Anda di halaman 1dari 11

Dominansi Apikal

Assa’bana, M. P., R. F. Imanullah, P. S. Parma, N. W. Nopitasari, dan Y.


Sahadhuta
Faculty of Animal and Agricultural Sciences, Diponegoro University, Semarang, Central
Java, Indonesia.
Department of Agriculture, Faculty of Animal and Agricultural Science Diponegoro
University, Semarang, Central Java, Indonesia.
E-mail: muhammadpunggah@student.undip.ac.id

Abstrak

Dominansi apikal adalah penghambatan tumbuhnya tunas lateral oleh pucuk tumbuhan
(apex) yang sedang tumbuh.. Pucuk (apex) yang tumbuh aktif banyak memproduksi auxin dan
selanjutnya auxin yang diproduksi tunas pucuk ini akan menghambat tumbuhnya tunas lateral di
bawahnya. Tujuan dari praktikum acara dominansi apikal adalah untuk menguji peranan auxin
dalam proses dominansi apikal pada tanaman kangkung. Praktikum acara Dominansi Apikal
dilaksanakan pada hari Rabu, 28 September 2022 pukul 14.30 – 16.00 WIB di Laboratorium Ekologi
dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
Materi yang digunakan meliputi polybag, pisau/silet, penggaris, pensil, media tanam, benih tanaman
kangkung, auksin, dan pasta lanolin. Metode yang digunakan adalah media tanam disiapkan,
kemudian media tanam dimasukkan ke polibag. Benih kangkung yang sudah direndam disediakan.
Penanaman dilakukan sebanyak 3 benih per polibag. Tanaman dirawat hingga umur 14 HST, dibuat
3 perlakuan masing-masing berupa kontrol, perlakuan IAA, dan perlakuan tanpa IAA. Jumlah dan
panjang tunas lateral diamati pada hari ke terakhir pengamatan. Hasil yang diperoleh adalah tanaman
kangkung dengan perlakuan A (kontrol) tidak menunjukkan pertumbuhan tunas lateral, pada
tanaman perlakuan B (dipotong + IAA) menghasilkan rata-rata jumlah tunas lateral dan panjang
tunas sebesar 2,3 dan 0,7 cm sedangkan pada tanaman dengan perlakuan C (dipotong tanpa IAA)
menghasilkan rata-rata jumlah tunas lateral dan panjang tunas sebesar 3,3 dan 0,62 cm. Dapat
disimpulkan bahwa perbedaan perlakuan tersebut didapatkan hasil bahwa tunas lateral yang tumbuh
paling banyak terdapat pada perlakuan C yaitu perlakuan tanaman dipotong tanpa IAA.

