Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENALAN ORDO SERANGGA OPT DAN GEJALA KERUSAKAN

Oleh :
Golongan F/Kelompok 6A
1. Sema Isnaeni F. (161510501267)
2. Moh Abdul Azis (161510501270)
3. Ganis Mei Permatasari (161510501287)

LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

i
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerusakan akibat OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) merupakan
ancaman terbesar bagi para petani. Rusaknya tanaman budidaya akibat aktivitas
serangga hama memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi petani. Hasil
produksi menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan sedangkan modal untuk
usaha tani yang telah dikeluarkan cukup besar. Perlu dilakukan upaya untuk
menanggulangi keadaan tersebut.
OPT dari golongan serangga adalah yang paling sering ditemukan pada
area pertanaman petani. Bentuk-bentuk serangannya dapat diketahui dengan
memperhatikan gejala-gejala kerusakan yang ditinggalkan. Gejala serangan yang
ditimbulkan dapat berupa bekas gigitan maupun bekas tusukan oleh serangga tipe
alat mulut mencucuk menghisap. Wereng coklat (Nilaparvata lugens) merupakan
salah satu serangga hama penghisap, menyerang dengan menghisap floem pada
jaringan tanaman. Beberapa serangga OPT juga dapat menjadi vektor berbagai
virus pada tanaman.
Serangga OPT diklasifikasikan berdasarkan bentuk sayap pada masing-
masing serangga. Sistem pengklasifikasian dimaksudkan untuk mempermudah
dalam penamaan terhadap serangga, sehingga dapat dengan mudah mempelajari
sifat dan karakteristik dari serangga. Beberapa ordo serangga hama antara lain:
orthoptera, hemiptera, homoptera, coleoptera dan lain-lain. Masing-masing dari
serangga tersebut memiliki gejala serangan yang sama atau berbeda-beda terhadap
tanaman.
Pengenalan mengenai pengenalan ordo serangga OPT dan gejala
kerusakannya sangat perlu dipelajari oleh mahasiswa pertanian. Bentuk
pembelajaran yang dilakukan yakni dengan mengadakan kegiatan praktikum
mengenai pengenalan ordo serangga OPT dan gejala kerusakannya. Kompetensi
yang diharapkan dari praktikum tersebut adalah mahasiswa dapat mengetahui
karakteristik ordo-ordo serangga yang berperan sebagai OPT serta dapat
mengetahui dan memahami gejala kerusakan yang diakibatkan oleh serangga.

1
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami karakteristik ordo-ordo serangga yang
berperanan sebagai OPT.
2. Mengetahui dan memahami gejala kerusakan yang diakibatkan oleh serangga.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Serangga dalam keanekaragaman hayati dan ekosistem merupakan


