VERTEBRATA HAMA
Disusun oleh :
Nama : Ellen Artasya
NIM : 21/474146/PN/17116
Golongan : A
A. Tujuan
Praktikum Vertebrata Hama Acara 1 yang berjudul “Pengenalan vertebrata
Hama” memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Mengamati cemiri morfologi biologi dan ekologi Tikus, Bajing, Burung, Kelelawar,
Landak, Musang, Babi hutan, Monyet Ekor Panjang, Gajah
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum acara 1 antara lain, .ppt,
video, spesimen vertebrata hama: tikus, bajing, burung.
C. Cara Kerja
D. Hasil Praktikum
1. Burung pemakan buah: Kutilang (Pycnonotus aurigaster)
Morfologi : Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya
lebih pendek. Ekor biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan,
dengan rasio 96,4 atau 1,3%, telinga lebih pendek daripada telinga tikus
rumah. Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang 34-43 mm.
Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada
rambut, sehingga berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut
berwarna putih dan sisanya putih kelabu. Tikus betina mempunyai 12 puting
susu. Warna rambut punggung coklat muda berbintik bintik putih, sedangkan
rambut bagian perut berwarna abu-abu. Tekstur rambut agak kasar. Hidung
berbentuk kerucut. Badan berbentuk silindris. Warna badan dorsal coklat
kelabu kehitaman. (Ruberte et al., 2017)
Biologi :
Siklus hidup : Masa bunting singkat (19-23 hari). Memiliki kemampuan
post partumoestrus (dapat kawin lagi setelah 1-2 hari melahirkan).
Dewasa umur 3-4 bulan sudah siap kawin. Tikus muda-tikus dewasa-
masa kehamilan (21 hari). (Singleton et al., 2010).
Reproduksi, jumlah anak : Jumlah anak tikus per induk beragam antara
6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7
ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6
adalah 6-8 ekor, dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan
seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata
4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi
normal. Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali,
sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus,
sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina
terjadi cepat, yaitu pada umur 40 hari sudah siap kawin dan dapat
bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21
hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya,
yaitu pada umur 60 hari. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan. (Singleton et
al., 2010).
Ekologi :
Habitat : padi daerah peridomestik (peridomestic species), yang mana
aktivitas ada di luar rumah di areal persawahan dengan relung hidup
terestrial, area tergenang air, dan tempat yang menyediakan makanan
bagi tikus tersebut. (Singleton et al., 2010).
Perilaku khas : tikus mampu menggali, meloncat, mengerat, berenang,
dan menyelam. Tikus sawah memiliki daya penglihatan tikus lemah
namun memiliki indra penciuman tinggi serta pendengaran yang
sensitif. Biasanya membangun rumah dalam tanah untuk menyimpan
makanannya. (Singleton et al., 2010).
Morfologi : ukuran panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, ukuran
panjang ekor 170-230 mm, ukuran panjang kaki belakang 42-47 mm, ukuran
telinga 18-22 mm, warna rambut bagian punggung yaitu coklat kehitaman
sedangkan warna rambut bagian dada dan perut berwarna abu-abu. Tikus got
memiliki ukuran mata yang kecil, hidung tumpul dan lebar, badan besar
berukuran 18-25 cm dan panjang total sekitar 31-46 cm. Kemudian ekor lebih
pendek dari kepala dan badan, bagian atas lebih tua dan warna muda pada
bagian bawahnya dengan rambut pendek serta kaku. Ukuran telinga tikus got
ini relatif kecil atau separuhnya tertutup oleh bulu dengan jarak lebih jarang
dari 20-23 mm. Sementara itu, bulu bagian punggung dari tikus got ini adalah
berwarna abu-abu kecoklatan dan pada bagian perutnya berwarna keabu-
abuan. (Ruberte et al., 2017).
Biologi :
Siklus hidup : Tikus betina akan hamil selama sekitar 21 hari sebelum
melahirkan bayi tikus buta yang sepenuhnya bergantung pada
induknya. Setelah 21 hari berikutnya, tikus-tikus itu mulai mendapatkan
kemandiriannya. Tikus membutuhkan waktu 35 hari untuk mencapai
kematangan seksual, dan pada usia enam minggu, mereka mulai
kawin. Tikus muda->tikus dewasa. (Sholichah et al., 2021).
Reproduksi, jumlah anak : Tikus got menghasilkan 7 - 8 anak
perkelahiran, dan melahirkan antara 3 - 6 per tahun. Masa kehamilan
adalah sekitar 3 minggu. Hanya membutuhkan waktu 10 -12 minggu
dari kelahiran sampai mencapai kematangan seksual. Umur
kematangan seksual pada betina adalah 3-4 bulan, sedangkan jantan
3-4 bulan.(Sholichah et al., 2021).
Ekologi :
Habitat : hanya ditemukan di pelabuhan – pelabuhan dan beberapa
kota pedalaman yang lebih besar. Umumnya tikus tersebut tinggal
dijalanan dan di selokan. Mereka sering ditemukan di luar ruangan,
terutama di gorong-gorong, saluran air, dan tempat pembuangan
sampat. Mereka juga akan naik ke bangunan dan dinding ketika
sumber makanan tidak lagi tersedia. (Singleton et al., 2010).