Kata kunci : dominansi apikal, tunas lateral, auxin, jaringan meristem

1. Pendahuluan

Kangkung (Ipomoea reptans L.) adalah jenis sayur-sayuran yang sangat


populer di Asia Tenggara khususnya Indonesia yang berasal dari daerah tropis
terutama daerah Afrika dan Asia (Handayani et al., 2021). Klasifikasi tanaman
kangkung sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans L.( Ajiningrum et al., 2021).
Tanaman kangkung umumnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah baik
pada tingkat kesuburan tinggi maupun pada tingkat kesuburan rendah dengan
tingkat keasaman tanah yang baik untuk tanaman kangkung yaitu netral berkisar
antara pH 6 – 7 dan akan maksimal pada tanah gembur yang banyak mengandung
bahan organik (Firmansyah dan Iriani, 2019). Tanaman kangkung dapat tumbuh
pada secara optimal pada iklim panas maupun iklim dingin, dengan iklim panas
bersuhu antara 20°C – 30 °C dan iklim lembab, curah hujan yang baik untuk
pertumbuhan kangkung berkisar 500 – 5000 mm/tahun serta tanaman kangkung
dapat berproduksi dengan sempurna di dataran rendah hingga tinggi kurang lebih
2000 mdpl (Liferdi dan Saparinto, 2016).
Kangkung termasuk tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat dan terdiri dari
dua jenis varietas yaitu kangkung darat atau air. Biji pada tanaman kangkung
terdapat didalam buah yang memiliki warna hijau ketika masih muda dan berwarna
hitam jika sudah tua. Tanaman kangkung memiliki jenis biji berkeping dua yang
melekat pada buahnya serta memiliki bentuk bulat panjang yang digunakan untuk
perkecambahan benih atau bibit (Nadila et al., 2020). Tanaman kangkung memiliki
tipe akar tunggang yang terdapat banyak cabang-cabang akar, warna akar pada
tanaman kangkung darat yaitu putih atau coklat muda (Ahmad, 2021).
Kangkung memiliki bentuk batang yang berbuku - buku, membulat serta
berlubang dan banyak mengandung air dan memiliki warna batang yang kehijauan,
serta cabang batang dengan tumbuh menjalar (Fauziah, 2022). Kangkung darat
memiliki daun yang panjang dan bagian ujungnya ada yang berbentuk runcing
maupun berbentuk tumpul, memiliki daun berwarna hijau tua di bagian atasnya
sedangkan bagian bawah berwarna hijau pucat dan permukaan teksturnya halus
serta tulang daun menyirip (Ami dan Candra, 2019). Daun pada tanaman kangkung
memiliki tipe daun tunggal dengan bentuk ujungnya runcing maupun tumpul mirip
dengan bentuk jantung hati dengan jumlah helai daun pada tanaman kangkung
adalah 15 – 20 helai (Aulia et al., 2019).
Tunas pada tanaman kangkung merupakan salah satu jenis jaringan meristem
tanaman. Jaringan meristem adalah area jaringan dari mana pertumbuhan baru
terbentuk yang terdiri dari sel-sel yang masih aktif membelah, memiliki fungsi
sebagai tempat pertumbuhan pada tanaman serta merupakan indikator dalam
keberhasilan proses kultur jaringan (Trinawaty dan Nafery, 2016). Pertumbuhan
pada ujung tanaman yang mampu menekan daerah meristematik lainnya dengan
menggunakan dominansi apikal. Dominansi apikal dapat terjadi pada tanaman yang
utuh atau tidak dipangkas yang menyebabkan terbatasnya akses gula ke tunas
ketiak. Tidak dilakukannya pemangkasan pucuk tanaman menyebabkan terjadinya
dominansi apikal sehingga tanaman terus bertambah tinggi (Prasetyo, 2020). Ujung
tunas apikal atau ujung titik tumbuh jika dihilangkan, maka suplai auksin akan
berkurang dan tunas di bawahnya akan tumbuh. Dominansi apikal merupakan suatu
hambatan pertumbuhan tunas lateral akibat adanya pertumbuhan tunas apikal serta
kerja auksin yang berfungsi untuk menghambat tumbuhnya tunas lateral
(Pamungkas dan Puspitasari, 2019).
Tanaman memiliki hormon yang memicu pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan salah satunya adalah hormon auksin. Auksin merupakan zat hormon
tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar dan pembentukan bunga yang
berfungsi memacu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung
(Pujiasmanto, 2020). Hormon auksin memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan suatu tanaman. Pengaruhnya terhadap tanaman seperti
bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot segar akar,
bobot segar tajuk, bobot segar total, volume akar dan luas daun dapat dipengaruhi
oleh hormon yang terdapat didalamnya (Tetuka et al., 2015). Hormon auksin dalam
kadar tertentu menimbulkan suatu reaksi pada tanaman. Auksin dalam kadar sangat
kecil mampu menimbulkan suatu reaksi secara biokimia, fisiologis maupun
morfologis, yang berfungsi mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, maupun
pergerakan taksis tanaman atau tumbuhan akan mendorong, menghambat, atau
mengubahnya (Lidar dan Mutryarny, 2018).
Pendifusian auksin oleh tunas pucuk akan menyebabkan terjadinya
mekanisme dominansi apikal. Mekanisme dominansi apikal terjadi melalui
pendifusian auksin oleh tunas ke bawah, akibatnya konsentrasi auksin pada bagian
bawah menjadi terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan tunas lateral
(Widyati, 2015). Pertumbuhan tunas disebabkan oleh faktor hormon sitokinin,
auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominansi apikal.
Hormon auksin sitokinin yang diproduksi oleh tanaman, menyebabkan terjadinya
persaingan pertumbuhan antara tunas apikal dan tunas lateral yang tentunya akan
berpengaruh pada tumbuhan (Suradinata et al., 2017). Efek dominansi apikal dapat
dipatahkan melalui pemangkasan. Pemangkasan bagian atas tanaman
mengakibatkan hilangnya dominansi apikal dan menstimulasi tumbuhnya tunas
baru pada bagian aksila batang, pematahan dominansi apikal menyebabkan auksin
yang semula berada pada daerah meristematik akan terdistribusi ke bagian bawah
sehingga merangsang pertumbuhan tunas pada ketiak daun (Hastuti et al,. 2019).
Auksin memiliki berbagai fungsi dalam jaringan tanaman. Auksin berfungsi
dalam meningkatkan tekanan osmotik, permeabilitas sel, mengurangi tekanan pada
dinding sel, meningkatkan plastisitas dan mengembangkan dinding sel, serta
meningkatkan sintesis protein (Mahadi et al., 2016). Auksin biasa ditemukan pada
jaringan – jaringan tumbuhan yang masih aktif membelah dan merupakan zat
pengatur tumbuh yang banyak dihasilkan di jaringan – jaringan yang masih giat dan
aktif membelah pada bagian pucuk tumbuhan (Mardhiyetti et al., 2015).
Jenis auksin yang digunakan untuk uji dominansi apikal umumnya yaitu IAA.
Keberadaan IAA diidentifikasikan sebagai auksin yang aktif di dalam tumbuhan
yang diproduksi dalam jaringan, hormon auksin banyak ditemukan pada bagian
ujung tanaman yang sedang tumbuh yang kemudian bergerak ke bagian atau organ
lain dan akan menghasilkan respon, auksin juga terbentuk pada organ reproduksi
seperti serbuk sari, buah dan biji (Ekyastuti et al., 2022). Cabang lateral dapat
tumbuh karena adanya proses pemangkasan. Tumbuhnya cabang lateral karena
pemangkasan menyebabkan transportasi auksin dari meristem apikal ke bagian
bawah terhambat dan tidak berlangsung sehingga konsentrasi auksin di bagian
ketiak daun akhirnya menjadi berkurang dan akan memacu pembentukan hormon
sitokinin endogen yang berperan dalam pembentukan cabang lateral yang
berkembang menjadi tunas baru (Saefas et al., 2017)
Tujuan dari praktikum acara Dominansi Apikal adalah agar setiap mahasiswa
mengetahui cara untuk menguji auxin dalam proses dominansi apikal pada
tanaman. Manfaat dilakukannya praktikum acara Dominansi Apikal adalah
mengetahui peranan auksin dalam proses dominansi apikal pada tanaman kangkung
dan mengetahui banyak dan panjang tunas lateral yang tumbuh setelah perlakuan.

