Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI
KELAS AVES

OLEH
KELOMPOK I/C
1. JELITA PUTRI ADISTI (1810421009)
2. DIKA PUTRI SEHATI (1810421003)
3. LILY RAHMAWATI (1810421006)
4. DIMAS SURYA PRATAMA (1810421012)
5. WAHYU YULIS GITASYA (1810421015)

ASISTEN PJ KELOMPOK: 1. ASHRIFURRAHMAN


2. ZUYANNA

LABORATORIUM PENDIDIKAN IV
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara yang berada diwilayah tropis memiliki keanekaragaman
fauna yang tinggi, salah satu jenis faunanya adalah aves. Aves adalah anggota
kelompok vertebrata yang memiliki bulu dan sayap. Sekitar 8700 spesies yang hidup
tersebar di seluruh dunia dari Arktik (Kutub Utara) hingga Antartika (Kutub Selatan),
baik di lautan maupun di daratan, bahkan di kepulauan yang paling terpencil
sekalipun banyak yang memiliki avifauna sendiri (Sukiya, 2001).
Aves telah berkembang sedemikian rupa sehingga terspesialisasi untuk terbang
jauh, kecuali pada beberapa jenis yang primitif. Tulang belulangnya menjadi semakin
ringan karena adanya rongga-rongga udara di dalamnya, namun tetap kuat menopang
tubuh. Tulang dadanya tumbuh membesar dan memipih, sebagai tempat perlekatan
otot-otot terbang yang kuat. Gigi-giginya menghilang, digantikan oleh paruh ringan
dari zat tanduk (Campbell dll, 2012).
Aves merupakan salah satu hewan vertebrata yang memiliki tingkat
biodiversitas yang tinggi setelah ikan dan ditemukan pada hampir di seluruh
permukaan bumi. Dimanapun kita berada, burung merupakan jenis hewan yang
paling mudah untuk ditemui, didengar dan diamati prilakunya. Dari ujung daerah
kutub es, daratan tertinggi di Himalaya, dilautan yang jauh dari pantai, dihutan yang
lebat, daerah gurun yang tandus dan gersang, bahkan sampai didaerah perkotaan yang
ramai dan padat. Hanya dibagian tengah dari benua Antartika saja burung tidak
ditemukan (Peterson, 2001).
Burung atau Aves merupakan satu kelompok hewan sub filum Vertebrata
yang banyak dikenal, diperkirakan ada sekitar 8.600 jenis burung yang tersebar di
dunia. Burung adalah salah satu contoh terbaik jenis hewan yang paling berhasil
beradaptasi. Burung dijumpai di seluruh dunia, mulai dari kutub yang beku dan
dingin hingga gurun terpanas. Mereka hidup di udara, darat dan air. Jenisnya sangat
beranekaragam dan masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Untuk
hidup burung memerlukan syarat-syarat tertentu, antara lain kondisi habitat yang
cocok dan aman dari segala macam gangguan (Wisnubudi, 2009).
Classis Aves dibagi menjadi lima ordo yaitu Passeriformes, Ciconiiformes,
Accipitriformes, Charadriiformes, dan Galliformes. Ordo Passeriformes merupakan
ordo burung yang bervariasi jenisnya. Dilihat dari segi ukurannya ada yang berukuran
kecil (10-15 cm), sedang (16-20 cm) sampai besar (21-30 cm). Dilihat dari segi
makanannya, ada yang memakan biji-bijian dan memakan buah. Burung yang
memakan biji-bijian dan memakan buah memiliki bentuk paruh pendek, tebal dan
runcing. Contoh spesiesnya yaitu Corvus enca atau gagak hutan. Nama Umumnya
Slender-billed Crow. Berukuran tubuh besar. Tubuh secara keseluruhan berwarna
hitam. Kepakan sayap pendek. Paruh dan kaki hitam (Syamsi, 2017).
Menurut Djuhanda (2001), tidak ada adaptasi gerakan lain yang menghendaki
sebegitu banyak pengkhususan struktur Aves selain daripada terbang dan semua
burung terbang atau keturunan penerbang. Yang menarik perhatian yaitu
perbedaannya dengan Reptil bahwa burung itu kelas yang paling homogen dan dapat
dikenal dari semua kelas-kelas Tetrapoda. Oleh karena itu, pengenalan Aves melalui
ciri-ciri morfologinya sangat diperlukan untuk membedakannya dari kelas-kelas
vertebrata yang lain, sekaligus dapat diketahui hubungan kekerabatan dengan kelas
lain di vertebrata.
Adapun latar belakang diadakannya praktikum mengenai kelas aves ini yaitu
kurangnya pengetahuan tentang identifikasi, morfologi, dan kunci determinasi dari
kelas aves tersebut, baik Oleh karena itu, dengan praktikum ini diharapkan praktikan
dapat mengetahui karakteristik dari kelas aves dan beberapa spesies dari kelas
tersebut.
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui morfologi dari hewan
kelas aves dan dapat mengetahui ukuran serta jumlah bagian bagian tubuh dari kelas
aves tersebut. Praktikum ini juga bertujuan agar kita dapat mengetahui cara
identifikasi dan membuat klasifikasi dari objek praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Aves adalah vertebrata dengan ciri utamanya yakni memiliki tubuh yang ditutupi oleh
bulu yang berasal dari epidermis dan memiliki paruh yang sesuai dengan makananya
serta memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kehidupan secara sempurna.
Walaupun semua Aves memiliki bulu, akan tetapi pada jenis tertentu seperti burung
unta, burung emu atau kiwi tidak dapat terbang. Bahkan ada jenis Aves tertentu yang
tidak memiliki sayap. Sayap pada Aves merupakan modifikasi anggota gerak anterior
yang berasal dari elemen-elemen tubuh dan distal. Kaki pada Aves digunakan untuk
berjalan, bertengger atau berenang (dengan selaput interdigital). Karakteristik
tengkorak meliputi tulang-tulang tengkorak yang berfusi kuat, paruh berzat tanduk.
Aves tidak bergigi. Bermata besar dan memiliki kondil oksipetal tunggal. Aves
adalah hewan berdarah panas (Homoioterm) seperti Mamalia. Sebagian mereka hidup
menetap dan ada juga yang hidup berpindah tempat (migrasi) (Suwignyo, 2005).
Aves terbagi ke dalam dua sub kelas yaitu Archeonites dan Neornithes yang
terdiri dari 32 ordo dan 174 family. Terdapat sekitar 1531 jenis burung di Indonesia
dengan 381 jenis diantaranya adalah jenis endemik. Di dunia, Indonesia merupakan
