Anda di halaman 1dari 15

PERANAN AUKSIN TERHADAP PERAKARAN STEK

Oleh :
Dayana Zulfadillah I. B1J014115
Nurul Jamiah B1J014122
Dimas Eka Wijayanto B1J014125
Duanita Februari P. B1J014138
Amatulloh Wajihah B1J014150
Rombongan : III
Kelompok : 1
Asisten : Ikhwan Mulyadi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stek adalah cara perkembangbiakan vegetatif (tidak kawin) yang di lakukan


pada tanaman dengan menggunakan sebagian organ pada tanaman yang telah
dewasa. Bagian organ tanaman yang bisa distek adalah akar, umbi, daun dan batang.
Berdasarkan hal tersebut stek tanaman dibedakan menjadi stek umbi, stek akar, stek
daun dan stek batang (Wudianto, 1999). Berhasilnya pembiakan vegetatif dengan
stek ditandai dengan munculnya akar pada stek. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan stek adalah pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT)
faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan stek antara lain adalah seperti hormon
pertumbuhan pada tanaman, faktor genetik, temperatur, suhu dan lainnya. Hormon
pada tumbuhan memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan. Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang
dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses-proses
fisiologis dalam tubuh tumbuhan. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa-senyawa
organik selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa-
senyawa kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau
sebaliknya mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan (Whitham &
Delvin, 2002).
Tingkat perkembangan jaringan tanaman, umur tanaman dan kandungan zat
tumbuh mempengaruhi kemampuan tanaman stek membentuk akar (Mahlsteder et
al., 1976). Teknik stek dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dan pemilihan
teknik stek juga dapat mempercepat mendapatkan bibit tanaman sehat untuk
digunakan sebagai tanaman induk pada proses kultur jaringan. Kelebihan lain dari
perbanyakan tanaman menggunakan teknik stek yaitu dapat dikombinasikan dengan
penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) (Jaya, 2001).
Salah satu zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang
pembentukan dan pertumbuhan akar adalah jenis auksin. Menurut Heddy (1986),
auksin adalah senyawa organik yang dapat mengatur segala bentuk gejala
pertumbuhan tanaman dan dapat aktif di luar titik tumbuhnya dalam jumlah yang
sangat sedikit sehingga auksin tidak dapat terlepas dari proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dapat
meningkatkan persentase stek yang berakar serta meningkatkan jumlah dan kualitas
akar yang terbentuk (Hartmann & Kester, 1983). Auksin seperti IAA, NAA dan IBA
banyak dipakai pada tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak untuk
mendorong pertumbuhan akar pada proses penyetekan (Heddy, 1983).
B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah :


1. Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan NAA
serta akuades.
II. TELAAH PUSTAKA

