Anda di halaman 1dari 19

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kultur Jaringan dengan judul Perbanyakan


Tanaman Anggrek (Phalaenopsis amabilis) dengan Metode Sub Kultur di
susun oleh :

Nama : Balqis Dinarty Jamaluddin


NIM : 1414142005
Kelas :B
Kelompok : I (Satu)

telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten/ Koordinator Asisten maka


dinyatakan diterima.

Makassar, Januari 2017


Koordinator Asisten, Asisten,

Yusnaeni Yusuf, S.Si, M.Sc Muh. Syahrullah


NIM. 1314142007

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Alimuddin Ali, S.Si, M.Si


NIP. 19691231 199702 1 001
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang dicapai saat ini telah mendorong kehidupan
manusia ke arah yang lebih majudan modern. Dalam tataran kehidupan yang
demikian, tingkat kebutuhan manusia semakin banyak dan beragam, termasuk
kebutuhan terhadap produk tanaman hias. Salah satu jenis tanaman hias yang
banyak digemari masyarakat adalah tanaman anggrek Tanaman ini dikenal
sebagai penghasil bunga dengan bentuk, rupa dan warna yang menarik. Selain
sebagai tanaman hias, anggrek juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan
sebagai penghasil obat tradisional (Rukmana dan Mulyana, 1997).
sebagian besar anggotanya ditemukan di daerah tropika. Kebanyakan
anggota suku ini hidup sebagai epifit, terutama yang berasal dari daerah
tropika. Anggrek di daerah beriklim sedang biasanya hidup di tanah dan
membentuk umbi sebagai cara beradaptasi terhadap musim dingin. Organ-
organnya yang cenderung tebal dan "berdaging" (sukulen) membuatnya tahan
menghadapi tekanan ketersediaan air. Anggrek epifit dapat hidup dari embun
dan udara lembap
Anggrek dendrobium berbatang ganda yang tumbuh ke samping dari
rhizome yang menjalar ke medium tempat tumbuh. Pada ruas-ruas rhizome
atau pangkal batang terdapat tunas tidur yang dapat tumbuh menjadi tanaman
baru dan batangnya di sebut bulb atau pseudobulb (Ginting, 1990). Bentuk
daun tanaman anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil pada umumnya,
yakni memanjang seperti pedang dan ukuran panjang daunya bervariasi.
Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda tergantung jenisnya
Dalam usaha pengembangan budidaya, salah satu syarat penting yang
perlu diperhatikan adalah penggunaan media tumbuh. Media tumbuh yang
baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : tidak cepat melapuk, tidak
menjadi sumber penyakit, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik,
mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan murah, ramah lingkungan.
Beberapa jenis media yang dapat digunakan untuk anggrek dendrobium
antara lain : arang sekam, sekam padi, sabut kelapa, pakis, atau mos. Adapun
keutamaan dari arang sekam yaitu : tidak lekas melapuk, tidak mudah
ditumbuhi cendawan dan bakteri, sukar mengikat air dan miskin zat hara,
hanya mengandung unsur karbon (C).

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini yaitu ;
1. Untuk mengetahui teknik sterilisasi ruangan yang akan digunakan dalam
kultur jaringan
2. Untuk mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan digunakan dalam kultur
jaringan
3. Untuk mengetahui teknik subkultur anggrek (Phalaenopsis amabilis)

C. Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan praktikum ini yaitu;
1. Mahasiswa mampu untuk mengetahui teknik sterilisasi ruangan yang akan
digunakan dalam kultur jaringan
2. Mahasiswa mampu untuk mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan
digunakan dalam kultur jaringan
3. Mahasiswa mampu untuk mengetahui teknik subkultur anggrek
(Phalaenopsis amabilis)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anggrek merupakan salah satu anggota family Orchidaceae yang dapat


