Anda di halaman 1dari 12

BIOAEROSOL

Nama : Amanda Rohmatun Hasanah


NIM : B1A017033
Rombongan : II
Kelompok :1
Asisten : Suryadi

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

Udara merupakan komponen pokok dalam kehidupan, udara dapat


dikelompokan kedalam udara tidak bebas atau dalam ruangan (indoor air) dan udara
bebas atau udara luar ruangan (outdoor air). Bioaerosol adalah partikel debu yang
terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup
terutama adalah jamur dan bakteri (Fithri et al., 2016). Bioaerosol merupakan materi
partikulat bakteri yang berasal dari hewan ataupun tanaman, baik yang bersifat
patogenik maupun non patogenik yang tersuspensi di udara memiliki kisaran ukuran
sebesar 0,5-30 μm. Udara bukan merupakan medium tempat bakteri tumbuh, tetapi
merupakan pembawa bahan partikulat, debu, dan tetesan air yang semua dapat
sebagai tempat tumbuh bakteri. Kandungan udara dalam ruangan akan berbeda
dengan luar ruangan (Waluyo, 2005). Bioaerosol adalah kelas partikel atmosfer yang
berkisar dalam ukuran dari nanometer hingga sekitar sepersepuluh milimeter.
Bioaerosol terdiri dari organisme hidup dan mati (contohnya, Alga, Archaea, dan
Bakteri), unit dispersal (misalnya, spora jamur dan serbuk sari tanaman), dan
berbagai fragmen atau ekskresi (Tang et al., 2018). Aerosol adalah suatu sistem
koloid lipofob (hidrofil), dimana fase eksternalnya berupa gas atau campuran gas dan
fase internalnya terdiri dari partikel zat cair yang terbagi sangat halus atau partikel-
partikelnya tidak padat. Jika partikel internal terdiri dari partikel zat cair, sistem
koloid itu terdiri dari awan atau embun. Jika partikel internal terdiri dari partikel zat
padat, sistem koloid itu terdiri dari asap atau debu (Waluyo, 2005).
Densitas mikroorganisme udara menyatakan jumlah mikroba yang jatuh pad
permukaan agar per cm2 selama satu jam, satuan densitas dinyatakan dalam g/cm2.
Perhitungan densitas dipengaruhi oleh luas cawan dan lamanya kontak cawan dengan
udara tempat sampling dilakukan. Luas cawan petri yang berbentuk lingkaran dapat
dihitung dengan mengukur diameter tiap cawan yang digunakan. Diversitas adalah
keanekaragaman yang menggambarkan lebih dari satu macam yang berkaitan dengan
perbedan dn susunannya. Flora mikroba di lingkungan mana saja pada umumnya
terdapat dalam populasi campuran. Mikroba yang dijumpai sebagai satu spesies
tunggal jarang ditemukan dialam. Untuk mencirikan dan mengidentifikasi suatu
spesies mikroorganisme tertentu, pertama-tama spesies tersebut harus dapat
dipisahkan dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu
ditumbuhkan dalam biakan murni. Adapun tingkat pencemaran yang terjadi dialam
atau luar rungan memiliki diversitas yang lebih tinggi dibanding dalam ruangan,
sedangkan densitas luar ruangan (Bonang, 1982).
Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti laju ventilasi, padat orang dan sifat serta saraf kegiatan orang-
orang yang menempati ruangan tersebut. Flora mikroba yang terdapat di lingkungan
alamiah merupakan penyebab banyak sekali proses biokimia, yang pada akhirnya
memungkinkan kesinambungan kehidupan. Setiap spesies mikroorganisme akan
tumbuh dengan baik dalam lingkungannya hanya selama kondisinya menguntungkan
bagi pertumbuhannya dan mempertahankan dirinya. Begitu terjadi perubahan fisik
atau kimia, seperti misalnya habisnya nutrien atau terjadi perubahan radikal dalam
hal suhu atau pun pH yang membuat kondisi bagi pertumbuhan spesies lain lebih
menguntungkan, maka organisme yang telah beradaptasi dengan baik
di dalam keadaan lingkungan terdahulu terpaksa menyerahkan tempatnya kepada
organisme yang dapat beradaptasi dengan baik didalam kondisi yang baru. Adapun
beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi keragaman, viabilitas, dan sifat
mikroba yakni, kelembapan udara, cahaya, oksigen, ozon, dan partikel-partikel
pokultan dari industri serta adanya faktor udara terbuka (Bonang, 1982).
Metode sampling bioaerosol terdapat beberapa cara yaitu dengan cara
sedimentasi, air sampler, impaction, impingement, filtration, cyclone scrubing, dan
electrostatic presipitation. Cara sediementasi menangkap aerosol secara alami karena
gaya gravitasi. Air sampler menggunakan alat penangkap udara. Metode impaction
menggunakan vakum sedot yang didalamnya terdapat medium pertumbuhan agar
yang diinkubasi. Kekurangan metode ini yaitu mikroorganisme yang tumbuh terlalu
banyak. Metode impingement hampir sama dengan metode impaction, bedanya
medium pertumbuhan berbentuk cair dan bisa menguap jika terlalu lama. Metode
filtration merupakan penyedotan dengan vacum dan udara disaring terlebih dahulu
ke membran filter. Metode cyclone scrubing merupakan metode menggunakan gaya
sentrifugal. Metode terakir yaitu electrostatic presipitation dengan menggunakan
metode elektrostatik, dimana terdapat kutub positif yang ditarik le kutub negatif
(Nazaroff, 2016).
Menurut Volk & Wheeler (1989), teknik sedimentasi dilakukan dengan
mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu
pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah.
Semakin banyak bakteri maka bakteri yang bertahan pada cawan semakin banyak.
Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan
tampak koloni-koloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium
yang digunakan.
Tujuan acara praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui pengaruh aktivitas
dalam suatu ruang terhadap kepadatan populasi mikroba dan keragamannya.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu cawan petri,
stopwatch, mikroskop, jarum ose, object glass, pipet tetes, pembakar bunsen.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu medium Nutrient
Agar (NA) dan Potato Dextrose Agar (PDA), Gram A (Kristal violet), Gram
B (Iodine), Gram C (Etanol 96%), dan Gram D (Safranin).

B. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel Mikroba Udara


Medium NA dan PDA disiapkan masing - masing 3 cawan petri. Kemudian,
dibiarkan terbuka di tempat yang telah ditentukan sebelumnya (Musolla) selama
15 menit di titik yang berbeda tiap cawan. Langkah selanjutnya, cawan
diinkubasi selama 2 x 24 jam untuk bakteri (NA) dan 5 x 24 jam untuk jamur
(PDA).
2. Pengamatan makromorfologi dan mikromorfologi
Isolat bakteri dan jamur yang telah diinkubasi diamati makromorfologi
bakterinya antara lain warna koloni, bentuk koloni, elevasi koloni, tepi koloni,
dan ukuran koloni. Isolat bakteri dilakukan pengamatan mikromorfologi dengan
pewarnaan gram. Isolat bakteri diulas pada object glass, kemudian ditetesi
akuades, setelah itu dilakukan fiksasi 3 kali pengulangan. Kemudian, ditetesi
Gram A (Kristal violet) dan diamkan selama 60 detik. Setelah itu, dicuci kering
anginkan (CKA), lalu ditetesi Gram B (Iodine), lalu diamkan selama 60 detik.
CKA dilakukan kembali, kemudian ditetesi Gram C (Etanol 96%) hingga jernih,
CKA kembali, kemudian ditetesi Gram D (Safranin) dan ditunggu selama 45
detik, CKA kembali dan diamati di bawah mikroskop.
3. Menghitung densitas dan diversitas bakteri dan jamur
Densitas dan diversitas bakteri maupun jamur dihitung dengan rumus:
5𝑎 × 104
N=
b×t
Keterangan:
N= CFU’s / m3, a = jumlah koloni dalam cawan, b = luas permukaan cawan
(cm2) (63,64 cm2), t = waktu sampling (menit).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang telah dilakukkan, praktikan telah


