Anda di halaman 1dari 13

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Oleh :
Nama : Amanda Rohmatun Hasanah
NIM : B1A017033
Rombongan : IV
Kelompok :1
Asisten : Nur Oktavianie

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hewan Vertebrata dan beberapa hewan Avertebrata memiliki suatu


sistem yang mengatur koordinasi keseluruhan gerak tubuhnya. Tugas itu
dilaksanakan oleh sistem yang disebut sistem saraf. Sistem ini sangat komplek
perkembangannya pada hewan Vertebrata dalam mengatur fungsi alat – alat
ubuh. Berdasarkan letaknya sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf perifer (tepi) (Gunawan, 2002).
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai
penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya
memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf
merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan
khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell et al., 2004).
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak
dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak
refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang
bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan
refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang
lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang
dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya
melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan
menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak
(Franson, 1992).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks spinal
pada katak.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah jarum, beaker
glass, pinset, dan baki preparat.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak sawah
(Fejervarya cancrivora) dan larutan H2SO4 1%.

B. Cara Kerja

1. Otak katak dirusak dengan jarum preparat. Caranya adalah katak dipegang
dengan kepala ditundukkan kearah ventral. Batas kepala dan punggung,
dimasukkan ujung jarum kurang lebih sedalam 1 cm.
2. Refleks katak diamati seperti pembalikan tubuh, penarikan anterior dan
posterior.
3. Kemudian, dimasukkan salah satu kaki katak ke dalam larutan H2SO4 1% dan
diamati respon gerak refleks yang terjadi pada katak.
4. Medulla spinalis pada katak dirusak dengan jarum sedalam ¼, ½, ¾, dan
keseluruhan medulla spinalis.
5. Kemudian, diamati stimulus yang terjadi berupa pembalikan badan, penarikan
anterior dan posterior dan pencelupan larutan H2SO4 1% pada salah satu
bagian kaki katak.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Table 3.1 Pengamatan Refleks Spinal pada Katak