2. Materi dan Metode

Praktikum acara Dominansi Apikal dilaksanakan pada hari Rabu, 28


September 2022 pukul 14.30 – 16.00 WIB di Laboratorium Ekologi dan Produksi
Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
Materi yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Tanaman acara Dominansi
Apikal terdiri dari bahan dan alat. Bahan yang digunakan adalah media tanam untuk
tempat kangkung tumbuh, benih tanaman kangkung untuk bahan pengujian, Auksin
(IAA = indole acetic acid) untuk menghambat pertumbuhan tunas lateral. Alat yang
digunakan adalah polibag ukuran 20 x 15 sebagai tempat media tanam, pisau atau
silet untuk memotong bagian tanaman, penggaris untuk mengukur tanaman, pensil
untuk mencatat pengamatan.
Metode yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Tanaman acara
Dominansi Apikal adalah disiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. media
tanam yang disediakan berupa tanah, sekam, dan pupuk dengan perbandingan 1:1:1,
kemudian media tanam dimasukkan ke polibag. Benih kangkung yang sudah
direndam disediakan. Penanaman dilakukan dengan kedalaman 5 cm sebanyak 3
benih per polybag. Tanaman dirawat hingga umur 14 HST, hingga bibit tanaman
yang telah berumur 14 HST disiapkan dan disiapkan 400 ppm IAA untuk dibuat 3
perlakuan masing-masing berupa kontrol, perlakuan IAA, dan perlakuan tanpa
IAA. Jumlah dan panjang tunas lateral diamati dan diukur dengan penggaris pada
hari ke terakhir pengamatan.