komponen yang memiliki peranan penting sebagai herbivore, karnivor, atau
detritivor. Peranan serangga tersebut mempengaruhi kelangsungan hidup makhluk
hidup lain yang ada disekitarnya. Salah satu contoh adalah serangga yang ada di
ekosistem sawah. Serangga herbivore akan menyebabkan kerusakan pada tanaman
padi karena memakan malai atau daun. Keanekaragaman serangga-serangga yang
ada di sawah adalah serangga dengan ordo Hemiptera, ordo Lepidoptera, ordo
Hymenoptera, ordo Homoptera, ordo Coleopteran, ordo Orthoptera, ordo
Blattaria, dan ordo Diptera (Hadi dkk., 2012).
Faktor-faktor lingkungan secara langsung akan mempengaruhi fungsi
fisiologis tanaman. Penampilan tanaman karena respon faktor lingkungan akan
terlihat, contoh sederhananya adalah daun yang menguning. Hal ini dapat
disebabkan oleh pengaruh organisme pengganggu tanaman. Gejala-gejala yang
terlihat akan dapat terdeteksi dan dianalisis hama atau serangga jenis apa yang
telah menyerang tanaman tersebut (Irwan, 2015).
Salah satu serangga hama pada tanaman yaitu ordo hemiptera. Hemiptera
merupakan serangga yang memiliki sayap depan yang tebal dengan tekstur
sayapnya seperti selaput. Serangga yang termasuk ordo hemiptera yaitu walang
sangit. Walang sangit memiliki alat mulut sengan tipe penusuk penghisap yang
digunakan untuk menyerang tanaman. serangga ordo hemiptera memiliki
metamorfosis hemimetabola yaitu siklus hidup dimulai dari fase telur kemudian
memasuki fase nimfa dan berkembang sehingga menjadi imago (dewasa). Fase
yang berperan sebagai hama yaitu fase nimfa dan imago (Tjahjadi, 1989).
Serangga ordo orthoptera terbagi menjadi 6 subordo antara lain Caelifera,
enisfera, mantodae, phasmatodae, blattodae, dan grylloblattodae. Orthoptera
dikenal sebagai ordo serangga pemakan tumbuhan atau herbivor contohnya
bangsa belalang dan jangkrik. Jumlah spesies orthoptera yang telah diketahui
diseluruh dunia telah mencapai angka 20.000 spesies. Mayoritas spesiesnya biasa
hidup pada
daerah tropis namun dapat juga bertahan hidup pada daerah beriklim sedang
(Waghmare et al., 2013).
Serangga dengan ordo Lepidoptera memiliki fase larva pada siklus
hidupnya. Larva Lepidoptera kemudian akan berubah menjadi imago, pada fase
imago ini Lepidoptera akan menyebarkan spora pada tanaman inangnya dan
menyebabkan kerusakan yang merugikan. Kerusakan yang disebabkan oleh ordo
Lepidoptera contohnya adalah penyakit karat puru pada sengon (Triyogo dkk.,
2012).
Peran serangga sebagai predator tertinggi adalah ordo Coleoptera.
Coleoptera akan memilih tanaman yang rimbun sebagai tempat berlindung. Selain
itu, pemilihan tanaman yang rimbun memungkinkan coleoptera menemukan
makanan tambahan berupa tepung sari dan madu ( Masfiyah dkk., 2014).
Peran serangga sebagai hama tanaman sudah tidak baru lagi. Namun,
beberapa serangga adapula yang tidak menyebabkan kerusakan. Serangga yang
tidak menyebabkan kerusakan adalah serangga penyerbuk. Serangga penyerbuk
misalnya adalah pada ordo hymenoptera, diptera, dan lepidoptera yaitu
Camsomeris javana, Syrphus parasyrphus sp. dan Vanessa cardui. Serangga ini
akan membantu penyerbukan tamanan (Hasan dkk., 2017).
Ordonata adalah jenis serangga purba dengan spesies lebih dari 7.000 yang
digolongkan berdasarkan giginya. Contoh serangga ordo Ordonata adalah capung
(Dragonflies), dan capung jarum (Damselfies). Ordonata memiliki dua pasang
sayap, bergelombang, bertekstur tebal, memiliki tiga buah rongga samping,
pembuluh darah yang melintang tegak lurus dan terhubung ke vena (Sreeramoju
et al., 2016).
Serangga yang memiliki siklus hidup dengan metamorfosis sempurna
disebut holometabola. Namun, tidak semua serangga dengan metamorfosis
sempurna memiliki siklus hidup yang sama. Siklus hidup dari lalat buah (
Drosophila sp.) pada fase larva akan mengalami pergantian kulit hanya dua kali,
sedangkan kumbang tepung (Tribolium castaneum) dapat melakukan pergantian
kulit sebanyak 6 sampai 11 kali (Appel et al., 2015).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Bioekologi OPT acara 2 tentang “Pengenalan Ordo Serangga
OPT dan Gejala Kerusakan” dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Oktober 2017
pukul 06.00-08.00 WIB di Agrotechnopark Jubung Jember.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Jaring serangga
2. Kamera
3. Plastik
4. Botol kaca
5. Alat tulis
6. Lembar kerja

3.2.2 Bahan
1. Kloroform
2. Serangga pada tanaman padi

3.3 Pelaksanaan Praktikum


3.3.1 Kegiatan I
1. Tiap kelompok mahasiswa mengamati pada lahan tanaman padi dan kedelai
secara bergantian.
2. Melakukan penangkapan serangga menggunakan jaring serangga dengan
metode ayun.
3. Mengoleksi semua serangga yang ada dan memisahkan yang bertindak
sebagai hama dan bukan.
4. Mencatat jenis dan jumlah hama yang didapatkan serta mendokumentasikan
dalam bentuk foto.
3.3.2 Kegiatan II
1. Menentukan petak pengamatan (1×1) m2 pada pertanaman padi dan kedelai.
2. Mengamati gejala serangan yang didapatkan pada tanaman.
3. Mencatat gejala serangan yang ada dan mengoleksi hama yang didapatkan
dan mendokumentasikan gejala serangan yang didapatkan dan jenis hamanya.

