Anda di halaman 1dari 24

HEWAN DAN TUMBUHAN ENDEMIK YANG ADA DI INDONESIA

1.     CEUMPALA KUNENG (Trichixos pyrropygus) KHAS NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Ceumpala Kuneng atau kucica ekor kuning adalah seekor spesies burung dalam keluarga
Muscicapidae. Burung ini dapat ditemukan di Brunei, Indonesia, Malaysia dan Thailand. Habitat
alaminya yaitu di hutan dataran rendah yang lembab dan rawa-rawa di daerah subtropis atau tropis.
Burung ini merupakan fauna daerah Aceh yang dikenal dengan nama cémpala kunèng dalam bahasa
Aceh. Saat ini burung ini berstatus hampir terancam. Burung ini tersebar di Semenanjung Thailand,
Semenanjung Malaya, Brunei dan Indonesia. Di Indonesia burung ini hanya ditemukan di Sumatera
dan Kalimantan. Burung ini berukuran sedang (21 cm), berekor panjang hitam dan jingga. Jantan
menyerupai kucica hutan tetapi ekornya yang merah karat jauh lebih pendek, lebih banyak berwarna
abu-abu gelap daripada hitam, alis pendek putih dan tunggir merah karat. Betina lebih coklat dan tidak
punya alis putih. Burung remaja lebih coklat berbintik-bintik kuning merah karat. Iris coklat; paruh
hitam; kaki hitam. Kicauannya tidak semerdu kucica hutan. Seri panjang terdiri dari siulan merdu,
nada tunggal dan ganda, “pi-uuu”, meningkat dan menurun bergantian secara tidak tetap. Burung
yang tidak umum dijumpai di kerimbunan hutan primer dan sekunder dataran rendah sampai
ketinggian 1200 m diatas permukaan laut. Lebih menyukai hutan lembab rimbun termasuk hutan
rawa.

2.     BEO NIAS (Gracula religiosa robusta) KHAS SUMATERA UTARA

Beo nias merupakan salah satu subspesies (anak jenis) burung beo yang hanya terdapat
(endemik) di pulau Nias, Sumatera Utara. Beo nias yang mempunyai ukuran paling besar
dibandingkan subspesies beo lainnya paling populer dan banyak diminati oleh para penggemar burung
beo lantaran kepandaiannya dalam menirukan berbagai macam suara termasuk ucapan manusia. Beo
Nias ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Sumatera Utara. Subspesies beo yang mempunyai
nama latin Gracula religiosa robusta ini sering disebut juga sebagai Ciong atau Tiong. Dalam bahasa
Inggris, burung endemik ini biasa disebut Common Hill Myna. Ciri dan Tingkah Laku Beo Nias. Beo
nias (Gracula religiosa robusta) termasuk burung berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 40
cm. Ukuran beo nias lebih besar dari pada jenis beo lainnya. Bagian kepala burung beo nias berbulu
pendek. Sepanjang cuping telinga beo nias menyatu di belakang kepala yang bentuknya
menggelambir ke arah leher. Gelambir cuping telinga ini berwarna kuning mencolok. Di bagian
kepala beo nias juga terdapat sepasang pial yang berwarna kuning dan terdapat di sisi kepala. Iris
mata burung endemik ini berwarna coklat gelap. Paruhnya runcing berwarna kuning agak oranye.
Hampir seluruh badan beo nias tertutup bulu yang berwarna hitam pekat, kecuali pada bagian sayap
yang berbulu putih. Kaki burung endemik nias ini berwarna kuning dengan jari-jari berjumlah empat.
Tiga jari di antaranya menghadap ke depan, sedangkan sisanya menghadap ke belakang. Habitat dan
Persebaran. Burung beo nias (Gracula religiosa robusta) merupakan satwa endemik Sumatera Utara
yang hanya bisa dijumpai di Pulau Nias dan sekitarnya seperti Pulau Babi, Pulau Tuangku, Pulau
Simo dan Pulau Bangkaru.

3.     KUAU RAJA (Argusianus argus) KHAS SUMATERA BARAT

Kuau Raja atau dalam nama ilmiahnya Argusianus argus adalah salah satu burung yang
terdapat di dalam suku Phasianidae. Kuau Raja mempunyai bulu berwarna coklat kemerahan dan kulit
kepala berwarna biru. Burung jantan dewasa berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai 200
cm. Di atas kepalanya terdapat jambul dan bulu tengkuk berwarna kehitaman. Burung jantan dewasa
juga memiliki bulu sayap dan ekor yang sangat panjang, dihiasi dengan bintik-bintik besar
menyerupai mata serangga atau oceli. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan,
panjangnya sekitar 75 cm, dengan jambul kepala berwarna kecoklatan. Bulu ekor dan sayap betina
tidak sepanjang burung jantan, dan hanya dihiasi dengan sedikit oceli. Populasi Kuau Raja tersebar di
Asia Tenggara. Spesies ini ditemukan di hutan tropis Sumatra, Borneo dan Semenanjung Malaysia.
Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu sayap dan ekornya di depan burung betina.
Bulu-bulu sayapnya dibuka membentuk kipas, memamerkan "ratusan mata" di depan pasangannya.
Nama binomial spesies ini diberikan oleh Carolus Linnaeus, berdasarkan dari raksasa bermata seratus
bernama Argus di mitologi Yunani. Burung betina menetaskan hanya dua telur saja.