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan praktikum Fisiologi Tanaman acara Dominansi Apikal yang
telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Pengamatan Jumlah dan Panjang Tunas Lateral


Perlakuan Jumlah Tunas Panjang Tunas
Lateral Lateral (cm)
A. Kontrol 0 0
B. Dipotong + IAA 2,3 0,7
C. Dipotong tanpa IAA 3,3 0,62
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Tanaman, 2022.
Berdasarkan Tabel 5. diperoleh hasil bahwa pada tanaman dengan perlakuan
A (kontrol) tidak tumbuh tunas lateral dan pada tanaman perlakuan B (dipotong +
IAA) tumbuh tunas lateral lebih sedikit dengan rata – rata 2,3 dibandingkan dengan
tanaman dengan perlakuan C (dipotong tanpa IAA) dengan rata – rata 3,3. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan auksin pada bagian potongan batang
akan semakin menghambat pertumbuhan tunas lateral. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahidah dan Hasrul (2017) yang menyatakan bahwa auksin berpengaruh
untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas lateral. Berdasarkan
perbedaan perlakuan tersebut didapatkan hasil bahwa tunas lateral yang tumbuh
paling banyak terdapat pada perlakuan C yaitu perlakuan tanaman dipotong tanpa
IAA. Akibat pemotongan batang menyebabkan proses dominansi apikal terhambat,
sehingga konsentrasi auksin menurun dan memicu tumbuhnya tunas lateral.
Menurut Saefas et al. (2017) menyatakan bahwa tumbuhnya cabang lateral karena
pemangkasan menyebabkan transportasi auksin dari meristem apikal ke bagian
bawah terhambat dan tidak berlangsung sehingga konsentrasi auksin di bagian
ketiak daun akhirnya menjadi berkurang dan akan memacu pembentukan hormon
sitokinin endogen yang berperan dalam pembentukan cabang lateral yang
berkembang menjadi tunas baru. Pertumbuhan tunas lateral meningkat disebabkan
oleh pemotongan tunas apikal yang mengakibatkan fokus penyebaran nutrisi
tanaman pada tunas apikal terhenti dan berpindah pada tunas lateral terdekat. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Salli et al. (2016) yang menyatakan bahwa nutrien
akan tersebar ke arah tunas lateral terdekat pada saat tunas apikal mengalami
diferensiasi. Pertumbuhan tunas pada tanaman kangkung perlakuan B menunjukan
adanya proses mekanisme dominansi apikal, dimana fungsi IAA yang membantu
mereduksi hormon auksin. Hal ini sesuai dengan pendapat Widyati (2015) yang
menyatakan bahwa mekanisme dominansi apikal terjadi melalui pendifusian auksin
oleh tunas ke bawah, akibatnya konsentrasi auksin pada bagian bawah menjadi
terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan tunas lateral. Pemotongan tunas
apikal pada tanaman perlakuan B efektif dalam menghambat pertumbuhan dari
tunas lateral, karena sel auksin terus terproduksi akibat pemberian IAA.
Perbedaan pertumbuhan tunas pada tanaman kangkung dipengaruhi oleh
salah satunya yaitu karena adanya hormon auksin. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tetuka et al. (2015) yang menyatakan bahwa hormon auksin memiliki peranan
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman serta
berpengaruhnya terhadap tanaman seperti bertambahnya tinggi tanaman, jumlah
daun, diameter batang, bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot segar total,
volume akar dan luas daun dapat dipengaruhi oleh hormon yang terdapat
didalamnya. Hormon auksin dalam kadar tertentu menimbulkan suatu reaksi pada
tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Lidar dan Mutryarny (2018) yang
menyatakan bahwa auksin dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan suatu
reaksi secara biokimia, fisiologis maupun morfologis, yang berfungsi
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, maupun pergerakan taksis tanaman
atau tumbuhan akan mendorong, menghambat, atau mengubahnya.

4. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Fisiologi Tanaman acara Dominansi Apikal dapat


disimpulkan bahwa tanaman dengan perlakuan A (kontrol) tidak tumbuh tunas
lateral dan pada tanaman perlakuan B (dipotong + IAA) tumbuh tunas lateral lebih
sedikit yaitu 4, 1, dan 2 dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan C
(dipotong tanpa IAA) yaitu 4, 4, dan 2, perbedaan perlakuan tersebut didapatkan
hasil bahwa tunas lateral yang tumbuh paling banyak terdapat pada perlakuan C
yaitu perlakuan tanaman dipotong tanpa IAA. Pertumbuhan tunas disebabkan oleh
faktor hormon sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol
dominansi apikal yang menyebabkan terjadinya persaingan pertumbuhan antara
tunas apikal dan tunas lateral yang tentunya akan berpengaruh pada tumbuhan.
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum Fisiologi Tanaman acara
Dominansi Apikal selanjutnya adalah agar lebih teliti dalam memilih tanaman yang
akan diberikan perlakuan sehingga pengamatan praktikum dapat berjalan dengan
lancar dan lebih cermat dalam menghitung dan mengukur jumlah tunas lateral yang
muncul pada tanaman setelah perlakuan.