menangkap bioaerosol dengan menggunakan metode sampling cara sedimentasi,
dimana masing-masing sebanyak dua cawan petri dengan medium NA dan PDA
telah disebar di sekitaran kampus (taman tengah, kantin Fabio, dan musholla) dalam
waktu 15 menit dengan keadaan cawan terbuka. Pengambilan sampel dibagi
beberapa waktu yakni ada yang mengambil di pagi hari dan di sore hari agar dapat
membandingkan hasil berdasarkan waktu pengambilan. Hasil untuk semua
rombongan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data Pengamatan Bioaerosol Rombongan I dan II

Bentuk
sel dan
Densitas Diversitas
Tempat & Sifat
Romb. Kel. waktu Bakteri
sampling (Gram
Bakteri Jamur Bakteri Jamur positif/
negatif)
Musholla
1,23 x Gram +
1 pada pagi 1,388 18 8
103 Coccus
hari
Kantin pagi Gram +
I 2 838,04 2500 5 10
hari Coccus
Taman
1623,7 Gram +
3 belakang 366,64 14 9
1 Coccus
pagi hari
Musholla
5,76 x Gram +
1 pada sore 995,18 4 5
102 Coccus
hari
Kantin sore 1676,09 0,39 x Gram +
II 2 12 8
hari 4 103 Coccus
Taman Gram +
2,12 x 1,3 x
3 belakang 5 6 Basil
103 103
sore hari

Data Perhitungan Densitas Bakteri Kelompok 1 Rombongan II


Luas permukaan cawan (b) = 63,64 cm2
Waktu (t) = 15 menit
Jumlah koloni bakteri (a) = 11
5𝑎 ×104 5×11×104
N= = = 5,76 x 102 CFU’s/ m3
b×t 63,64 ×15

Jumlah koloni jamur (a) = 19


5𝑎 ×104 5× 19 ×104
N= = = 995,18 CFU’s/ m2
b×t 63,64 ×15

Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan bahwa densitas bakteri terbesar terdapat


pada taman belakang sore hari 2,12 x 103 CFU’s/ m3 dan densitas jamur terbesar
terdapat pada lokasi kantin pagi hari yakni 2.500 CFU’s/ m3. Densitas bakteri
terendah terdapat pada lokasi musholla pada pagi hari yakni 1,388 CFU’s/ m3 dan
densitas jamur terendah terdapat pada lokasi kantin sore hari 0,39 x 103 CFU’s/ m3.
Perbandingan densitas tersebut tidak sesuai dengan referensi, bahwa tingkat
kontaminan dalam udara di ruangan dapat beberapa kali lipat lebih besar
dibandingkan kontaminan di udara luar ruangan. Kenyataan ini ditambah dengan
adanya fakta bahwa kebanyakan orang menghabiskan 90% waktunya dalam ruangan
yang mengakibatkan peluang terkontaminasi oleh polutan dalam ruangan sangat
dominan. Pencemaran udara di dalam ruang selain dipengaruhi oleh keberadaan
agen abiotik juga dipengaruhi oleh agen biotik seperti partikel debu, dan
mikroorganisme termasuk di dalamnya bakteri, jamur, virus dan lain-lain (Fithri et
al., 2016).
Metode hitung cawan di dasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yangdapat
hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jadi jumlah koloni yangmuncul pada
cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapathidup yang
terkandung dalam sampel (Hadioetomo, 1990). Metode yang dapatdigunakan untuk
menghitung jumlah mikroba dalam bahan pangan terdiri darimetode hitung cawan
(Most probable Number) dan metode hitungan mikroskopiklangsung. Dari metode-
metode tersebut metode hitungan cawan paling banyakdigunakan. Metode lainnya
yang dapat digunakan untuk menghitung jumlahmikroba di dalam suatu larutan
adalah metode turbidimetri. Tetapi metode inisukar diterapkan pada bahan pangan,
misalnya sari buah, biasanya mengandungkomponen-komponen yang menyebabkan
kekeruhan sehingga kekeruhan larutantidak sebanding dengan jumlah mikroba yang
terdapat di dalamnya (Dwijoseputro, 1987).
Setelah perhitungan densitas dan diversitas bakteri serta jamur, langkah
selanjutnya melakukan pengamatan morfologi baik makromorfologi maupun
mikromorfologi bakteri dan jamur. Adapun banyaknya diversitas yang diperoleh
kelompok 1 rombongan II pada bakteri sebanyak 4 keragaman pada lokasi musolla
Fabio dengan waktu sampling pada sore hari. Berikut ini adalah hasil bakteri yang
saat sampling bioaerosol pada medium Nutrient Agar (NA) dengan waktu inkubasi
2x24 jam.