4.     SERINDIT (Loriculus galgulus) KHAS RIAU


Serindit melayu atau dalam nama ilmiahnya Loriculus galgulus adalah sejenis burung yang
terdapat di dalam genus burung serindit Loriculus. Burung ini berukuran kecil, dengan panjang
mencapai 12 cm. Bulunya didominasi oleh warna hijau dengan bulu ekor berwarna merah. Burung
jantan dan betina serupa. Burung serindit jantan memiliki bercak kepala berwarna biru dan bercak
tenggorokan berwarna merah. Burung betina berwarna lebih kusam dibanding jantan. Populasi
Serindit melayu tersebar di hutan dataran rendah, dari permukaan laut sampai ketinggian 1.300 m di
negara Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Serindit Melayu hidup dalam kelompok.
Burung ini memiliki kebiasaan aktif memanjat dan berjalan daripada terbang. Saat istirahat, burung
serindit menggantungkan badan ke bawah. Pakannya terdiri dari sayuran hijau, buah-buahan, padi-
padian dan aneka serangga kecil. Burung betina biasanya menetaskan antara tiga sampai empat butir
telur yang dierami sekitar 18 sampai 20 hari.

5.     IKAN KAKAP (Lutjanus sanguineus) KHAS KEPULAUAN RIAU

Ikan kakap adalah ikan laut dasaran yang hidup secara berkelompok di dasar-dasar karang
atau terumbu karang. Mempunyai ciri tubuh yang bulat pipih dengan sirip memanjang sepanjang
punggung. Jenis ikan kakap yang banyak ditemui di Indonesia adalah jenis Kakap merah (L.
campechanus) beberapa jenis yang lain yang juga banyak ditemui adalah Kakap kuning, Kakap hitam
dan kakap merah. Ikan ini umumnya memangsa ikan-ikan kecil, udang. Bila kita memancing,
biasanya umpan-umpan itu yang biasa digunakan. Walau kadang juga dengan umpan jig, suka
terpancing. Bentuk tubuhnya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip di bagian punggung. Di
bawah perut juga terdapat sirip. Di bagian dekat anal juga terdapat sirip analnya.  Sebagai penguasa
karang, ikan kakap dilengkapi dengan gigi untuk mengoyak mangsanya. Ketika ada makanan apa saja
yang hanyut langsung disergapnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasannya selalu berada paling
depan untuk memburu makanan.

6.     HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) KHAS JAMBI


Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya
di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga
saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered)
dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar
diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera. Uji genetik
mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies
ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari. Harimau Sumatera adalah
subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap di antara semua
subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet.
Harimau Sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke buntut atau sekitar 250 cm
panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari
jantan dewasa dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198
cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau Sumatera lebih tipis daripada subspesies
harimau lain. Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau,
mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak
janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil
memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka
mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang
buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Harimau Sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup di manapun,
dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak
terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di
daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang
dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau Sumatera mengalami ancaman kehilangan
habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan
hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga
perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit
dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan
seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat
perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.

7.     IKAN BELIDA (Chitala lopis) KHAS SUMATERA SELATAN

Ikan lopis atau ikan Belida merupakan jenis ikan sungai yang tergolong dalam suku
Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Ikan ini lebih populer dengan nama ikan belida/belido, yang
diambil dari nama salah satu sungai di Sumatera Selatan yang menjadi habitatnya. Orang Banjar
menyebutnya ikan pipih. Jenis ini dapat ditemui di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung
Malaya, meskipun sekarang sudah sulit ditangkap karena rusaknya mutu sungai dan penangkapan.
Ikan ini merupakan bahan baku untuk sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai
kemplang. Dulu lopis juga dipakai untuk pembuatan pempek namun sekarang diganti dengan tenggiri.
Tampilannya yang unik juga membuatnya dipelihara di akuarium sebagai ikan hias. Karena
berpotensi ekonomi dan terancam punah, lembaga penelitian berusaha menyusun teknologi
budidayanya. Hingga 2005, Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin, di Kalimantan Selatan telah
mencoba membudidayakan, menangkarkan serta memperbanyak benih ikan belida. Ikan belida ini
sesungguhnya bukan ‘milik’ khas orang Palembang, karena sebarannya cukup luas mulai dari India,
Thailand, Malaysia, Brunei, dan Kalimantan. Dalam bahasa Inggris ikan ini dinamakan ‘clown knife
fish’. Diberi atribut ‘clown’ karena di badan ikan ada corak bulat-bulat menyerupai pakaian badut, dan
disebut ‘knife fish’ karena bentuk tubuhnya yang panjang pipih menyerupai pisau. Di Surabaya, ikan
yang sudah sangat langka ini dinamakan ‘ikan peso/ikan pisau’. Di India, ikan ini dinamakan ‘chitala
chitala’.Menurut legenda orang Palembang, ikan ini dinamakan ‘belida’, karena dia tergolong ikan
yang pandai bersilat lidah.

