini menghasilkan formulasi hukum genetika Mendel kedua,

yaitu hukum pilihan acak, yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan

sifat-sifat yang berbeda dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain, dan

sebab itu akan timbul lagi secara pilihan acak pada keturunannya. Individu-

individu demikian disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat beda .

Drosophila melanogaster atau lalat buah memegang peranan yang penting

dalam beberapa pengujian genetika, seperti dalam pengujian Hipotesis Mendel,

baik Hukum Mendel I atau Hukum Segregasi dan Hukum Mendel II atau Hukum

Pemisahan Secara Bebas, pautan seks, crossing over, kromosom politen dan lain

sebagainya. Karakteristik ini menjadikan lalat buah menjadi organisme yang

cocok sekali untuk kajian-kajian genetik. Berikut merupakan klasifikasi dari

Drosophila melanogaster (Borror,1993):

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Kelas : InsectaOrdo (Dipter)

Famili : Drosophilidae

Genus : Drosophila

Spesies : Drosophila melanogaster.

Adapun ciri-ciri dari Lalat Drosophila ini adalah lalat ini mempunyai

panjang 3-4 mm dan biasanya warna kekuning-kuningan dan mereka biasanya


terdapat di sekitar buah yang membusuk dan buah-buah dalam kelompok yang

besar (190 jenis Amerika Utara) dan banyak jenis sagat umum. Lalat apel ini

adalah hama-hama di dalam rumah tangga apabila didapatkan buah-buahan. Larva

dan kebanyakan jenisnya terdapat di dalam buah telah ditunjukkan bahwa larva

sebenarnya makan ragi-ragi yang tumbuh di dalam buah-buahan itu. Beberapa

jenis ada yang bersifat ektoparasitik (pada ulat) atau bersifat pemangsa (pada

mealybugs dan homoptera kecil lainnya) pada tahapan larva (Borror, 1993).

Perbedaan jenis kelamin pada Drosophila melanogaster secara morfologi

terlihat dari bentuk pantat Drosophila, lalat jantan memiliki ujung posterior yang

tumpul sedangkan lalat betina memiliki ujung posterior yang runcing. Lalat jantan

memiliki sex comb pada kakinya sedangkan lalat betina tidak. Ciri lainnya yang

dapat membedakan jantan dan betina adalah dari ukuran tubuhnya, dimana lalat

jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan ukuran lalat betina

(Ghostrecon, 2008).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum Acara Persilangan Dihibrid adalah

lalat Drosophila melanogaster, media lalat, plastik bening, klorofom, kapas dan

lembar pengamatan. Sedangkan alat yang digunakan adalah botol bening, cawan

petridis, dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

1. Bahan dan alat disiapkan

2. Tissue diletakkan di mulut erlenmeyer

3. Tissue dibasahi klorofom dan dimasukkan ke dalam plastik yang berisi lalat

lalu biarkan hingga lalat pingsan

4. Lalat dimasukkan ke cawan petidris

5. Hasil diamati, morfologi dicatat dan data dianalisis


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tipe lalat white

Kenampakan Gambar Keterangan


Tipe lalat
white

Atas 1. Mata hitam


2. Protorak
3. Sayap panjang
ukuran badan
besar

Bawah 1. Segmen garis


hitam tipis
2. Abdomen
posterior
lancip
Atas 1. Mata hitam
2. Protorak
3. Sayap panjang
ukuran badan
sedang

Bawah 1. Segmen garis


hitam pekat
2. Abdomen
posterior
tumpul

2. Tipe lalat normal

Tipe lalat Kenampakan Gambar Keterangan


normal

Atas 1. Mata merah


2. Sayap panjang
3. Abdomen
lancip
4. Protorak

Tubuh
Ukuran = besar
Warna = kelabu
Bawah 1. Segmen garis
tipis
2. Abdomen
lancip

Atas 1. Mata merah


2. Sayap pendek
3. Abdomen
4. Protorax

Tubuh
Ukuran : kecil
Warna : kelabu

Bawah 1. Segmen garis


tebal
2. Abdomen
tumpul
3. Tipe Lalat Ebony

Kenampakan Gambar Keterangan


Tipe lalat
ebony

Atas
Warna mata merah

Tubuh hitam

Bawah Segmen posterior


memiliki garis hitam
tipis pada dorsalnya
dari tengah hingga
ujung.
Abdomen posteroid
berbentuk atau
berakhir lancip

Atas
Warna mata merah

Tubuh hitam
Bawah Abdomen posteroid
berbentuk atau
berakhir tumpul.