Penarikan Pencelupan
Rangsangan Pembalikan
Kaki dengan
Kerusakan Badan Posterior Anterior
H2SO4 1%
Otak - ++ + ++
¼ sumsum tulang
+ ++ + ++
belakang
½ sumsum tulang
- + - +
belakang
¾ sumsum tulang
+ + - -
belakang
Total sumsum
+ + - +
tulang belakang
Keterangan:
++ : Cepat
+ : Kurang cepat/ lambat
- : Tidak respon
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan refleks spinal pada katak didapatkan hasil saat
otak katak dirusak, katak tidak memberi respon saat pembalikkan badan atau
melarikan diri tetapi, saat penarikan posterior katak merespon dengan cepat
namun, saat penarikan anterior katak merespon dengan lambat, dan saat
pencelupan salah satu bagian kaki katak dengan H2SO4 1% katak dapat
merespon dengan cepat. Kemudian, percobaan dilanjutkan dengan perlakuan
merusak ¼ sumsum tulang belakang, hasilnya katak memberikan respon lambat
saat dilakukan perlakuan pembalikan badan. Saat penarikan anterior katak
merespon dengan lambat, saat penarikan posterior dan pencelupan salah satu
bagian kaki katak dengan H2SO4 1% katak merespon dengan cepat. Hal ini
sesuai dengan pendapat (Junqueira, 1995), yang mengatakan bahwa ketika
katak mendaptkan rangsangan berupa stimulus maka akan dibawa ke otak dan
menimbulkan respon yang akan ditanggapi oleh neuron.
Percobaan selanjutnya dengan merusak ½ sumsum tulang belakang. Hasil
responnya saat pembalikan badan dan penarikan anterior tidak melakukan
respon dan saat penarikan posterior serta pencelupan salah satu bagian kaki
katak dengan H2SO4 1% katak merespon dengan lambat. Percobaan selanjutnya
dengan merusak ¾ sumsum tulang belakang. Hasil responnya saat pembalikan
badan dan penarikan posterior katak merespon lambat dan saat penarikan
anterior serta pencelupan salah satu bagian kaki katak dengan H2SO4 1% katak
tidak merespon. Perlakuan terakhir adalah merusak keseluruhan sumsum tulang
belakang katak, respon saat pembalikan badan, penarikan posterior katak, dan
pencelupan salah satu bagian kaki katak dengan H2SO4 1% katak merespon
dengan lambat dan saat penarikan anterior katak tidak merespon. Menurut
Pearce (1989), hal yang menyebabkan katak tidak lagi memberikan respon
positif dikarenakan saraf-saraf yang berhubungan dengan saraf spinalis rusak
semuanya. Perusakan pada sumsum tulang belakang ternyata juga merusak tali-
tali spinal sebagai jalur-jalur saraf. Tali-tali spinal terdiri dari saraf sensori dan
motorik.
Menurut Franson (1992), refleks merupakan suatu respon organ efektor (otot
ataupun kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu
stimulus tertentu. Refleks pada amphibian merupakan konsep dari suatu ritme
yang melekat dalam sistem saraf pusat yang telah ditentukan selama
perkembangan katak. Katak yang telah pulih, akan menarik kakinya apabila
diberi stimulasi. Apabila kaki katak yang terstimulasi tersebut dicegah agar tidak
melengkung, maka kaki yang satunya yang akan melengkung.
Sumsum tulang belakang sebagai pusat dari sistem saraf perifer mengandung
tali spinal yang dibawa neuron yang selanjutnya menyebabkan gerak refleks.
Menurut Hilderbrand (1995), menyatakan bahwa H2SO4 termasuk ke dalam
larutan elektrolit kuat yang dapat menghantarkan listrik, sifat hantaran listrik ini
dihasilkan oleh adanya partikel bermuatan positif dan partikel berrmuatan
negatif. Larutan H2SO4 bersifat asam pekat, larutan ini digunakan pada saat
praktikum berfungsi untuk memberikan rangsangan kimiawi sehingga
menimbulkan gerak refleks
Perusakan ¼ dari sumsum tulang belakang tidak merusak semua sistem saraf
yang menyebabkan refleks spinal, sehingga masih memberikan respon
positifnya. Hal ini juga berlaku untuk perusakan ½ dan ¾ sumsum tulang
belakang, semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan
semakin melemah (Trueb & Duellman, 1986). Setelah stimulus diterima maka
akan terjadi integrasi. Integrasi merupakan suatu proses penerjemahan informasi
yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan. Kemudian
dihubungkan dengan respon tubuh yang sesuai. Integrasi sangat diperlukan
dalam proses mekanisme penyampaian stimulus. Misalnya stimulus pada kaki,
yaitu stimulus berjalan sepanjang serat dan melalui serabut ganglia bagian
dorsal, kemudian menyebar ke ujung-ujung sel di belakang yang menyebar
sepanjang akson motorik alfa menuju otot akan mudah mencapai otot soleus
(dengan stimulasi dari saraf tibia belakang di dekat lulut) (Khosrawi et al.,
2015).
Sistem saraf merupakan suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel neuron.
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak serta batang spinal
dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus
simpatikus. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi aktivitas-
aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan, sistem saraf perifer memberikan
informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan
otot dan kelenjar melakukan respon (Johnson, 1984).
Otak tersusun dari kumpulan neuron, dimana neuron merupakan sel saraf
panjang seperti kawat yang mengantarkan pesan-pesan listrik lewat sistem saraf
dan otak. Sel-sel pada suatu daerah otak menghubungkan bagian-bagian tubuh
yang lain secara kontinyu dan otomatis. Neuron ini mengirimkan sinyal dengan
menyebar secara terencana, semburan listrik terhentak-hentak yang membentuk
bunyi yang jelas (kertak-kertuk) yang timbul dari gelombang kegiatan neuron
yang terkoordinasi, dimana gelombang itu sebenarnya sedang mengubah bentuk
otak dan membentuk sirkuit otak menjadi pola-pola yang lama kelamaan akan
menyebabkan embrio yang lahir nanti mampu menangkap suara, sentuhan, dan
gerakan (Purwanto et al., 2009). Otak dan sumsum tulang belakang terdiri dari
kelompok-kelompok neuron yang bekerja dengan berbagai macam fungsi,
seperti kontrol pergerakan, memproses informasi sensorik, dan pembuatan
keputusan (Chotimah et al., 2014).
Adapun berdasarkan fungsinya sistem saraf dapat dibedakan atas tiga jenis.
Pertama yaitu sel saraf sensorik, merupakan sel yang membawa impuls berupa
rangsangan dari reseptor (penerima rangsangan) ke sistem saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Sel saraf sensorik disebut juga dengan sel saraf indera
karena berhubungan dengan alat indera. Kedua adalah sel saraf motorik yang
berfungsi membawa impuls berupa tanggapan dari ssusunan saraf pusat (otak
