Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ZOOLOGI VERTEBRATA

(Burung Rangkong : Bucerotidae)

Oleh:
Haswania
1514141010
Biologi Sains

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang


dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Rangkong merupakan kelompok
burung yang mudah dikenali. Secara umum ciri yang dimiliki burung rangkong
adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan panjang total antara 381 sampai 1600
mm. Memiliki paruh yang sangat besar dan kokoh tetapi ringan yang dinamakan
hornbilll, berwarna merah atau kuning, melengkung dan beberapa menyerupai cula.
Bulu berwarna coklat, hitam, putih, atau hitam dan putih. Kulit dan bulu disekitar
tenggorokan berwarna terang, sayap kuat, ekor panjang, kaki pendek, jari-jari kaki
besar dan sindaktil (MacKinnon, Philipps dan Balen, 2010).

Indonesia memiliki 13 spesies burung rangkong dari 45 spesies burung


rangkong yang ada di dunia. Spesies tersebut tersebar di lima pulau besar, yaitu di
Sumatera 9 spesies, Jawa 3 spesies, Kalimantan 8 spesies, Sulawesi 2 spesies, dan
Irian Jaya 1 spesies (Sukmantoro, Irham, Novarino, Hasudungan, Kemp dan
Muchtar, 2007). Wilayah penyebaran global satwa ini adalah Asia Tenggara,
termasuk Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatera, Borneo, dan Jawa. Salah satu
kawasan yang yang teridentifikasi sebagai daerah penyebaran burung rangkong di
Sumatera adalah di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
(Tahura WAR). Tahura WAR merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan
terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi,
menjaga keseimbangan iklim mikro, penghasil udara bersih, menjaga siklus
makanan dan pusat pengawetan keanekaragaman hayati (UPTD Tahura WAR,
2009).

Hutan alami pada Gunung Betung menjadi habitat penting bagi keberadaan
burung rangkong di Tahura WAR, akan tetapi dengan meningkatnya pembukaan
hutan menjadi perkebunan dan pertanian, mengakibatkan semakin berkurangnya
habitat bagi satwa terutama burung rangkong. BKSDA Lampung (2014)
menyatakan ancaman dan gangguan pada habitat burung rangkong berupa adanya
perluasan tanaman perkebunan seperti kopi, coklat, dan pisang, serta perburuan liar.
Kebun dan tanaman pertanian di dalam kawasan Tahura merupakan areal kawasan
yang di rambah oleh masyarakat dan dijadikan lahan usaha pertanian, tanaman
semusim dan pemeliharaan tanaman komoditas perkebunan seperti kopi, cokelat
dan tanaman buah-buahan (UPTD Tahura WAR, 2009).
Penelitian tentang keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura
WAR masih sedikit dilakukan sehingga informasi terbaru tentang keberadaan
burung rangkong di lokasi tersebut masih terbatas. Penelitian ini dimaksudkan
untuk memberikan informasi terbaru tentang keberadaan burung rangkong dan
habitatnya di Gunung Betung Tahura WAR.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keberadaan burung rangkong ?

2. Bagaimana ketersediaan pohon pakan dan potensi pohon sarang bagi burung
rangkong ?

3. Bagaimana ancaman terhadap burung rangkong dan habitatnya ?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui keberadaan burung rangkong.

2. Mengetahui ketersediaan pohon pakan dan potensi pohon sarang bagi burung
rangkong.

3. Mengetahui ancaman terhadap burung rangkong dan habitatnya.


C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang keberadaan burung rangkong di Tahura WAR
sebagai refrensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai data dan informasi bagi UPTD Tahura WAR serta pihak terkait lainnya
dalam upaya pelestarian burung rangkong.

