Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

INTERAKSI GEN

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Noviantika Handarini (4401417008)
2. Aditya Putri Saraswati (4401417031)
3. Sania Husna Sabiela (4401417074)
Pendidikan Biologi Rombel 1

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2019
A. Tanggal Praktikum : Selasa, 8 Oktober 2019

B. Tujuan Praktikum:
1. Mengetahui berbagai macam epistasis yang dapat terjadi pada jagung
2. Menguji rasio fenotip yang dihasilkan pada jagung dengan menggunakan
chi-kuadrat

C. Landasan Teori
Keragaman genetik terdiri atas ragam genetik aditif,dominan, dan
epistasis. Ragam genetik aditif adalah ragam genetik yang menyebabkan
terjadinya kesamaan sifat di antara tetua dan turunannya. Fenotipe pada aksi
gen aditif disebabkan penjumlahan dari masing-masing alel tanpa interaksi
dengan alel lain (interaksi alelik atau non alelik)( sihalolo,2015). Epistasis
adalah interaksi antara dua gen atau lebih dari lokus yang berbeda dalam
membentuk suatu fenotipe (Saxena, 2012). Epistasis terdiri dari epistasis
komplementer dan epistasis duplikat. Epistasis komplementer adalah interaksi
gen dimana fungsi suatu gen akan diperlukan oleh gen lain untuk membentuk
suatu fenotipe, sedangkan epistasis duplikat adalah interaksi yang hanya jika
dua gen menghasilkan bahan yang sama untuk membentuk fenotipe yang
sama(Sayurandi,2015). Sifat dominan epistasis adalah dominan penuh dari
dua pasangan gen mempengaruhi sifat yang sama, tetapi alel dominan pada
satu lokus menghasilkan fenotipe tertentu tidak tergantung dari gen pada
lokus lainnya, dominan atau resesif. Jadi gen tadi epistasis terhadap lainnya
atau menutupi efek gen lainnya. (Anas,2017).
Salah satu contoh peristiwa epistasis adalah munculnya warna pada
biji jagung. Jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang ditanam untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia adalah jagung. Jagung
merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai peranan
strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia.
Komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk pangan maupun
pakan. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri
digunakan untuk pakan, sedangkan penggunaan untuk konsumsi pangan
hanya sekitar 30% dan selebihnya digunakan untuk kebutuhan industri
lainnya dan bibit (Mustofa,2013).
Varietas jagung yang adaptif pada lingkungan yang kering dapat
diperoleh melalui pemuliaan tanaman. Peluang keberhasilan pemuliaan
ditentukan oleh tersedianya gen-gen pembawa sifat yang diinginkan dan
tingkat keragaman genetik materi pemuliaan. Keragaman genetik materi
pemuliaan dapat dikelompokkan berdasarkan ketersediaan gen donor dan
kluster, melalui analisis ragam atau analisis molekuler (Efendi, 2015).
Keragaman genetik timbul dari keragaman genotipe pembentuk populasi dan
dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan gen lain. Keragaman
genetik inbrida dari kluster (gene pool) yang berbeda menunjukkan korelasi
positif antara jarak genetik dengan tingkat hasil hibrida (Azrai, 2016).
Terdapat beberapa warna biji jagung yaitu ungu, merah, kuning dan
putih. Perbedaan warna tersebut dikendalikan secara genetik dengan adanya
sintesis pigmen pada biji jagung yaitu dari kelompok antosianin dan
karotenoid. Pigmen antosianin berperan dalam menghasilkan warna ungu atau
merah sedangkan warna kuning ditentukan oleh karotenoid. Tidak
terbentuknya kedua kelompok pigmen tersebut menghasilkan warna putih.
Gen-gen yang berperan dalam pembentukan warna biji jagung terdiri dari gen
Pr/pr, C/c dan R/r dan Y/y (Pamandungan,2018). warna ungu akan tampak
ketika biji jagung memiliki gen Pr/-, C1/-, R1/- dan warna merah akan tampak
ketika memiliki genpr/pr, C1/-, R1/-. Biji jagung tampak tak berwarna dengan
adanya alel c1/c1 atau r1/r1. Semua kombinasi faktor di luar interaksi dengan
gen C dan R menyebabkan aleuron tidak berwarna sehingga warna bulir yang
tampak berasal dari adanya gen Y atau y yaitu berwarna kuning atau putih
(Sharma, 2011).
Adanya informasi mengenai gen pengendali pada biji jagung maka
pewarisan sifat biji jagung dapat dipelajari. Pewarisan karakter dari tetua
kepada keturunannya dapat terjadi dalam 2 (dua) mekanisme, yaitu pewarisan
kromosomal (nukleus) dan pewarisan ekstrakromosomal. Pewarisan
ekstrakromosomal adalah pewarisan yang dikendalikan oleh gen yang ada di
luar inti sel. Salah satu ciri pewarisan ini yaitu keturunan hasil persilangan
beda dengan keturunan hasil persilangan resiprokalnya (Syukur, 2015)

D. Metode
1. Bahan/Alat yang digunakan:
- Jagung
- Cat putih, oranye, biru
2. Cara kerja:
a. Dipilih jagung yang mempunyai butir-butir penuh.
b. Ditentukan epistasis mana yang akan digunakan.
c. Sesuai jenis epistasis yang telah dipilih, jagung dicat sesuai rasio
fenotip yang dihasilkan epistasis tersebut.
d. Jagung yang telah diwarnai ditukarkan dengan kelompok lain.
e. Dihitung berapa fenotip yang ada pada jagung dari kelompok lain.
f. Dihitung masing-masing warna jagung yang diperoleh. Pada jagung
tersebut, ditentukan epistasis apa yang terjadi.
g. Dilakukan pengujian chi-square berdasarkan rasio fenotip yang
diduga.
h. Dilakukan juga pada jagung lainnya.
E. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
a. Data Kelompok
Fenotip
Jumlah
Jagung
fenotip Putih Oranye Biru

1 3 115 35 44

Jumlah 115 35 44

Rasio 9 3 4

Epistasis Epistasis resesif

Analisis data interaksi gen


|fo − fh|2
No. Fenotip fo fh |fo-fh| |fo-fh|2
fh
1. Putih 115 109 6 36 0,33

2. Oranye 35 36 1 1 0,03

3. Biru 44 48 4 16 0,33

Jumlah 0,69
X2 hitung = 0,69
X2 tabel = 5,99
X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima. Artinya tidak ada perbedaan
antara praktikum dan teori

Fenotip
Jumlah
Jagung
fenotip Kuning Cokelat

2 2 240 3

Jumlah 240 3

Rasio 15 1

Epistasis Epistasis dominan rangkap


Analisis data interaksi gen
|fo − fh|2
No. Fenotip fo fh |fo-fh| |fo-fh|2
fh
1. Kuning 240 228 12 144 0,63

2. Cokelat 3 15 12 144 9,6

Jumlah 10,23
X2 hitung = 10,23
X2 tabel = 3,84
X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak. Artinya ada perbedaan antara
praktikum dan teori