atau sumsum tulang belakang) menuju kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut
juga dengan sel saraf penggerak, karena berhubungan erat dengan otot sebagai
alat gerak. Jenis ketiga adalah sel saraf penghubung disebut juga dengan sel
saraf konektor. Hal ini disebabkan karena fungsinya meneruskan rangsangan
dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik (Wilarso, 2001).
Sistem saraf mempunyai tiga fungsi yang saling tumpang-tindih, input
sensoris, integrasi, dan output motoris. Input adalah penghantaran atau kondisi
sinyal dari reseptor sensoris, misalnya sel-sel pendeteksi cahaya mata, kepusat
integrasi. Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari
stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan
respon tubuh yang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem saraf
pusat (SSP) atau central nervous system (CNS), yaitu otak dan sumsum tulang
belakang pada vertebrata. Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat
integrasi, yaitu SSP ke sel-sel efektor (effectorcells), sel-sel otot atau kelenjar
yang mengaktualisasikan respons tubuh terhadap stimulasi tersebut. Sinyal
tersebut dihantarkan oleh saraf, berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran
neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat (Campbell et al.,
2004).
Sistem saraf terdiri atas dua bagian besar yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi, sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang
(medula spinalis). Sistem saraf pusat, susunan ini terdiri atas otak, sumsum
tuang belakang, dan urat-urat saraf atau saraf cabang yang tumbuh dari otak dan
sumsum tulang belakang, yang disebut urat saraf perifer (urat saraf tepi).
Jaringan saraf membentuk salah satu dari empat kelompok jaringan utama pada
tubuh (Pearce, 2011).
Otak (enchepalon) bertanggung jawab antara lain dalam aktivitas sadar
manusia (Waluyo, 2016). Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting
yang memiliki fungsi antara lain untuk mengontrol dan mengkoordinasi semua
aktivitas normal tubuh serta berperan dalam penyimpanan memori. Jaringan otak
memiliki sel utama yakni sel saraf (neuron) yang berfungsi untuk
menyampaikan sinyal dari satu sel ke sel lainnya serta sel sel glia yang berfungsi
untuk melindungi, mendukung, merawat, serta mempertahankan homeostasis
cairan di sekeliling neuron (Djuwita, 2012).
Sumsum tulang belakang (medula spinalis) bertanggung jawab antara
lain dalam aktivitas dalam gerak refleks. Refleks merupakan respon otomatis
dari sebagian tubuh terhadap suatu stimulus. Stimulus atau rangsangan
merupakan pola perubahan lingkungan luar atau dalam yang mampu
menimbulkan impuls. Stimulus dapat berupa mekanik, kimia, suhu, cahaya dan
elektrik. Gerak refleks berjalan tanpa memerlukan kontrol dari otak sehingga
sangat cepat dan otomatis. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau
batuk (Waluyo, 2016).
Sistem saraf tepi pada vertebrata terdiri atas saraf kranial dan saraf spinal
yang berpasangan. Saraf kranial berasal dari otak yang menginervasi organ
kepala dan tubuh bagian atas. Saraf spinal berasal dari sumsum tulang belakang
dan menginervasi keseluruhan tubuh. Mamalia mempunyai 12 pasang saraf
kranial dan 31 pasang saraf spinal. Sebagian besar saraf kranial dan semua saraf
spinal mengandung neuron sensoris maupun neuron motoris. Beberapa saraf
kranial hanya memiliki neuron sensoris (Campbell et al., 2004).
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak
ini dilakukan tanpa kesadaran. Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon
dalam usaha mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau
mencelakakan. Gerak refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari
oleh pelaku yang bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks
kompleks dan refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh
respon yang lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak
yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang
hanya melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks
dibedakan menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan
refleks otak (Franson, 1992). Menurut Wulangi (1994), mekanisme kerja gerak
refleks adalah rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sumsum tulang
belakang melalui saraf sensorik dari sumsum tulang belakang, rangsang
diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot
melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks, sedangkan gerak sadar
adalah gerak yang disengaja atau disadari. Gerak ini disampaikan dengan jalan
yang lambat dan melewati otak. Mekanisme gerak sadar adalah resptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil
olahan oleh otak berupa tagangan, kemudian dibawa oleh saraf motorik sebagai
perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor (Fujaya, 2002).
Menurut Storer et al., (1970), mekanisme dan faktor yang menyebabkan
gerak refleks pada katak, yaitu:
1. Adanya reseptor rangsangan dari luar
2. Induksi nervous impuls atau badan sel saraf ke tulang belakang
3. Adanya sinapsis
4. Terjadi penerimaan rangsangan oleh neuron motorik, terjadilah refleks oleh
efektor sebagai respon.
Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal antara lain,
ada tidaknya rangsangan atau stimulus. Rangsangan yang berasal dari luar,
misalnya sinar, tekanan, zat-zat dan sebagainya. Rangsangan dari dalam yaitu
dari makanan, oksigen, air dan lainnya. Beberapa rangsangan dapat langsung
bereaksi pada sel atau jaringan hewan. Somato sensori pada refleks spinal
dimasukkan dalam urat spinal sampai bagian dorsal. Sensori yang masuk dari
kumpulan reseptor yang berbeda memberikan pengaruh hubungan pada urat
spinal sehingga terjadi refleks spinal (Richard & Gordan, 1989). Berfungsinya
sumsum tulang belakang, sumsum tulang belakang memiliki dua fungsi penting
yaitu untuk mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks, dengan
adanya sumsum tulang belakang pasangan saraf spinal dan kranial
menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respons.
Apabila sumsum tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor
yang menunjukkan respon terhadap stimulus atau rangsang (Ville et al., 1988).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