BAB II
TINJAUAN PISTAKA

1. Klasifikasi Ilmiah:

Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Aves
Ordo: Bucerotiformes
Family: Bucerotidae

2. Morfologi Umum

Burung enggang, julang, burung tahun atau kangkareng merupakan sebutan


lain dari burung rangkong (Hornbill) yang kita kenal di Indonesia. Burung
rangkong merupakan kelompok burung yang mudah dikenali karena memiliki ciri
khas berupa paruh yang besar dengan struktur tambahan di bagian atasnya yang
disebut balung (casque). Di Indonesia, ukuran tubuh rangkong berkisar antar 40 cm
sampai 150 cm, dengan rangkong terberat mencapai 3.6 Kilogram. Umumnya
warna bulu di dominasi oleh warna hitam untuk bagian badan dan putih bagian
ekor, sedangkan warna bagian leher dan kepala cukup bervariasi. Ciri khas burung
rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara “calling”, contohnya
untuk Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) mempunyai suara “calling” seperti orang
tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar dari jarak 3 Km. Karakter unik di atas
dapat dipergunakan sebagai identifikasi di lapangan untuk setiap jenis burung
rangkong.

3. Persebaran dan Habitat

Di seluruh dunia terdapat 54 jenis burung rangkong. Burung rangkong


mempunyai sebaran mulai dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia Tenggara,
New Guinea dan Kepulauan Solomon Sebagian besar hidup di hutan hujan tropis
dan hanya beberapa jenis saja yang hidup di daerah kering seperti di Afrika.
Indonesia merupakan rumah bagi 13 jenis burung rangkong yang tersebar di hutan
hujan tropis, tiga diantaranya bersifat endemik. Mayoritas, rangkong banyak
ditemukan di daerah hutan dataran rendah hutan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Di
daerah pegunungan (> 1000 m dpl) rangkong sudah mulai jarang ditemukan. Pulau
Sumatera menempati jumlah terbanyak dengan 9 jenis, di susul dengan Kalimantan
dengan 8 jenis. Dengan banyaknya jenis burung rangkong di Indonesia menjadikan
daerah penting untuk konservasi burung rangkong di dunia.

4.Perilaku Makan

Burung rangkong yang hidup di hutan hujan tropis umumnya bersifat


frugivorous. Buah beringin (Ficus spp) yang berbuah sepanjang tahun di hutan
tropis Indonesia merupakan makanan yang sangat penting bagi burung rangkong
(Kemp 1995, Hadiprakarsa, 2001). Selain buah beringin, jenis buah-buahan lainnya
juga di konsumsi oleh burung rangkong seperti buah pala hutan (Myristicaceae)
yang kaya akan protein dan lipid, kenari-kenarian (Burseraceae). Selain makanan
berupa buah-buahan, burung rangkong juga memakan invertebrata dan vertebrata
kecil. Selain untuk memenuhi kebutuhannya seperti saat perkembangbiakan,
makanan berupa invertebrata dan vertebatra kecil juga di konsumsi sebagai
makanan pengganti di saat ketersediaan buah mulai menipis. Di dukung oleh postur
tubuh yang memungkinkan burung rangkong terbang cukup jauh (200-1200
m/jam,) dan kapasitas perut yang cukup besar, burung rangkong dapat
memencarkan biji hampir di seluruh bagian hutan tropis sehingga dapat menjaga
dinamika hutan.

5. Reproduksi

Sebagian besar burung rangkong Indonesia hidup secara berpasangan


(monogamous), hanya 3 jenis yang hidup secara berkelompok. Selama masa
perkembangbiakan semua jenis burung rangkong yang hidup di hutan tropis
bersarang di pohon berlubang yang terbentuk secara alami. Berdasarkan hasil
penelitian pohon berlubang yang tersedia di alam mempunyai diameter pohon lebih
besar dari 45 cm. Pada saat bersarang rangkong betina akan masuk kedalam lubang
yang kemudian ditutup oleh lumpur dan kotorannya—hanya menyisakan sedikit
celah untuk mengambil makanan dari rangkong jantan atau anggota kelompoknya
dengan menggunakan paruh. Setiap jenis burung rangkong mempunyai daur
perkembangbiakan yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan makanan,
musim hujan dan pohon berlubang di dalam habitatnya. (Kemp, 1995). Setelah
bersarang, selama 4-6 hari rangkong betina akan mengeluarkan telur yang
berjumlah antara dua (untuk rangkong berukuran besar) sampai delapan butir telur
(untuk rangkong berukuran kecil). Setelah telur menetas rangkong betina akan
mengerami telurnya (inkubasi) mulai dari 23 sampai 42 hari tergantung dari
jenisnya.