dijumpai hampir diseluruh belahan dunia terutama daerah tropis mulai dari
dataran rendah hingga tinggi, bahkan sampai ke daerah perbatasan pegunungan
bersalju. Bermacam variasi bentuk, warna, bau,dan ukuran dengan ciri-ciri yang
unik menjadi daya tarik anggrek yang dikenal sebagai tanaman hias berbunga
indah. Anggrek merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kecepatan
tumbuh lambat dan berbeda-beda. Hal ini sangat berpengaruh jika yang menjadi
tujuan pemeliharaan dalah memproduksi bunga. Tanaman anggrek mempunyai
pola pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman hias lainnya. Pertumbuhan
anggrek, baik vegetatif (pertumbuhan tunas, batang, daun, dan akar) serta
pertumbuhan generatif (pertumbuhan primordial bunga, buah, dan biji) tidak
hanya ditentukan oleh faktor genetic, tetapi juga oleh faktor iklim dan faktor
pemeliharaan (Hendaryono dan Wijayanti, 2004).
Pada dasarnya tanaman anggrek merupakan tanaman yang sulit untuk
melakukan penyerbukan sendiri, sehingga perkembangbiakannya pun cukup sulit.
Selain itu, biji yang kecil, tidak mengandung cadangan makanan dan kulit yang
sangat keras serta tebal membuat tanaman anggrek sulit ditumbuhkan tanpa
bantuan manusia, kecuali anggrek yang tumbuh liar di hutan. Untuk mengatasi hal
tersebut dan menumbuhkan anggrek secara masal, maka tindakan yang bisa
dilakukan adalah dengan mengawinkan tanaman anggrek dapat sekaligus
memperoleh varietas persilangan yang baru (Muhit, 2007) .
Perbanyakan anggrek pada umumnya dilakukan dengan cara
perkecambahan biji secara in-vitro, sehingga hasil yang diperoleh tidak seragam
dan menghasilkan warna bunga yang beragam. Setelah membentuk buah dan
berbiji, maka penumbuhan bijinya dilakukan secara in-vitro hingga menjadi
tanaman yang siap ditanam di area terbuka untuk berproduksi atau dipasarkan.
Anggrek merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Tanaman anggrek biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai
tanaman hias. Pada zaman sekarang ini, perbanyakan anggrek lebih banyak
dilakukan dengan kultur jaringan. Teknik kultur jaringan dapat untuk
memperbanyak tanaman anggrek secara cepat.Apabila ada anggrek yang
bunganya bagus tetapi jumlahnya sedikit, maka anggrek tersebut dapat
diperbanyak dengan mengambil beberapa tunasnya. Dengan menggunakan
hormon yang tepat, tunas tersebut dapat digandakan (Basri, 2008).
Menurut Herdaryono dan Wijayanti (1994), overplanting adalah
pemindahan anggrek yang masih sangat kecil dari medium lama ke dalam
medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas atau ruang penabur
(laminar air flow). Istilah lain yang digunakan adalah subkultur. Tujuan
dilakukan overplanting adalah agar anggrek tetap mendapatkan unsur hara untuk
pertumbuhannya. Bila media agar lebih dari tiga bulan tidak diganti, maka media
akan tampak kecoklatan, menjadi semakin sedikit, dan mengering. Untuk anggrek
hasil silangan,keadaan demikian akan sangat merugikan. Oleh karena itu, sebelum
terlambat, anggrek botol harus segera disubkultur dengan media segar yang baru.
Menurut Astututik (2008) Pada dasarnya subkultur merupakan tahap
kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur
jaringan. Subkultur dilakukan karena beberapa alasan berikut:
1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol
2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya
berkurang
3. Tanaman mulai kekurangan hara
4. Media dalam botol sudah mengering

Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang


dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang
berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman
yang harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan,
alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. Untuk
tanaman yang diperbanyak dengan kultur biji, kultur embrio, baik pada embrio
somatik maupun embrio mikrospora, serta multifikasi tunas, maka subkultur dapat
dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan
penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang
satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan
pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman
perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan
beresiko tinggi untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan
dipisahkan dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah. Contoh
tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman lain yang memiliki karakteristik
pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung kecepatan produksi tanaman
dengan mengetahui kecepatan tanaman melakukan multifikasi hingga siap
disubkultur (Henuhili, 2012).
Eksplan atau kalus yang sudah waktunya dipindahkan ke dalam media
kultur yang baru harus segera dilaksanakan dan tidak boleh sampai terlambat. Sub
kultur yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan atau kalus
tersebut akan terhenti atau mengalami pencoklatan atau bahkan terkontaminasi
oleh jamur atau bakteri. Kemajuan teknologi yang dicapai saat ini telah
mendorong kehidupan manusia ke arah yang lebih maju dan modern. Dalam
tataran kehidupan yang demikian, tingkat kebutuhan manusia semakin banyak dan
beragam, termasuk kebutuhan terhadap produk tanaman hias. Melihat besarnya
minat masyarakat dan potensi pemanfaatan krisan menyebabkan tanaman ini
semakin banyak dikembangkan dan dibudidayakan. Adapun kendala yang sering
dihadapi dalam pengembangan dan budidaya krisan adalah ketersediaan bibit
(Basri,2008).
Faktor yang turut menentukan keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan
adalah genotipe (varietas) tanaman serta komposisi media yang digunakan.
Sejumlah laporan sebelumnya telah menunjukkan bahwa setiap genotipe
(varietas) tanaman membutuhkan komposisi media tertentu guna mendukung
pertumbuhan eksplan yang optimal (Takumi and Shimada, 1997; Iser et al., 1999;
Basri, 2008).
Masalah lain adalah degenerasi bibit, yaitu penurunan mutu benih sejalan
dengan bertambahnya umur tanaman induk, dan rendahnya mutu bibit yang
dihasilkan. Hal ini dikarenakan tanaman krisan diperbanyak dengan setek pucuk
maupun anakan . Untuk menghindari atau mengurangi degenerasi benih, produsen
dituntut agar memperbarui tanaman induk secara periodik bila gejala degenerasi
mulai tampak. Oleh karena itu, pengembangan varietas yang telah dihasilkan oleh
pemulia tanaman dan penerapan teknik perbanyakan yang tepat diharapkan dapat
mengatasi masalah tersebut (Muhit, 2007).
Banyak aspek pertumbuhan sel, diferensiasi sel, dan organogenesis dalam
jaringan dan organ budaya telah ditemukan untuk dikendalikan oleh interaksi
antara sitokinin dan auksin. Syarat konsentrasi masing-masing fitohormon sangat
bervariasi sesuai dengan jenis yang tanaman yang kultur, kondisi kultur, dan
bentuk fitohormon yang digunakan. Meskipun kedua auksin dan sitokinin
biasanya diperlukan untuk pertumbuhan dan morfogenesis, auksin juga dapat
menghambat sitokinin akumulasi, sedangkan sitokinin dapat menghambat
setidaknya beberapa tindakan auksin (Gaspar et.al, 1996).
Teknik kultur jaringan telah terbukti sebagai metode propagasi tanaman
yang mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan cepat, ukuran
bibit seragam dan tidak terganggu musim. Keberhasilan propagasi tanaman
dengan metode kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh komposisi media yang
digunakan, terutama jenis dan konsetrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan
kedalam media kultur (Astutik, 2008).
Teknik pembibitan yang dapat menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi
serta tidak membutuhkan ketersedian lahan yang yang luas adalah dengan teknik
pembibitan bud chips. Putri et al, (2013) menyatakan bahwa teknik pembibitan
bud chips adalah teknik pembibitan tebu secara vegetatif yang menggunakan bibit
satu mata. Pottray merupakan wadah tanam berbentuk persegi panjang berbahan
dasar plastik yang tersusun atas beberapa lubang tanam. Pottray digunakan