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan nutrisi pada
konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif
merubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies, 1995). ZPT utama yang
terdapat secara alami pada tanaman adalah auksin, giberilin, sitokinin, asam absisat
dan etilen. Berhubung auksin yang ada pada tanaman jumlahnya sangat sedikit, maka
perlu ditambah auksin eksogen (Wudianto, 1999).
Dewi (2008) dalam Arimarsetiowati & Ardiyani (2012) menyebutkan bahwa
fungsi auksin antara lain mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi dan percabangan akar, perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme dan geotropisme. Auksin terbagi menjadi beberapa jenis antara lain,
Indole Acetic Acid (IAA), Indole Butyric Acid (IBA), α Naphtaleneacetic Acid
(NAA), dan 2,4-dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D). Di alam IAA diidentifikasikan
sebagai auksin yang aktif di dalam tumbuhan (endogenous) yang diproduksi dalam
jaringan meristematik yang aktif seperti contonya tunas, sedangkan IBA dan NAA
merupakan auksin sintetis (Hoesen et al., 2000 dalam Arimarsetiowati & Ardiyani
2012).
Hormon auksin berperan dalam proses pemanjangan sel, terdapat pada titik
tumbuh pucuk tumbuhan yaitu pada ujung akar dan ujung batang tumbuhan. Dalam
kegiatan pembudidayaan tanaman biasanya digunakan hormone buatan (zat pengatur
tumbuh) untuk mendukung pertumbuhan tanaman tersebut. Zat pengatur tumbuh
(ZPT) dapat diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologi
tanaman, pengaruhnya dapat mendorong dan menghambat proses fisiologi tanaman.
Proses pertumbuhan tanaman dapat berhasil dengan baik jika pemberian hormon ini
sesuai dengan respon tanaman tersebut terhadap hormon yang digunakan. Pengaruh
fisiologis dari auksin antara lain pengguguran daun, absisik daun dan buah,
pembungaan, pertumbuhan bagian bunga, serta dapat meningkatkan bunga betina
pada tanaman dioecious melalui etilen (Nurnasari & Djumali, 2012).
IAA merupakan hormon pertumbuhan pertama yang digunakan untuk stek
pada tahun 1935. Beberapa auksin sintetik yang baru ditemukan pada tahun yang
sama seperti IBA dan NAA juga untuk memacu stek. Efek IBA pada perakaran
terutama yang hasil konversi IAA dalam jaringan tanaman. IAA yang diperlukan
untuk proses perakaran adalah mudah teroksidasi dengan peroksidase dalam
tanaman, sedangkan IAA dilepaskan dari IBA karena tidak teroksidasi oleh
peroksidase (Abu-Zahra et al., 2012).
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan
menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi
tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis,
lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan
cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek
akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar
berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat
plagiotrop tanaman yang masih bertahan (Salisbury & Ross, 1995).
Berikut ini merupakan beberapa macam stek menurut Tirta (2004):
1. Stek daun, yaitu stek yang menggunakan daun sebagai bahan awal untuk
perbanyakan yang akan menjadi bagian dari tanaman baru.
2. Stek umbi, yaitu stek yang menggunakan umbi sebagai bahan awal untuk
perbanyakan yang akan menjadi bagian dari tanaman baru.
3. Stek batang, yaitu stek yang menggunakan batang sebagai bahan awal untuk
perbanyakan yang akan menjadi bagian dari tanaman baru.
Bahan yang akan digunakan untuk stek harus berasal dari tanaman induk yang
sehat. Pilih cabang yang telah berumur satu tahun, berdaun hijau tua, berkulit coklat
muda dan jika kulit arinya dikelupas masih terlihat berwarna kehijauan. Cabang
seperti ini memiliki kandungan hormon pertumbuhan seperti auksin yang tinggi, juga
nitrogen dan karbohidrat yang tinggi. Keadaan ini akan mempercepat tumbuhnya
akar. Cabang yang terlalu tua tidak baik untuk bahan stek karena sangat sulit untuk
menumbuhkan akar karena alasan fisiologis, yaitu regenerasi dari sel yang lambat.
Sementara itu cabang yang terlalu muda akan cepat layu dan mati kekeringan karena
penguapannya barlangsung cepat (Pratiknyo, 2002).
Menurut Rochiman & Harjadi (1973), faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan stek digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Faktor tanaman, terdiri dari macam bahan stek, umur bahan stek, adanya tunas
dan daun pada stek, kandungan bahan makanan pada stek, kandungan zat tumbuh
dan pembentukan kalus.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan tumbuh stek yang cocok sangat berpengaruh pada terjadinya
regenerasi akar dan pucuk. Lingkungan tumbuh atau media pertumbuhan, media
pengakaran seharusnya kondusif untuk regenerasi akar yaitu cukup lembab,
evapotranspirasi rendah, drainase dan aerasi baik, suhu tidak terlalu dingin atau
panas, tidak terkena cahaya penuh (200-100 W/m2) dan bebas dari hama atau
penyakit.
3. Faktor pelaksanaan, terdiri dari perlakuan sebelum pengambilan bahan stek,
waktu pengambilan stek, pemotongan stek dan pelukaan, penggunaan zat tumbuh,
kebersihan dan pemeliharaan.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman stek menurut Bijalwan
(2010) yaitu musim, pemotongan stek (panjang, ketebalan, dan jumlah tunas atau
pemotongan). Selain itu, konsentrasi ZPT akan berpengaruh secara hormonal.
Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada
tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Suatu ZPT tidak
bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan,
pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT akan mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Pemberian ZPT yang sama tetapi
dengan konsentrasi yang berbeda menimbulkan pengaruh yang berbeda pada satu sel
target. Pemberian ZPT dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan pengaruh yang
berbeda pada sel-sel target yang berbeda. Apabila digunakan pada konsentrasi rendah
pertumbuhan terhambat, tetapi jika diberikan dalam konsentrasi berlebih
menyebabkan tanaman mengalami perpanjangan batang tetapi tidak cukup kuat
bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Junaidi, 2010).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, polibag, cutter,
alat tulis, kamera, dan penggaris.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah stek batang mawar (Rosa
sp.), tanah, akuades serta zat pengatur tumbuh IAA dan NAA dengan konsentrasi 0
ppm, 250 ppm, 500 ppm, dan 750 ppm.