perusakan otak masih memungkinkan katak bereaksi. Perusakan sumsum tulang
belakang pada katak menyebabkan koordinasi sistem syaraf menjadi mati sehingga
tidak terjadi reflek secara bertahap sesuai kedalaman perusakanya. Pencelupan kaki
katak pada H2SO4 1% bertujuan untuk mempengaruhi respon yang nyata dari kaki
katak karena H2SO4 1% bersifat panas. Perusakan total menyebabkan katak tidak
dapat merespon terhadap stimulus yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., Jane B. R, & Lawrence G.M., 2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid 3.
Jakarta: Erlangga.
Chotimah, C., Masruroh, R., Gatot, C., & Fatchiyah, F., 2014. Optimization of
Neuron Cells Maturation and Differentiation. Jurnal Biotropika, 2(4), pp.191-
197.
Djuwita, I., 2012. Pertumbuhan dan Sekresi Protein Hasil Kultur Primer Sel-Sel
Serebrum Anak Tikus. Jurnal Veteriner, 13(2), pp.125-135.
Franson, R. D., 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak Edisi 4. Penerjemah:
Srigandono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Fujaya, M., 2002. Fisiologi Dasar: Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.
Jakarta: Departemen Pendidikan.
Gunawan, A., 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neurotransmisi).
Jurnal Integral, 7(1).
Hildebrand, M., 1995. Analysis of Vertebrate Structrure 4th edition. New York : John
Willey & Sons Inc.
Johnson, D. R., 1984. Biology an Introduction. New York: The Benjamin Cummings
Publishing Co.Inc.
Junqueira, C. L., 1995. Histologi Dasar. Jakarta : ECG.
Khosrawi, S., Parisa T., & Seyed H. H., 2015. Proposed Equation Between Flexor
Carpi Radialis H-Reflex Latency and Upper Limb Length. Iranian Journal of
Neurology, 14(1), pp.41-46.
Pearce, E., 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Pearce, E., 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Purwanto, Setiyo., Ranita, W. & Nuryati., 2009. Manfaat Senam Otak (Brain Gym)
dalam Mengatasi Kecemasan dan Stres pada Anak Sekolah. Jurnal
Kesehatan. (1), pp.81-90.
Richard, W. H & Gordan., 1989. Animal Physiology. New York: Harper-Collins
Publisher.
Storer, T. I, W. F., Walker & R. D., 1970. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Villee, C. A, W. F. Walker & R. D. Barnes., 1988. General Zoology. Philadelphia:
W. B. Saunders Company.
Waluyo, J., 2016. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi. Jember: Universitas
Jember Press.
Wilarso, J., 2001. Biologi Pendidikan Dasar. Jakarta: Erlangga .
Wulangi, K. S., 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai