Anda di halaman 1dari 8

CUCULIFORMES

MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biosistematika Hewan
yang diampu oleh:
Prof. Dr. Fransisca Sudargo, M.Pd..,
Dr. Hernawati, M.Si., dan
Prof. Dr. Yayan Sanjaya, M.Si.

Disusun oleh:
Kelas Pendidikan Biologi B 2018
Muhamad Nugrah Akbar 1805218

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019
Ordo Cuculiformes

Cuculiformes atau kelompok burung kukuk merupakan kelompok burung


yang memiliki ciri-ciri terdapat dua buah jari kaki yang mengarah kedepan dan
dua lainnya mengarah kebelakang namun jari bagian luar dapat dibalikan kearah
depan;kakinya tidak cocok untuk mencengkram;ekor berukuran sedang hingga
panjang dengan ujung membulat;ukuran paruh sedang;memiliki karakteristik rata-
rata bersifat parasit dimana burung betinanya menyimpan telurnya pada sarang
burung lain karena ketidak-mampuannya dalam merawat anak-anaknya
(Morony,1975) .

Ordo ini memiliki tiga famili yaitu Musophagidae, Cuculidae, dan


Opisthocomidae, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, Musophagidae
dan Opisthocomidae memisahkan diri dari ordo ini yang akhirnya ordo ini hanya
memiliki satu famili yaitu Cuculidae, terdiri dari 38 genus seperti
Phaenicophaeus, Cuculus , Crotophaga , Centropus , dan Tapera, dll , yang
terdiri 129 spesies. Berikut merupakan contoh spesies dari ordo Cuculiformes :

1. Phaenicophaeus calyorhynchus
Burung ini termasuk burung endemik Sulawesi bagian utara dengan
nama lokal Kadalan Sulawesi atau Burung Bantik, burung ini termasuk
insectivora atau pemakan serangga, Panjang tubuh kisaran 51-53 cm.
Paruh tebal dan kokoh.(Coates, 2000).
Ciri khusus spesies ini adalah warna kuning cerah pada paruh
atasnya dan hitam pada paruh bawahnya dengan bulu pada bagian wajah
berwarna merah yang terlihat seperti memakai topeng.

Paruh atas
berwarna kuning
Gambar 1. Phaenicophaeus calyorhynchus

(Rahman, 2012)

Burung ini juga kadang disebut burung monyet karena sering terlihat
berdampingan dengan rombongan monyet, dengan berdampingan dengan
monyet, burung ini memanfaatkan keberadaan monyet untuk memangsa
serangga yang tersingkir selagi rombongan monyet lewat. (Tabba, 2011).

Burung ini jumlahnya melimpah di Sulasewi, namun di wilayah lain


jarang sekali ditemui burung jenis ini karena kemampuan terbangnya yang
tidak terlalu tinggi dan hanya menyusuri hutan tropis daerah Sulawesi
meskipun seringkali menghampiri pemukiman dan pertanian warga lokal
(Wyllie, 1981).

2. Cuculus crassirostris
Cuculus crassirostris atau nama lokalnya Kangkok Sulawesi
merupakan salah satu jenis kangkok endemik Sulawesi yang habitatnya
berada di hutan dataran tinggi, burung ini memiliki panjang tubuh sekitar
49-52 cm (Payne, 1973) .
Ciri khas spesies ini adalah bulu pada bagian atas tubuh atau
punggung berwarna gelap sedangkan bulu pada bagian dada hingga ekor
memiliki warna putih pada pangkal bulunya dan hitam pada ujung
bulunya, kadang ujung bulunya yang berwarna hitam akan tersusun rapi
sehingga akan terlihat seperti garis. (Payne , 1973).

Bulu dengan
pangkal putih
dan ujung hitam

Gambar 2. Cuculus crassirostris


(Bashari, 2019)
Burung ini karena termasuk endemik dari Sulawesi, sangat jarang
terlihat di daerah Indonesia lain selain di Sulawesi, jumlahnya masih
melimpah dikarenakan burung ini dapat mengalami musim kawin
sebanyak tiga kali dalam setahun. Burung ini pula sering dikelirukan
sebagai salah satu rajawali karena daerah tempat tinggalnya yang berada di
hutan-hutan dataran tinggi. (Coates, 2000).

3. Centropus nigrorufus

Centropus nigrorufus atau nama lokalnya Bubut Jawa adalah salah


satu spesies dari ordo Cuculiformes yang daerah endemiknya yaitu di
Pulau Jawa, burung ini tinggal pada hutan rawa khususnya hutan
mangrove, burung ini memiliki rata-rata panjang 44-46 cm, (Eaton,
2016).

Ciri Khusus burung ini adalah bulu badannya yang berwarna hitam
keunguan yang mencolok namun pada bulu sayapnya berwarna merah api
yang bergradasi.

Bulu sayap
yang
berwarna
merah api

Gambar 3. Centropus nigrorufus


(Kristanto, 2013)

Burung ini salah satu jenis burung endemik yang terancam yang
diakibatkan oleh habitatnya yaitu hutan mangrove yang semakin
berkurang karena dijadikan pemukiman atau tempat wisata menurut Daftar
Merah IUNC sejak 1994. Karena hal ini, pemerintah Indonesia kemudian
membangun suaka margasatwa Muara Angke sebagai tempat konservasi
dari burung ini.

4. Crotophaga ani

Crotophaga ani adalah burung kukuk hitam yang berasal atau


habitat endemiknya berada di Kepulauan Galapagos, Florida selatan,
Bahama, Karibia, Amerika Tengah, Ekuador, Brazil, dan Argentina Utara,
burung ini berukuran sedang, dengan Panjangnya 30–36 cm dan berat 71–
133 g (Cooke, 2019)

Ciri khusus burung ini adalah bulunya yang hitam gelap namun
agak sedikit abu-abu pada bagian dada, paruh atas besar dengan tekstur
paruh halus.

Bulu bagian
dada sedikit
abu-abu

Gambar 4. Crotophaga ani

(Foncesa, 2006)

Burung ini sering dikelirukan dengan gagak karena warna bulunya


yang hitam legam, namun para petani mulai bisa membedakan burung ini
karena makanannya rayap dan serangga lainnya bukan hasil tani mereka,
mereka pun kadang-kadang dapat menghilangkan kutu dan parasit lainnya
dari hewan ternak .
5. Tapera naevia

Tapera naevia adalah satu-satunya spesies dari genus Tapera yang


berasal dari Meksiko dan Trinidad Selatan ke Bolivia dan Argentina.
Spesies ini panjangnya sekitar 27 cm dan beratnya 40 g. Burung ini
mengonsumsi serangga besar yang rata-rata diambil dari tanah, burung ini
termasuk spesies yang soliter dan juga pemalu. (Ffrench, 1991)

Ciri khusus burung ini yaitu pada bulunya yang berwarna abu-abu
kehijauan bergaris hitam dengan bagian pangkal bulu bagian dada
berwarna agak putih, ekornya panjang, dan memiliki bulu di bagian kepala
yang berdiri terlihat seperti jambul.

Bulu putih
yang bergaris
hitam pada
bagian dada

Gambar 5. Tapera naevia

(Danzenbaker, 2005)

Burung ini karena sifatnya yang soliter dan pemalu membuatnya


tidak dapat mengasuh telur anaknya sendiri sehingga setelah kawin,
burung jantan akan pergi dan burung betina harus mencari sarang burung
lain untuk meletakan telurnya, biasanya satu atau dua telur akan diletakan
pada sarang burung lain, setelah menetas, induk burung tidak akan
menyadari kehadiran anak burung ini, setelah bisa terbang bebas, anak
burung akan langsung terbang meninggalkan induk burung yang sudah
merawatnya.
Daftar Pustaka
Coates, Brian dan Bishop, K (2000). Panduan Lapangan Burung-Burung di
Kawasan Wallacea. Brisbane, Australia: BirdLife International-Indonesia
Programme & Dove Publications
Cooke, Sophia C.; Haskell, Lucy E.; van Rees, Charles B.; Fessl, Birgit . [Jurnal]
A review of the introduced smooth-billed ani Crotophaga ani in
Galápagos. Biological Conservation
Eaton , J, A., Balen , B, Brickle, N, W., Rheindt, F, E. Birds of the Indonesian
Archipelago . Florida : Lynx
Ffrench, Richard. 1991. A Guide to the Birds of Trinidad and Tobago (2nd
ed.).New York : Comstock Publishing
Morony, J. J., JR., W. J. Bock, dan J. Farrand, JR.1975. Reference list of the birds
of the world., New York : American Museum of Natural History
Payne, R. B. 1973. Individual laying histories and the clutch size and numbers of
eggs of parasitic cuckoos. Condor
Tabba, S, Diah, A dan Shabri, S 2011. Asosiasi Burung Kadalan
(Phaenicophaeus calyorhynchus) dengan Monyet Primata Sulawesi .
Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Wyllie. I. 1981. The Cuckoo. , New York : Universe Books.
Daftar Gambar
Gambar 1. Phaenicophaeus calyorhynchus . Rahman.A 2012

Gambar 2. Cuculus crassirostris , Bashari. A . 2019

Gambar 3. Centropus nigrorufus, Kristanti.A . 2013

Gambar 4. Crotophaga ani , Fonseca.R . 2006

Gambar 5. Tapera naevia , Danzenbaker.M . 2005

Anda mungkin juga menyukai