7. Keanekaragaman Burung Rangkong (Enggang) Indonesia

Keanekaragaman burung Rangkong atau Enggang di Indonesia sangat


tinggi di bandingkan negara lain. Indonesia merupakan negara yang paling banyak
memiliki jenis burung Rangkong. Dari 57 spesies burung Rangkong yang terdapat
di seluruh dunia, 14 diantaranya terdapat di Indonesia. Keanekaragaman burung
Rangkong itu makin terasa lantaran tiga jenis diantaranya merupakan endemik
Indonesia yang tidak terdapat di negara lain.
Burung Rangkong dikenal juga sebagai Julang, Enggang, dan Kangkareng
atau bahasa Inggris disebut Horbbill merupakan nama burung yang tergabung
dalam suku Bucerotidae. Burung Rangkong atau Enggang mempunyai ciri khas
pada paruhnya yang mempunyai bentuk menyerupai tanduk sapi. Nama ilmiahnya,
“Bucerotidae” mempunyai arti “tanduk sapi” dalam bahasa Yunani.
Kenekaragaman Rangkong Di Indonesia. Burung Rangkong atau Enggang
(Hornbill) terdiri atas 57 spesies yang tersebar di Asia dan Arika. 14 jenis
diantaranya terdapat di Indonesia. Bahkan 3 diantaranya merupakan Rangkong
endemik Indonesia.
Ketiga Rangkong atau Enggang endemik Indonesia adalah: Rangkong
Sulawesi atau Julang Sulawesi Ekor Hitam (Rhyticeros Cassidix); Rangkong ini
merupakan satwa endemik pulau Sulawesi dan sekaligus menjadi fauna identitas
Sulawesi Selatan). Satwa yang nama ilmiahnya bersinonim dengan Aceros cassidix
ini oleh masyarakat setempat disebut juga sebagai Rangkong Buton, Burung Taonn,
Burung Alo. Julang Sulawesi Ekor Putih atau Kangkareng Sulawesi (Penelopides
exarhatus); Julang Sulawesi Ekor Putih merupakan endemik pulau Sulawesi Julang
Sumba (Rhyticeros averitti). Julang Sumba merupakan satwa endemik Sumba,
Nusa Tenggara Barat. Selain disebut Julang Sumba burung ini juga disebut
Goanggali, Nggokgokka, atau Rangkong Sumba.
Selain ketiga Rangkong endemik yang terdapat di Sulawesi dan Sumba
tersebut masih terdapat jenis-jenis Rangkong lainnya yang tersebar di Papua,
Kalimantan, dan Sumatera. Jenis-jenis itu diantaranya:
rangkong Kangkareng Perut-putih atau Burung Kelingking (Anthracoceros
albirostris) Kangkareng Hitam atau Enggang Gatal Birah atau Burung Kekek
(Anthracoceros malayanus) Enggang Cula atau Rangkong Badak atau Burung
Tahun-tahun (Buceros rhinoceros) Enggang Papan atau Rangkong Papan (Buceros
bicornis) Enggang Gading atau Rangkong Gading atau Enggang Terbang Mentua
(Rhinoplax vigil) Enggang Klihingan atau Enggang Konde atau Julang Jambul
Abu-abu atau Burung Arau atau Burung Belukar (Anorrhinus galeritus) Enggang
Jambul atau Enggang Jambul Putih (Berenicornis comatus)
Julang Jambul Hitam atau Enggang Berkedut (Aceros corrugatus) Julang Emas atau
Julang Mas atau Enggang Musim atau Enggang Gunung (Rhyticeros undulatus)
Rangkong Dompet (Rhyticeros subruficollis) Rangkong Dompet (Rhyticeros
plicatus)
Enggang Gading atau Enggang Terbang Mentua (Rhinoplax vigil)
merupakan satwa yang dijadikan maskot (fauna identitas) Kalimantan Barat.
Sedangkan Rangkong Papan (Buceros bicornis) merupakan jenis Rangkong yang
paling besar yang memiliki panjang tubuh mencapai 160 cm.
Mengenal Burung Rangkong. Secara umum burung Rangkong atau Enggang
mempunyai ciri khas berupa paruh yang sangat besar menyerupai tanduk. Di
Indonesia, ukuran tubuh Rangkong sekitar 40 – 150 cm, dengan rangkong terberat
mencapai 3.6 Kilogram. Umumnya warna bulu Rangkong didominasi oleh warna
hitam (bagian badan) dan putih pada bagian ekor. Sedangkan warna bagian leher
dan kepala cukup bervariasi.
Ciri khas burung rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan
suara “calling”, seperti yang dipunyai Rangkong Gading (Buceros vigil) dengan