Segmen posteroid
memiliki garis hitam
dibagian ujungnya
jauh lebih besar dan
lebih pekat daripada
diatasnya.

Persilangan dihibrid

P1 : normal x white

BBTT x bbtt

F1 : BbTt

P2 : BbTt x BbTt

Hasil P2 persilangan lalat buah normal x white

B B b B
T t T t
B B B B B
T BTT BTt bTT bTt
B B B B B
t BTt Btt bTt btt
b B B b b
T bTT bTt bTT bTt
b B B b B
t bTt btt bTt btt

Rasio genotip = 9: 3 : 3: 1
Rasio fenotip = badan kecil tubuh kelabu : badan kecil tubuh hitam :
badan besar tubuh kelabu: badan besar tubuh hitam.

Karakteristik yang diamati

B_T_ B_tt bb T_ Bbtt Jumlah total

Observasi 128 41 41 14 224

(O)

9 3 3 1 224
Harapan x 224 x 224 = x 224 = x 224 =
16 16 16 16

(E) = 126 42 42
14

(|128 - (|41 - (|41 - 42|)2 = (|14 - 14|)2 6


(|O E| )2
126|)2 = 4 421|)2 = 1 1 =0
(|O E|) 4 1 1 0,077
= 0,031 = 0,023 = 0,023 0
126 42 42
E

X2 0,031 0,023 0,023 0 0,077

Xtabel = 7,28

X2 = 0,077

F hitung < F tabel, maka data tersebut signifikan yang artinya sesuai

dengan Hukum Mendel II.

B. Pembahasan

Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang

berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah

contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett Kuadrat menentukan rasio


fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan

monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki

1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda (Johnson, 1983). Sedangkan menurut

Corebima (1997) hibrid adalah turunan dari suatu persilangan antara dua individu

yang secara genetik berbeda. Arti hibrid semacam itu juga dikemukakan oleh

Gardner. Hibrid dapat dibedakan menjadi monohibrid, dihibrid, trihibrid dan

bahkan polihibrid tergantung pada jumlah sifat yang diperhatikan pada

persilangan itu.

Dua sifat beda yang dipelajari Mendel yaitu bentuk dan warna kapri. Pada

penelitian terdahulu diketahui bahwa biji bulat (W) dominan terhadap biji

berkerut (w), dan menghasilkan nisbah 3:1. Pada keturunan F2, Mendel juga

mendapatkan bahwa warna biji kuning (G) dominan terhadap biji hijau (g), dan

segregasi dengan nisbah 3:1. Persilangan kapri dihibrida berbiji kuning bulat dan

berbiji hijau berkerut menghasilkan nisbah fenotipe 9:3:3:1. Nisbah genotipenya

dapat diperoleh dengan menjumlahkan genotipe-genotipe yang sama di antara 16

genotipe yang terlihat dalam segitiga Punnett (Crowder, 1999).

Persilangan dihibrid berhubungan dengan hukum Mendel II, bahwa

persilangan dihibrid merupakan persilangan yang menunjang Hukum Mendel II.

Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II, yaitu bahwa

gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara

bebas dan dihasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.

Seperti pernyataan dari Crowder (1990), Hukum Mendel II yaitu pengelompokan

gen secara bebas berlaku ketika pembuatan gamet. Dimana gen sealel secara
bebas pergi ke masing masing kutub meiosis. Pembuktian hukum ini dipakai pada

dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari dua individu yang memiliki dua

atau lebih karakter yang berdeba. Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan

dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi

Independent assortment of genes. Atau pengelompokan gen secara bebas.

Hubungan antara persilangan dihibrid dengan Hukum mendel II dijelaskan

lebih rinci oleh Campbell (2002), bahwa berdasarkan data F2 dihibrid, Mendel

menyusun Hukum Perpaduan Bebas (Hukum Mendel II) dari F1 bergenotipe

AaBb dalam proses pembentukan gamet alel A dapat bebas berpadu dengan B

atau b, juga a bebas memilih B atau b. Akibat perpaduan bebas ini maka setiap

jenis gamet yang terbentuk, yaitu AB, Ab, aB, dan ab akan mempunyai frekuensi

yang sama. Dalam kasus dihibrid akan mempunyai frekuensi masing-masing 0,25.

