Anda di halaman 1dari 20

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan dengan Judul


Perbanyakan Tanaman Pisang dengan Metode Kultur Jaringan yang
disusun oleh:
nama

: Nurafni Khaer Fatha

NIM

: 1414142001

kelas

: Biologi Sains (B)

kelompok

: II

telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan/ Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.

Makassar,
Asisten,

Koordinator Asisten,

Yusnaeni Yusuf, S.Si., M.Sc.

Januari 2017

Nursalwa
NIM. 131414

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Alimuddin, S.Si., M.Si.


NIP. 19691231 199702 1 001

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan adalah salah satu organisme yang mampu melakukan pembiakan
guna mempertahankan diri dan memperbanyak diri. Tumbuhan dapat melakukan
pembiakan dengan cara vegetatif dan dapat melakukannya derngan cara generatif
yaitu melalui perkawinan. Pembiakan pada tanaman pada umumnya dapat terjadi
secara alami maupun dengan bantuan manusia.
Pembiakan dengan cara vegetatif sebagian besar dilakukan oleh manusia agar
diperoleh

anakan

perkembangbiakan

yang
untuk

sesuai

dengan

harapan.

mempertahankan

Tanaman

jenisnya

dan

melakukan
peningkatan

produksinya. Kelestarian sifat yang dimiliki tanaman atau kelompok tanaman dari
generasi ke generasi berikutnya sangat tergantung pada kombinasi gen yang
terdapat dalam kromosom sel tanaman.
Kombinasi atau kumpulan gen pada suatu individu tanaman disebut genotipe.
Perwujudan genotipe yang tampak disebut fenotipe, yakni menampilkan genotipe
tertentu pada suatu lingkungan tempat tumbuh tanaman, dalam pemuliaan
tanaman hal demikian dikenal sebagai interaksi genotipe dan lingkungan. Jadi
fungsi perkembangbiakan tanaman adalah pelestarian genotipe atau kombinasi
genotipe tertentu pada keturunan.
Perbanyakan tumbuhan dapat dilakukan dengan kultur jaringan. Melalui kultur
jaringan akan didapatkan tumbuhan yang banyak dengan ukuran dan kualitas yang
sama dengan indukannya. Hal tersebut menguntungkan baik dalam bidang
ekonomi maupun dibidang ekologi. Kultur dapat dilakukan untuk tumbuhan apa
saja, apakah tumbuhan tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi ataukah
tumbuhan tersebut mendukung lestarinya keaneragaman suatu tempat.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan.

Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan mempunyai


beberapa kelebihan dibandingkan perbanyakan tanaman secara
vegetatif konvensional maupun perbanyakan tanaman secara
generatif. Kelebihan tersebut antara lain tidak tergantung musim
berbuah, tidak dipengaruhi musim, hanya dibutuhkan bagian
tanaman yang kecil untuk mendapatkan bibit yang banyak serta
homogen

dengan sifat-sifat

yang

sama

dengan

induknya.

Penggunaan bibit yang berkualitas yang dipadukan dengan


media tanam yang sudah diperbaiki sifat-sifat fisik dan kimianya
kemudian dilakukan pemeliharaan yang intensif akan dapat
meningkatkan keberhasilan rehabilitasi lahan.
Kultur jaringan banyak dilakukan oleh orang-orang ahli dibidangnya, namun
selaku mahasiswa Biologi kita dapat melakukan hal yang serupa, dengan memulai
kultur jaringan pada tumbuhan-tumbuhan yang mudah untuk didapatkan dan nilai
ekonomisnya tinggi. Kultur dilakukan dalam suatu praktikum Kultur Jaringan
Tumbuhan dengan harapan memperoleh produk. Keberhasilan kultur tentunya
didukung oleh medium yang sesuai dan cara penanaman yang aseptis. Kultur
jaringan ini juga tentunya

dapat diterapkan untuk tumbuhan-tumbuhan jenis

tertentu yang langka, sehingga nantinya jenis tertentu dapat lestari dengan begitu
memperbaiki pula keanekaragaman yang dimiliki.
Praktikum kultur jaringan dilakukan pada beberapa jenis tumbuhan yang secara
umum pemanfaatannya dapat digunakan oleh semua masyarakat, akan tetapi
pertumbuhan dan perkembangannya masih sulit untuk dibudidayakan, sehingga
dianggap perlu untuk dikembangkan secara vegetatif atau budidaya kultur
jaringan. Berdasarkan teori tersebut, maka praktikum kultur jaringan ini penting
untuk dilaksanakan. Adapun di antara sekian banyak jenis tumbuhan yang dapat
dikultur jaringan, pada praktikum ini akan dilakukan kultur jaringan pada tanaman
pisang.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan digunakan dalam kultur
jaringan.
2. Untuk mengetahui teknik sterilisasi bahan yang akan dikultur.
3. Untuk mengetahui teknik kultur jaringan Pisang.
C. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan
digunakan dalam kultur jaringan.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik sterilisasi bahan yang akan
dikultur.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik kultur jaringan Pisang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan tanaman saat ini merupakan teknologi yang mapan. Seperti
banyak teknologi lainnya, telah melalui tahap evolusi yang berbeda,
keingintahuan ilmiah, penelitian alat, aplikasi baru dan eksploitasi massa.
Mulanya, kultur jaringan tanaman dimanfaatkan sebagai alat penelitian dan
difokuskan pada upaya untuk budaya dan mempelajari pengembangan dari kecil,
segmen terisolasi dari jaringan tanaman atau sel terisolasi. Sekitar pertengahan
abad kedua puluh. Gagasan bahwa tanaman dapat diregenerasi atau dikalikan dari
baik kalus atau kultur organ diterima secara luas dan aplikasi praktis dalam
industri perbanyakan tanaman terjadi (Idowu, 2009).
Teknik ini digembar-gemborkan sebagai universal massa klonal sistem
perbanyakan tanaman untuk masa depan dan istilah budidaya diperkenalkan untuk
menggambarkan lebih akurat proses. Banyak laboratorium komersial didirikan di
seluruh dunia untuk klonal massal propagasi tanaman hortikultura. jaringan
tanaman hari ini aplikasi budaya mencakup lebih dari klonal propagasi dan
budidaya. Kisaran rutin teknologi telah diperluas untuk mencakup embriogenesis
somatik, hibridisasi somatik, virus eliminasi serta sebagai aplikasi dari bioreaktor
untuk perbanyakan massal (Idowu, 2009).
Indonesia merupakan negara penghasil pisang keempat terbesar di Asia setelah
India, Filipina, dan Cina. Sekitar 80 % total produksi pisang dunia dikuasai oleh
Brasil, India, Filipina, RRC, dan negara di Amerika Selatan dan Amerika Tengah.
Di Indonesia, konsumsi pisang terbesar adalah untuk pasar dalam negeri,
sedangkan untuk ekspor jumlahnya tidak signifikan, walaupun permintaannya
banyak. Salah satu kendala penyebab rendahnya kualitas buah pisang dari
Lampung sehingga tidak memenuhi stadart ekspor adalah penerapan teknik
budidaya pisang secara intensif kurang diterapkan. Teknologi budidaya pisang
cakupannya luas, namun yang paling dasar dan sangat menentukan hasil adalah
penyediaan bibit yang bermutu (Rugayah, 2012).
Pisang merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi
jika dibudidayakan secara intensif dengan menerapkan teknologi secara benar
dapat memberikan keuntungan yang tinggi. Pisang menjadi komoditas ekspor

nonmigas yang dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan devisa Negara


(Bambang, dalam Eriansyah, 2014).
Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat diminati
karena rasanya, gizinya, dan harganya relatif terjangkau. Pisang mempunyai
prospek cerah karena hampir semua orang menyukai buah pisang. Selain itu
tanaman pisang relatif mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan. Produksi
pisang di Indonesia cukup besar, yaitu 4.177.155 ton pada tahun 2003. Daerah
Jawa Barat merupakan penghasil pisang terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 25,59
% dari total produksi nasional, kemudian diikuti Jawa Timur 15,18 % dan Jawa
tengah 10,9 % (Biro Pusat Statistika, dalam Pamungkas, 2005).
Selain itu, pisang merupakan salah satu buah tropis yang kaya karbohidrat dan
berbagai vitamin dan mineral untuk kesehatan manusia. Dalam buah pisang
banyak terkandung mineral-mineral kalium, magnesium, fosfor, besi, kalsium dan
vitamin A, B dan C, serta asam folat yang sangat baik dikonsumsi oleh ibu hamil
(Rahmat dalam Rugayah, 2012). Karbohidrat dalam buah pisang termasuk
karbohidrat sederhana sehingga dapat menjadi energi yang mudah tersedia bagi
tubuh dalam waktu singkat (Suyanti dan Ahmad, dalam Rugayah, 2012).
Pisang (Musa paradisiaca L.) termasuk Famili Musaceae, berasal dari Asia
Tenggara dan tersebar di seluruh dunia. Pisang barangan sangat digemari karena
rasanya enak, vitaminnya cukup, dan harganya terjangkau. Secara konvensional
pisang diperbanyak dengan anakan (sucker) dan bonggol (bit), dapat dihasilkan 110 anakan dalam setahun (Meina, dalam Sitohang, 2005).
Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah buah yang cukup disukai di dunia, karena
pisang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, dan murah harganya.
Dibandingkan dengan buah lain, pisang memiliki tekstur lembut dengan rasa yang
lezat. Karena tidak mengenal musim, buah pisang tersedia sepanjang tahun
dengan harga yang terjangkau. Dewasa ini buah pisang telah menjadi komoditi
industri (Maslukhah, dalam Pagalla dkk, 2012).
Jenis pisang yang dikenal di Kalimantan Selatan antara lain pisang manurun
(kepok), pisang mauli (uli), pisang talas dan pisang raja. Pisang kepok dan talas
sering dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk kolak pisang atau pisang

goreng, sedangkan pisang mauli (uli) sering dihidangkan sebagai pencuci mulut
dalam acara selamatan dan perkawinan (Nisa, 2005).
Pisang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki tingkat produksi cukup
tinggi di Indonesia dan memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Produksi pisang yang dihasilkan di Indonesia 90% untuk konsumsi dalam negeri,
sedangkan 3 sisanya ditujukan untuk memenuhi permintaan pisang luar negeri.
Produksi pisang nasional menempati urutan keenam setelah India, Ekuador,
Brazil, Fhilipina dan Cina (Maslukhah, dalam Pagalla dkk, 2012).
Indonesia diantara jenis buah-buahan lainnya, baik dari segi sebaran, luas
pertanamannya maupun segi produksinya (BPTP Lampung, 2008). Indonesia
sebagai produsen pisang yang sangat besar di Asia tentu sangat berharap
mempunyai kedudukan yang baik dalam bidang ekspor buah pisang. Tetapi
menurut data pada tahun 1992 Indonesia termasuk kedalam negara pengimpor
buah pisang (Tim Bina Karya Tani, 2008). Total produksi pisang Indonesia
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 sekitar 5,755,073 ton dan Banten
menyumbang 234,887 ton, atau tidak kurang dari 4% dari produksi pisang
nasional (Eriansyah, 2014).
Kondisi

terkontrol

memberikan

budaya

mikro

cocok

untuk

sukses

pertumbuhan. Kultur jaringan tanaman sekarang memiliki komersial langsung


aplikasi serta penelitian dasar menjadi biologi sel, genetika dan biokimia. Teknik
meliputi kultur sel, kepala sari, ovula dan embrio, isolasi protoplas dan fusion,
seleksi sel layak dan budaya bud di eksperimental untuk skala industri (Agarwal,
2015).
Kendala utama dari produksi pisang adalah ketersediaan bibit tanaman yang
murah dan unggul. Kebutuhan pisang di pasaran tidak diimbangi dengan produksi
yang ada. Perbanyakan pisang biasanya dilakukan dengan menggunakan
anakananakan pisang yang tumbuh disekitar induk tanaman. Bila terus
dipertahankan cara ini, lama-kelamaan ketersediaan bibit pisang akan semakin
berkurang. Perbanyakan pisang selain dengan cara vegetatif seperti di atas, juga
bisa dibudidayakan dengan teknik kultur jaringan dan dengan teknik ini