3.4 Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan praktikum selanjutnya akan
dianalisis dengan menggunakan analisis statistika deskriptif.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Jumlah Serangga

GRAFIK JUMLAH SERANGGA


23
25
21
20
20

15
JUMLAH

12

10

5
1
0
Walang Sangit Lebah Belalang Coklat Lady Bug Belalang Hijau
SERANGGA

Pada grafik 4.1.1 terlihat mengenai jumlah serangga yang berada pada
pertanaman tanaman padi di Agrotechnopark Jubung. Dari grafik tersebut terlihat
bahwa serangga yang memiliki populasi paling banyak pada tanaman padi yaitu
lady bug dengan jumlah 23 ekor, kemudian disusul dengan serangga terbanyak
kedua yaitu walang sangit sebanyak 21 ekor. Serangga yang menempati tempat
ketiga terbanyak yaitu belalang hijau yang berjumlah 20 ekor, sedangkan belalang
coklat hanya berjumlah 12 ekor. Serangga yang ditemukan paling sedikit pada
areal pertanaman padi yaitu lebah, yang hanya ditemukan 1 ekor.

4.2 Pembahasan
Serangga merupakan organisme yang banyak sekali ditemukan di alam.
Serangga dapat dibedakan menjadi beberapa ordo yang dikelompokkan menurut
sifat dan ciri-ciri dari tubuh serangga. Serangga memiliki peranan yang
menguntungkan dan yang merugikan. Serangga yang menguntungkan sebagai
contohnya yaitu serangga polinator yang berperan dalam membantu proses
penyerbukan. Selain itu, terdapat serangga yang merugikan yang disebut dengan
hama.
Kumbang koksi atau lady bug terdiri dari 2 jenis, yaitu sebagai hama (E.
sumbana) dan sebagai predator (M. sexmaculatus). Kumbang koksi termasuk ke
dalam ordo coleoptera. Kumbang koksi memiliki tipe sayap elytra yaitu pada
sayap depan mengeras yang berfungsi untuk melindungi diri. Elytra pada
kumbang koksi memiliki warna jingga dengan bintik-bintik yang berwarna hitam.
Kumbang koksi memiliki antena dengan 11 ruas pada bagian kepalanya.
Perbedaan antara kumbang koksi yang berperan sebagai predator dengan jenis
hama yaitu pada bagian sayapnya, kumbang koksi predator memiliki warna sayap
yang lebih mengkilat daripada kumbang koksi hama yang memiliki sayap dengan
warna yang sedikit lebih pudar (Rahmansah dkk., 2014).
Walang sangit merupakan salah satu hama yang banyak menyerang
tanaman di areal persawahan terutama tanaman padi. Walang sangit termasuk ke
dalam ordo hemiptera dengan ciri-ciri memiliki alat mulut pencucuk penghisap
dan memiliki sayap depan mengeras sedangkan sayap belakang berbentuk
membranus. Walang sangit atau yang disebut dengan Leptocorisa acuta Thunb.
menyerang tanaman padi dengan cara menusuk dan menghisap cairan yang
terdapat pada bulir padi yang masih masak susu. Bulir yang terkena serangan
walang sangit akan hampa dan kosong karena cairannya telah terhisap oleh
walang sangit. Selain itu, bulir yang sudah tua jika terkena serangan walang sangit
akan menyebabkan bulir tersebut menjadi hampa dan akan membuat bulir tersebut
pecah disaat memasuki proses penggilingan pada pasca panen (Rosba dan Catri,
2015).
Belalang merupakan hama yang menjadi salah satu penyebab kerusakan
pada tanaman padi. Belalang (Valanga nigricornis) merupakan serangga yang
berperan sebagai hama yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera. Belalang
memiliki ciri tipe alat mulut penggigit pengunyah dan memiliki sayap 2 pasang
dengan bagian depan mengeras dan bagian sayap belakang memiliki struktur
membranus. Tipe mulut penggigit pengunyah pada serangga belalang
menyebabkan tanaman yang terkena serangannya memiliki gejala daun tanaman
habis dimakan. Gejala yang lebih serius pada tanaman yaitu dapat menghabiskan
seluruh daun tanaman sehingga menyebabkan proses fotosintesis pada tanaman
menjadi terganggu, dan jika kejadian tersebut berlangsung secara terus-menerus
dapat menyebabkan penurunan hasil produksi bahkan kematian pada tanaman
sehingga menimbulkan kerugian (Patty, 2012).
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Serangga dapat dibedakan menjadi serangga menguntungkan dan merugikan.
Serangga yang menguntungkan yaitu serangga polinator dan predator.
Sedangkan serangga yang merugikan disebut dengan hama. Serangga yang
berperan sebagai hama dibedakan menjadi beberapa jenis ordo.
Pengelompokan serangga menurut ordo digolongkan menurut sifat dan ciri-
ciri morfologinya. Ordo serangga yang berperan sebagai OPT diantaranya
yaitu orthoptera, hemiptera, homoptera, coleoptera, lepidoptera, dan diptera.
2. Serangga hama dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan pada tanaman
yang diserangnya. Walang sangit dari ordo hemiptera dapat menyebabkan
bulir pada padi menjadi hampa sehingga bulir menjadi pecah pada saat
penggilingan. Belalang yang merupakan herbivor menyerang daun tanaman
yang menyebabkan daun tanaman menjadi tergerogoti dan jika serangan
semakin parah dapat menyebabkan proses fotosintesis terganggu sehingga
produktivitas tanaman menurun.