“calling” seperti orang tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar hingga radius 3
Km.
Burung Rangkong tersebar mulai dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia
Tenggara, New Guinea dan Kepulauan Solomon Sebagian besar hidup di hutan
hujan tropis. Rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran rendah dan
perbukitan (0 – 1000 m dpl). Makanan Rangkong terutama buah-buahan dan
sesekali binatang2 kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis
serangga.
Keanekaragaman burung Rangkong atau Enggang di Indonesia ini
merupakan sebuah kebanggaan. Sayangnya makin hari populasi Rangkong di
Indonesia makin menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kawasan (habitat)
sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan dan tempat bersarang, dan
perburuan Rangkong.
8. Perkembangbiakan
Musim bersarang rangkong Sulawesi dimulai pada awal Juli dan berakhir
pada pertengahan Januari. Masa bersarang dari 2 pasang rangkong yang diamati
mulai dari penutupan sarang sampai keluar sarang adalah 133 hari. Burung betina
memilih bersarang di lubang-lubang kayu. Pohon sarang mempunyai ketinggian
berkisar 10-42 m. Selama musim mengeram, betina terkungkung dalam lubang
kayu dan sama sekali tak pernah keluar hingga telurnya menetas. Persiapan
mengeram cukup unik. Setelah telur siap dierami, betina berusaha menutup lubang
sarang dengan menutup lubang sarang dengan menggunakan kotoran, lumpur,
ranting, dan serbuk kayu yang dioleskannya dengan paruh pada lubang sarang;
mirip dengan tukang memplester tembok. Sedikit demi sedikit lubang sarang
tertutup; akhirnya yang disisakan tinggal lubang kecil berukuran sekitar 5 - 7,5 cm.
Kegiatan menutup lubang sarang dimulai ketika betina sudah 2 – 3 hari berada di
sarang. Selama masa mengeram betina terkungkung dalam lubang. Suplai makanan
diberikan oleh sang suami, si jantan, yang dengan setia melakukannya selama
betina mengeram. Jumlah telur biasanya 2 butir, meskipun demikian biasanya
hanya satu ekor anak yang akhirnya hidup. Jika telur telah menetas dan anak burung
agak besar, dinding penutup lubang dirusakkan oleh induk dengan cara
mematuknya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Rangkong merupakan kelompok
burung yang mudah dikenali. Secara umum ciri yang dimiliki burung rangkong
adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan panjang total antara 381 sampai 1600
mm. Memiliki paruh yang sangat besar dan kokoh tetapi ringan yang dinamakan
hornbilll, berwarna merah atau kuning, melengkung dan beberapa menyerupai cula.
Bulu berwarna coklat, hitam, putih, atau hitam dan putih. Kulit dan bulu disekitar
tenggorokan berwarna terang, sayap kuat, ekor panjang, kaki pendek, jari-jari kaki
besar dan sindaktil
B. Saran
Adapun saran untuk makalah ini adalah sebaiknya pembaca mencari
informasi yang kurang lengkap pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Agus F, Subiksa IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF)

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Bogor : Yayasan Penerbit


Fakultas Kehutanan IPB.

Birdlife International. 2001. About spesies. http://www.birdlife.org/datazone/


speciesfactsheet.php?id=965 [10 Mei 2011].

Chong MHN. 1993. The Distribution, Status and Conservation of Hornbill and their
Habitats in Peninsular Malaysia. Di dalam : Poonswad P & Kemp AC, Editor.
Manual to the Conservation of Asian Hornbills. Bangkok: Faculty of Science
Mahidol Univ. Hlm 342-371.

DEPHUT (Departemen Kehutanan). 2002. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi


Riau. Jakarta: Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan Badan Planologi
Kehutanan Dephut.

Anda mungkin juga menyukai