sebagai wadah sementara bibit tanaman sebelum dipindah tanamkan (aklimatisasi)
ke lahan permanen. Permasalahan yang ada dalam memperbanyak tanaman secara
vegetatif adalah sulitnya pembentukan akar, dan usaha untuk mempercepat
terbentuknya akar dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh
(Situmeang dkk, 2015).
Untuk mendapatkan bibit yang seragam dalam waktu yang relatif singkat
dapat dilakukan kultur in vitro. Salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan cepat melalui teknologi tersebut adalah kemampuan biakan
menghasilkan tunas yang banyak pada periode tertentu. Keberhasilan proliferasi
tunas ditentukan oleh banyak faktor antara lain: umber eksplan, jenis media dasar,
jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh serta kondisi lingkungan kultur. Media
dasar MS paling banyak digunakan untuk perbanyakan berbagai jenis tanaman,
karena mempunyai kandungan hara makro paling tinggi terutama kandungan N.
Penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin seperti BA, kinetin atau 2-iP dapat
menentukan kecepatan dan arah pembentukan tunas (Heloir, 1997). Kombinasi
sitokininan auksin dapat mempercepat pertunasan karena pengaruh sinergis antar
zat pengatur tumbuh tersebut (Lestari dan Hutami,2003).
Pengatur pertumbuhan tanaman dapat pula dilakukan dengan zat
penghambat pertumbuhan yang fungsinya menekan pertumbuhan memanjang dari
tunas sehingga membentuk percabangan yang pendek dan kekar. Penghambat
alami lain dan penghambat sintetik. Penghambat pertumbuhan biasanya
digunakan untuk memperpendek panjang ruas dan tinggi tanaman. Luas daun,
penyerapan cahaya dan hasil panen pada umumnya tidak berkurang karena
aplikasi zat penghambat pertumbuhan Permasalahan yang ada dalam
memperbanyak tanaman secara vegetatif adalah sulitnya pembentukan akar, dan
usaha untuk mempercepat terbentuknya akar dapat dilakukan dengan
menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). (Widiastuti dkk, 2004).
Upaya yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bibit krisan dalam
jumlah banyak dan waktu relatif singkat adalah melalui teknik kultur jaringan.
Kultur jaringan merupakan suatu teknik mengisolasi bagian tanaman, baik berupa
organ, jaringan, sel atau pun protoplasma dan selanjutnya mengkultur bagian
tanaman tersebut pada media buatan dengan kondisi lingkungan yang steril dan
terkendali. Bagian-bagian tersebut dapat beregenerasi hingga membentuk tanaman
lengkap kembali (Basri, 2004).
usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala, antara
lain ketergantungan pada bibit dari luar negeri seperti Belanda, Jerman, Amerika
Serikat, dan Jepang yang harganya mahal. Selain itu, bila tanaman akan
diperbanyak perlu membayar royalti 10% dari harga jual tiap tangkainya. Kondisi
tersebut menyebabkan harga jual bibit tinggi dan menurunkan keuntungan petani
atau pengusaha tanaman krisan (Situmeang dkk, 2015).
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat
meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi:
pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida,
bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih
sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi
tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti
memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi
tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan
fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta
penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru
dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Lestari
dan Hutami,2003).
Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang juga harus
diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta
ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, merupakan
faktor penting dalam tahap ini. Bagi kebanyakan tanaman,. Namun belakangan
ini, eksplan potongan daun yang dulunya hanya digunakan untuk tanaman-
tanaman herba, seperti violces, begonia, petunia dan tomat, ternyata dapat
digunakan juga untuk tanaman-tanaman berkayu seperti Ficus lyrata, Annona
squamosa, dan melinjo. Eksplan yang dapat digunakan untuk memperbanyak
tanaman Anthurium sendiri diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun
muda, tangkai bunga, spate, spandik, biji, ruas batang dan anther(Situmeang dkk,
2015)..
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Rabu/ 14 Desember 2016
Waktu : Pukul 12.30-14.10 WITA
Tempat : Laboratorium Lantai II Barat Jurusan Biologi FMIPA
UNM