8.     MENTILIN (Tarsius bancanus) KHAS BANGKA BELITUNG

Tarsius bancanus atau Mentilin merupakan salah satu spesies tarsius. Primata endemik
Sumatera dan Kalimantan, Indonesia ini ditetapkan sebagai Fauna identitas provinsi Bangka Belitung.
Tarsius bancanus dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai Horsfield’s Tarsier atau Western
Tarsier. Tarsius bancanus atau Horsfield’s Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenis-jenis
tarsius lainnya. Panjang tubuhnya sekitar 12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan
117 gram (betina). Bulu tubuh Tarsius bancanus berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu
kecoklatan. Tarsius bancanus tersebar di Indonesia (pulau Kalimantan, Sumatera, dan pulau-pulau
sekitar seperti Bangka, Belitung, dan Karimata), Malaysia (Sabah dan Serawak) dan Brunei
Darussalam.

9.     BERUANG MADU (Helarctos malayanus) KHAS BENGKULU


Beruang madu termasuk famili ursidae dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis
beruang yang ada di dunia. Beruang ini adalah fauna khas provinsi Bengkulu sekaligus dipakai
sebagai simbol dari provinsi tersebut. Beruang madu juga merupakan maskot dari kota Balikpapan.
Beruang madu di Balikpapan dikonservasi di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung Sungai
Wain. Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50-65 kg. Bulu
beruang madu cenderung pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya berwarna cokelat atau
biru,selain itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong. Jenis bulu beruang madu adalah
yang paling pendek dan halus dibandingkan beruang lainnya, berwarna hitam kelam atau hitam
kecoklatan, di bawah bulu lehernya terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang dipercaya
menggambarkan matahari terbit. Berbeda dengan beruang madu dewasa, bayi beruang madu yang
baru lahir memiliki bulu yang lebih lembut, tipis dan bersinar. Karena hidupnya di pepohonan maka
telapak kaki beruang ini tidak berbulu sehingga ia dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48
kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat. Beruang madu hidup di hutan-hutan primer,
hutan sekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian, mereka biasanya berada di pohon pada
ketinggian 2-7 meter dari tanah, dan suka mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya
melengkung untuk membuat sarang. Habitat beruang madu terdapat di daerah hujan tropis Asia
Tenggara. Penyebarannya terdapat di pulau Borneo, Sumatera, Indocina, Cina Selatan, Burma, serta
Semenanjung malaya. Oleh karena itulah, jenis ini tidak memerlukan masa hibernasi seperti beruang
lain yang tinggal di wilayah empat musim. Beruang madu di masa lalu diketahui tersebar hampir di
seluruh benua Asia, namun sekarang menjadi semakin jarang akibat kehilangan dan fragmentasi
habitat.

10.                        GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) KHAS LAMPUNG

Gajah Sumatera adalah subspesies dari gajah Asia yang hanya berhabitat di pulau Sumatera.
Gajah Sumatera berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah India. Populasinya semakin menurun
dan menjadi spesies yang sangat terancam. Sekitar 2000-2700 ekor gajah Sumatera yang tersisa di
alam liar berdasarkan survei tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah Sumatera lenyap akibat
dibunuh manusia dan 30% kemungkinan diracuni manusia. Sekitar 83% habitat gajah Sumatera telah
menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan yang agresif untuk perkebunan. Gajah sumatera
adalah mamalia terbesar di Indonesia, beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi 3,5 m pada bahu.
Periode kehamilan untuk bayi gajah adalah 22 bulan dengan umur rata-rata sampai 70 tahun.
Herbivora raksasa ini sangat cerdas dan memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia
darat lain. Telinga yang cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu
mengurangi panas tubuh seperti darah panas dingin ketika mengalir di bawah permukaan telinga.
Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air, dan memiliki tambahan dapat memegang
(menggenggam) di ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup.
11.                        BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus) KHAS BANTEN

Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili
Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama
dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki
panjang 3,1-3,2 m dan tinggi 1,4-1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat
dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih
kecil daripada cula spesies badak lainnya. Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang
paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa
saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini
statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di
kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40 - 50 badak
hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas
lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari
delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk
diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar
$30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh
kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara
juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan. Tempat yang
tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada resiko
diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam
berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa
karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi
Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah. Selain itu, karena invasi
langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin
terdesak. Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di
Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.
Terdapat tiga subspesies, yang hanya dua subspesies yang masih ada, sementara satu
subspesies telah punah:
    Rhinoceros sondaicus sondaicus, tipe subspesies yang diketahui sebagai badak Jawa Indonesia' yang
pernah hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Kini populasinya hanya sekitar 40-50 di Taman Nasional
Ujung Kulon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Satu peneliti mengusulkan bahwa badak jawa
di Sumatra masuk ke dalam subspesies yang berbeda, R.s. floweri, tetapi hal ini tidak diterima secara
luas.
    Rhinoceros sondaicus annamiticus, diketahui sebagai Badak Jawa Vietnam atau Badak Vietnam, yang
pernah hidup di sepanjang Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand dan Malaysia. Annamiticus berasal dari
deretan pegunungan Annam di Asia Tenggara, bagian dari tempat hidup spesies ini. Kini populasinya
diperkirakan lebih sedikit dari 12, hidup di hutan daratan rendah di Taman Nasional Cat Tien,
Vietnam. Analisis genetika memberi kesan bahwa dua subspesies yang masih ada memiliki leluhur
yang sama antara 300.000 dan 2 juta tahun yang lalu.
         Rhinoceros sondaicus inermis, diketahui sebagai Badak jawa india, pernah hidup di Benggala
sampai Burma (Myanmar), tetapi dianggap punah pada dasawarsa awal tahun 1900-an. Inermis berarti
tanpa cula, karena karakteristik badak ini adalah cula kecil pada badak jantan, dan tak ada cula pada
betina. Spesimen spesies ini adalah betina yang tidak memiliki cula. Situasi politik di Burma
mencegah taksiran spesies ini di negara itu, tetapi keselamatannya dianggap tak dapat dipercaya.

12.                        ELANG BONDOL (Haliastur indus) KHAS DKI JAKARTA

Elang bondol atau dalam nama ilmiahnya adalah Haliastur Indus adalah spesies dari genus
dari Haliastur. Burung Elang Bondol berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang.
Elang bondol yang remaja berkarakter seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna
berubah putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun
ketiga. Ujung ekor bundar.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, kaki dan tungkai kuning
suram. Ketika dewasa, karakter tubuhnya adalah kepala, leher, dada putih. Sayap, punggung, ekor dan
perut coklat terang. Kontras dengan bulu primer yang hitam. Makanannya adalah hampir semua
binatang, hidup atau mati. Di perairan, makanannya berupa kepiting dan di daratan memakan anak
ayam, serangga dan mamalia kecil. Sarang berukuran besar, dari ranting pada puncak pohon. Telur
berwarna putih, sedikit berbintik merah, jumlah 2-3 butir. Berkembang biak pada bulan Januari -
Agustus dan Mei - Juli. India, Cina selatan, Asia tenggara, Indonesia, Australia. Di Indonesia,
penyebarannya ada di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua.
Sedangkan di Indonesia dan India, dapat ditemukan di daerah pedalaman. Di Kalimantan sendiri,
elang bondol dapat ditemui di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Keberadaan elang bondol disana
melimpah.

13.                        MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas) KHAS JAWA BARAT
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) atau macan kumbang adalah salah satu subspesies
dari macan tutul yang hanya ditemukan di hutan tropis, pegunungan dan kawasan konservasi Pulau
Jawa, Indonesia. Ia memiliki dua variasi: berwarna terang dan hitam (macan kumbang). Macan tutul
jawa adalah satwa indentitas Provinsi Jawa Barat. Dibandingkan dengan macan tutul lainnya, macan
tutul jawa berukuran paling kecil, dan mempunyai indra penglihatan dan penciuman yang tajam.
Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti warna sayap kumbang yang hitam mengkilap
dengan bintik-bintik gelap berbentuk kembangan yang hanya terlihat di bawah cahaya terang. Bulu
hitam Macan Kumbang sangat membantu dalam beradaptasi dengan habitat hutan yang lebat dan
gelap. Macan Kumbang betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan. Hewan ini soliter,
kecuali pada musim berbiak. Ia lebih aktif berburu mangsa di malam hari. Mangsanya yang terdiri
dari aneka hewan lebih kecil biasanya diletakkan di atas pohon. Macan tutul merupakan satu-satunya
kucing besar yang masih tersisa di Pulau Jawa. Frekuensi tipe hitam (kumbang) relatif tinggi. Warna
hitam ini terjadi akibat satu alel resesif yang dimiliki hewan ini. Sebagian besar populasi macan tutul
dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, meskipun di semua taman nasional di
Jawa dilaporkan pernah ditemukan hewan ini, mulai dari Ujung Kulon hingga Baluran. Berdasarkan
dari hilangnya habitat hutan, penangkapan liar, serta daerah dan populasi dimana hewan ini ditemukan
sangat terbatas, macan tutul jawa dievaluasikan sebagai Kritis sejak 2007 di dalam IUCN Red List
dan didaftarkan dalam CITES Appendix I. Satwa ini dilindungi di Indonesia, yang tercantum di dalam
UU No.5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999.

14.                        KEPODANG EMAS (Oriolus chinensis) KHAS JAWA TENGAH

Kepodang emas adalah burung berkicau (Passeriformes) yang mempunyai bulu yang indah
dan juga terkenal sebagai burung pesolek yang selalu tampil cantik, rapi dan bersih termasuk dalam
membuat sarang. Kepodang merupakan salah satu jenis burung yang sulit dibedakan antara jantan dan
betinanya berdasarkan bentuk fisiknya. Burung kepodang termasuk jenis burung kurungan karena
dibeli oleh masyarakat sebagai penghias rumah, oleh karenanya burung ini masuk dalam komoditas
perdagangan yang membuat populasinya semakin kecil. Burung kepodang berasal dari daratan China
dan penyebarannya mulai dari India, Asia Tenggara, kepulauan Philipina, termasuk Indonesia yang
meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Burung ini hidup di hutan-
hutan terutama di daerah tropis dan sedikit di daerah sub tropis dan biasanya hidup berpasangan . Di
pulau Jawa dan Bali burung kepodang sering disebut dengan kepodang emas. Burung kepodang
berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor hingga paruh berkisar 25 cm. Burung ini berwarna
hitam dan kuning dengan strip hitam melewati mata dan tengkuk, bulu terbang sebagian besar hitam.
Tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan burik hitam, iris merah, bentuk paruh meruncing dan
sedikit melengkung ke bawah, ukuran panjang paruh kurang lebih 3 cm, kaki hitam. Burung ini
menghuni hutan terbuka, hutan mangrove, hutan pantai, di tempat-tempat tersebut dapat dikenali
dengan kepakan sayapnya yang kuat, perlahan, mencolok dan terbangnya menggelombang.
15.                        PERKUTUT (Geopelia striata) KHAS DI YOGYAKARTA

Perkutut Jawa (Geopelia striata, familia Columbidae) adalah sejenis burung berukuran kecil,
berwarna abu-abu yang banyak dipelihara orang karena keindahan suaranya. Dalam tradisi Indonesia,
terutama Jawa, hingga keadaannya di alam mulai terancam. Perkutut masih berkerabat dekat dengan
Tekukur Biasa, Dederuk Jawa, dan merpati. Burung perkutut bertubuh kecil. Panjangnya berkisar
antara 20-25 cm. Kepalanya membulat kecil, berwarna abu-abu. Paruhnya panjang meruncing dengan
berwarna biru keabu-abuan. Mata burung perkutut bulat dengan iris berwarna abu-abu kebiru-biruan.
Lehernya agak panjang dan ditumbuhi bulu-bulu halus. Bulu disekitar dada dan leher membentuk
pola garis melintang berwarna hitam dan putih. Bulu yang menutupi badan perkutut berwarna
kecokelatan. Pada bulu sayap terdapat garis melintang berwarna cokelat tua. Bulu ekornya yang juga
berwarna cokelat agak panjang. Jari-jari perkutut berjumlah 8 dengan kuku-kuku yang runcing. Jadi
jumlah jari sebelah kaki adalah 4. Tiga dari empat jarinya ada di depan dan sebuah jari di belakang.
Jari-jari perkutut berguna untuk bertengger.

16.                        AYAM BEKISAR (Gallus varius) KHAS JAWA TIMUR

Ayam bekisar atau ayam hutan hijau (bahasa Latin = Gallus varius) adalah nama sejenis
burung yang termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae, yakni keluarga ayam, puyuh, merak,
dan sempidan. Ayam hutan diyakini sebagai nenek moyang sebagian ayam peliharaan yang ada di
Nusantara. Ayam ini disebut dengan berbagai nama di berbagai tempat, seperti canghegar atau
cangehgar (Sd.), ayam alas (Jw.), ajem allas atau tarattah (Md.). Memiliki nama ilmiah Gallus
varius (Shaw, 1798), ayam ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Green Junglefowl, Javan
Junglefowl, Forktail, atau Green Javanese Junglefowl, merujuk pada warna dan asal tempatnya.
Ayam yang menyukai daerah terbuka dan berpadang rumput, tepi hutan dan daerah dengan bukit-
bukit rendah dekat pantai. Ayam-hutan Hijau diketahui menyebar terbatas di Jawa dan kepulauan
Nusa Tenggara termasuk Bali. Di Jawa Barat tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m diatas
permukaan laut, di Jawa Timur hingga 3.000 m diatas permukaan laut dan di Lombok hingga 2.400 m
diatas permukaan laut. Pagi dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat terbuka dan
berumput, sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan tajuk hutan. Ayam-
hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai
jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, kodok dan kadal kecil. Ayam ini kerap terlihat dalam
kelompok, 2-7 ekor atau lebih, mencari makanan di rerumputan di dekat kumpulan ungulata besar
seperti kerbau, sapi atau banteng. Selain memburu serangga yang terusik oleh hewan-hewan besar itu,
Ayam-hutan Hijau diketahui senang membongkar dan mengais-ngais kotoran herbivora tersebut
untuk mencari biji-bijian yang belum tercerna, atau serangga yang memakan kotoran itu. Pada malam
hari, kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di rumpun bambu, perdu-perduan, atau daun-daun
palem hutan pada ketinggian 1,5-4 m di atas tanah. Ayam hutan hijau berbiak antara bulan Oktober-
Nopember di Jawa Barat dan sekitar Maret-Juli di Jawa Timur. Sarang dibuat secara sederhana di atas
tanah berlapis rumput, dalam lindungan semak atau rumput tinggi. Telur 3-4 butir berwarna keputih-
putihan. Tak seperti keturunannya ayam kampung, Ayam-hutan Hijau pandai terbang. Anak ayam
hutan ini telah mampu terbang menghindari bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa
mampu terbang seketika dan vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih.
Terbang mendatar, Ayam hutan Hijau mampu terbang lurus hingga beberapa ratus meter; bahkan
diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang berdekatan melintasi laut. Ayam hutan hijau adalah
kerabat dekat leluhur ayam peliharaan, ayam hutan merah (Gallus gallus). Ayam hutan merah yang
menyebar luas mulai dari Himalaya, Tiongkok selatan, Asia Tenggara, hingga ke Sumatra dan Jawa.
Pada pihak lain, ayam-hutan hijau tersebar di Jawa, Bali dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.
Ayam hutan dari Jawa Timur dikenal sebagai sumber tetua untuk menghasilkan ayam bekisar. Bekisar
adalah persilangan antara ayam hutan hijau dengan ayam kampung. Bekisar dikembangkan orang
untuk menghasilkan ayam hias yang indah bulunya, dan terutama untuk mendapatkan ayam dengan
kokok yang khas. Karena suaranya, ayam bekisar dapat mencapai harga yang sangat mahal. Bekisar
juga menjadi lambang fauna daerah Jawa Timur.

17.                        JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) KHAS BALI

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan
panjang lebih kurang 25cm, dari suku Sturnidae. Jalak Bali memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya
memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna
hitam. Bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-
abuan. Burung jantan dan betina serupa. Endemik Indonesia, Jalak Bali hanya ditemukan di hutan
bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada
tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini
dilindungi undang-undang. Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak
Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang
pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Jenis ini aktif
mencari makan di antara pohon dan tumbuhan bawah di hutan. Utamanya di daerah ekoton yaitu
antara kawasan berhutan dan padang rumput yang luas, serta di sepanjang hutan pinggiran sungai.
Umumnya hidup dalam kelompok kecil atau berpasangan. Jalak bali merupakan burung yang jarang
mencari makan di atas permukaan tanah namun, saat musim kering ia akan turun ke tanah untuk
mencari avertebrata. Karena penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu
burung yang paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya
habitat hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi burung ini
cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini sampai terjadi,
sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak Bali.
Ancaman utama yang dihadapi burung yang pertama kali dideskripsikan tahun 1912 ini adalah adanya
perubahan habitat alami di sepanjang barat laut pantai Bali. Ancaman lainnya adalah penangkapan
yang tidak terkendali (ilegal) untuk memenuhi pasokan pasar dunia sebagai hewan peliharaan.
Populasinya yang sangat sedikit di alam, membuat IUCN menetapkan statusnya Kritis (Critically
Endangered/CR).

18.                        RUSA TIMOR (Cervus timorensis) KHAS NUSA TENGGARA BARAT

usa Timor atau Rusa Sunda Sambar (Rusa timorensis) adalah rusa asli pulau Jawa, Bali dan
Timor (bersama dengan Timor Leste). Ini juga merupakan spesies dikenali di Irian Jaya, Kalimantan
(Kalimantan), Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, Australia, Mauritius, Kaledonia Baru,
Selandia Baru, Papua Nugini dan Réunion. Ini menempati habitat yang sama dengan yang ada pada
Chital of India membuka hutan kering dan campuran gugur, taman, dan sabana. Ini adalah kerabat
dekat yang lebih besar Rusa Sambar . Hal ini cukup diburu di Australia timur. Rusa ini telah
membentuk populasi di daerah terpencil pulau, mungkin dibawa ke sana oleh nelayan Indonesia.
Mereka beradaptasi dengan baik, hidup nyaman di semak kering Australia seperti yang mereka
lakukan di tanah air tropis mereka. Sifat ini ditunjukkan dengan baik lebih seringnya ditemukan di
pinggiran Wollongong dan Sydney dan khususnya di Royal National Park. Ini menunjukkan terus
meningkat kuatnya populasinya. Rusa timor (Cervus timorensis) yang ditetapkan menjadi fauna
identitas Nusa Tenggara Barat, mempunyai bulu berwarna coklat kemerah-merahan hingga abu-abu
kecoklatan dengan bagian bawah perut dan ekor berwarna putih. Rusa timor dewasa mempunyai
panjang badan berkisar antara 195-210 cm dengan tinggi badan mencapai antara 91-110 cm. Rusa
timor (Cervus timorensis) mempunyai berat badan antara 103-115 kg walaupun rusa timor yang
berada dipenangkaran mampu memiliki bobot sekitar 140 kg. Ukuran rusa timor ini meskipun kalah
besar dari sambar (Cervus unicolor) namun dibandingkan dengan rusa jenis lainnya seperti rusa
bawean, dan menjangan, ukuran tubuh rusa timor lebih besar.
Subspesies Rusa Timor. Whitehead (Schroder dalam Nugroho, 1992; Semiadi, 2002)
membagi jenis rusa timor (Cervus timorensis) menjadi 8 subspesies (anak jenis), yaitu:
         Cervus timorensis russa (Mul.&Schl., 1844) biasa ditemukan di Pulau Jawa.
    Cervus timorensis florensis (Heude, 1896) biasa ditemukan Pulau Lombok dan Pulau Flores.
        Cervus timorensis timorensis (Martens, 1936) biasa ditemukan P. Timor, P. Rate, P. Semau, P.
Kambing, P. Alor, dan P. Pantai.
         Cervus timorensis djonga (Bemmel, 1949) biasa ditemukan P. Muna dan P. Buton.
    Cervus timorensis molucensis (Q.&G.,1896) biasa ditemukan Kep. Maluku, P. Halmahera, P. Banda,
dan P. Seram.
         Cervus timorensis macassaricus (Heude, 1896) biasa ditemukan P. Sulawesi.
         Cervus timorensis renschi (Sody, 1933).
         Cervus timorensis laronesietes (Bemmel, 1949)

19.                        KOMODO (Varanus komodoensis) KHAS NUSA TENGGARA TIMUR

Komodo atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah
spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili
Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama
setempat ora. Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan
kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan
dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu
yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup
komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki
posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup. Komodo ditemukan oleh
peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka
populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia
dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak
besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu
Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka. Di alam bebas, komodo dewasa
biasanya memiliki berat sekitar 70 kg, namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering
memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang
sebesar 3,13 m dan berat sekitar 166 kg, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam
perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang
terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii).
20.                        ENGGANG GADING (Rhinoplax vigil) KHAS KALIMANTAN BARAT