urutan ke-4 dalam hal keanekaragaman burung setelah Columbia dan Peru. Sumatera
merupakan suatu pulau yang sangat kaya dengan jenis burung setelah Irian Jaya
dimana terdapat 580 jenis burung dengan 464 jenis diantaraya adalah burung penetap
dan 14 jenis burung endemik. Dari jenis-jenis burung di Sumatera tersebut, 138 jenis
diantaranya ditemukan dikawasan Sunda, 169 jenis burung hanya dapat dijumpai di
pulau Jawa dan Sumatera (Anwar, 2002).
Anggota kelas aves memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungannya, sehingga hewan ini mampu bertahan dan berkembang biak pada suatu
tempat. Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk
penerbangan yang efisien. Yang paling utama di antara semuanya adalah sayap.
Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung untuk terbang jauh mencari
makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai
adaptasi yang membantu hewan ini lolos dari pemangsanya. Adanya burung-burung
yang tidak memiliki sayap yang hidup di Antartika, Selandia Baru dan daerah-daerah
lain yang jarang ada pemangsanya membuktikan hal ini (Kimball, 2003).
Meskipun burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama
kerabat terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk
kelompok hewan yang disebut Archosauria. Diperkirakan burung berkembang dari
sejenis reptil di masa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu
yang khusus di badannya. Pada awalnya, sayap primitif yang merupakan
perkembangan dari cakar depan itu belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh
terbang, dan hanya membantunya untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke
tempat yang lebih rendah (Anwar, 2002)
Bulu pada Aves mempunyai tiga tipe yakni yang pertama bulu kontur (plumae)
yang merupakan bulu pada sayap, digunakan untuk terbang dan mengandung sebuah
baling-baling (vane) yang tersebar dengan pola tertentu yang disebut pteril. Yang
kedua yakni bulu kapas (Plumalea) yaitu bulu yang melapisi bagian ekor, tidak
memiliki vane, mengandung serabut-serabut yang tidak terikat satu dengan lainnya
dan tersebar di seluruh tubuh. Tipe yang ketiga yaitu Filoplumae yang merupakan
bulu penyusun bagian leher, berbentuk kecil-kecil dengan batang bentuk benang dan
berakhir dengan serabut, tumbuh di sekitar pangkal bulu kontur. Bulu-bulu ini diganti
tiap tahun sehabis musim perkawainan. Hanya ada sebuah kelenjar yang terdapat
pada kulit, yaitu kelenjar uropigeal di tungging (Brotowidjoyo,2000).
Menurut Djuhanda (2000), semua burung yang hidup sekarang ditepatkan
dalam subkelas Neornithes. Berlawanan dengan subkelas yang ada, yang satu ini
ditandai dengan bulu-bulu ekor yang tersusun seperti kipas pada ujung ekornya dan
mempunyai sumbu tulang yang pendek. Sistem kantong udara selalu ada dan rongga
udara didapatkan di dalam sebagian besar tulang-tulangnya. Walaupun daya terbang
secara sekunder telah hilang, tulang dadanya yang besar, dimana otot-otot terbang
berpangkal padanya. Kesemuanya itu menjadikan burung menjadi lebih mudah dan
lebih pandai terbang, dan mampu mengunjungi berbagai macam habitat di muka
bumi. Ratusan jenis burung dapat ditemukan di hutan-hutan tropis, mereka menghuni
hutan-hutan ini dari tepi pantai hingga ke puncak-puncak pegunungan (Yatim, 2001).
Ordo Galliformes ciri-cirinya adalah memiliki paruh pendek, kaki beradaptasi
untuk mencakar, mengais, dan berlari, hewan muda yang baru menetas berbulu halus
dan cepat dewasa (cepat dapat berjalan dan makan sendiri), merupakan hewan buru
daratan, bersarang di darat, makanan terutama tanam-tanaman, ramping dengan
sedikit lemak. Contohnya adalah ayam kampung. Galliformes (landfowl) hampir
tersebar di seluruh dunia. Ada dua pengecualian untuk generalisasi ini. Megapoda
(yang merupakan saudara dari semua Galliformes lainnya) sangat ganas dan beberapa
anggota dari banyak silsilah telah menjajah pulau - pulau di seluruh Indonesia
melewati daerah Indo-Pasifik. Ordo Accipitriformes dan Famili Accipitridae
contohnya yakni Haliastur indus. Nama lokalnya elang bondol. Nama umunya
Brahminy Kite. Berukuran agak besar, bulu berwarna putih dan coklat pirang. Paruh
berwarna kekuningan, kokoh dan kuat. Sering ditemukan terbang di atas perairan dan
bertengger di pohon yang tinggi (Syamsi, 2017).
Ordo Ciconiiformes adalah burung yang memiliki ciri-ciri berkaki panjang.
Anggota Ordo Ciconiiformes hidup di daerah laut terbuka dan hutan mangrove.
Mereka biasanya bertengger di ranting pohon untuk sekedar beristirahat, membuat
sarang di habitat hutan mangrove. Selain tempatnya yang luas, hutan mangrove
sangat mendukung kelangsungan hidup baik untuk tempat mencai makan, tempat
berlindung dari panas dan pemangsa, tempat bersarang, beristirahat maupun
memelihara anaknya. Secara taksonomis, burung pantai termasuk kedalam ordo al
Charadriiformes. Sebagian besar burung pantai tergolong kedalam dua famili yaitu
Charadriidae dan Scolopacidae. Karakteristik suku Charadriidae memiliki paruh
lurus yang mengalami penebalan pada bagian ujungnya, tungkai panjang dan kuat,
sayap agak panjang, ekor pendek, kebanyakan berpola warna coklat, hitam dan putih.
Famili Scolopacidae memiliki ciri seperti kaki panjang, sayap meruncing panjang,
dan paruh ramping memanjang. Burung merupakan sumber plasma nutfah yang
memberikan warna tersendiri bagi kekayaan fauna di Indonesia. Sebagai salah satu
satwa yang mudah dilihat dan dinikmati suaranya (Howes et al., 2003).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Identifikasi Morfologi dan Kunci Determinasi Kelas Aves dilaksanakan


pada hari Jumat, 08 November 2019 di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah alat tulis, sterofom hitam, penggaris siku, kaliper,
dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Acridotheres javanicus, Anas
spp, Columba livia, Erythura prasina, Gallus gallus domestica, Geopelia striata,
Lonchura punctulata, Loriculus galgulus, Pycnonotus aurigaster, Picnonotus
cyaniventris, Ploceus philippinus, Streptophela chinensis, Zosterops atricapilla,
Lonchura maja, Chloropsis cyanopogon.

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerjanya yaitu aves dipegang dengan cara yang sudah ditentukan dan
diambil foto dari spesies yang digunakan serta diletakkan penggaris sebagai alat
pembanding ukuran. Lalu dilakukan pengukuran dan perhitungan karakter
morfometrik pada aves seperti total length, bill length, bill width, head bill, wing nat,
wing flat, total wing, tarsus diameter, tarsus length, bill depth, diameter mata, warna
iris, warna tarsus, warna tunggir, warna tungging dan warna tubuh dari spesies yang
digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut:
4.1.1 Anatidae
4.1.1.1 Anas sp
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Family : Anatidae
Genus : Anas Gambar: Anas sp
Spesies : Anas sp (Eyton, 1838) (Sumber : Kelompok 5C)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 500 mm, bill depth
(BD) 16,3 mm, bill length (BL) 60 mm, bill width (BW) 12,4 mm, head bill (HB) 135
mm, wing net (WN) 315 mm, wing flat (WF) 343 mm, total wing (TW) 952 mm,
tarsus diameter (TsD) 12,2 mm, tarsus length (TsL) 70 mm, diameter mata (DM) 12,1
mm, warna iris hitam, warna tarsus kuning, warna tunggir hitam, warna tungging
hitam.

Hal ini sesuai dengan literatur Brahmantiyo (2003), Itik jantan memiliki
ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan itik betina. Itik liar mengalami
perubahan morfologi yang bervariasi sesuai dengan tempat berkembangnya setelah
mengalami domestikasi seperti itik alabio, itik tegal, itik mojosari dan lain-lain. Pola
warna bulu itik mojosari sebagian besar didominasi oleh warna lurik-coklat gelap.
Variasi warna diantaranya adalah kombinasi warna lurik dengan belang putih pada
daerah leher dan bagian dada. Dari sebagian kecil dari populasi Anas sp muncul
warna bulu putih polos
Bebek atau itik memiliki paruh yang lebar dan tertutup dengan lapisan yang
banyak mengandung organ sensori, kaki pendek, jari dengan membran kulit dengan
ekor pendek. Anas sp. memiliki leher yang panjang dan kaki relatif pendek, pada kaki
Anas sp. memiliki selaput renang yang menyesuaikan untuk berenang di air.
Keseluruhan tubuh Anas sp. berlekuk dan lebar, dan memiliki leher yang relatif
panjang, meski tidak sepanjang angsa dan angsa berleher pendek. Bentuk tubuh
bervariasi dan umumnya membulat. Paruhnya berbentuk lebar dan mengandung
lamellae yang berguna sebagai penyaring makanan. Pada spesies penangkap ikan,
paruhnya berbentuk lebih panjang dan lebih kuat. Kakinya yang bersisik kuat dan
terbentuk dengan baik, dan umumnya berada jauh di belakang tubuh, yang umum
terdapat pada burung akuatik. (BirdLife International, 2013)
4.1.2 Columbidae
4.1.2.1 Columba livia
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Columba Gambar: Columba livia
(Sumber : Kelompok 4 KBI)
Spesies : Columba livia (Gmelin, 1789)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 250 mm, bill depth
(BD) 16 mm, bill length (BL) 25 mm, bill width (BW) 4 mm, head bill (HB) 62 mm,
wing net (WN) 200 mm, wing flat (WF) 225 mm, total wing (TW) 275 mm, tarsus
diameter (TsD) 7,6 mm, tarsus length (TsL) 30 mm, diameter mata (DM) 6 mm,
warna iris hitam abu-abu, warna tarsus merah, warna tunggir hitam, warna tungging
putih.

Hal ini berbeda dari literatur Menurut Nurtikasari (2009) Panjang individu
dewasa antara 290-360 mm dan panjang sayap 500-670 mm. Burung Merpati
(Columba livia) merupakan salah satu spesies dari famili Columbidae yang berasal
dari Eropa, Afrika, dan Asia Tenggara, dan banyak tersebar diseluruh belahan dunia.
Warna bulu merpati bermacam-macam, ada yang berwarna coklat, hitam, kelabu atau
kombinasi. Pada umumnya merpati memiliki ekor tebal dan terlalu panjang.

Menurut Radiopoetra (2000), Columba livia memiliki bentuk kepala relatif


kecil terdaat didekat bagian paruh yang dibentuk oleh maxilla dan mandibul. Neres
terletak pada bagian lateral rostrum bagian atas, sedangkan bagian organun visus di
kelilingi oleh kulit yang memiliki bulu tipis. Pada bagian kepala memiliki mata
berwarna kemerahan, dan dikelilingi oleh lapisan kulit, bentuk mata bulat dan
memiliki paruh keras, berwarna kecoklatan, kehitaman dan sebagainya tergantung
dengan jenisnya, paruh tersebut berguna untuk mengambil makan. Selain itu, burung
merpati juga memiliki membran tympani yang berguna untuk menangkap getaran
suara dari luar. Badan burung merpati di tutupi oleh bulu dengan warna yang
beragam mulai dari warna coklat, putih, kecoklatan, krim, kombinasi dan sebagainya
tergantung dengan spesies. Badan burung memiliki diameter lebih kurang 5-8 cm.
4.1.2.2 Geopelia striata
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Famili : Columbidae
Genus : Geopelia
Spesies : Geopelia striata Gambar: Geopelia striata

Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org (Sumber : Kelompok 4C)

Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 155 mm, bill depth
(BD) 44 mm, bill length (BL) 15 mm, bill width (BW) 4 mm, head bill (HB) 32,08
mm, wing net (WN) 85 mm, wing flat (WF) 85 mm, total wing (TW) 245 mm, tarsus
diameter (TsD) mm, tarsus length (TsL) 20 mm, diameter mata (DM) 6 mm, warna
iris hitam, warna tarsus maroon, warna tunggir putih, warna tungging abu-abu.
Hal ini berbeda dari literatur yang menyatkan Tubuhnya berukuran kecil (21
cm) dengan warna dominan kecoklatan. Pada leher belakang dan samping terdapat
garis-garis tipis, muka berwarna abu-abu. Habitatnya di hutan, perkebunan
(sawit/karet), agroforest, pemukiman dan umum dijumpai di dataran rendah sampai
ketinggian 900 m. Kebiasaan burung ini adalah berpasangan atau dalam kelompok
kecil, makan di atas permukaan tanah dan sering bersuara terutama siang hari (Ayat,
2011).
Salah satu anggota dari Familia Columbidae yaitu burung perkutut (Geopelia
striata) yang merupakan salah satu burung pemakan biji- bijian, burung ini
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan burung lainnya. Kelebihan dari perkutut
adalah mampu mengeluarkan suara yang terdengar merdu. Burung perkutut banyak
ditemukan di Asia, Burma bagian selatan, Malaysia, Asia tenggara dan tersebar di
seluruh belahan dunia. Bulu di bagian atas badan burung ini, berwarna kelabu dan
terdapat garis-garis yang gelap pada bagian belakang pangkal tengkuk( MacKinnon,
et al, 2010 ).

4.1.2.3 Streptopelia Chinensis


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Gambar: Streptopelia chinensis
Genus : Streptopelia
(Sumber : Kelmpok 6C)
Spesies : Streptopelia chinensis (Scopoli, 1786)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 215 mm, bill depth
(BD) 6 mm, bill length (BL) 16 mm, bill width (BW) 4 mm, head bill (HB) 50 mm,
wing net (WN) 120 mm, wing flat (WF) 125 mm, total wing (TW) 370 mm, tarsus
diameter (TsD) 40,05 mm, tarsus length (TsL) 25 mm, diameter mata (DM) mm,
warna iris hitam, warna tarsus coklat, warna tunggir abu-abu, warna tungging putih.

Hal ini sesuai dengan literatur Ayat (2011), Streptopelia chinensis berukuran
+ 30 cm dan berwarna coklat kemerah-jambuan. Ekor tampak panjang dengan tepi
putih tebal. Bulu sayap lebih gelap daripada bulu tubuh, terdapat garis-garis hitam
khas pada sisi-sisi leher, berbintik-bintik putih halus. Iris jingga, paruh hitam, kaki
merah. Habitatnya di hutan, agroforest, perkebunan, permukiman, dan persawahan.
Kebiasaannya hidup di sekitar permukiman dan mencari makan di atas permukaan
tanah. Sering duduk berpasangan di jalan yang terbuka.
Streptopelia chinensis memiliki ukuran tubuh sedang, berwarna cokelat
kemerah jambuan, ekor berukuran panjang dan bulu ekor terluar memiliki tepi putih
tebal, bulu sayap lebih gelap dari pada bulu tubuh, dan terdapat garis-garis hitam khas
pada sisi-sisi leher berbintik putih halus, iris mata berwarna jingga, paruh hitam, dan
kaki merah (MacKinnon, et al, 2010 ).
4.1.3 Estrildidae

4.1.3.1 Erythrura prasina


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Estrildidae Gambar: Erythrura prasina

Genus : Erythrura (Sumber : Kelompok 3C)

Spesies : Erythrura prasina (Sparrman, 1788)


Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 150 mm, bill depth
(BD) 6 mm, bill length (BL) 11 mm, bill width (BW) 5 mm, head bill (HB) 3 mm,
wing net (WN) 55 mm, wing flat (WF) 58 mm, total wing (TW) 134 mm, tarsus
diameter (TsD) 1,3 mm, tarsus length (TsL) 14 mm, diameter mata (DM) 3 mm,
warna iris kuning, warna tarsus abu-abu, warna tunggir kuning, warna tungging
kuning, warna tubuh hijau merah kuning.
Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Burung Bondol-hijau Binglis atau
Erythrura parasina ini berukuran kecil dengan panjang 150 mm (termasuk ekor
yang panjang pada jantan). Pada individu jantan memiliki ciri yaitu tubuh bagian atas
hijau; muka biru; tubuh bagian bawah kuning tua dengan bercak merah di tengahnya;
tunggir dan perpanjangan ekor merah. Sedangkan pada individu betina memiliki ciri
yaitu kepala kehijauan; ekor lebih pendek. Komposisi warna yang berbeda juga
kadang ditemukan yaitu warna merah digantikan warna kuning emas. Pada burung
remaja memiliki ciri yaitu warna tunggir coklat. Iris gelap; paruh abu-abu; kaki
merah. Burung ini hidup dalam kelompok kecil yang berbaur dengan jenis-jenis
burung bondol (pipit) yang lain, mencari makan di sawah padi dan sering tinggal
dalam rumpun bambu pada dataran rendah dan perbukitan sampai ketinggian 1200
mdpl. Sering berpindah sesuai musim panen padi dan dianggap dapat menimbulkan
kerugian panen padi. (Soemadi, 2003).
4.1.3.2 Lonchura punctulata
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Estrildidae Gambar: Lonchura punctulata

Genus : Lonchura (Sumber : Kelompok 2C)

Spesies : Lonchura punctulata (Linnaeus, 1758)


Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 90 mm, bill depth
(BD) 44 mm, bill length (BL) 10 mm, bill width (BW) 55 mm, head bill (HB) 25
mm, wing net (WN) 46 mm, wing flat (WF) 45 mm, total wing (TW) 12 mm, tarsus
diameter (TsD) 2 mm, tarsus length (TsL) 13 mm, diameter mata (DM) 3 mm, warna
iris hitam, warna tarsus hitam abu-abu, warna tunggir abu-abu, warna tungging putih,
warna tubuh coklat abu-abu.

Hal ini berbeda dengan literatur (Mackinnon, 2010), Lonchura punctulata


termasuk ke dalam ordo Passeriformes yang mempunyai tubuh berukuran agak kecil
yaitu sekitar 110 mm. Tubuh bagian atas coklat, bercoretan, dengan tangkai bulu
putih. Tenggorokan coklat kemerahan. Tubuh bagian bawah putih. Memiliki kaki
yang khas berukuran sedang bertipe anisodactyl yang digunakan untuk bertengger,
tipe paruh pendek dan seed crakcer yang berfungsi untuk memakan bji-bijian berupa
padi atau yang lainnyaBersisik coklat pada dada dan sisi tubuh. Tubuh bagian bawah
kuning tua tanpa sisik. Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan, kaki hitam abu-abu.
Hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bergabung dengan kelompok bondol
lain. Bertingkah laku tidak karuan dan sangat lincah.
Hal ini berbeda dari pernyataan Hasman (2011) yang menyatakan bahwa
Lonchura punculata merupakan burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga
ujung ekor sekitar 110 mm. Burung dewasa bewarna coklat kemerahan dileher dan
sisi atas tubuhnya, dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah
putih, dengan lukisan serupa sisik bewarna coklat pada dada dan sisi tubuh. Perut
bagian bawah sampai pantat putih. Burung muda dengan dada dan perut kuning tua
sampai agak coklat kotor. Jantan tidak berbeda dengan betina secara sekilas dalam
penampakan. Iris mata coklat gelap, paruh khas pipit bewarna abu-abu kebiruan, kaki
hitam keabu-abuan. Burung ini ditemui dilingkungan pedesaan atau tegalan. Makanan
utama burung ini adalah aneka biji rumput-rumputan termasuk padi.
4.1.3.3 Lonchura maja
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Estrildidae
Genus : Lonchura Gambar : Lonchura maja
Spesies : Lonchura maja (Linnaeus, 1788)Sumber: Dokumentasi Kelompok.
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org

Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil pengukuran, yaitu Total Length (TL) 105
mm, Bill Length (BL) 10 mm, Bill Width (BW) 8 mm, Head Bill (HB) 35 mm, Wing
Nat (WN) 542 mm, Wing Flat (WF) 54 mm, Total Wing (TW) 175 mm, Tarsus
Diameter (TsD) 17,04 mm, Tarsus Length (TsL) 19 mm, Bill Depth (BD) 0,25 mm,
Diameter mata 3 mm, Iris hitam, Tarsus abu-abu, Tunggir coklat, Tungging hitam,
Warna tubuh coklat putih.
Hal ini tidak sesuai dengan literatur Lonchura maja memiliki tubuh berukuran
agak kecil 110 mm. Kepala dan tenggorokan putih.Badan dan ekor coklat
muda.Tubuh bagian atas coklat, Tubuh bagian bawah dan muka kuning tua.Iris
coklat, paruh abu-abu kebiruan, kaki biru pucat. Membentuk kelompok besar saat
musim panen padi.Tersebar berpasangan saat musim kawin.Tingkah laku seperti
bondol lain. Makanan: biji-bijian rumput. Sarang berbentuk bola, dari rumput.Telur
berwarna putih, jumlah 4-7 butir.Berbiak bulan Februari.Burung ini biasa ditemukan
di rawa, rawa buluh, sawah, belukar rumput (MacKinnon, 2010).
4.1.4 Phasianidae
4.1.4.1 Gallus galus domesticus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Family : Phasianidae Gambar: Gallus gallus domestica
Genus : Gallus gallus (Sumber : Kelompok 3C)
Spesies : Galllus gallus domestica (Linnaeus, 1758)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 360 mm, bill depth
(BD) 19 mm, bill length (BL) 34 mm, bill width (BW) 15 mm, head bill (HB) 70
mm, wing net (WN) 190 mm, wing flat (WF) 225 mm, total wing (TW) 298 mm,
tarsus diameter (TsD) 10 mm, tarsus length (TsL) 75 mm, diameter mata (DM) 9
mm, warna iris orange, warna tarsus kuning, warna tunggir hitam, warna tungging
putih, warna tubuh hitam.

Hal ini sesuai dengan literatur Notosusanto (2008) Gallus gallus javanicus
atau dikenal dengan ayam hutan merah yang berasal jawa. Di Indonesia terdapat dua
sub spesies dari ayam hutan (Gallus gallus) yaitu; Gallus gallus gallus dan Gallus
gallus bankiva. Gallus gallus memiliki ciri-ciri bobot ayam jantan dewasa 0,9 – 1,2
kg sedangkan bobot ayam betinanya 0,7 – 0,8 kg. Pada saat musim kawin, produksi
telurnya 5-7 butir per musim. Adapun Gallus gallus bankiva bobot ayam jantannya
0,7 kg dan betina 0,4 kg. Produksi telur sama dengan Gallus gallus gallus yaitu 5-7
butir per musim. Telur berwarna kuning pucat kemerahan.
Gallus gallus domesticus (Ayam kampong) memiliki kekerabatan yang dekat
dengan dua sub spesies dari ayam hutan merah (G. gallus spadiceus) di China dan
ayam hutan merah (G. gallus gallus) di Thailand (Sulandari dan Zein, 2009). Ayam
kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri khas tertentu,
dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Sifat-sifat kualitatif
seperti warna bulu, warna kulit dan bentuk jengger yang sangat bervariasi (Sartika
dan Iskandar, 2007; Sartika, 2000).
4.1.5 Ploceidae
4.1.5.1 Ploceus philippinus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Plocidae Gambar: Ploceus philippinus
Genus : Ploceus (Sumber : Kelompok 6C)
Spesies : Ploceus philippinus (Linnaeus, 1766)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 115 mm, bill depth
(BD) 1 mm, bill length (BL) 15 mm, bill width (BW) 6 mm, head bill (HB) 30 mm,
wing net (WN) 68 mm, wing flat (WF) 70 mm, total wing (TW) 190 mm, tarsus
diameter (TsD) mm, tarsus length (TsL) 22 mm, diameter mata (DM) 14 mm, warna
iris hitam, warna tarsus coklat, warna tunggir kuning coklat, warna tungging hitam
kekuningan.

Hal ini sesuai dengan literatur Birdlife (2008), Ploceus philippinus atau di kenal
dengan burung manyar (weaver bird) dari asal katanya weaver yang berarti penenun,
dipakainya istilah burung penenun ini karena burung ini sangat trampil menenun
ranting, daun dan serat tumbuhan menjadi sarang yang indah. Burung manyar
termasuk burung passerine kecil yang dekat dengan jenis finch. Masuk dalam bangsa
burung penyanyi (Passeriformes). Habitatnya kebanyakan di daerah Sahara sub
Afrika ,dan beberapa bisa ditemui di daerah tropis Asia maupun di Australia. Ciri ciri
jantan biasanya lebih berwarna dan cerah, biasanya di merah atau kuning dan hitam,
beberapa jenis memperlihatkan variasi di warna hanya pada musim kawin.

4.1.6 Psittacidae
4.1.6.1 Loriculus galgalus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Psittaciformes
Family : Psittacidae Gambar: Loriculus galgulus
(Sumber : Kelompok 4 KBI)
Genus : Loriculus
Spesies : Loriculus galgulus (Linnaeus, 1758)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 113 mm, bill depth
(BD) 9 mm, bill length (BL) 12 mm, bill width (BW) 7 mm, head bill (HB) 35 mm,
wing net (WN) 71 mm, wing flat (WF) 78 mm, total wing (TW) 77 mm, tarsus
diameter (TsD) 4,5 mm, tarsus length (TsL) 8 mm, diameter mata (DM) 3 mm, warna
iris hitam, warna tarsus coklat, warna tunggir merah kuning, warna tungging hijau
stabilo.

Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa Burung ini berukuran
kecil, dengan panjang mencapai 12cm. Bulunya didominasi oleh warna hijau dengan
bulu ekor berwarna merah. Burung jantan dan betina serupa. Burung serindit jantan
memiliki bercak kepala berwarna biru dan bercak tenggorokan berwarna merah.
Burung betina berwarna lebih kusam dibanding jantan. Burung betina biasanya
menetaskan antara tiga sampai empat butir telur yang dierami sekitar 18 sampai 20
hari. Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan sering ditemukan di
habitatnya. Serindit Melayu dievaluasikan sebagai beresiko rendah di dalam IUCN
Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II. (Hasman, 2011)

4.1.7 Pycnonotidae
4.1.7.1 Pycnonotus aurigaster
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Pycnonotidae Gambar: Pycnonotus aurigaster
(Sumber : Kelompok 4C)
Genus : Pycnonotus
Spesies : Pycnonotus aurigaster (Vieillot, 1818)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 170 mm, bill depth
(BD) 6,6 mm, bill length (BL) 20 mm, bill width (BW) 5 mm, head bill (HB) 50 mm,
wing net (WN) 80 mm, wing flat (WF) 90 mm, total wing (TW) 270 mm, tarsus
diameter (TsD) 3,5 mm, tarsus length (TsL) 22 mm, diameter mata (DM) 5 mm,
warna iris hitam, warna tarsus hitam, warna tunggir kuning, warna tungging hitam,
warna tubuh hitam kecoklatan.

Hal ini susai dengan literatur MacKinno (2010), Cucak kutilang (Pycnonotus
aurigaster) adalah sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Sering juga
disebut cangkurileung (bahasa Sunda) dan ketilang atau genthilang (bahasa Jawa).
Burung ini berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga
ujung ekor) sekitar 20 cm. Sisi atas tubuh (punggung dan ekor) berwarna coklat
kelabu, sisi bawah (tenggorokan, leher, dada dan perut) berwarna putih keabu-abuan.
Bagian atas kepala, mulai dari dahi, topi dan jambul, berwarna hitam. Tungging (di
muka ekor) nampak jelas berwarna putih, serta penutup ekor berwarna jingga. Iris
mata berwarna merah, paruh dan kaki hitam.
Habitat yang baik harus dapat menyediakan pakan, air, tempat berlindung,
tempat beristirahat dan tidur malam, serta tempat untuk berkembangbiak baik
ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas. Habitat burung terbentang mulai dari tepi
pantai hingga ke puncak gunung. Burung yang memiliki habitat khusus di tepi pantai
tidak dapat hidup di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-
burung generalis yang dapat dijumpai di beberapa habitat. Misalnya burung Kutilang
(Pycnonotus aurigaster) yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga pinggiran
hutan dataran rendah (Suryadi, 2006).
4.1.7.2 Pycnonotus cyaniventris

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Pycnonotidae Gambar: Pycnonotus cyaniventris
Genus : Pycnonotus (Sumber : Kelompok 6C)
Spesies : Pycnonotus cyaniventris (Blyth, 1842)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 130 mm, bill depth
(BD) 31,5 mm, bill length (BL) 12 mm, bill width (BW) 3 mm, head bill (HB) 40
mm, wing net (WN) 73 mm, wing flat (WF) 79 mm, total wing (TW) 175 mm, tarsus
diameter (TsD) 1 mm, tarsus length (TsL) 18 mm, diameter mata (DM) 5 mm, warna
iris hitam, warna tarsus abu-abu, warna tunggir abu-abu, warna tungging kuning.

Hal ini berbeda dari literatur Burung ini berukuran sedang 160 mm , berkepala
gelap, berwarna zaitun dengan tubuh bagian bawah abu-abu khas. Mahkota dan
tengkuk abu-abu gelap, sisi sayap dan bulu ekor tengah kehitaman. Mantel,
punggung, dan penutup sayap hijau-zaitun dengan bulu sekunder lebih pucat,
tungging kuning-emas. Iris coklat gelap; paruh hitam; kaki hitam. Suara: Kicauan
“cirrup” yang tajam dan ramai, “dipdip…” yang gelisah (Arifin, 2012). Persebaran
dan ras: Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Tempat hidup dan
Kebiasaan: Hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang jarang terlihat 109 di hutan-
hutan dataran rendah dan perbukitan sampai ketinggian 1000 mdpl (Yayasan
Kutilang Indonesia, 2012).

4.1.8 Sturnidae
4.1.8.1 Acridotheres javanicus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Sturnidae Gambar: Acridotheres javanicus
Genus : Acridotheres (Sumber : Kelompok 2C)
Spesies : Acridotheres javanicus (Cabanis, 1851)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 170 mm, bill depth
(BD) 6,3 mm, bill length (BL) 25 mm, bill width (BW) 5 mm, head bill (HB) 60 mm,
wing net (WN) 120 mm, wing flat (WF) 120 mm, total wing (TW) 50 mm, tarsus
diameter (TsD) 40 mm, tarsus length (TsL) 35 mm, diameter mata (DM) 3 mm,
warna iris putih kuning, warna tarsus kuning, warna tunggir hitam, warna tungging
putih abu-abu.

Hal ini berbeda dari pendapat literatur Acridotheres javanicus atau sering
disebut burung jalak merupakan burung dari kelompok Sturnidae. Burung ini
umumnya berukuran sedang (sekitar 200-250 mm), gagah dengan paruh yang kuat,
tajam dan lurus. Berkaki panjang dan sebanding dengan tubuhnya. Bersuara rebut dan
berceloteh keras, kadang-kadang meniru suara burung lainnya. Dialam burung ini
kebanyakan bersarang di lubang-lubang pohon. Burung jalak relatif mudah
dijinakkan. Dalam kandang burung ini sangat aktif bergerak dan berkicau (Soemadi,
2003).

4.1.9 Zostrops
4.1.9.1 Zosterops atricapilla
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Zosteropidae
Gambar: Zosterops atricapilla
Genus : Zosterps
(Sumber : Kelompok 3C)
Spesies : Zosterops atricapilla (Salvadori, 1879)
Sumber : www.avibase.bsc-eoc.org
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil yaitu total length (TL) 90 mm, bill depth
(BD) 2 mm, bill length (BL) 11 mm, bill width (BW) 4 mm, head bill (HB) 30 mm,
wing net (WN) 50 mm, wing flat (WF) 75 mm, total wing (TW) 70 mm, tarsus
diameter (TsD) 1 mm, tarsus length (TsL) 19 mm, diameter mata (DM) 2 mm, warna
iris kuning, warna tarsus abu-abu, warna tunggir kuning, warna tungging kuning.

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Zosterops atricapilla berkisar antara 80
– 150 mm, dengan ciri khas adanya cincin lingkaran pada mata, tapi untuk beberapa
jenis tidak memiliki ciri khas ini. Zosterops sendiri berasal dari bahasa Yunani yang
berarti "sabuk mata".Burung ini merupakan penetap di hutan-hutan terbuka di
kawasan Asia tropis, mulai dari India ke timur hingga Cina dan Indonesia. Sisi atas
tubuh tertutup bulu-bulu kehijauan atau hijau kekuningan (hijau zaitun), sedangkan
sisi bawah bervariasi tergantung rasnya, kecuali leher dan dada berwarna kuning
terang. Sayap membundar dengan kaki yang kuat. Beberapa ras yang terdapat di
Indonesia dan cirinya (Hasman, 2011).
4.2 Kunci Determinasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

1. Anas sp memiliki iris berwarna hitam, tarsus berwarna kuning, tungging


berwarna hitam, warna tubuh hitam hitam putih
2. Columba livia warna iris hitam abu-abu, warna tarsus merah, warna tunggir
hitam, warna tungging putih.
3. Geopelia striata memiliki iris berwarna hitam, tarsus berwarna maroon,
tunggir berwarna putih, tungging berwarna abu-abu, warna tubuh coklat
keabu-abuan.
4. Streptopelia chinensis memilikia iris warna hitam, warna tarsus coklat, warna
tunggir abu-abu, warna tungging putih
5. Erythrura prasina memiliki iris berwarna putih kuning, tarsus berwarna abu-
abu, tunggir dan tungging berwarna kuning, warna tubuh hijau merah kuning.
6. Lonchura punctulata memiliki iris berwarna hitam, tarsus berwarna hitam
abu-abu, tunggir berwarna abu-abu, tungging berwarna putih, warna tubuh
coklat abu-abu
7. Gallus gallus domestica memiliki warna iris orange, warna tarsus kuning,
warna tunggir hitam, warna tungging putih, warna tubuh hitam.
8. Ploceus philippinus memiliki warna iris hitam, warna tarsus coklat, warna
tunggir kuning coklat, warna tungging hitam kekuningan.
9. Loriculus galgulus memiliki iris berwarna hitam, tarsus berwarna coklat,
tunggir berwarna merah kuning, tungging berwarna hijau stabilo.
10. Pycnonotus aurigates memiliki iris dan tarsus berwarna hitam, tunggir
berwarna kuning, tungging berwarna hitam, warna tubuh hitam kecoklatan.
11. Pycnonotus cyaniventris memiliki iris berwarna hitam, tarsus berwarna
kuning, tunggir dan tungging berwarna hitam.
12. Acridotheres javanicus memiliki iris berwarna putih kuning, warna tarsus
kuning, warna tunggir hitam, warna tungging putih abu-abu.
13. Zosterops atricapilla memiliki iris berwarna coklat, tarsus berwarna abu-abu,
tunggir berwarna hijau army, tungging berwarna kuning hijau, warna tubuh
hijau kuning hitam.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan berikutnya lebih hati-hati dalam melakukan pengukuran, agar


didapatkan hasil yang akurat. Sebaiknya seluruh praktikan aktif bertanya kepada
asisten yang mendampingi apabila ada hal yang tidak dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, I. S. J. Damanik N. Hisyam, A. J. Whitten. 2002. Ekologi Ekosistem


Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ayat, A. 2011. Burung-Burung Agroforest di Sumatera. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bengkalis. Bogor.
BirdLife International 2013. Ptilosus Macronous. Dalam: IUCN 2012. Daftar Merah
IUCN Spesies Terancam. Versi 2.012,2. < www.iucnredlist.org >. Diunduh
pada tanggal 10 November 2019
BirdLife International. 2008. philippinus Ploceus . In: IUCN 2008. IUCN Red List of
Species Terancam. Didownload pada tanggal 9 November 2019
Brotowidjoyo.2000. Zoologi Dasar. Erlangga: Jakarta
Campbell, Neil A, Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Steven A.
Wasserman, Peter V. Minorsky, dan Robert B. Jackson. 2012. Biologi Edisi
Kedelapan Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Djuhanda, T. 2001. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I. Armico. Bandung.
Hasman, 2011. Studi Jenis-Jenis Burung Di Kampus Universitas Tadulako. Palu:
Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako
Howes, J,. Bakewell, D., & Noor, Y. R., 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Bogor:
Wetlands InternationalIndonesia Program
Kimball. 2003. Biologi Jilid 3 edisi ke 3. Jakarta: Erlangga
MacKinnon, et al. 2010. Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Jakarta:
LIPI.
Nurtikasari, Ranti. 2009. Analisis Keragaman Genetik Burung Famili Columbidae
dengan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA. UPI: Bandung
Peterson, R.T. 1980. The Birds. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kamil, T.W. dan
Pustaka, T. Jakarta: Pustaka Alam
Soemadi, W. A Mutholib. 2003. Pakan Burung. Jakarta: Penebar Swadaya
Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta.
Suwignyo S. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya
Syamsi, F., 2017. Keanekaragaman Burung Di Kawasan Lahan Basah Kota Batam.
SIMBIOSA, 6(1), pp. 17-30.
Wisnubudi. (2009). Penggunaan Strata Vegetasi Oleh Burung di Kawasan Wisata
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Jakarta: FakultasBiologi Universitas
Nasional

Anda mungkin juga menyukai