Daftar Pustaka

Ahmad, A. A. 2021. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman kangkung


(Ipomea reftans) dengan penggunaan beberapa media tanam pada sistem
hidroponik. J. Kumpulan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Sains dan
Teknologi. 1 (1) : 211 – 211.

Ajiningrum, P. S., Sukarjati, Ngadiani, D. K. Binawati, dan V. Andriani. 2021.


Pelatihan pembuatan stik kangkung untuk guru dan siswa SMA Wijaya Putra
Surabaya. J. Penamas Adi Buana. 5 (1) : 36 – 40.

Ami, M. S., dan E. A. Candra. 2019. Identifikasi tumbuhan dalam masakan


tradisional urap-urap sebagai materi penyusunan buku referensi taksonomi
tumbuhan. J. Pendidikan Biologi dan Terapan. 4 (2) : 83 – 92.

Aulia, S., A. Ansar, dan G. M. D. Putra. 2019. Pengaruh intensitas cahaya lampu
dan lama penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman kangkung (Ipomea
reptans L.) pada sistem hidroponik indoor. J. Ilmiah Rekayasa Pertanian dan
Biosistem. 7 (1) : 43 – 51.

Ekyastuti, W., A. Muin, dan J. Irawan. 2022. Pengaruh pemberian rootone-f dan
sumber bahan setek pada pertumbuhan setek kratom (Mitragyna speciosa
Korth). J. Hutan Lestari. 10 (1) : 80 – 89.

Fauziah, A. 2022. Identifikasi stomata pteridophyta di Tulungagung Jawa Timur.


J. Bioscience Tropic. 7 (2) : 34 – 45.

Firmansyah, I. dan F. Iriani. 2019. Pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat
pada media tanam kascing dengan takaran yang berbeda. J.
Agroekoteknologi. 11 (2) : 140 – 149.

Fitriana, W. S. S. 2015. Fitoremediasi phosfat pada limbah cair laundry dengan


menggunakan tumbuhan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk). J. Online
Universitas Negeri Gorontalo. 2 (3) : 44 – 48.

Handayani, D. R., M. Kes, H. Juliastuti, I. I. Rakhmat, dan V. P. Ahtayary. 2022.


Sayur Dan Buah Berwarna Hijau Di Lingkungan Rumah Untuk Menangkal
Radikal Bebas Di Masa Pandemi Covid-19. Deepublish. Yogyakarta.
Hastuti, E. D., E. Saptiningsih, dan M. Izzati. 2019. Pengaruh pematahan dominansi
apikal terhadap produktivitas tanaman kacang-kacangan. J. Buletin Anatomi
dan Fisiologi. 4 (2) : 97 – 106.

Lidar, S. dan E. Mutryarny. 2018. Uji ZPT hantu terhadap pertumbuhan dan
produksi selada merah (Lactuca sativa). J. Fakultas Pertanian, Universitas
Lancang Kuning. 13 (2) : 89 – 96.

Liferdi, L. dan C. Saparinto. 2016. Vertikultur Tanaman Sayur. Penebar Swadaya


Grup. Jakarta.

Mahadi, I., W. Syafi’I, dan Y. Sari. 2016. Induksi kalus jeruk kasturi (Citrus
microcarpa) menggunakan hormon 2, 4-D dan BAP dengan metode in vitro.
J. Ilmu Pertanian Indonesia. 21 (2) : 84 – 89.

Mardhiyetti, Z. S., N. Jamarun, dan I. Suliansyah. 2015. Pengaruh BAP (Benzil


Adenin Purin) dan Naa (Naphthalen Acetic Acid) terhadap eksplan tanaman
turi (Sesbania grandiflora) dalam media multiplikasi in vitro. J. Vitro.
Pasture. 5 (1) : 35 – 38.

Nadila, N., M. N. Arifah, N. Nurshakila, A. R. Febriansyah, V. Vlorensius, dan Z.


Zulfadli. 2020. Studi variasi morfologi genus ipomoea di Kota Tarakan. J.
Borneo Of Biology Education (BJBE). 2 (1) : 33 – 41.