Akibat perpaduan bebas dari alel-alel dalam pembentukan gamet, dan

penggabungan bebas gamet-gamet dalam perkawinan maka dalam kasus alel

dominan-resesif, F2 akan mempunyai fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1.

Untuk membuktikan Hukum Perpaduan Bebas dilakukan uji silang dihibrid

dengan menyilangkan F1 terhadap tetua resesif. Terbukti kebenaran Hukum ini

dengan munculnya turunan uji silang dengan perbandingan 1:1:1:1 untuk fenotipe

yang menggambarkan gamet AB, Ab, aB, dan ab.

Varietas unggul didapat melalui beberapa metode pemuliaan tanaman.

Metode pemuliaan ini sangat ditentukan oleh sistem penyerbukan ataupun cara

perkembang biakan tanaman. Salah satu upaya untuk memperoleh varietas unggul

adalah melalui persilangan. Dengan dilakukannya persilangan di antara semua


pasangan tetuanya, dapat diketahui potensi hasil dari suatu kombinasi hibrida.

Contoh dari persilangan dihibrid pada tanaman semusim yang menghasilkan

varietas unggul berdasarkan pemuliaan tanaman adalah:

1. Jagung

Menurut Tjitrosoepomo (2000) jagung adalah tipe monocious, staminate

terdapat diujung batang dan pistilate pada batang. Serbuk sari mudah

diterbangkan angin sehingga penyerbukan lebih dominan meskipun

penyerbukan sendiri bisa terjadi 5% atau lebih. Ada perbedaan besar dalam hal

penyerbukan pengontrolan polinasi silang dan juga kemudahan pengontrolan

polinasi silang oleh pemulia tanaman. Beberapa spesies mempunyai sifat tidak

serasi dan dapat dikawinkan tanpa adanya kesulitan terhadap sifat yang tidak

cocok.

Upaya untuk menghasilkan varietas unggul dilakukan persilangan

dihibrid antara jagung tahan terhadap penyakit, produktivitas rendah dengan

jagung peka terhadap penyakit, produktivitas tinggi. Hasil persilangan tersebut

menciptakan varietas jagung baru yang unggul, yaitu P 12. Varietas P 12 lebih

tahan terhadap penyakit, misalnya untuk mencegah penyakit bule pada jagung.

Varietas jagung P 12 merupakan benih jagung berkualitas baik, produktivitas

tinggi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Padi

Persilangan induk padi yang tidak ada bulu pada gabah, tetapi umur

tanam lama dengan induk padi yang ada bulu pada gabah, tetapi umur tanam

yang singkat. Adanya bulu dapat menurunkan rendemen beras. Diharapkan


menghasilkan keturunan dengan sifat tidak ada bulu pada gabah dengan umur

tanam yang singkat. Contoh padi hasil pemuliaan tanaman seperti: Cisadane,

C4, Yuwono2004, Mayang2004, Mira-12006, dan Bestari2008.

3. Tomat

Bibit unggul juga dapat diperoleh dengan menyilangkan tanaman liar

dengan tanaman yang sudah dibudidayakan. Misalnya antara tomat liar dengan

tomat komersial yang sudah dibudidayakan. Tomat liar berbuah kecil-kecil,

tetapi memiliki keunggulan, yaitu kebal terhadap penyakit layu karena jamur

Fusarium sp. Sedangkan tomat budidaya memiliki buah yang besar, tetapi

tidak tahan terhadap jamur Fusarium sp. Setelah kedua tomat tersebut

disilangkan, maka dihasilkan tomat dengan ukuran buah seperti tomat

komersial yang tahan terhadap penyakit layu karena jamur Fusarium sp.

4. Kedelai

Peningkatan produktivitas varietas kedelai yang diupayakan melalui

peningkatan potensi hasil varietas dengan cara perakitan varietas unggul dan

varietas tipe baru yang berdaya hasil tinggi. Persilangan dilakukan pada kedelai

dengan sifat jumlah polong per tanaman tinggi tetapi fertilitas rendah dengan

kedelai fertilitas yang lebih tinggi, tetapi jumlah polong per tanaman rendah.