Perilaku khas : Mampu menggali liang, mampu memanjat, berenang
dengan baik, bereaksi terhadap objek baru, dan dapat hidup di selokan.
Tikus got dapat berkembang biak sepanjang tahun jika kondisinya
cocok. Pembawa lebih dari 45 jenis penyakit, mereka dapat mencemari
air, makanan dan lingkungan. Tikus dapat menyebabkan kehilangan
hasil tanaman secara langsung di area pertanaman, tempat
penyimpanan hasil, dan rantai produksi makanan. (Singleton et al.,
2010).
Gambar 11. Bagian ventral tikus Gambar 12. Bagian dorsal tikus pohon
Pohon Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Morfologi : tekstur rambut agak kasar, bentuk badan silindris, bentuk hidung
kerucut, telinga berukuran besar tidak berambut pada bagiandalam dan dapat
menutupi mata jika ditekuk ke depan, warna badan bagian perut dan punggung
coklat hitam kelabu, warna ekor coklat hitam, bobot tubuh berkisar antara60-
300 gram, ukuran ekor terhadap kepala, dan badan bervariasi (lebih pendek,
sama,atau panjang). Berat antara 60 – 300 gram. Panjang Kepala + Badan :
100 – 210 mm. Panjang Ekor : 120 – 250 mm (Lebih Panjang dari
kepala+badan). Panjang dari Ujung Hidung Sampai Ujung Ekor : 220 – 460
mm. Panjang Telapak Kaki Belakang : 30 – 37 mm. Lebar Telinga : 19 – 23
mm. Putting Susu : 2+3 Pasang. Lalu, mempunyai ukuran telinga yang besar,
tetapi tidak berambut pada bagian dalam dan dapat menutupi mata apabila
telinganya ditekuk ke depan. (Nasir et al., 2019).
Biologi :
Siklus hidup : Umur tikus rumah rata-rata satu tahun dan mencapai
dewasa siap kawin pada umur 2-3 bulan baik pada tikus jantan maupun
betina. Masa bunting selama 21-23 hari. Tikus membutuhkan waktu 35
hari untuk mencapai kematangan seksual, dan pada usia enam
minggu, mereka mulai kawin. Tikus muda -> tikus dewasa. (Ruberte et
al., 2017).
Reproduksi, jumlah anak : seekor tikus betina dapat melahirkan 6-12
(rata-rata 8) ekor anak tikus. Seekor tikus betina umumnya
mengandung 6-8 kali selama setahun dengan masa kehamilan yang
relatif singkat antara 21-24 hari. Salah satu sebab kenapa tikus dapat
berkembang biak dengan cepat adalah kemampuan tikus untuk
mencapai tingkat kematangan seksual dalam waktu yang cukup singkat
– tikus jantan (10-12 minggu) dan tikus betina (8-9 minggu). (Ruberte
et al., 2017).
Ekologi :
Habitat : tikus rumah biasanya hidup di permukiman manusia, rumah
dan gudang. Tikus sebenarnya tidak memilih hidup di dalam gudang
biji-bijian karena iklimnya terlalu kering dan tidak tersedia sumber air
minum. Tikus datang ke gudang untuk makan dan kembali untuk
minum, suatu hal lain. Tikus dengan cepat akan membantu dirinya
mendapatkan fasilitas hidup yang terbaik. Tikus ini terdapat di Gudang
makanan, pemukiman manusia terutama di langit – langit rumah. (Nasir
et al., 2019).
Perilaku khas : Seperti tikus pohon, tikus rumah juga memiliki
kemampuan memanjatyang baik. Tikus rumah memiliki kemampuan
indera yang sangat menunjangaktivitasnya kecuali penglihatan. Tikus
ini sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang
ulung dan menggigit benda – benda keras. (Nasir et al., 2019).
Morfologi : panjang lengan bawah 55-71 mm, tepi telinga putih, panjang ekor
6-11 mm, panjang telinga 9-16 mm, panjang betis 18-26 mm, panjang kaki
belakang 9-16 mm, berat badan 30-50 gr, memiliki dua pasang gigi seri bawah,
kelelawar umumnya berwarna coklat sampai cokelat kekuningan dengan kerah
jingga tua lebih terang pada jantan dewasa, kekuningan pada betina. Anakan
lebih abu-abu dengan kerah tidak jelas. Tulang-tulang pada telinga dan sayap
biasanya bertepi putih. Coklat kekuningan dengan bahu bewarna jingga pada
jantan dewasa, dan bewarna kekuningan pada betina. Sayap kelelawar terdiri
dari selaput tipis yang membentang antara tulang-tulang telapak dan jari
tangan atau anggota tubuh depan, sampai sepanjang sisi samping tubuh dan
kaki belakang. (Safitri et al., 2020).
Biologi :
Siklus hidup : kelelawar memiliki metamorfosis tidak sempurna.
Daur hidup kelelawar: Embrio-kelelawar kecil-kelawar dewasa. (Safitri
et al., 2020).
Reproduksi, jumlah anak : Masa Kehamilan kelelawar 3,5-4 bulan,
menyusui 6-8 minggu. Reproduksi kelelawar diatur sedemikian rupa
sehingga masa laktasi sesuai dengan puncak musim hujan, yang
merupakan musim berbuah. Selain itu, bisa hidup selama 5 tahun di
alam liar. Kelelawar berkembang biak dengan cara melahirkan atau
beranak (vivipar). Umumnya, kelelawar hanya mempunyai satu bayi
per tahun. Beberapa mungkin memiliki dua hingga empat bayi per
tahun. (King, 2012).
Ekologi :
Habitat : Kelelawar hidup pada beberapa tipe habitat seperti goa, hutan
alami, hutan buatan, dan perkebunan. Kelelawar mempunyai banyak
alternatif dalam memilih tempat bertengger. Kebanyakan jenis
kelelawar dari pemakan buah umumnya memilih tempat bertengger
untuk tidur pada pohon-pohon yang tergolong besar, sebaliknya
beberapa jenis kelelawar yang umumnya pemakan serangga lebih
banyak memilih tempat berlindung pada lubang-lubang batang pohon,
celah bambu, maupun goa. (Safitri et al., 2020).
Perilaku khas : hidup di malam hari (nocturnal), bisa terbang, punya
kemampuan ekolokasi, dan tidur menggantung. (Safitri et al., 2020).
Gambar 23. Bagian kepala landak Gambar 24. Bagian kaki dan kuku
Sumber: dokumentasi pribadi landak
Sumber: dokumentasi pribadi
Acad, W. 2022. Rattus tiomanicus (Miller, 1900). GBIF Backbone Taxonomy. London.
Firmanto, R. 2020. Gajah Sumatera : Ulasan Lengkap Klasifikasi, Morfologi, Penyebaran,
Habitat dan Prilakunya. Jurnal Biofisika. https://jurnal.diary.co.id/gajah-sumatera/.
Diakses pada 20 Maret 2023.
Kamal, S., Agustina, E., dan Rahmi, Z. 2018. Spesies Burung pada Beberapa Tipe Habitat di
Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik. 4(1): 15-32.
King, C. M. 2012. The Natural History of Weasels and Stoats. Oxford University Press.
English.
Kurihara, A., Arai, S., Shimada, S., and Masuda, M. 2018. The conspecificity of Galaxaura
apiculate and G. hystrix (Nemaliales, Rhodophyta) inferred from comparative
morphology and rbcL and ITS1 sequences. Journal of Phycolologycal. 40: 39 – 52.
Minusinski, G., Roberge, J. M., and Fuller, R. J. 2018. Ecology and Conservation of Forest
Birds. Cambridge University Press.
Nasir, M., Hastuti, L., dan Rasnovi, S. 2019. Distribusi Jenis Mamalia Kecil Famili Muridae
pada Tiga Tipe Habitat di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar.
Prosiding Seminar Nasional Biotik. 8(6): 239-245.
Prawira, A. Y., Hanandhita, D., Rahma, A., Supratikno, Novelina, S., and Agungpriyono, S.
2020. Characteristic of Skin Morphology of Sunda Porcupine (Hystrix javanica) with
Special Reference to The Connective Tissue. Jurnal Kedokteran Hewan. 12(1):23-
28.
Priyambodo, U. 2021. Tiga Jenis Babi Unik di Indonesia: Babi Berjanggut hingga 'Bercula'.
National Geographic. https://nationalgeographic.grid.id/read/132656688/tiga-jenis-
babi-unik-di-indonesia-babi-berjanggut-hingga-bercula?page=all. Diakses pada 20
Maret 2023.
Ruberte, J., Carretero, A., and Navarro, M. 2017. Morphological Mouse Phenotyping.
Academic Press. United States.
Safitri, Z., Prayogo, H., dan Erianto. 2020. Keanekaragaman Jenis Kelelawar (Chiroptera) di
Kawasan Universitas Tanjungpura Kota Pontianak. Jurnal Hutan Lestari. 8 (2) : 429
– 440.
Sholichah, Z., Ikawati, B., Marbawati, D., Khoeri, M. M., dan Ningsih, D. P. 2021. Peran Tikus
Got (Rattus norvegicus) dari Kelompok Tikus dan Suncus sebagai Penular Utama
Leptospirosis di Semarang. Jurnal Vektor Penyakit. 15(1): 53-62.
Singleton, G. R., Belmain, S. R., Brown, P. R., and Hardy, B. 2010. Rodent Outbreaks:
Ecology and Impacts. IRRI.
Tamura, N., Hayashi, F., Miyashita, K. 2021. Dominance hierarchy and mating behavior of
Formosan squirrel Callosciurus erythraeus thaiwanensis. Journal of Mammalogy.
60(2): 320-331.
Whitten, T., Henderson, G. S., and Mustafa, M. 2018. Ecology of Sulawesi. Tuttle Publishing.
Yogyakarta.