Gambar 3.1. Hasil Isolasi Mikroorganisme Udara


pada Medium Nutrient Agar

Parameter yang digunakan dalam pengamatan makromorfologi bakteri adalah


bentuk koloni, ukuran, elevasi, tepi koloni, warna, dan jumlah. Adapun medium yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri adalah medium Nutrient Agar (NA) yang
diinkubasi selama 2 x 24 jam. Diversitas yang diperoleh pada hasil isolasi
mikroorganisme udara medium NA adalah empat keanekaragaman dengan parameter
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Adapun, densitas yang diperoleh kelompok
1 rombongan II adalah 5,76 x 102 CFU’s/ m3 dengan lokasi sampel di musholla pada
sore hari, sedangkan pada waktu pagi hari densitas bakteri yang diperoleh adalah
1,388 CFU’s/ m3. Menurut Pudjiastuti et al. (1998), densitas bakteri pada waktu sore
hari lebih banyak dibanding pada pagi hari dikarenakan konsentrasi mikroba dalam
ruangan akan bertambah banyak pada ruangan yang kondusif untuk
pertumbuhannya, contohnya dari kelembapan, suhu, dan aktifitas manusia yang
berada dalam ruangan tersebut. Material biologi yang mengalir di udara dan
bertumpuk di ruangan serta menutupi permukaan interior akan menyebabkan
perubahan juaitas udara dalam ruangan, jka sedikit sumber karbon dan air diruangan
akan menjadi pertumbuhan mikroorganisme. Setelah menentukan parameter
makromorfologi, selanjutnya adalah melakukan pewarnaan Gram untuk mengetahui
jenis mikromorfologi bentuk sel dan sifat bakteri Gram positif atau Gram negatif.
Hasil dari pewarnaan Gram dengan menggunakan empat reagen diantaranya Kristal
violet, Iodine, Etanol 96%, dan Safranin, kemudian diamati di bawah mikroskop
untuk mengetahui apakah mikroba tersebut termasuk Gram positif atau Gram negatif.
Gambar 3.2. Hasil Pewarnaan Gram
pada Bakteri dengan Medium Nutrient Agar
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram positif dan
gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi
nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938)
yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara
Pneumococus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri Gram-negatif adalah
bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan
Gram. Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap
setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri Gram negatif tidak. Uji pewarnaan
Gram, suatu pewarna penimbal ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat
semua bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini
berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka (Hadioetomo, 1990).
Setelah dilakukan pewarnaan Gram, didapatkan hasil mikromorfologi bentuk
sel adalah kokus dengan sifat bakteri Gram positif. Kokus adalah beberapa jenis
bakteri terkecil yang ada sekarang ini. Diameter bakteri bentuk kokus biasanya rata-
rata 0,5-1,0 mikrometer, dan bakteri ini biasanya berbentuk seperti datar, oval
memanjang. Bentuk ini juga memberikan luas permukaan terbesar dalam kaitannya
dengan ukuran kokus, yang memungkinkan untuk lebih efisien mengambil nutrisi
dari lingkungan. Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu, struktur dinding selnya tebal,
sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer. Dinding selnya mengandung
lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal.
Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung asam tekoat
serta bersifat lebih rentan terhadap penisilin. Pertumbuhan dihambat secara nyata
oleh zat-zat warna seperti ungu kristal. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih
rumit. Lebih resisten terhadap gangguan fisik. Resistensi terhadap alkali (1% KOH)
larut serta tidak peka terhadap streptomisin dan toksin yang dibentuk eksotoksin dan
endotoksin (Waluyo, 2005).
Banyaknya diversitas yang diperoleh kelompok 1 rombongan II pada jamur
sebanyak lima keragaman pada lokasi musolla Fabio dengan waktu sampling pada
sore hari. Berikut ini adalah hasil jamur yang diperoleh saat sampling bioaerosol
pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) dengan waktu inkubasi 5x24 jam.

Gambar 3.3. Hasil Isolasi Mikroorganisme Udara


pada Medium Potato Dextrose Agar
Parameter yang digunakan untuk mengamati jamur pada hasil isolasi
mikroorganisme udara adalah warna permukaan atas dan bawah serta jumlah jamur
yang terdapat dalam cawan petri. Diversitas yang diperoleh pada hasil isolasi
mikroorganisme udara medium PDA adalah lima keanekaragaman setelah diinkubasi
selama 5 x 24 jam. Lokasi pengambilan sample adalah di musholla pada sore hari,
berdasarkan hasil tersebut didapatkan densitas jamur pada kelompok 1 rombongan II
adalah 995,18 CFU’s/ m3 dengan diversitas sebanyak empat keanekaragaman,
sedangkan di musholla pada pagi hari lebih banyak diversitasnya yaitu sebanyak
delapan keanekaragaman dengan densitas sebesar 1,23 x 103 CFU’s/ m3.
Pengambilan sampel yang dilakukan pagi hari cenderung memiliki densitas yang
tinggi karena suhu yang sejuk dan kelembapan tinggi jika dibandingkan dengan
waktu sore hari, dimana suhu cenderung panas dan kelembapan yang rendah
(Korzekwa et al., 2015).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum, dapat diambil kesimpulan bahwa diversitas dan


densitas mikroba di udara dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti laju ventilasi,
aktivitas manusia, kepadatan manusia, kelembapan udara, suhu lingkungan, pH,
radiasi matahari, dan banyaknya polusi. Semakin tinggi aktivitas manusia dan jumlah
manusia dalam suatu lokasi memungkinkan semakin tingginya densitas mikroba
dan semakin tinggi laju ventilasi maka akan semakin tinggi diversitas mikroba.

B. Saran

Saran untuk acara praktikum Bioaerosol yaitu sebaiknya suhu dan kelembapan
pada tempat yang dijadikan objek diukur terlebih dahulu, karena faktor lingkungan
juga mempengaruhi viabilitas dari mikroorganisme.
DAFTAR REFERENSI

Bonang, G. 1982. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia.

Dwijoseputro. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.

Fithri, N., Putri, H., & Gisely, V., 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Jumlah Mikroorganisme Udara dalam Ruang Kelas Lantai 8 Universitas Esa
Unggul. Forum Imiah, 13(1), pp. 21-26.

Hadioetomo, R. S., 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.

Korzekwa, C., Magdalena, L., & Magdalena, S., 2015. Importance of


Microbiological Research of Bioaerosols during Horse Breeding. Journal of
Central European Agriculture, 16(4), pp. 357-369.

Nazaroff, W., 2016. Indoor Bioaerosol Dynamics. Online Wiley library Journal,
26(1), pp. 61-78.

Pudjiastuti, L., Rendra, S., & Santosa, H. R., 1998. Kualitas Udara dalam Ruang.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Tang, T., Zhongwei, H., Jianping, H,Teruya, M., Shuang, Z., Atsushi, S., Xiaojun,
M., Jinsen, S., Jianrong, B.,Tian, Z., Guoyin, W., & Lei, Z., 2018.
Characterization of Atmospheric Bioaerosols along The Transport Pathway
of Asian dust during The Dust-Bioaerosol 2016 Campaign. Atmosphoreic
Chemistry and Physics, 18, pp. 7131–7148.

Volk, W. A. & Whleer, M. F., 1989. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Waluyo, L., 2005. MIkrobiologi Umum. Malang: Uuniversitas Muhammadiyah


Malang Press.

Anda mungkin juga menyukai