Adanya heterosis menyebabkan penyimpangan dari penampilan yang

diharapkan dari penggabungan dua sifat yang dibawa kedua tetuanya, sehingga

persilangan tersebut diharapkan menghasilkan varietas kedelai unggul dengan

sifat jumlah polong per tanaman tinggi dengan fertilitas yang tinggi pula.
5. Melon

Induk melon dengan sifat buah manis tetapi warna buah pucat

disilangkan dengan buah tidak manis tetapi warna buah merona. Pada

persilangan tersebut diharapkan menghasilkan varietas unggul dari masing-

masing induk yang telah disilangkan, sifat tersebut yaitu dapat menghasilkan

buah melon dengan rasa manis dan warna buah yang merona.

Ada 2 tipe lalat buah yaitu tipe normal (tipe liar) dan mutan. Tipe normalnya

yaitu mata merah dan sayap panjang, biasanya pada persilangan untuk lalat

normal diberi tanda +. Mutan dari lalat buah Drosophila melanogaster memiliki

berbagai macam bentuk, biasanya pada bagian tubuh tertentu seperti sayap dan

mata pada lalat mutan berbeda dengan tipe normal.

Mutasi dapat terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah

daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit

mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun radioaktif, serta

loncatan energi listrik seperti petir. Selain itu, mutasi juga dapat disebabkan oleh

perubahan-perubahan struktur kromosom. Pecahnya sebuah kromosom dapat

menyebabkan terjadinya empat macam perubahan pada struktur kromosom

(Zarzen, 2009).

Menurut Ghostrecon (2008) untuk mempelajari mutan-mutan Drosophila

melanogaster diperlukan pengenalan yang cukup mengenai morfologi Drosophila

melanogaster normal. Dengan begitu dapat dibedakan antara Drosophila

melanogaster normal dan Drosophila melanogaster mutan. Morfologi Drosophila


yang perlu dikenali adalah jenis kelamin, mata majemuk, mata oceli, sungut,

kepala, thorax, abdoment, dan sayap.

Berikut adalah jenis-jenis mutan Drosophila melanogaster beserta deskripsi

singkatnya (Strickberger, 1962):

1. Dumpy

Sayap lebih pendek hingga dua pertiga panjang sayap normal dengan

ujung sayap tampak seperti terpotong. Bulu pada dada tampak tidak sama rata.

Clot Mata berwarna maroon yang semakin gelap seiring pertambahan usia.

Tidak seekstrim sepia.

2. Sepia

Mata merah kecoklatan yang semakin menggelap hingga menjadi sepia

dan akhirnya berubah menjadi hitam.

3. Oseli normal

a) Claret, mata merah menyala. Tubulus malpighi larva tidak berwarna.

b) White, mata putih dengan oseli, tabung malpighi, dan testes yang tidak

berwarna.

c) Curly, sayap melengkung ke atas secara kuat. Miniature Sayap mengecil

dan hanya mencapai ujung abdomen saja. Permukaan sayap tampak lebih

hitam karena sel dan rambut yang padat.

d) Black, yaitu tubuh, kaki, dan vena pada sayap berwarna hitam.

e) Ebony, secara bertahap warna tubuh berubah menjadi hitam ketika

dewasa. Larva memiliki pembungkus spirakel yang lebih gelap

dibandingkan larva normal.


f) Taxi

Sayap merentang 75o dari sumbu tubuh, biasanya bergelombang, sempit,

dan agak kehitaman. Mutan tidak dapat terbang karena bentuk dan postur

sayap.

g) Eyeless

Ukuran mata bervariasi dari tidak ada sama sekali hingga seukuran mata

normal tapi biasanya akan mengecil hingga tinggal setengah ukuran mata

normal.

Lalat Drosphila mempunyai beberapa kelainan-kelainan yaitu terdiri dari:

1. Lalat ginandromorf adalah lalat yang separuh tubuhnya terdiri dari jaringan

lalat betina sedangkan separuh lainnya terdiri dari jaringan lalat jantan. Lalat

ini tidak mempunyai formula kromosom.

2. Lalat interseks adalah lalat yang jaringan tubuhnya merupakan mosaik

(campuran yang tak teratur) dari jaringan lalat betina dan jantan. Lalat ini

steril.

3. Lalat jantan super adalah lalat yang sebenarnya akan menjadi lalat jantan akan

tetapi triploid (3n) untuk autosomnya (3AAAXY) dan steril.

4. Lalat dengan kromosom X yang melekat adalah lalat betina tetapi kedua

kromosom X saling melekat pada salah satu ujungnya.