Pamungkas, S. S. T. dan R. Puspitasari. 2019. Pemanfaatan bawang merah (Allium


cepa L.) sebagai zat pengatur tumbuh alami terhadap pertumbuhan bud chip
tebu pada berbagai tingkat waktu rendaman. J. Ilmiah Pertanian. 14 (2) : 41
– 47.

Prasetyo, R., P. L. Sugiyono, dan L. Prayoga. 2020. Induksi tunas mikro pisang
kultivar ambon nangka (Musa sp.) secara in vitro. J. Vigor Ilmu Pertanian dan
Subtrop. 5 (2) : 45 – 50.

Pujiasmanto, B. 2020. Peran Dan Manfaat Hormon Tumbuhan: Contoh Kasus


Paclobutrazol Untuk Penyimpanan Benih. Yayasan Kita Menulis. Medan.

Saefas, S. A., S. Rosniawaty, dan Y. Maxiselly. 2017. Pengaruh konsentrasi zat


pengatur tumbuh alami dan sintetik terhadap pertumbuhan tanaman teh
(Camellia sinensis) klon GMB 7 setelah centering. J. Kultivasi. 16 (2) : 368
– 372.

Salli, M. K., Y. I. Ismael, dan Y. Lewar. 2016. Kajian pemangkasan tunas apikal
dan pemupukan KNO3 terhadap hasil tanaman tomat. J. Politeknik Pertanian
Negeri Kupang. 21 (1) : 1 – 19.

Suradinata, Y. R., A. C. Amalia, dan A. Nuraini. 2017. Pengaruh pemangkasan


terhadap pertumbuhan: percabangan dan pembesaran bonggol tiga kultivar
kamboja Jepang (Adenium Arabicum). J. Kultivasi. 16 (2) : 382 – 387.
Tetuka, K. A., S. Parman, dan M. Izzati. 2015. Pengaruh kombinasi hormon tumbuh
giberelin dan auksin terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan tanaman
karet (Hevea brasiliensis Mull. Arg.). J. Akademika Biologi. 4 (1) : 61 – 72.

Trinawaty, M. dan R. Nafery. 2016. Studi perbanyakan tunas pucuk aster cina
(Callistephus chinensis) dengan penambahan pupuk daun dan air kelapa
secara kultur in vitro. J. Agroekoteknologi. 8 (2) : 113 – 119.

Wahidah, B. F. dan Hasrul. 2017. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh Indole
Acetic Acid (IAA) terhadap pertumbuhan tanaman pisang sayang (Musa
Paradisiaca L. Var. Sayang) secara In Vitro. J. Teknosains. 11(1) : 27 – 41.

Widyati, E. 2015. Efektivitas pemupukan terhadap pertumbuhan terubusan kilemo


(Litsea cubeba L. Persoon) yang dipangkas. J. Penelitian Hutan Tanaman. 12
(1) : 11 – 22.
Lampiran
Lampiran 1. Hasil Perhitungan Jumlah dan Panjang Tunas Lateral
Lampiran pengamatan jumlah daun lateral

Perlakuan Jumlah tunas lateral


T1 T2 T3 Rata – rata
A. Kontrol 0 0 0 0
B. dipotong+IAA 4 1 2 2,3
C. dipotong tanpa IAA 4 4 2 3,3

Lampiran pengamatan panjang tunas lateral

Perlakuan Panjang tunas lateral


T1 T2 T3 Rata – rata
A. Kontrol 0 0 0 0
B. dipotong+IAA 0,5 0,9 0,6 0,7
C. dipotong tanpa IAA 0,53 0,78 0,55 0,62

Panjang dan jumlah masing – masing tunas lateral

Perlakuan Jumlah Tunas Lateral Panjang Tunas Lateral (cm)

A. Kontrol 0 0
B. Dipotong + IAA 4 0,3
0,5
0,5
0,7
1 0,9
2 0,7
0,5
C. Dipotong tanpa IAA 4 0,3
0,9
0,3
0,6
4 2,3
0,4
0,2
0,2
2 0,8
2,3
Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum

Auksin Penggaris Gunting

Cutter Pemilihan tanaman pengukuran tanaman

Pemotongan batang Pemberian pasta IAA Pengukuran panjang


lateral

Perlakuan Kontrol Perlakuan IAA Perlakuan tanpa IAA


Perlakuan Kontrol Perlakuan IAA Perlakuan tanpa IAA

Anda mungkin juga menyukai