5.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum yang akan datang, peralatan untuk praktikum
lebih dilengkapkan lagi dikarenakan dengan adanya peralatan yang kurang
membuat beberapa kelompok tidak mendapatkan alat yang akan digunakan
sehingga harus menunggu pinjaman dari kelompok lain. Sebaiknya peralatan
disiapkan sesuai dengan jumlah kelompok yang telah dibentuk.
DAFTAR PUSTAKA

A., Triyogo, dan S.M Widyastuti. 2012. Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit
Karat Puru pada Sengon. Argon. Indonesia, 40(1): 77-82.

Aminah dan M. Hadi. 2012. Keragaman Serangga dan Peranannya di Ekosistem


Sawah. Sains dan Matematika, 20(3): 54-57.

Appel, E., Lars H., Chung-Ping L., and Stanislav N. G. 2015. Ultrastructure of
Dragonfly Wing Veins: Composite Structure of Fibrous Material
Supplemented by Resilin. Anatomy, 9(2): 526582.

Baehaki S.E., dan M.J Mejaya. 2014. Wereng Coklat sebagai Hama Global
Bernilai Ekonomi Tinggi dan Strategi Pengendaliannya. Iptek Tanaman
Pangan, 9(1): 1-12.

E., Masfiyah., S. Karindah., dan R.D. Puspitarini. 2014. Asosiasi Serangga


Predator Parasitoid dengan Beberapa Jenis Tumbuhan Liar Di Ekosistem
Sawah. HPT, 2(2): 9-14.

Hasan, P.A., T. Atmowidi., dan S. Kahono. 2017. Keanekaragaman, Perilaku


Kunjungan, dan Efektifitas Serangga Penyerbuk pada Tanaman Mentimun
(Curcumis sativus Linn). Entimologi Indonesia, 14(1): 1-9.

Patty, John A. 2012. Kajian Populasi dan Intensitas Kerusakan Hama Utama
Tanaman Jagung di Desa Waeheru, Kecamatan Bagual Kota Ambon.
Budidaya Pertanian, 8(1): 46-50.

Rahmansah, S., Retno D.P., dan Rina R. 2014. Kelimpahan Populasi dan Jenis
Kumbang Coccinellid pada Tanaman Cabai Besar. HPT, 2(3): 82-91.

Rosba, E. dan Moralita C. 2015. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang Terhadap


Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunb.) Pada Tanaman Padi.
Penelitian Pendidikan IPA, 1(2): 76-82.

Sreeramoju, P., Prasad M. S. K., and Laksmipathi V. 2016. Complete Study of


Life Cycle of Tribolium castaneum and Its Weight Variations in the
Developing Stages. Plant, Animal, and Environmental Sciences, 6(2): 95-
100.

Tjahjadi, Nur Ir. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.

Waghmare, S., Dinesh W., and P.S. Bhatnagar. 2013. Species Diversity of Short
Horned Grasshoper (Orthoptera: Acrididae) in Selected Grassland of
Solapur District, Maharashtra, India. Biodivers Endanger Species, 1(3).
LAMPIRAN

A. Pengenalan Ordo Serangga OPT

NO GAMBAR ORDO JUMLAH KETERANGAN


1 Walang sangit Hemiptera 21  Tipe mulut : pencucuk – penghisap
 Sayap : 2/3 sayap depan mengeras, sayap belakang
membaranus
 Tungkai : memiliki 3 pasang tungkai
 Berperan sebagai hama
 Gejala : menyebabkan biji padi kopong

2 Lebah Hymenoptera 1  Tipe mulut : pencucuk – penghisap


 Sayap : memiliki sayap 2 pasang dan memiliki membranus
 Tungkai : memiliki 3 pasang tungkai
 Berperan sebagai polinator
3 Belalang coklat Orthoptera 12  Tipe mulut : penggigit – pengunyah
 Sayap : memiliki 2 pasang sayap, sayap depan menebal dan
kasar, sayap belakang membranus.
 Tungkai : memiliki 3 pasang tungkai, tipe salfaforial
 Berperan sebagai hama
 Gejala : terdapat bekas gigitan pada malai daun

4 Lady bug Coleoptera 23  Tipe mulut : penggigit – pengunyah


 Sayap : sayap depan mengeras seperti tanduk dan sayap
belakang terlipat dibawah sayap depan pada saat hinggap
(tipe sayap elytra).
 Tungkai : memiliki 3 pasang tungkai
 Berperan sebagai predator.