b. Data Kelas

Kelompok Jenis Epistasis Rasio


Resesif 9:3:4
1 Dominan rangkap 15:1
Dominan rangkap 15:1
2 Gen-gen dengan pengaruh kumulatif 9:6:1
Dominan rangkap 15:1
3 Dominan 12:3:1
Dominan rangkap 15:1
4 Gen-gen dengan pengaruh kumulatif 9:6:1
Dominan 12:3:1
5 Dominan dan resesif 13:3
Dominan rangkap 15:1
6 Resesif 9:3:4
Resesif 9:3:4
7 Dominan rangkap 15:1
Dominan dan resesif 13:3
8 Dominan rangkap 15:1
2. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk menguji berbagai macam epistasis
yang dapat terjadi pada jagung serta menguji rasio fenotip yang
dihasilkan pada jagung dengan menggunakan chi-kuadrat. Pada pola
interaksi epistasis, alel dari gen yang satu akan menutupi ekspresi gen
yang lain disebut gen epistasis, sedangkan gen yang ditutupi disebut gen
hipostasis. Secara garis besar, peristiwa epistasis dibedakan menjadi 6
epistasis diantaranya epistasis dominan, resesif, gen-gen dengan pengaruh
kumulatif, dominan dan resesif, dominan rangkap, dan resesif rangkap
(Widianti et al., 2019).
Pada praktikum kali ini menggunakan jagung yang diwarnai
dengan beberapa warna cat, hal ini dikarenakan pada jagung di alam tidak
semuanya menunjukkan macam-macam peristiwa epistasis. Jagung di
alam jarang menunjukkan enam peristiwa epistasis yang ada.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dengan
menggunakan 2 jagung yang mempunyai 3 warna berbeda dan 2 warna
yang berbeda, pada jagung ke-1 dengan 3 warna yang berbeda dalam satu
tongkol terdapat biji jagung yaitu warna putih, oranye, dan biru, dimana
jumlah jagung bewarna putih lebih banyak dari warna oranye dan biru,
serta biji jagung berwarna biru lebih banyak dari biji jagung berwarna
oranye. Warna biji jagung putih berjumlah 115 dengan rasio yang
diharapkan 9/16, jumlah biji jagung berwarna oranye yaitu 35 dengan
rasio yang diharapkan 3/16, serta biji jagung yang berwarna biru
berjumlah 44 dengan rasio yang diharapkan 4/16. Nilai Chi-Square yang
didapatkan dari interaksi gen tersebut menunjukkan bahwa X2 hitung<X²
tabel, yang mana X2 hitung = 0,69 dan X² tabelnya yaitu 5,99. Jadi, dapat
dikatakan bahwa hasil persilangan yang diuji memenuhi nisbah Mendel
dan hasil analisis data tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan antara
praktikum dan teori. Pada hasil praktikum diatas, didapatkan hasil rasio
fenotip yaitu 9 : 3 : 4, berarti jenis epistasis pada jagung yang kami amati
yaitu jenis epistasis resesif, dimana gen dengan alel homozigot resesif
mempengaruhi gen lain.
Pada jagung ke-2, terdapat 2 warna biji jagung dalam satu tongkol
terdapat yaitu berwarna kuning, dan cokelat, dimana jumlah jagung
bewarna kuning lebih banyak dari warna cokelat. Warna biji jagung
kuning berjumlah 240 dengan rasio yang diharapkan 15/16, sedangkan
jumlah biji jagung berwarna cokelat yaitu 3 dengan rasio yang diharapkan
1/16. Nilai Chi-Square yang didapatkan dari interaksi gen tersebut
menunjukkan bahwa X2 hitung>X² tabel, yang mana X2 hitung = 10,23
dan X² tabelnya yaitu 3,84. Jadi, dapat dikatakan bahwa hasil persilangan
yang diuji tidak memenuhi nisbah Mendel dan hasil analisis data tersebut
dapat dikatakan penyimpangannya sangat nyata karena adanya hubungan
dengan interaksi gen pada jagung dengan melihat adanya penyimpangan
ratio fenotip. Pada hasil praktikum diatas, didapatkan hasil rasio fenotip
yaitu 15 : 1, berarti jenis epistasis pada jagung yang kami amati yaitu
jenis epistasis yang dominan rangkap.
Epistasis dominan rangkap merupakan peristiwa dua gen dominan
atau lebih yang bekerja untuk munculnya satu fenotip tunggal. Apabila
gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga
epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan
epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 :
1 pada generasi F2 (Ritonga, 2016).
Data analisis pada jagung kedua di atas tidak sesuai atau
menyimpang karena jagung yang digunakan dalam pengamatan butir-
butir bijinya sudah banyak yang lepas, sehingga sedikit sulit dalam
memperkirakan warna untuk biji yang sudah lepas tersebut.
Berdasarkan data kelompok, dapat diketahui berbagai macam
epistasis yang terjadi pada jagung, diantaranya adalah epistasis dominan
(rasio = 12:3:1) pada kelompok 3 dan 5. Pada peristiwa epistasis dominan
terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan
alelnya.
Epistasis resesif (rasio = 9:3:4) dijumpai pada jagung kelompok 1,
6, dan 7. Epistasis resesif terjadi dimana gen dengan alel homozigot
resesif mempengaruhi gen lain.
Gen-gen dengan pengaruh kumulatif (rasio = 9:6:1) dijumpai pada
jagung kelompok 2 dan 4. Pada pola interaksi ini, gen yang satu tidak
menutupi gen yang lain tetapi adanya alel dominan dari dari kedua gen
yang ada akan menghasilkan ekspresi yang lebih kuat.
Epistasis dominan dan resesif (rasio = 13:3) dijumpai pada jagung
kelompok 5 dan 8. Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan
dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan
alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis
terhadap pasangan gen I.
Epistasis dominan rangkap (rasio = 15:1) dijumpai pada jagung
kelompok 1, 2, 3, 4, 6, 7, dan 8. Epistasis dominan rangkap merupakan
peristiwa dua gen dominan atau lebih yang bekerja untuk munculnya satu
fenotip tunggal. Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan
dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka
epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda (Ritonga,
2016).
Sementara itu, epistasis resesif rangkap tidak dijumpai pada semua
jagung yang ada di kelas. Epistasis resesif rangkap terjadi jika salah satu
gen bersifat homozigot resesif, pemunculan suatu karakter oleh gen lain
menjadi tidak sempurna atau terhalang. Pada epistasis resesif rangkap, aa
menutupi ekspresi alel B dan b, dan bb menutupi ekspresi A dan a. contoh
peristiwa epistasis resesif rangkap adalah pada kelainan bisu tuli pada
manusia, serta pewarisan warna bunga pada kacang manis (Widianti et
al., 2019).
F. Kesimpulan
1. Pada jagung dapat ditemukan macam epistasis yaitu jenis epistasis
dominan, resesif, gen-gen dengan pengaruh kumulatif, dominan dan
resesif, dominan rangkap. Pada hasil pengamatan kami mendapatkan
macam epistasis pada jagung yaitu epistasis dominan rangkap dan
epistasis resesif.
2. Rasio fenotip yang dihasilkan pada jagung yang kami amati dengan
menggunakan chi-kuadrat yaitu pada jagung ke-1 memiliki rasio 9 : 3
: 4, sedangkan pada jagung ke-2 memiliki rasio 15 : 1.
G. Daftar Pustaka
Anas. (2017). Pola Pewarisan Karakter Umur Tanaman Sorgum (Sorghum
bicolor (L.) Moench). Jurnal Agrikultura, 28 (2): 103-110

Azrai, M, et al. (2016). Keragaman Genetik dan Penampilan Jagung Hibrida


Silang Puncak pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Jurnal Pertanian
Tanaman Pangan, 35(3)

Efendi, R., Y. Musa, M.F. Bdr, M.D. Rahim, M. Azrai, dan M.B. Pabendon.
(2015). Seleksi jagung hibrida dengan marka molekuler dan
toleteransinya terhadap kekeringan dan nitrogen rendah. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan,34(1):43-53

Mustofa, Z. (2013). Variasi Genetik Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan


Karakter Fenotipik TongkolJagung yang Dibudidaya di Desa Jono
Oge. Jurnal Ilmu Pendidikan Biologi, 1 : 33-41

Pamandungan, Y.(2018).Pewarisan Sifat Warna Dan Tipe Biji Jagungmanado


Kuning. Jurnal Budidaya Pertanian, 24(1)

Ritonga. (2016). Genetika Capsella pada Hutan Alam dan Hutan Rakyat.
Bandung: Repositori IPB.

Saxena, K. B., Saxena, R. K., Kumar, R. V., & Varshney, R. K. (2012).


Evidance Of A Unique Inter-Allelic Epistasis Interaction For Seed
Coat Color In Pigeonpea (Cajanus cajan (L.) Millspaugh. Journal
Euphytica, 186(3), 813- 816

Sayurandi. (2016). Pendugaan Aksi Gen pada Karakter Komponen Hasil dan
Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Hasil Persilangan Tetua
Klon Ian 873 X Pn 3760. Jurnal Penelitian Karet, 34 (2) : 141 – 150
Sharma, M., M. Cortes-Cruz, K.R. Ahern, M. McMullen, T.P. Brutnell and S.
Chopra. (2011). Identification of the Pr1 Gene Product Completes the
Anthocyanin Biosynthesis Pathway of Maize. GeneticsSociety of
America, 188(1):69-79

Sihalolo, A.N.(2015). Identifikasi Aksi Gen Epistasis pada Toleransi Kedelai


terhadap Cekaman Aluminium. Jurnal Agronomi Indonesia, 43 (1) :
30 – 35

Syukur, M., S. Sastrosumarjo, Y. Wahyu, S.I. Aisyah, S. Sujiprihati, dan R.


Yunianti.(2015). Sitogenetika Tanaman. IPB Press. Bogor.

Widianti, T., Habibah, N. A., & Anggraito, Y. U. (2019). Petunjuk Praktikum


Genetika. Semarang: FMIPA UNNES.
H. Lampiran
1. Dokumentasi

Jagung yang ditentuka jenis epistasisnya

Menghitung jumlah butir jagung pada setiap warna


2. Jawaban Pertanyaan
1. Jelaskan apakah epistasis itu!
Epistasis adalah pola interaksi gen dimana suatu gen menutupi
ekspresi gen yang lain.
2. Berikan satu contoh sifat yang mengikuti pola epistasis resesif
rangkap!
Contohnya kelainan bisu tuli pada manusia.
3. Buatlah bagan persilangan yang menggambarkan pola epistasis
dominan!
Pada pewarisan warna umbi lapis Allium sp., gen A menentukan
warna umbi merah dan gen B menentukan warna umbi kuning.
Keberadaan alel A dominan akan menyebabkan alel B dan b tidak
terekspresi. Sehingga jika ada A dominan maka umbi pasti
berwarna merah. Jika alel a muncul bersamaan alel B (aaB_) maka
akan dihasilkan umbi lapis warna kuning dan jika kedua alel
dominan pada kedua gen tidak hadir (aabb) maka akan dihasilkan
umbi lapis warna kuning.
Bagan persilangan yang menggambarkan pola epistasis dominan,
contohnya pada persilangan antara umbi lapis Allium sp. warna
merah dengan warna kuning:
P Aabb x aaBB
(merah) (kuning)
F1 AaBb
(merah)
P2 AaBb x AaBb
(merah) (merah)
F2 1 AABB 1 AAbb 1 aaBB 1aabb
2 AABb 2 Aabb 2 aaBb
2 AaBB
4 AaBb
9 merah 3 merah 3 kuning 1 putih
Rasio fenotip F2 = merah: kuning: putih = 12: 3: 1

Anda mungkin juga menyukai