diharapkan akan menyelesaikan masalah pengadaan bibi tanaman pisang


(Eriansyah, 2014).
Dalam kultur jaringan komposisi media tanam akan mempengaruhi
partumbuhan dan perkembangan tanaman pisang yang akan diperbanyak. Media
tanam itu terdiri dari unsur hara makro, unsur hara mikro, vitamin, karbohidrat,
berbagai macam tambahan sesuai dengan kebutuhan tanaman, serta berbagai
macam zat pengatur tumbuh (ZPT), baik yang sintesis maupun alami. ZPT sintesis
yang biasa digunakan biasanya dari golongan auksin (Zeatin, BAP),
sitokinin(IAA, NAA, 2,4D, IBA), dll (Eriansyah, 2014).
Sedangkan ZPT alternatif yang bisa digunakan berasal dari bahan organik
seperti buah pisang, tomat, lidah buaya dan air kelapa. Menurut Dwijoseputro
(1994) air kelapa mengandung mineral, sitokinin, fosfor dan kinetin yang
berfungsi mempercepat pembelahan sel serta pertumbuhan tunas dan akar. Air
kelapa kaya akan Potasium (Kalium) hingga 17%. Mineral lainnya antara lain
Natrium (Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Ferum (Fe), Cuprum (Cu), Fosfor
(P) dan Sulfur (S). Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung gula antara
1,7- 2,6%, protein 0,07-0,55% dan mengandung berbagai macam vitamin seperti
asam sitrat, asam nikotina, asam pantotenal, asam folat, niacin, riboflavin dan
thiamin (Eriansyah, 2014).
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit mendapatkan
bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Salah satu
keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan adalah sangat
dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam waktu
singkat (Priyono et al., dalam Nisa 2005).
Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah
kultur dengan eksplan bonggol. Apabila dibandingkan dengan jantung pisang
maka mendapatkannya lebih mudah dan jumlah eksplan yang didapat lebih
banyak bahkan mencapai 200 eksplan setiap jantung pisang, serta lebih kecil
resikonya terhadap kontaminasi sebab bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat
oleh kelopak (Nisa, 2005).

Tanaman pisang komersil yang dibudidayakan hingga saat ini adalah triploid
(3n) dan tidak mampu menghasilkan biji atau partenokarpi, walaupun ada juga
yang diploid dan tidak berbiji seperti pisang mas. Oleh karena itu
pengembangbiakan pisang hanya dilakukan secara vegetatif (tanpa perkawinan)
dengan anakan dan kultur jaringan (Sunarjono, dalam Rainiyati, 2007).
Zat pengatur tumbuh mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatur
pertumbuhan dan perkembangan eksplan di dalam kultur. Pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan dalam kultur in vitro diatur oleh interaksi dan keseimbangan
zat pengatur tumbuh pada media dengan hormon endogen yang terdapat dalam
eksplan (George dan Sherrington, dalam Rainiyati, 2007). Menurut Gunawan
dalam Rainiyati (2007) penambahan zat pengatur tumbuh eksogen akan
mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Perimbangan zat pengatur
tumbuh auksin dan sitokinin yang sesuai akan sangat besar pengaruhnya untuk
menghasilkan plantlet (Rainiyati, 2007).
Perbanyakan pisang barangan secara in vitro dapat dilakukan untuk
mendapatkan bahan tanaman yang lebih baik, khususnya yang bebas penyakit
Fusarium sp dan Pseudomonas sp. Perbanyakan in vitro digunakan untuk
mengembangkan induk dengan hasil yang identik, bebas patogen, dan jumlahnya
lebih banyak (Ammirato et al., dalam Sitohang, 2005).
Media Murashige dan Skoog (MS) digunakan secara luas sebagai media kultur
jaringan, media tersebut mengandung hara makro dan mikro, kemudian diberi zat
pengatur tumbuh untuk mengarahkan perkembangan kultur. Jika rasio auksin
lebih tinggi dari sitokinin akan terbentuk akar, sebaliknya jika rasio auksin lebih
rendah dari sitokinin akan terbentuk tunas. Beberapa zat pengatur tumbuh yang
sering digunakan antara lain: asam indol asetat, asam naftalen asetat, asam indol
butirat,

2,4-D

(2,4-dichlorophenoxyacetic

acid),

kinetin,

zeatin

dan

benzylaminopurin (Gunawan, dalam Sitohang, 2005). Pembiakan tanaman secara


in vitro dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: menyiapkan tanaman induk (tahap0), inisiasi kultur atau culture establishment (tahap-1), multiplikasi propagul
(tahap-2), pemanjangan tunas dan induksi akar (tahap-3), dan aklimatisasi plantlet
(tahap-4) (Yusnita, dalam Sitohang, 2005).

Penyediaan bibit dengan teknik kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman


yang seragam, baik dari bentuk maupun umur tanaman, dan juga dapat dihasilkan
bibit yang bebas patogen (George dan Sherrington, dalam Zebua, 2015). Kultur
jaringan tanaman adalah suatu cara untuk mengisolasi dan menumbuhkan bagian
tanaman dalam kondisi yang aseptik secara in-vitro sehingga bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Hartman et al,
dalam Zebua, 2015).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal

: Rabu/ 23 November2016

Waktu
Tempat

: Pukul 12.30-14.10 WITA


: Laboratorium Lantai II Barat Jurusan Biologi FMIPA
UNM

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Enkas
b. Alat diseksi
c. Pinset
d. Cawan petri
e. Bunsen
2. Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Tunas muda Pisang (Musa sp.)


Alkohol 70%
Aquadest
Bakterisida dan fungisida
Klorox 5,25%
Medium MS, Growmore, dan Gandasil
Spiritus
Kertas saring
Tissue
Masker
Plastik wrap
Aluminium foil
Kertas label

C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi Alat
a.Semua alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan kultur jaringan
disterilkan.
b.
Botol dan alat-alat penunjang dicuci dengan sabun cuci.
c.Alkohol 70% disemprotkan, kemudian alat dimasukkan ke dalam plastik
bening.
Botol kutur jaringan dan alat-alat penunjang dimasukkan ke dalam

d.

autoklaf.
2. Sterilisasi Bahan
a.Bahan disiapkan yaitu tunas pisang muda.

b.

Tunas pisang dikupas sampai kebagian dalam sampai bagian putih


berukuran kecil didapatkan.

c.Bagian putih dicuci dengan sabun sebanyak 3x.


d.

Aquades diukur sebanyak 100 ml.

e.Masing-masing 1 gram bakterisida dan fungisida dimasukkan kedalam


aquades.
f. Bagian dari tunas dimasukkan kedalam larutan bakterisida dan fungisida.
g.

Bagian dari tunas direndam selama 30 menit. Lalu, siap


dimasukkan kedalam enkas atau LAF.

3. Kultur Jaringan Pisang


a. Alat dan bahan disiapkan untuk dimasukkan kedalam enkas.
b. Tangan dan meja kerja disemprotkan dengan alkohol 70% kemudian
membersihkannya dengan tissue.
c. Alkohol juga disemprotkan diseluruh bagian alat dan bahan yang
dimasukkan kedalam enkas.
d. Alat diseksi steril dipijarkan diatas bunsen.
e. Bagian tunas diambil dari rendaman bakterisida dan fungisida kemudian
diletakkan ditas cawan petri yang telah diberikan alkohol 70%.
f. Pisang dibilas dengan aquades steril.
g. Pisang direndam dengan Klorox 5,25% selama 10 menit sambil
dikocok/digoyangkan.
h. Bilas dengan aquades.
i. Langkah f,g,h diulang sebanyak 3x.
j. Direndam dengan alkohol 70%.
k. Bilas dengan aquades steril.
l. Langkah j dan k diulang sebanyak 3x.
m. Botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil dan plastik wrap.
n. Melakukan pengamatan selama beberapa minggu.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
NO

Gambar

Keterangan

Hari ke- 0 (23/11/2016)


Medium MS 1g + 20g
Sukrosa
Suhu: 18,6OC
Kelembaban: 74%
Sampai hari ke 50
1

(12/01/2017), belum terlalu


banyak perubahan
signifikan. Medium tidak
terkontaminasi.

B. Pembahasan
1. Sterilisasi Alat
Beberapa alat dalam kultur jaringan harus disterilkan terlebih dahulu
sebelu digunakan diantaranya gunting, pinset, cawan petri, skalpel, dan
botol kultur. Alat-alat ini disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu
1210c, tekanan 15 psi selama 30 menit. Sebelum melakukan pengautoklafan
beberapa alat diberi perlakuan diantaranya alat diseksi (gunting, pinset,
skalpel) disemprot dengan alkohol 70% untuk membunuh bakteri dan jamur
setelah itu dibungkus dengan plastik sehingga tidak bersentuhan dengan
udara luar hal ini berfungsi untuk menjaga kesterilan alat diseksi setelah
diautoklaf. Pembungkus dari alat diseksi baru dibuka ketika akan
digunakan.
Sedangkan cawan petri disemprot dengan alkohol 70% dan didalamnya
dilapis dengan tisu hal ini bertujuan agar cawan petri dapat digunakan 2 kali
ketika melakukan kegiatan subkultur dengan cara membuang tisu yang
terdapat pada cawang petri serta digunakan dalam proses penirisan. Pada
saat pengautoklafan cawan petri juga harus dibungkus hal ini bertujuan
untuk

menjaga

kesterilan

cawan petri

setelah

diautoklaf,

plastik

pembungkus dilepas ketika cawan petri akan dipergunakan. Beberap hal


yang harus diperhatikan dalam penggunaan autoklaf diantaranya air pada

autoklaf harus diontrol sebelum digunakan, tekanan, dan suhu, serta lama
pengautoklafan harus diatur sebelum autoklaf digunakan. Botol kultur yang
akan diautoklaf diisi dengan aguades untuk disterilkan sehingga aguades ini
dapat digunakan dalam proses pembuatan medium dan pembilasan eksplan
ketika kita melakukan sterilisasi eksplan.
2. Sterilisasi Bahan
Sterilisasi bahan yaitu tunas pisang muda, terbagi menjadi dua bagian.
Pertama yaitu sterilisasi luar LAF. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kontaminan yang terdapat pada pisang muda. Bahan yang digunakan dalam
stelisisasi luar yaitu sabun cair. Berguna untuk menghilangkan kotoran pada
tunas. Kemudian direndam dengan larutan bakterisida dan fungisida untuk
membunuh bakteri dan jamur.
Sterilisasi yang kedua yaitu sterilisasi dalam LAF. Bahan yang gunakan
yaitu alkohol 70% dan klorox. Klorox dalam hal ini berfungsi sebagai
desinfektan. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh
fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran
jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau
menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
3. Kultur Jaringan Pisang
Dalam kultur jaringan pisang prinsip kerja yang digunakan sama dengan
kultur jaringan pada umumnya, yang berbeda terletak pada tahap sterilisasi
eksplan yang mengggunakan metode sterilisasi luar LAF dan sterilisasi
dalam LAF, serta pengupasan batang semu pisang sehingga eksplan
berukuran 2 cm.
Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kultur jaringan pada tunas pisang. Kultur jaringan yang
dilakukan pada tunas pisang menggunakan tunas pisang yang masih mudah.
Pada saat proses penanaman dengan cara mengupas bagian tunas pisang
sampai sekecil mungkin sehingga kelihatan tunas atau lapisan yang paling
dalam.
Proses penanaman pisang dibutuhkan ketelitian, semua alat ataupun
bahan yang digunakan harus betul-betul steril untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Dalam mencegah terjadinya kontaminasi maka tunas pisang

direndam di dalam fungisida dan bakterisida selama 30 menit. Setelah


melakukan penanaman, kemudian pisang tersebut di simpan di dalam ruang
inkubasi dan ternyata pada pengamatan sampai pada hri ke 50 belum ada
perubahan signifikan. Hal ini dimungkinkan, terjadi kematian pada tuns
pisang, namun medium tidak kontaminasi.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa rata-rata kegagalan
disebabkan karena terjadinya kontaminasi pada kultur jaringan dan beberapa
penyebab yang lainnya. Disamping terjadinya kontaminasi dapat juga
disebabkan oleh komponen media, manusia lingkungan dan eksplan
merupakan sumber kontaminasi (Daisy & Wijayani, 1994).

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum ini maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Sterilisasi alat dilakukan agar menghindari organisme patogen yang
berbahaya bagi pertumbuhan kultur jaringan. Alat-alat yang akan digunakan
dalam

kegiatan

praktikum

kultur

jaringan

wajib

disterilisasikan

menggunakan pembersih, alkohol dan autoklaf.


2. Sterilisasi bahan dilakukan agar menghindari organisme patogen seperti
bakteri dan jamur pada bahan yang akan dikultur jaringan. Bahan yang
digunakan yaitu bakterisida, fungisida, alkohol, dan klorox.
3. Kultur jaringan pisag dilakukan dengan memotong bagian tunas yang telah
disterilisasi kemudian menanam pada medium yang dikehendaki. Kultur
jaringan pisang sampai saat ini belum bisa dikatakan berhasil dilakukan,
karena sejak awal penanaman hingga pembuatan laporan ini, belum
menunjukkan tanda pertumbuhan yang spesifik.
B. Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya agar lebih memperhatikan
kesterilan alat, bahan, ruangan, dan orang akan melakukan kultur. Agar dapat
meminimalisir terjadinyan kontaminasi.

DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, M., 2015. Tissue culture of Momordica charantia L.: A review. Journal
of Plant Sciences 2015; 3(1-1): 24-32.
Dewi, AK., dan Dwimahyani, 2005. Evaluasi Keragaman Fenotipe Galurmutan
Pisang Barangan {M. paradisiaca Kuitivar Barangan) Pada Generasi M, V4.
Berita Biologi, Volume 7. Nomor 6, Desember 2005.
Eriansyah, M., Susiyanti dan Y. Putra., 2014. Pengaruh Pemotongan Eksplan dan
Pemberian Beberapa Konsentrasi Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Eksplan Pisang Ketan (Musa Paradisiaca) Secara In
VitroAgrologia, Vol. 3, No. 1, April 2014, Hal. 54-61
Hendaryono, DPS., dan Wijayani, A., 2012. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.
Idowu, PE., Ibitoye, DO., Ademoyegun, OT., 2009. Tissue Culture as a Plant
Production Technique for Horticultural Crops. African Journal of
Biotechnology Vol. 8 (16), pp. 3782-3788, 18 August, 2009.
Nisa, C., dan Rodinah, 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang
(Musa Paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA Dan Kinetin.
BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 23-36.
Pagalla, DB., Andi Ilham Latunra, Baharuddin, A.Masniawati, 2015. Respon
Pertumbuhan Propagul Pisang Ambon Hijau Musa Acuminata Colla Pada
Beberapa Konsentrasi Ekstrak Jagung Muda Secara In Vitro. Jurnal
Pertanian Universitas Hasanuddin.
Pamungkas, 2015. Pengaruh Konsentrasi Naa Dan Bap Terhadap Pertumbuhan
Tunas Eksplan Tanaman Pisang Cavendish (Musa Paradisiaca L.) Melalui
Kultur In Vitro. Gontor AGROTECH Science Journal.
Rugayah, Dwi Hapsoro, Ade Ulumudin dan Feria Wirana Motiq, 2012. Kajian
Teknik Perbanyakan Vegetatif Pisang Ambon Kuning Dengan Pembelahan
Bonggol (Corm). Jurnal Agrotropika 17(2): 58-65, Juli-Desember 2012.
Sitohang, N., 2005. Kultur Meristem Pisang Barangan (Musa paradisiaca) pada
Media MS dengan Beberapa Komposisi Zat Pengatur Tumbuh NAA, IBA,
BAP dan Kinetin. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Volume 3,
Nomor 2, Agustus 2015: 17-25
Yuliarti, N., 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Lily
Publisher: Yogyakarta.

Zebua, D., Suci Rahayu, dan Saleha Hannum, 2015. Induksi Tunas Pisang
Barangan (Musa Acuminata L.) Asal Nias Utara Melalui Kultur Jaringan
Dengan Pemberian 2,4-D Dan Kinetin. Jurnal Biosains Vol.1 No. 2 Augstus
2015.

LAMPIRAN

Tunas muda pisang


Mengupas

Bagian putih
Mencuci
dengan
yang
sabunditanam
akan

Campuran
Mengukur 100 ml
Memasukkan
bakterisida &
bakterisika
Aquades
steril
&
fungisida
fungisida

Memasukkan
Merendam
selama
pisang
30
menit. larutan
kedalam

Anda mungkin juga menyukai