B. Metode

Cara kerja dalam praktikum kali ini adalah :


1. Tanaman sampel disiapkan.
2. Batang tanaman dipotong menggunakan cutter dengan tinggi 10-15 cm.
3. Larutan zat pengatur tumbuh NAA dibuat dengan konsentrasi 0 ppm, 250 ppm,
500 ppm, dan 750 ppm.
4. Pangkal stek direndam setinggi 2 cm dalam larutan zat pengatur tumbuh selama
10 menit,
5. Stek diambil dan ditanam pada polibag yang berisi tanah.
6. Stek dipelihara setiap hari dan diamati selama 4 minggu.
7. Parameter yang diamati adalah jumlah akar dan panjang akar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Pengamatan Jumlah Akar pada Stek Mawar Rombongan III
Jumlah Akar
Perlakuan
1 2 3 4 5
Kontrol 0 0 0 0 0
IAA-250 0 1 0 0 0
IAA-500 0 0 0 0 0
IAA-750 0 0 0 0 0
NAA-250 0 0 0 0 0
NAA-500 0 0 0 0 0
NAA-750 0 0 0 0 0

Tabel 4.2 Pengamatan Panjang Akar pada Stek Mawar Rombongan III
Panjang Akar
Perlakuan
1 2 3 4 5
Kontrol 0 0 0 0 0
IAA-250 0 1,1 cm 0 0 0
IAA-500 0 0 0 0 0
IAA-750 0 0 0 0 0
NAA-250 0 0 0 0 0
NAA-500 0 0 0 0 0
NAA-750 0 0 0 0 0

B. Pembahasan

Praktikum peranan auksin terhadap perakaran stek Mawar dilakukan dengan


mengamati 2 parameter, yaitu jumlah akar dan panjang akar. Batang Mawar diberi
perlakuan dengan merendam batang pada larutan IAA dan NAA konsentrasi 0 ppm,
250 ppm, 500 ppm, dan 750 ppm sebelum ditanam selama 10 menit. Stek Mawar
kemudian diamati selama 4 minggu. Rombongan III mendapatkan hasil yang
umumnya sama baik jumlah akar maupun panjang akar. Jumlah akar pada stek
Mawar yang telah direndam IAA dan NAA hampir semuanya 0 atau tidak tumbuh
akar. Hanya satu stek yang tumbuh akarnya yaitu tanaman stek kelompok 2 dengan
panjang akar 1,1, cm. Hal ini diduga karena penggunaan konsentrasi untuk ZPT ini
belum tepat. Menurut Kusumo (1984), ZPT NAA mempunyai sifat yang lebih keras
dengan selang konsentrasi yang sempit. Rangsangannya terhadap pertumbuhan
akar mendekati batas menghambat, sehingga dalam penggunaannya harus lebih
berhati-hati. Hartmann & Kester (1983) mengemukakan bahwa pembentukan akar
dipengaruhi oleh media tanam. Media tanam merupakan faktor luar yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan perakaran. baik. Faktor suhu dan kelembaban
diduga turut mendukung pertumbuhan stek. Menurut Edmond et al. (1964), suhu
udara yang rendah dan kelembaban udara yang tinggi menyebabkan laju transpirasi
berkurang, stomata terbuka, turgiditas sel terlindungi, dan CO2 akan lebih banyak
terdifusi kedalam daun, sehingga akan mempercepat terbentuknya karbohidrat.
Andriance & Brison (1955) mengemukakan bahwa kelembaban udara yang tinggi
sangat berguna untuk mencegah kekeringan sebelum stek berakar. Kelembaban
udara sebaiknya selalu mendekati 100% selama beberapa hari setelah stek ditanam.
Hidayat (2010) mengemukakan bahwa jenis jaringan stek dari jenis tanaman
yang masih muda lebih mudah terbentuk akar daripada bahan stek dari jaringan yang
sudah tua. Bahan stek pada umur muda memiliki juvenilitas tinggi serta kandungan
auksin dan sitokinin yang tinggi pula sehingga pertumbuhan akar pada stek batang
bibit akan mudah terbentuk. Menurut Supriyanto & Prakasa (2011), cadangan
makanan yang cukup pada bahan stek dibutuhkan untuk pembentukan akar.
Kemampuan pembentukan akar pada suatu jenis tanaman apabila distek antara lain
dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat serta keseimbangan hormon dalam bahan
stek, disamping itu batang orthotrop memiliki jaringan yang lebih tua daripada pucuk
sehingga kemampuan berakar dari stek batang diduga telah menurun. Menurut Moko
(2004) dalam Supriyanto & Prakasa (2011), menyatakan bahwa penurunan
kemampuan berakar pada jaringan tanaman tua kemungkinan karena berkurangnya
kandungan senyawa fenol yang berfungsi sebagai kofaktor auksin. Selain itu, pada
jaringan tanaman tua secara anatomi telah terbentuk sel schlerenchym yang sering
menghambat inisiasi akar adventif karena sel-selnya sudah tidak hidup lagi.
Inisiasi akar pada stek batang dapat dirangsang oleh IAA dan terdapat dalam
tanaman sebagai hormon pertumbuhan alami, yang dikenal sebagai auksin endogen
(Heddy, 1986). Auksin endogen disintesis ditunas apikal dan daun yang masih muda.
Dalam keadaan normal auksin endogen ditransportasikan didalam batang dan tangkai
daun secara basipetal melewati parenkim floem, sel-sel parenkim disekitar berkas
pembuluh (Salisbury & Ross, 1995). Penggunaan IAA secara eksogen telah
dibuktikan bahwa transport polar dari IAA dapat menginduksi aktifitas pembelahan
sel kambium pembuluh (Savidge, 1983). NAA merupakan auksin sintetis yang stabio
terhadap cahaya, sehingga komponen ini lebh disukai karena efektif pada periode
waktu yang lebih lama dibandingkan komponen indole (Hartmann & Kester, 1983).
Mekanisme kerja auksin adalah dengan pengikatan auksin tersebut oleh plasma
membran sel. Auksin bereaksi dengan protein plasma membran, maka bentuk protein
tersebut akan berubah dan selanjutnya akan mengubah sifat-sifat permeabilitas
membran. Ion-ion organik akan mempengaruhi proes biokimia sel dan rentetan
reaksi-reaksi sekunder yang akhirnya menghasilkan respon tumbuh yang dapat
dilihat seperti pembengkokan, organ tanaman, perubahan komposisi kimia dan lain-
lain (Prawiranata et al., 1992).
Menurut Gardner et al. (1985), faktor-faktor yang menyebabkan terhambatnya
zat pengatur tumbuh adalah sebagai berikut:
a. Cahaya
Sinar dapat merusak auksin dan dapat menyebabkan pemindahan auksin ke
jurusan yang menjauhi sinar. Sinar nila merusak auksin atau mencegah terjadinya
auksin. Ada dua macam pigmen yang suka meresap sinar nila, yaitu betakarotin dan
riboflavin. Riboflavin terdapat di dalam ujung-ujung batang, dan meskipun tanpa
betakarotin pengaruh fototropisme tetap ada, sehingga riboflavin merupakan pigmen
yang meresap sinar nila yang dapat merusak enzim-enzim yang membantu
pembentukan IAA dan triptofan.

b. Gaya berat
Peredaran auksin adalah dari puncak menuju ke dasar (bagian akar). Sisi
bawah dari ujung batang menerima lebih banyak auksin daripada sisi sebelah atas
sebagai akibat dari pengaruh gaya berat.
c. Suhu
Suhu yang ekstrim menyebabkan tanaman menjadi sulit untuk beradaptasi.
Kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran adalah 21-27 0C. Setiap jenis
akan mempunyai suhu yang berbeda-beda dalam kisaran 21-27 0C untuk
merangsang pembentukan primordia masing-masing jenis.
d. Pemberian zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah adalah salah satu bahan sintesis atau hormon
tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman
melalui pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Pengaturan
pertumbuhan sel ini dilaksanakan dengan cara pembentukan hormon-hormon,
mempengaruhi sistem hormon, perusakan translokasi atau dengan perubahan tempat
pembentukan hormon. Zat pengatur tumbuh mempunyai peran penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Delvin, 1968).
Mawar merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang berduri.
Mawar yang dikenal nama bunga ros atau ratu bunga merupakan simbol atau
lambang kehidupan religi dalam peradaban manusia. Mawar berasal dari dataran
Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di
daerah-daerah beriklim dingin (sub-tropis) dan panas (tropis). Mawar diklasifasikan
dalam sistematika tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1989) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosanales
Famili : Rosaceae
Genus : Rosa
Spesies : Rosa sp.
Marga Rosa (Rosaceae), terdiri dari 150 jenis tanaman yang berbentuk perdu
dan memanjat, beberapa jenis merupakan tanaman budidaya. Mawar tersebar luas di
Asia, Eropa, Afrika Utara, dan Amerika Utara. Batang mawar umumnya berduri,
daun tersusun berseling, bergerigi, panjang antara 2,5-18 cm. Bunga mawar
merupakan bunga yang atraktif, harum, dan tersusun membentuk payung. Mawar
merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh di daerah dingin atau panas. Mawar sangat
toleran terhadap kondisi lingkungan; tumbuh sangat baik pada tanah yang subur,
kaya humus, dengan drainase dan kelembaban yang baik (Siregar et al., 2005).
Bunga mawar memiliki manfaat yaitu sebagai tanaman hias, dijadikan sebagai
bunga tabur pada upacara kenegaraan atau tradisi ritual, serta diekstraksi minyaknya
sebagai bahan parfum atau obat-obatan. Penanaman dilakukan secara langsung pada
tanah secara permanen di kebun atau di dalam pot. Tanaman mawar cocok pada
tanah liat berpasir (kandungan liat 20-30 %), subur, gembur, banyak bahan organik,
aerasi dan drainase baik (Rukmana, 1995).
Tanaman mawar dapat diperbanyak secara generatif maupun secara vegetatif.
Secara vegetatif dengan stek batang atau cabang, cangkok, dan okulasi. Stek atau
cutting yaitu dengan cara memotong sebagian tanaman dan langsung ditanam ke
media tanam. Pilihlah bahan stek yang baik yaitu batang yang telah produktif
berbunga, berkayu cukup keras, berdiameter sebesar pensil, tmbuh baik dan sehat
(Rukmana, 1995). Stek diambil pada batang atau percabangan yang tidak terlalu
muda. Panjang stek dapat satu, dua, atau tiga buku. Pertumbuhan akar lebih cepat
dapat distimlasi menggunakan zat pengatur tumbuh seperti IAA atau IBA. Media
yang digunakan untuk penanaman stek harus memiliki aerasi yang baik, poros,
dengan pemupukan 5-10-5. Jarak tanam pada penanaman untuk induksi perakaran
yaitu 4x8 cm, diletakkan pada tempat dengan temperatur sekitar 28-30 C. Akar stek
akan tumbuh setelah 11-14 hari penanaman. Umur 4-5 minggu sejak tanam bibit
tesebut dapat dipindahkan pada wadah secara terpisah (Larson, 1992).
Penanaman mawar di rumah kaca harus diperhatikan sekali pengaturan
lingkungnya. Radiasi matahari dari gelombang panjang yang menembus kaca dapat
dipatahkan menjadi gelombang pendek, sehingga berakibat ruangan menjadi panas.
Perlu dibuat ventilasi udara agar terjadi sirkulasi udara yang baik sehingga suhu
lebih terkontrol. Selain itu sirkulasi udara tersebut diperlukan untuk tersedianya CO 2
yang diperlukan tanaman (sekitar 900-1000 ppm) (Larson, 1992).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Hasil praktikum menunjukkan bahwa batang Mawar yang telah diberi IAA dan
NAA konsentrasi 0 ppm, 250 ppm, 500 ppm, dan 750 ppm tidak memberikan
efek terhadap jumlah dan panjang akar stek batang tanaman mawar.
B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini yaitu sebaiknya batang yang akan digunakan
untuk menyetek dipilih yang baik, kuat, dan berasal dari tanaman yang sudah
berbunga.

DAFTAR REFERENSI

Abu-Zahra, T.R., M. K. Hasan, & H. S. Hasan. 2012. Effect of Different Auxin


Concentrations on Virginia Creeper (Parthenocissus quinquefolia) Rooting.
World Applied Sciences Journal, 16(1): pp.7-10.

Andriance, G.W. & F.R. Brison. 1955. Propagation of Horticultural Plants. Second
Edition. New York : Mc-Graw Hill Book Co.
Arimarsetiowati, R. & Ardiyani, F. 2012. Pengaruh Penambahan Auksin Terhadap
Pertunasan dan Perakaran Kopi Arabika Perbanyakan Somatik Embriogenesis.
Pelita Perkebunan, 28(2): pp. 82-90.

Bijalwan, A.D.T. Thakur. 2010. Effect of IBA and age of cuttings on rooting
behaviour of Jatropha Curcas L. in different seasons in western Himalaya,
India. African Journal of Plant Science, 4(10): pp.387-390.

Davies.P.J. 1995. Plant Hormone and Their Role in Plant Growth and Development.
Boston : Martinus Nijhoff Publisher.

Delvin, R.M. 1968. Plant Physiology. London : Peinhold Book Corporation.

Edmond, J.B., A.M. Senn. & F.A. Andrews. 1964. Fundamental of Horticulture.
New York : Mc-Graw Hill Book Co.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, & R.L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plants. USA :
The Iowa State University Press.

Hartman, H. T. & Kester, D. E. 1983. Plant Propagation, Principles and Practices


Sixth Edition. New Jersey : Prentice Hall International Edition.

Heddy, S. 1983. Hormon Tumbuhan. Jakarta : CV Rajawali.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta : CV Rajawali.

Hidayat, Y. 2010. Pertumbuhan Akar Primer, Sekunder dan Tersier Stek Batang
Bibit Surian (Toona sinensis Roem). Wana Mukti Forestry Research Journal.
10 (2): 1-8.

Jaya, S. 2001. Petunjuk Cara Perbanyakan Secara Stek. Bogor : PT. Mekar Makmur.

Junaidi, W. 2010. Pengaruh Auksin Terhadap Pemanjangan Jaringan. Jakarta : PT.


Wacana Duta.

Nurnasari E. & Djumali. 2012. Respon Tanaman Jarak Pagar (Tatropa curcas L)
Terhadap Lima Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam Naftalen Asetat
(NAA). Agrovigor, 5(1): pp. 26 – 33.

Pratiknyo, Purnomo, Sidhi. 2002. Perbanyakan Dan Budidaya Tanaman Buah-


Buahan. International Center For Research In Agroforestry dan Winrock
International.

Prawiranata, W., Harran, S. & Tjondronegoro, P. 1992. Dasar-Dasar Fisiologi


Tumbuhan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Rochiman K. & Harjadi, S.S. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor : Departemen


Agronomi Fakultas Pertanian IPB.

Rukmana, R. 1995. Mawar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Salisbury, F.B., & Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB.
Savidge, R.A. 1983. The Role Of Plant Hormones in Higher Plant Cellular Differ
Entiation. II Experiments With The Vascular Cambium, and Sclereid And
Tracheid Differentiation in The Pine. Pinus conrorta. Histochemical Journal,
15: pp.447-466.

Siregar, H.M., I Putu S., Mustaid S. 2005. Mawar Hijau (Rosa x odorata
“viridiflora”) di Kebun Raya Bali: Biologi Perbungaan dan Perbanyakannya.
Biodiversitas, 6(3): pp. 181-184.

Supriyanto, & Prakasa, E.K. 2011. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F
terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. Jurnal Silvikultur
Tropika, 3(1): pp.59-65.

Tirta, I.G. 2004. Pengaruh dan Macam Stek Batang Terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Landep (Barleria prionitis L.). Prosiding Seminar Konservasi
Tumbuhan.

Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta :


UGM Press.

Witham, F.H., & Devlin, R.M. 2002. Plant Physiology Fourth Edition. New Delhi :
CBS Publisher and Distributors.

Wudianto, R. 1999. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta : Penebar


Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai