Anda di halaman 1dari 12

Elang jawa (Nisaetus bartelsi) adalah salah satu spesies elang berukuran sedang

yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik
Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka
Indonesia

Daftar isi

 1Identifikasi
 2Penyebaran, ekologi dan konservasi
 3Catatan taksonomis
 4Lihat juga
 5Referensi
 6Pranala luar

Identifikasi[sunting | sunting sumber]

Elang jawa, terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-
70 cm dan ukuran terkecil antara 56-61 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor) dengan rentang
sayap sekitar 110-130 cm[2]
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu,
panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang tampak keemasan bila
terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam,
sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis
(sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret
hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah
lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai
kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup
tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar
melintang yang tampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna
serupa, sedikit lebih besar.
Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan;
kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna
coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.[3]
Ketika terbang, elang jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang,
namun cenderung tampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran
sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku
kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip
dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.[4]
Penyebaran, ekologi dan konservasi[sunting | sunting sumber]
Berkas:Elang jawa Spizaetus bartelsi Bandung Zoo 2.JPG
Elang jawa, Kebun Binatang Bandung

Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga
ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun penyebarannya kini terbatas di
wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran
rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau
Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.[5]
Elang jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran
rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di
Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga
ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 mdpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi
aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai
tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai
tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan.
Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun
yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan
bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang
seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting
berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur
berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia
excelsa), pasang (Lithocarpus sundaicus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii),
dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-
sarang yang ditemukan hanya sejarak 200–300 m dari tempat rekreasi.[4]
Di habitatnya, elang jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya,
total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini
berkisar antara 600-1.000 ekor.[6] Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap
kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan
liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di
Jawa.[7] Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap
sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi
kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang
dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang jawa ke dalam status EN
(Endangered, terancam kepunahan).[8] Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya
sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.[9]
Catatan taksonomis[sunting | sunting sumber]
Sesungguhnya keberadaan elang jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van
Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk
Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-
spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru pada tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir
Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch,
mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus
kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924,
Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk
menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang
gunung Spizaetus nipalensis.[4]
Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis
bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan
peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.[10]

Lihat juga
1. Sebagai indikator keseimbangan ekosistem

Anda pasti tahu akan adanya rantai makanan bukan? Mulai dari padi dimakan tikus, tikus dimakan ular,

ular dimakan burung elang dan burung elang dimangsa manusia? Nah, rantai makanan ini juga dapat

dijadikan sebagai indikator keseimbangan ekosistem. Jika dalam suatu ekosistem sudah tidak terdapat

burung elang sebagai pemangsa maka jumlah misalnya disini ular akan sangat banyak dan bisa

dibayangkan jika jumlah ular sangat banyak maka bisa menjadi chaos dan meresahkan kita bukan? Oleh

karena itu burung elang ini sangat bermanfaat untuk tetap mempertahankan keseimbangan alam secara

alami.

artikel terkait: manfaat kerodong – manfaat ebod joss


2. Membantu mengurangi hama

Pada lahan pertanian atau perkebunan seringkali didapati berbagai macam hama yang membuat gagal

panen. Tentu saja ini akan sangat menjengkelkan bukan? Hama pertanian dan perkebunan antara lain

seperti tikus, wereng, belalang, ular dan lainnya. hampir sebagian besar dari hama pertanian dan

perkebunan ini adalah hewan mangsaan dari burung elang. Jadi burung elang akan memakan hama tersebut

sehingga pak tani bisa tersenyum kembali melihat ladangnya yang siap panen.

Meskipun saat ini sudah banyak diproduksi obat pestisida untuk menghilangkan hama namun

menggunakan cara alami akan lebih baik dan tidak merusak alam. Jadi, jika anda saat ini memiliki hobi

memburu burung elang sebaiknya hentikan saat ini juga ya.

artikel terkait: manfaat daun saga untuk kesehatan dan burung – manfaat ulat hongkong
3. Membantu penyebaran benih
Terkadang media penyebaran benih dari tempat ke tempat juga bisa dilakukan secara alami oleh para

hewan salah satunya adalah dari burung elang. Burung elang memang pemakan daging atau karnivora

sehingga tidak mungkin memakan biji-bijian. Namun hewan mangsaan dari burung elang banyak yang

memakan biji dan sayur atau herbivore sehingga ketika burung elang memakan mangsanya dan terbang ke

tempat lain kemudian burung elang tersebut buang kotoran dan ternyata di dalam kotorannya tersebut

terdapat biji-bijian yang nantinya dapat tumbuh.

artikel terkait: manfaat tepung kroto – manfaat makan apel di malam hari


4. Daging burung elang dapat dikonsumsi manusia

Seperti yang telah disinggung sebelumnya mengenai rantai makanan yang diakhiri dengan burung elang

dimakan manusia. Ya daging dari burung elang memang bisa dimakan oleh manusia namun sebaiknya ini

dilakukan pada saat yang mendesak saat sudah tidak ada makanan lainnya. hal ini disebabkan karena saat

ini burung elang menjadi burung langka yang dilindungi sehingga lebih baik tidak memakan burung elang.

artikel terkait: manfaat pohon kina – manfaat kulit apel hijau

Demikian ulasan mengenai manfaat burung elang bagi kehidupan manusia, bagi anda yang sedang ingin

mencari tahu semoga artikel ini bisa menjadi rujukan. Tetap lestarikan keberadaan burung elang supaya

ekosistem tetap terjaga. Terima kasih dan semoga bermanfaat

Home » fauna » 4 Alasan Elang Jawa Kian Terancam Punah

BY WISNU SINARTEJO WEDNESDAY, AUGUST 17, 2016 FAUNA

4 Alasan Elang Jawa Kian Terancam Punah

Garuda di dadaku

Garuda kebanggaanku

Ku yakin hari ini pasti menang ...

Yaps...  itu adalah sepenggal lirik lagu dari Netral untuk memacu rasa semangat nasionalis yang tinggi
bagi suporter sepakbola. Logo di jersey timnas Indonesia juga ada gambar Garudanya. Garuda
memang sebagai lambang negara Indonesia ini. Tapi pernahkah kalian tahu burung apa itu Garuda?
Fisik Elang Jawa via arisandria.blogspot.com

Betul sekali.. itu Elang Jawa. Burung dengan perawakan yang sangar, kuat, tajam, ini ternyata
menjadi primadona bagi masyarakat. Elang Jawa yang kita tahu ini hanya hidup di Pulau Jawa.
Memiliki nama ilmiah Spizaetus Bartelsi Stesemann berciri kepala jambul, bulu sayap dan punggung
berwarna coklat tua, bulu dada bergaris lintang putih, ekornya bergaris hitam dan tungkai berbulu.
Landasan hukum perlindungannya adalah UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 7 Tahun 1999 bahwa
semua jenis elang dilindungi.

Menurut penelitian Van Balen Tahun 2012 dalam iucnredlist.org populasi elang jawa diprediksi
berjumlah 600-900 indvidu saja. Sungguh jumlah yang ironi apalagi update pada tahun ini. Pasti
menipis. Ya jelas...

Dibawah ini tedapat beberapa alasan mengapa elang jawa kian terancam punah. Tolong pahami.

1. Maraknya Perdagangan Liar


Elang Jawa Cacat Permanen Akibat Perburuan via mongabay.co.id

Elang jawa berapa sih harganya di pasar gelap? Angkanya bisa mencapai miliaran rupiah. Bisa untuk
membeli rumah, mobil  dan tentu akan menggiurkan bagi para pemburu dan kroni-kroninya.
Walaupun ditetapkan sebagai burung yang terancam punah, tetap saja perburuan elang ini ada.
Betapa tidak prestise kalau punya hewan ini. Eh saya punya Elang Jawa, oh.. lambang negara itu?
Ya... dan semua akan terkagum. Ironi.

Perdagangan dilakukan melalui Kota Jaarta dan Surabaya menuju kawasan Asia seperti Korea
Selatan, Singapura dan Taiwan.  Hewan sitaan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam juga banyak
mengindikasikan kalau jumlah perburuan marak. Sehingga tak ayal populasi di alam liar menjadi
semakin berkurang.

2. Rusaknya Habitat
Distrubusi Habitat Elang Jawa via http://maps.iucnredlist.org

Habitat elang jawa adalah hutan hujan tropis, tersebar dari daerah pantai sampai ketinggian 3000 m
dpal. Elang ini sangat bergantung pada keberadaan hutan primer. Kita tahu jumlah hutan di Pulau
Jawa tinggal seberapa? Kegiatan deforestasi/ pembalakan liar / ilegal loging dan perubahan
penggunanaan lahan untuk pertanian adalah beberapa macam penyebab rusaknya habitat.

Laju deforestasi hutan di Jawa cukup tinggi. Berdasarkan data dari Forest Watch Indonesia
deforestasi hutan di Indonesia periode Tahun 2000-2009 hutan Jawa mengalami deforestasi sebesar
1.383.204,96 ha. Sedangkan luas tutupan hutannya adalah 897.978,82 ha. Jumlah yang minim untuk
ruang gerak elang jawa. Sehingga saat ini elang ini hanya menempati beberapa taman nasional yang
tersebar di Jawa.

3. Penggunaan Pestisida Kimia Yang Berlebihan

Penyemprotan Pestisida Berlebih via news.okezone.com


Penggunaan pestisida berlebih pada pertanian yang berbatasan dengan habitat hutan. Elang
merupakan top predator bagi fauna yang berada dibawahnya. Tak jarang mereka juga memangsa
hewan besar seperti Tikus, ayam, tupai, kelelawar, katak, ular, musang dan sebagainya. Hewan
buruan ini yang secara tidak langsung memakan pestisida. Tentu racun prestisida ini menjadi
berbahaya bagi top predator macam elang ini.

Dari segi jumlah makanannya. Ketersedian hewan buruan juga akan makin menipis apabila rantai
makanan ini terganggu. Elang tentu akan kesulitan mencari mangsa.

4. Perkembangbiakan Elang Lambat

Elang Jawa Bersama Anaknya di Sarang via http://libregraphics.asia

Punya reproduksi yang lambat. Rata-rata burung pemangsa memang jarang bertelur dan jumlah
anaknya pun sangat sedikit. Elang jawa berkembang biak setiap 2 tahun sekali dengan jumlah anak
umumnya 1 ekor saja. Elang ini biasanya hanya kawin dengan satu pasangan yang sama seumur
hidupnya.

Umur elang jawa yang siap berkembang biak pada umur 3-4 tahun dengan masa eram 44-48 hari.
Setelah anak elang menetas, selama 1 1/2 tahun anak Elang Jawa itu akan dibersamai induknya.
Bandingkan dengan burung merpati, umur 5 bulan saja sudah siap kawin. Telurnya pun bisa dierami
2 sekaligus. Sungguh fakta perkembang biakan yang lambat. 
Penyu belimbing
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Penyu belimbing
Rentang fosil: Holocene-

Sekarang 0.012–0 jtyl 

PraЄ

Pg

N

Status konservasi

Kritis (IUCN 3.1) [1]


Klasifikasi ilmiah

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Subfilum: Vertebrata

Kelas: Reptilia

Ordo: Testudinata

Subordo: Cryptodira

Famili: Dermochelyidae

Genus: Dermochelys
Blainville, 1816

Spesies: D. coriacea

Nama binomial

Dermochelys coriacea
(Vandelli, 1761)

Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) adalah sejenis penyu raksasa dan satu-satunya jenis
dari suku Dermochelyidae yang masih hidup. Penyu ini merupakan penyu terbesar di dunia dan
merupakan reptil keempat terbesar di dunia setelah tiga jenis buaya. Penyu belimbing dikenal
oleh beberapa masyarakat dengan sebutan penyu raksasa, kantong atau mabo. Nama umumya
dalam bahasa inggris adalah Leatherback sea turtle.

Daftar isi

 1Pengenalan
 2Agihan
 3Gaya hidup
 4Keadaan populasi
 5Rujukan
 6Informasi lainnya

Pengenalan[sunting | sunting sumber]
Jenis ini bisa mudah diidentifikasi dari karapaksnya yang berbentuk seperti garis-garis pada
buah belimbing. Karapaks ini tidak ditutupi oleh tulang, namun hanya ditutupi oleh kulit dan
daging berminyak.[2] Bentuk kepala dari penyu belimbing kecil, bulat dan tanpa adanya sisik-sisik
seperti halnya penyu yang lain. Mempunyai paruh yang lemah, tetapi berbentuk tajam, tidak
punya permukaan penghancur atau pelumat makanan. Bentuk tubuh penyu jantan dewasa lebih
pipih dibandingkan dengan penyu betina, plastron mempunyai cekungan ke dalam, pinggul
menyempit dan corseletnya tidak sedalam pada penyu betina. Warna karapas penyu dewasa
kehitam-hitaman atau coklat tua. Di bagian atas dengan bercak-bercak putih dan putih dengan
bercak hitam di bagian bawah.[2] Berat penyu ini dapat mencapai 700 kg dengan panjang dari
ujung ekor sampai moncongnya bisa mencapai lebih dari 305 cm.[3] Penyu ini bergerak sangat
lambat di daratan kering, namun ketika berenang merupakan reptil tercepat di dunia dengan
kecepatan mencapai 35 Km perjam.

Agihan[sunting | sunting sumber]
Penyu belimbing menyebar sangat luas di dunia. Hewan ini dapat dijumpai di perairan tropis,
subtropis, dan infratropis di Samudera Hindia, Samudera Pasifik, dan Samudera Atlantik.
Populasi paling besar terdapat di seluruh perairan tropis Indo-Australia.[2][3]

Gaya hidup[sunting | sunting sumber]


Makanan utama hewan ini adalah ubur-ubur. Penyu belimbing selalu bermigrasi dari pantai satu
ke pantai yang lain untuk mencari sarang. Masa migrasi hewan ini antara 2 - 3 tahun dengan
istirahat antara 9 - 10 hari. Jumlah sarang yang dibuat setiap musim mencapai 6 sarang. Telur
yang dihasilkan antara 80 - 100 butir.[3] Dalam perjalanan hidupnya, hanya sedikit anak penyu
yang bisa bertahan sampai dewasa karena banyaknya bahaya di laut bagi bayi penyu yang baru
menetas.[2]

Keadaan populasi[sunting | sunting sumber]


Penyu ini sekarang menjadi sangat langka. Di Indonesia, penyu ini merupakan hewan yang
dilindungi atau tidak boleh diburu sejak tahun 1987 berdasarkan keputusan Menteri Pertanian
No. 327/Kpts/Um/5/1978.[3]

Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang telah bertahan hidup selama lebih dari
ratusan juta tahun, kini menghadapi kepunahan. Dari perkiraan menunjukkan, selama
dua puluh tahun terakhir jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di
kawasan pasifik: hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan
penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia.
Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia saja, populasinya hanya tersisa sedikit saja dari
sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk
mengatasi hal tersebut, tiga Negara yaitu Indonesia, PNG dan Kepulauan Solomon telah
sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing melalui MOU Tri National Partnership
Agreement.

Uraian fisik penyu belimbing

 Memiliki kulit cangkang berwarna gelap dengan bintik-bintik putih yang tidak
sekeras penyu lain
 Sirip depannya panjang
 Ukurannya dapat mencapai hingga 180 cm dan berat 500 kg
 Merupakan penyu laut terbesar dan salah satu reptil terbesar yang masih hidup.
Ekologi dan Habitat
Penyu belimbing dapat ditemukan dari perairan tropis hingga ke lautan kawasan sub
kutub dan biasa bertelur di pantai-pantai di kawasan tropis. Spesies ini menghabiskan
sebagian besar hidupnya di lautan terbuka hanya muncul ke daratan pada saat bertelur.

Perkembang biakan
Penyu belimbing betina dapat bertelur empat sampai lima kali per musim, setiap kali
sebanyak 60 sampai 129 telur. Anehnya, sekitar setengah dari telur di setiap sarang
sangat kecil untuk dapat berkembang dengan baik, atau tidak memiliki kuning telur.
Penyu belimbing bertelur setiap dua atau tiga tahun dengan masa inkubasi sekitar 60
hari.

Makanan
Penyu belimbing berukuran besar sangat luar biasa, karena hanya makan makanan
rendah energi dan rendah protein dari mahluk-mahluk lunak seperti ubur-ubur, cumi-
cumi dan tunicates (invertebrata seperti ubur-ubur laut).

Populasi dan Distribusi


Penyu belimbing dilaporkan terlihat di hingga di wilayah utara, Alaska hingga di kawasan
selatan di Tanjung Harapan, Afrika.

Ancaman

 Terlalu sedikit individu ditengah ancaman yang bertubi-tubi; seperti spesies


penyu laut lainnya, penyu belimbing terancam oleh pengambilan telurnya, perburuan
penyu dewasa untuk diambil dagingnya, pengrusakan panatai tempat bertelur, dan
kematian tidak sengaja karena tertangkap oleh kapal ikan. Karena berbagai ancaman
ini, penyu belimbing termasuk dalam daftar Critically Endangered yang disusun oleh
IUCN Red List.
 Pengambilan secara langsung; telur penyu diambil secara tradisional, khususnya
di Asia, dan praktek ini kemungkinan merupakanpenyebab turunnya populasi spesies ini
di dunia.
 Pengambilan secara tidak langsung; pada periode 1990an, setiap tahunnya
diperkirakan sekitar 1.500 penyu belimbing betina dewasa terbunuh di
jaring longline dan gillnet di kawasan Pasifik.
 Pencemaran; pencemaran laut oleh plastik merupakan salah satu penyebab
kematian. Phthalates, bahan kimia yang berasal dari plastik, ditemukan dalam kuning
telur penyu belimbing. Penyu belimbing sering mengira plastik adalah ubur-ubur,
makanan kesukaan mereka dan kemudian tercekik saat menelannya.

Anda mungkin juga menyukai