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Enkas
b. Alat diseksi
c. Pinset
d. Cawan petri
e. Bunsen
2. Bahan
a. Eksplan Anggrek
b. Alkohol 70%
c. Aquadest
d. Medium MS, Growmore, dan Gandasil
e. Spiritus
f. Kertas saring
g. Tissue
h. Masker
i. Plastik wrap
j. Aluminium foil
k. Kertas label
C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi ruangan
Membersihkan ruangan kultur jaringan dengan menggunakan pembersih
(sapu, kemoceng, kain pel dan lap)

2. Sterilisasi Alat
a. Semua alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan kultur jaringan
disterilkan.
b. Botol dan alat-alat penunjang dicuci dengan sabun cuci.
c. Alkohol 70% disemprotkan, kemudian alat dimasukkan ke dalam plastik
bening.
d. Botol kutur jaringan dan alat-alat penunjang dimasukkan ke dalam
autoklaf.
3. Sub-kultur Anggrek
a. Alat dan bahan disiapkan untuk dimasukkan kedalam enkas.
b. Tangan dan meja kerja disemprotkan dengan alcohol 70% kemudian
membersihkannya dengan tissue.
c. Alkohol juga disemprotkan diseluruh bagian alat dan bahan yang
dimasukkan kedalam enkas.
d. Alat diseksi steril dipijarkan diatas bunsen.
e. Planlet Krisan diambil dari dalam botol kultur kemudian diletakkan ditas
cawan petri.
f. Planlet yang telah dikeluarkan dari botol kultur kemudian dipotong
dibagian dekat aksilar batang.
g. Hasil potongan planlet kemudian dipindahkan kedala botol kultur baru
dengan cara menanamnya 3-4 bagian.
h. Botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil dan plastik wrap.
i. Melakukan pengamatan selama 1 minggu.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

NO Gambar Keterangan

Botol I
Hari ke-3 (23/12/2016)
Medium MS + 40g
1 Sukrosa
Tidak terjadi kontaminasi.
Belum ada perubahan pada
planlet
Botol II
Hari ke-3 (23/12/2016)
Medium MS + 40g
2 Sukrosa
Tidak terjadi kontaminasi.
Belum ada perubahan pada
planlet

B. Pembahasan
Setelah melakukan praktikum kultur jaringan yang bertujuan untuk
mengetahui teknik sterilisasi ruangan dan teknik sterilisasi alat kultur jaringan
serta teknik sub-kultur dari tanamanam anggrek (Phaleonapsis ambilis).
Didapatkan hasil pengamatan dimana semua botol belum terjadi kontaminasi baik
mediumnya maupun planlet pada pengamatan hari 3. Kemungkinan yang dapat
terjadi di kemudian hari antara lain kontaminasi dari jamur dan bakteri di
akibatkan karena kurang sterilnya lingkungan lab.
Adapun Teknik sterilisasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Sterilisasi dengan pembakaran
Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan cara memanaskan
atau membakar di atas lampu spirtus.
b. Sterilisasi dengan udara panas/kering
Alat-alat dari gelas seperti cawan petri, erlenmeyer, tabung piala, botol
eksplan, tabung reaksi dan sebagainya dapat disterilkan dengan udara panas
(oven) pada suhu 130 160o C selama 1 2 jam. Alat alat ditata tidak terlalu
rapat agar sirkulasi udara antar tumpukan alat dapat berjalan lancar, sehingga
semua alat dapat disterilkan dan dapat dengan mudah dijaga kesterilannya saat
dikeluarkan dari alat sterilisasi.
c. Sterilisasi dengan uap panas (basah)
Bahan atau alat dapat disterilkan dengan uap panas atau secara basah pada uap
panas biasa atau uap panas dengan tekanan tinggi, secara terus menerus
(kontinyu) atau secara terputus putus (diskontinyu), khususnya medium pada
suhu atau tekanan yang rendah. Untuk sterilisasi dengan cara ini sering kali
menggunakan otoklaf. Sterilisasi medium biasanya dilakukan pada suhu 121oC
dengan tekanan 1 atm selama 15-30 menit, namun untuk medium yang tidak
mudah rusak dapat dilakukan pada suhu atau tekanan yang sedikit lebih tinggi.
d. Sterilisasi dengan bahan kimia
Bahan kimia tertentu sering digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan.
Etanol 70% sering digunakan untuk sterilisasi permukaan pada alat yang sering
dikombinasi dengan pembakaran pada api. NOCl (natrium hipoklorit) dan
formalin juga sering digunakan untuk sterilisasi permukaan atau disinfestasi
permukaan atau disinfeksi permukaan.
e. Sterilisasi lingkungan kerja
Lingkungan kerja untuk teknik kultur jaringan dapat dibagi atas lingkungan
umum dan lingkungan spesifik. Lingkungan umum adalah ruangan transfer
secara keseluruhan, sedangkan lingkungan spesifik adalah lingkungan didalam
laminar air flow cabinet dimana proses penanaman eksplan dan prosedur lain
seperti isolasi protoplasma dilakukan.
f. Sterilisasi alat-alat dan media
Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset, gunting,
gagang scalpel, petridisk, botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi
meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel.
Media dan aquades juga disterilkan dalam autoclave.Untuk aquades sebaiknya
dimasukkan dalam wadah kecil misalnya elemeyer 250 ml dengan isi
maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Untuk media kultur yang tidak
mengandung bahan-bahan yang heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan
autoclave pada suhu 1210C.
g. Sterilisasi bahan tanaman
Pada setiap jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari dalam
jaringan tanaman, terutama bakteri.Bakteri-bakteri ini sampai sekarang belum
diidentifikasi.Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi, karena sterilisasi
permukaan tidak menyelesaikan masalah.Pada bahan tanaman yang
mengandung kontaminan internal, harus diberi perlakuan antibiotik atau
fungisida yang sistemik.
Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi yang berbeda
tergantung dari :
a. Jenis tanaman
b. Bagian tanaman yang diperlukan
c. Morfologi permukaan
d. Lingkungan tumbuhnya
e. Umur tanaman
f. Kondisi tanaman
g. Musim waktu mengambil

Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman


melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah
dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman
akan bertambah banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan
yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan.
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan.
Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-
beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang
harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan,
alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. (Tim
Penyusun, 2012).

Untuk tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka


subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya
atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan
tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe
pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan
dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet
yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk dipotong, maka
subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan ditanam
kembali secara terpisah. Contoh tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman
lain yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat
menghitung kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui kecepatan
tanaman melakukan multifikasi hingga siap disubkultur.

Ada dua istilah dalam permasalahan kontaminasi, yaitu kontaminasi


eksternal dan kontaminasi internal.
a. Kontaminasi eksternal atau kontaminasi permukaan biasanya disebabkan
oleh mikroorganisme yang berasal dari luar eksplan. Respon kontaminasi
eksternal ini sangat cepat karena mikroorganismenya berada permukaan
eksplan. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara :
1. Karantina tanaman induk dalam greenhouse
2. Sterilisasi kontak dengan menyikat eksplan dengan sikat halus
3. Pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia dan durasii
sterilisasi.
4. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik,
menggunakan detergen dan digoyang goyang untuk mengilangkan
gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
5. Penggunaan kombinasi bahan sterilan.
b. Kontaminasi Internal
Kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari
eksplan yang tumbuh dan berkembang secara bertahap dalam kondisi in
vitro. Pertumbuhan dan perkambangan mikroorganisme internal biasanya
muncul beberapa minggu / bulan setelah di kultur. Kontaminasi internal
dapat diminimalisir atau dapat diatasi dengan cara:
1. Karantina tanaman induk dalam greenhouse
2. Menggunakan HgCl2 , antibiotik dan fungisida sistemik
3. Contoh antibiotik alami yaitu propolis
4. Contoh antibiotika sintetik yaitu Plant Preservative Mixture (PPM),
Cefotaxime, Ceftriaxone, Chlorampenicol, Rifampicin, dll.
5. Penggunaan kombinasi bahan sterilan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dapat disimpulkan yaitu :

1. Teknik Sterilisasi ruangan yang dilakukan adalah dengan sterilisasi


bahan kimia dimana menggunakan formalin yang di semprotkan di
dalam LAF kemudian di tutup kain hitam dan di diamkan selama 3
hari selanjutnya sebelum digunakan kembali LAF di semprotkan
dengan alkohol 70%
2. Untuk Sterilisasi alat dilakukan sterilisasi di autoclave dan pada
sterilisasi kembali di lakukan di dalam LAF dengan merendam alat
dengan alcohol 70% dan di fiksasi di atas Bunsen sebelum dan
sesudah digunakan
3. Untuk teknik subkultur anggrek yang dilakukan ialah memotong 3
bagian dari eksplan tanaman krisan dan di pindahkan ke dalam
medium MS.
B. Saran
1. Untuk para praktikan agar lebih berkonsentrasi dalam melakukan
praktikum agar praktikan dapat mengerti apa yang sedang diamati.
2. Teliti dalam proses pengamatan dan pengukuran agar data yang diperoleh
benar.
3. Untuk asisten agar lebih membimbing praktikan dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Riswan dan Marshall Winata. 2010. Media Kultur Jaringan Pada Tanaman
Anggrek. Jurnal Kultur In Vitro Vol. 2 No.1 2010
Astutik. 2010. Penggunaan Alar dan BA (Benzyl Adenine) Dalam Media Kultur
Jaringan Anggrek. Buana Sains Vol. 10 No. 1: 77-82 2010
Basri Zainuddin. Multiplikasi Empat Varietas Anggrek Melalui Teknik Kultur
Jaringan. Jurnal Agroland 15 (4) : 271-277 Desember 2008
Gaspar Thomas, Kevers Claire, Penel Claude, Greppen Hubert, M.Reid David dan
Thorpe A. Trevor. Plant Hormones and Growth Regulators In Plant
Tissue. In Vitro Cell. Dev. Bio-Plant 32: 272-289 Oktober-Desember
1996
Hendaryono, D.P.S, dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Henuhili, V. 2012. Kultur Jaringan Tumbuhan. Petunjuk Praktikum. Yogyakarta:
FMIPA UNY.
Istianingrum Putri, Darmanhuri dan Soetopo Lita. Pengaruh Generasi Benih
Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Krisan (Chrysanthemum)
Varietas Rhino. Jurnal Produksi Tanaman Vol. 1 No.3 Juli 2013.
Lestari G Endang dan Hutami Sri. Perbanyakan Cepat Kunci Pepet ( Kampferia
angustifulia Rosc.) melalui Kultur in vitro. Jurnal Bio Smart Vol. 5 No.2
Hal: 102-105 Okltober 2003
Miyawa Mitsuo dan Hisama Masayoshi. Antimutagenic Activity of Flavonoids
from Chrysanthemum morifolium. Biosel, Biotechnol, Biochem Vol.67 No.
10 2091-2099 tahun 2003
Muhit Abdul. 2007. Teknik Produksi Tahap Awal Benih Vegetatif Krisan
(Chrysanthemum morifolium). Buletin Teknik Pertanian Vol.12 No.1 2007
Situmeang P Haris,. 2015. Pengaruh Konsentrasi Zat Pengaruh Tumbuh dan
Sumber Bud Chips Terhadap Pertumbuhan Bibit Tebu ( Saccharum
offcinarum) di Pottray. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.3, No.3 :992-
1004 Juni 2015
Tim Penyusun. 2012. Penuntun Praktikum Kultur Jaringan. Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Widiastuti Libria, Tohari dan Sulisstyaningsih. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya
dan Kadar Daminosida Terhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman
Anggrek Dalam Pot. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 2 2004.

Anda mungkin juga menyukai