Enggang Gading atau Rangkong Gading (Buceros/rhinoplax vigil) adalah burung berukuran
besar dari keluarga Bucerotidae. Burung dini ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan
Kalimantan. Burung ini juga menjadi maskot Provinsi Kalimantan Barat, dan termasuk dalam jenis
fauna yang dilindungi undang-undang. Dalam budaya Kalimantan, burung Rangkong gading (tingan)
merupakan simbol "Alam Atas" yaitu alam kedewataan yang bersifat "maskulin". Di Pulau
Kalimantan, burung Rangkong gading dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti
di lambang negeri Sarawak, lambang provinsi Kalimantan Barat, satwa identitas provinsi Kalimantan
Barat, simbol Universitas Lambung Mangkurat dan sebagainya. Burung Rangkong (Enggang) adalah
burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. 14 diantaranya terdapat di
Indonesia. Di antara enggang, jenis enggang gading adalah yang terbesar ukurannya, baik kepala,
paruh dan tanduknya yang menutupi bagian dahinya. Enggang gading adalah salah satu dari 14 jenis
burung rangkong yang ada di Indonesia dan menjadi maskot provinsi Kalimantan Barat. Karena
jumlahnya yang semakin sedikit burung ini termasuk dalam jenis fauna yang dilindungi undang-
undang. Burung Enggang Gading diwujudkan dalam bentuk ukiran pada Budaya Dayak, sedangkan
dalam budaya Banjar, burung Enggang Gading diukir dalam bentuk tersamar (didistilir) karena
Budaya Banjar tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang melarang adanya ukiran makhluk
bernyawa. Enggang Gading juga merupakan simbol budaya suku Naga di India timur. Binatang yang
dilindungi ini pada usia mudanya mempunyai paruh dan mahkota berwarna putih. Seiring usianya,
paruh dan mahkotanya akan berubah warna menjadi oranye dan merah, ini akibat dari seringnya
enggang menggesekkan paruh ke kelenjar penghasil warna oranye merah yang terletak di bawah
ekornya. Burung ini menyukai daun Ara sebagai makanan favoritnya, tapi tidak jarang juga makan
serangga, tikus, kadal bahkan burung kecil. Burung enggang biasa bertengger di pohon yang tinggi,
sebelum terbang Enggang memberikan tanda dengan mengeluarkan suara gak yang keras. Ketika
sudah mengudara kepakan sayap enggang mengeluarkan suara yang dramatik. Burung ini hidup
berkelompok sekitar 2 sampai 10 ekor tiap pohon. Terkadang burung terbang bersama dalam jumlah
antara 20-30 ekor. Suara enggang ini sangat khas dan nyaring sekali seakan-akan memanggil
sekawanannya di balik pohon yang rindang. Musim telurnya dari bulan April sampai Juli dan anak-
anak burung yang lebih besar membantu burung jantan dewasa menyediakan makan bagi burung
betina dan anak-anaknya yang baru menetas. Namun sekarang ini burung enggang merupakan burung
langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan Kalimantan, ini dikarenakan pengerusakan hutan
borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal logging maupun untuk
dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku
Dayak di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Hal ini juga diperparah dengan
maraknya perburuan yang dilakukan masyarakat sekitar. Harga persatu kepala burung Enggang
dihargai Rp. 2,5 juta. Karena harganya yang mahal banyak warga pedalaman berlomba berburu
burung tersebut dihutan.
1. Aglaia ceramic (sejenis mahoni); Endemik Maluku dengan status Redlist

IUCN Vulnerable.

2. Amorphophallus titanium (Bunga bangkai); Tanaman endemik

Sumateradan belum terdaftar dalam IUCN Redlist.


3. Amorphophallus gigas (Bunga bangkai raksasa sumatera, Sumatra Giant

Amorphophallus); Endemik Sumatera.

4. Anaphalis javanica (edelweiss jawa); Tumbuhan endemik Jawa,

Sumatera bagian selatan, Sulawesi bagian selatan, dan Lombok.


5. Aralia javanica (Spikenard); Endemik Jawa dengan status IUCN Redlist

Vulnerable.

6. Canarium kipella; Tumbuhan endemik Jawa dengan status IUCN Redlist

Endangered.
7. Casearia flavovirens (hulu tulang, badung); Endemik Jawa (bagian timur)

dan Bali dengan status IUCN Redlist Vulnerable.

8. Cassine koordersii; Endemik Jawa dengan status IUCN Redlist Critically

Endangered.
9. Ceratolobus glaucescens (palem jawa); Endemik Jawa Barat.

10.Clethra javanica; Endemik Jawa dengan status IUCN Redlist Vulnerable.


11. Coelogyne pandurata (Anggrek hitam); Endemik Kalimantan.

12. Cycas javana (sejenis pakis haji); Endemik Jawa dan Nusa Tenggara

dengan status IUCN Redlist Endangered.


13.Dehaasia pugerensis; Endemik Jawa dengan status IUCN Redlist

Critically Endangered.

14. Diospyros celebica (kayu hitam sulawesi atau kayu eboni); Endemik

Sulawesi dengan status IUCN Redlist Vulnerable.


15.Elaeocarpus simaluensis; Endemik pulau Simeulue (Sumatera) dengan

status IUCN Redlist Vulnerable.

16. Eugeissona utilis (bertan, wild bornean sago palm); Palem endemik

Kalimantan
17. Gigantochloa manggong (Bambu manggong); Endemik Jawa.

18.Goniothalamus majestatis; Endemik Sulawesi dengan status IUCN

Redlist Vulnerable.
19.Gonystylus glaucescens; Endemik Kalimantan dengan status IUCN

Redlist Vulnerable.

20.Guioa asquamosa; Endemik Flores dengan status IUCN Redlist

Vulnerable.

Anda mungkin juga menyukai