5 Belalang hijau Orthoptera 20  Tipe mulut : penggigit – pengunyah


 Sayap : memiliki 2 pasang sayap, sayap depan memanjang
dan memiliki jejari.
 Tungkai : memiliki 3 pasang tungkai (tipe soltorial)
 Berperan sebagai hama
 Gejala : terdapat bekas gigitan pada malai daun
B. Gejala Serangan

NO. GAMBAR KETERANGAN


1 Malai  Bulir padi hampa (tidak berisi/kopong)
 Malai berwarna coklat
 Terdapat bekas tusukan dari serangga
 Diduga disebabkan oleh serangan serangga tipe alat mulut pencucuk
penghisap (walang sangit)

2 Daun  Terdapat bekas gigitan pada daun


 Diduga penyebab hal tersebut diakibatkan oleh aktivitas makan serangga
herbivor (belalang, jangkrik, larva lepidoptera).

3 Batang  Batang tanaman padi berubah menjadi kuning kecoklatan.


 Terdapat bekas-bekas tusukan yang diduga dari serangan walang sangit.
DOKUMENTASI

Keterangan : Walang sangit

Keterangan : Belalang hijau


Keterangan : Wereng batang coklat

Keterangan : Lady bug


Keterangan : Belalang coklat

Keterangan : Gejala serangan pada malai padi


Keterangan : Gejala serangan pada daun
Keterangan : Lembar flowchart
Keterangan : Lembar flowchart
LITERATUR

Keterangan : Rosba, E. dan Moralita C. 2015. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang


Terhadap Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunb.) Pada Tanaman
Padi. Penelitian Pendidikan IPA, 1(2): 76-82.
Keterangan : Waghmare, S., Dinesh W., and P.S. Bhatnagar. 2013. Species
Diversity of Short Horned Grasshoper (Orthoptera: Acrididae) in
Selected Grassland of Solapur District, Maharashtra, India.
Biodivers Endanger Species, 1(3).
Keterangan : Patty, John A. 2012. Kajian Populasi dan Intensitas Kerusakan Hama Utama Tanaman Jagung di Desa Waeheru,
Kecamatan Bagual Kota Ambon. Budidaya Pertanian, 8(1): 46-50.
Keterangan : Rahmansah, S., Retno D.P., dan Rina R. 2014. Kelimpahan Populasi dan Jenis Kumbang Coccinellid pada Tanaman
Cabai Besar. HPT, 2(3): 82-91.
Keterangan : Tjahjadi, Nur Ir. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.
Keterangan : Aminah dan M. Hadi. 2012. Keragaman Serangga dan Peranannya di Ekosistem Sawah. Sains dan Matematika, 20(3):
54-57.
Keterangan : E., Masfiyah., S. Karindah., dan R.D. Puspitarini. 2014. Asosiasi Serangga Predator Parasitoid dengan Beberapa Jenis
Tumbuhan Liar Di Ekosistem Sawah. HPT, 2(2): 9-14.
Keterangan : A., Triyogo, dan S.M Widyastuti. 2012. Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit Karat Puru pada Sengon. Argon.
Indonesia, 40(1): 77-82.
Keterangan : Hasan, P.A., T. Atmowidi., dan S. Kahono. 2017. Keanekaragaman, Perilaku Kunjungan, dan Efektifitas Serangga
Penyerbuk pada Tanaman Mentimun (Curcumis sativus Linn). Entimologi Indonesia, 14(1): 1-9.
Keterangan : Sreeramoju, P., Prasad M. S. K., and Laksmipathi V. 2016. Complete Study of Life Cycle of Tribolium castaneum and
Its Weight Variations in the Developing Stages. Plant, Animal, and Environmental Sciences, 6(2): 95-100.
Keterangan : Appel, E., Lars H., Chung-Ping L., and Stanislav N. G. 2015. Ultrastructure of Dragonfly Wing Veins: Composite
Structure of Fibrous Material Supplemented by Resilin. Anatomy, 9(2): 526582.

Anda mungkin juga menyukai