Untuk menyeragamkan pendapat, tiap tipe mutan lalat Drosophila diberi

simbol tertentu, misalnya simbol w untuk mutan mata putih, e untuk mutan tubuh

ebony atau hitam, vg untuk mutan sayap tereduksi, dan sebagainya. Lalat normal

biasanya diberi simbol +.


Menurut Borror (1992), Drosophila melanogaster yang normal

mempunyai mata berwarna merah, yang ditentukan oleh gen dominan W .

Adapula yang menyebutkan gen + atau w+. Disamping itu dikenal pula sifat

mutan, yaitu mata berwarna putih, yang ditentukan oleh gen muatan resesif w .

Sebenarnya dikenal banyak variasi tentang warna mata pada lalat ini. Variasi ini

bergradasi (berderajat) mulai dari merah gelap, merah terang sampai menjadi

putih, yang kesemuanya ditentukan oleh dominansi dari alelalel. Berbagai warna

mata pada Drosophila melanogaster ini ternyata ditentukan oleh suatu seri alel

ganda. Alel yang paling dominan adalah w+, sedangkan yang paling resesif

adalah w.

1. Short-Winged Flies

Sayap-sayap lalat ini pendek. Sayap lalat ini tidak bisa terbang. Mereka

mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu vestigial gen, pada

kromosom yang kedua. Lalat ini mempunyai suatu mutasi terdesak/terpendam.

Tentang penghembus vestigial gen yang dibawa oleh masing-masing lalat (satu

dari orangtua masing-masing), kedua-duanya harus diubah untuk menghasilkan

sayap yang abnormal. Seandainya satu adalah mutan, versi yang sehat dapat

mengesampingkan cacat tersebut.

2. Curly-Winged Flies

Sayap-sayap lalat ini keriting. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam

tubuh mereka yaitu "gen keriting" pada kromosom yang kedua. Sayap-sayap

keriting ini terjadi karena suatu mutasi dominan, yang berarti bahwa satu
salinan gen diubah dan menghasilkan cacat itu. Jika salinan kedua-duanya

(orang tuanya) adalah mutan.

3. Ebony Flies

Lalat ini berwarna gelap, hampir hitam dibadannya. Mereka membawa

suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen kayu hitam yang terletak pada

kromosom ketiga. Secara normal, gen kayu hitam bertanggung jawab untuk

membangun pigmen yang memberi warna pada lalat buah normal. Jika gen

kayu hitam cacat, maka pigmen yang hitam ini dapat menyebabkan badan pada

lalat buah menjadi hitam semuanya.

4. Yellow Flies

Lalat ini berwarna kekuningan dibanding lalat normal. Mereka

mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen kuning pada

kromosom X. Gen kuning diperlukan untuk memproduksi suatu pigmen pada

lalat hitam normal. Sedangkan pada mutan ini tidak bisa menghasilkan pigmen

atau gen kuning ini.

5. White-Eyed Flies

Lalat ini mempunyai mata putih. Seperti lalat orange-eyed, mereka juga

mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih. Tetapi di lalat

ini, gen putih secara total cacat, sehingga tidak menghasilkan pigmen merah

sama sekali.

6. Orange-Eyed Flies
Lalat pada gambar yang dilingkari mempunyai warna mata seperti warna

jeruk. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih,

yang secara normal menghasilkan pigmen merah di dalam mata. Di lalat ini,

gen yang putih hanya bekerja secara parsial, memproduksi lebih sedikit pigmen

merah dibanding lalat normal.

7. Eyeless Flies

Lalat ini tidak punya mata. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam

tubuh mereka yaitu gen buta, yang secara normal diinstruksikan sel di dalam

larva untuk membentuk suatu mata.

8. Leg-Headed Flies

Lalat ini mempunyai antena seperti kaki abnormal pada dahi mereka.

Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen antennapedia

(bahasa latin untuk "antenna-leg"), yang secara normal diinstruksikan sel untuk

merubah beberapa badan untuk menjadi kaki. Di lalat ini, gen antennapedia

dengan licik instruksikan sel yang secara normal untuk membentuk antena

menjadi kaki sebagai gantinya.

Praktikum Persilangan Dihibrd ini mengamati morfologi dari Drosophila

melanogaster jantan dan betina dengan tipe normal, Ebony, dan White. Pada hasil

pengamatan ketiga tipe tersebut baik jantan maupun betina mempuyai ciri-ciri

yang berbeda. Drosophila melanogaster normal jantan dan betina jika dilihat

pada bagian atas tubuhnya memiliki mata merah, badan berwarna kelabu, panjang

sayap melebihi badan, segmen Drosophila melanogaster normal jantan segmen

abdomen mempunyai garis tebal, sedangkan Drosophila melanogaster normal


betina segmen abdomen yang tipis. Jika dilihat pada bagian bawah, terlihat bahwa

Drosophila melanogaster normal jantan tersebut memiliki abdomen posterior

yang tumpul dan tidak segmen abdomen, sedangkan Drosophila melanogaster

normal betina memiliki abdomen posterior yang lancip dan tidak segmen

abdomen.

Drosophila melanogaster Tipe Ebony jantan dan betina jika dilihat pada

bagian atas tubuhnya memiliki mata merah, badan berwarna hitam, panjang sayap

melebihi badan, segmen Drosophila melanogaster Tipe Ebony jantan segmen

abdomen mempunyai garis tebal pada bagian ujung, sedangkan Drosophila

melanogaster Tipe Ebony betina segmen abdomen yang tipis yang merata pada

seluruh abdomen. Jika dilihat pada bagian bawah, terlihat bahwa Drosophila

melanogaster Ebony jantan tersebut memiliki abdomen posterior yang tumpul dan

segmen abdomen bergaris hitam di bagian ujung lebih besar dan pekat dibanding

garis atasnya, sedangkan Drosophila melanogaster Ebony betina memiliki

abdomen posterior yang lancip dan bersegmen abdomen garis hitam tipis dari

bagian tengah sampai ujung.

Praktikum kali ini mengamati lalat Drosophila melanogaster jantan dan

betina White. Terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya, diantaranya pada

segmen abdomen dan abdomen posteriornya. Lalat jantan maupun betina White

mempunyai ciri-ciri bermata putih, warna badan kuning dan panjang sayap

melebihi badan. Akan tetapi segmen abdomen pada jantan terlihat spot hitam

pekat sedangkan betinanya strip bergaris warna seperti badan. Abdomen posterior

jantan berbentuk tumpul dan pada betinanya semakin meruncing.(Yatim, 1983)


Hasil dalam praktikum kali ini adalah B_T_ 128, B_tt 41, bbT_ 41, bbtt 14.

Dengan harapan B_T_ 126, B_tt 42, bbT_ 42, dan bbtt 14. Hasil Xnya adalah

0,077. Xhitung < Xtabel, maka data tersebut signifikan yang artinya sesuai

dengan teori hukum Mendel II.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Persilangan lalat Drosophila melanogaster White menghasilkan keturunan

dengan rasio fenotip yang sama dengan rasio fenotipe pada Hukum Mendel II.

Hasil pengamatan menunjukan bahawa X tabel > X hitung sehingga hasilnya

signifikan dan sesuai dengan teori. Persilangan dihibrid akan memunculkan sifat

baru dari makhluk hidup pada persilangan-persilanagn selanjutnya

B. Saran

Sebaiknya dalam praktikum benar benar dilakukan persilangan lalat buah

sehingga mahasiswa dapat lebih memahami dalam pengamatan dan sebaiiknya

yang disediakan tidak hanya lalat normal tapi mahasiswa juga perlu diperlihatkan

lalat-lalat mutan.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Rosana dan Sjafaraenan, 2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas


Hasanuddin. Makassar.

Borror, dkk. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Brown, T.A. 1993. Genetics A Molecular Approach. Department of Biochemistry


And Applicd Molecular, Umist, Manchester: United Kingdom.

Campbell, dkk. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Crowdew, L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

. 1995. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

. 1999. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada Uiversity Press,


Yogyakarta.

Ghostrecon, 2008. Experiments in Genetics with Drosophila. John Wiley and


Sons, inc. London.

Goodenough, U. 1984. Genetika. Erlangga, Jakarta.

Johnson, L.G. 1983. Biology. Wm. C. Brown Company Publishers. Iowa.

Strickberger, Monroe, W. 1962. Experiments in Genetics with Drosophila. John


Wiley and Sons, inc. London.

Suryati, Dotti. 2012. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Lab. Agronomi


Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Suryo. 1996. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2000. Morfologi Tumbuhan, Cetakan ke 12, Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

Wels, James R.1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga.


Jakarta.

Yatim, Wildan.1983. Genetika. Tarsito. Bandung.


Zarzen. 2009. The Genome of Drosophila melanogaster. Academic Press Inc.
California.

Anda mungkin juga menyukai